Showing posts with label Tafsir. Show all posts
Showing posts with label Tafsir. Show all posts

SKRIPSI PENDEKATAN MAQASIDUS SYARIAH TAHIR BIN ASYUR

Admin Wednesday, May 09, 2018 Add Comment

SKRIPSI PENDEKATAN MAQASIDUS SYARIAH  TAHIR BIN ASYUR TAFSIR MAQASIDI

Pendekatan Maqasid al-Syari’ah Tahir Ibn ‘Asyur dan Aplikasinya dalam Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir

Abstrak: Beragam produk tafsir yang terkesan ideologis dikarenakan model pendekatan yang digunakan selama ini. Selain itu, problem urgen penafsiran yang berkutat pada dua kaidah dasar penafsiran yang memiliki implikasi penafsiran dalam era kontemporer ini. Oleh karena itu, Ibn ‘Asyur seorang mufassir kontemporer sekaligus ahli maqasid al-syari’ah telah mencoba menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan maqasid al-syari’ah dalam kitab al-Tahrir wa al-Tanwir yang disebut dengan tafsir maqasidi. Dalam skripsi yang berjudul Tafsir Maqasidi Pendekatan Maqasid al-Syari’ah Tahir Ibn ‘Asyur dan Aplikasinya dalam Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, penulis berusaha mengaplikasikan pendekatan maqasid al-syari’ah dalam tafsirnya, sehingga tampak berbeda dengan produk tafsir selama ini, yaitu lebih mengedepankan tujuan hukum syari’at. Karena tidak mungkin Allah mensyari’atkan hukum tanpa mengandung tujuan maslahah. Di dalam tafsirnya, Ibn ‘Asyur menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an melalui analisis teks hingga dapat diambil nilai-nilai universalnya sebagai tujuan hukum, baik dalam wilayah akidah atau teologi, ibadah, munakahat, mu’amalat dan jinayah. Ibn ‘Asyur sebagai penerus Syat}ibi, tidak membatasi maqasid al-syari’ah pada tataran usul al-khamsah saja, namun juga prinsip egalitarianisme musawah, kemudahan taisir, toleran samahah dan kebebasan hurriyyah. Oleh karena itu, dalam skripsi ini akan mengkaji pendekatan maqasid al-syari’ah serta aplikasinya dalam tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir.
Jenis penelitian yang digunakan adalah library research dan metodenya adalah deskriptif-analitis. Yaitu mendeskripsikan dari latar belakang kehidupan Ibn ‘Asyur, pendidikan serta karya-karyanya. Kemudian mendeskripsikan gambaran umum maqasid al-syari’ah dan yang melingkupinya. Kemudian mendeskripsikan metodologi pendekatan maqasid al-syari’ah Ibn ‘Asyur, lalu menganalisisnya dan kemudian mencoba mengaplikasikan dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an.

Dalam skripsi ini, penulis menyimpulkan bahwa dengan pendekatan maqasid al-syari’ah Ibn ‘Asyur berarti segala hukum yang disyari’atkan oleh Allah mengandung tujuan atau hikmah. Selain itu, pendekatan maqasid al-syari’ah memberikan pengetahuan baru tentang metodologi pendekatan dalam penafsiran al-Qur’an. Sehingga dapat diambil nilai-nilai universalnya sebagai solusi produk tafsir yang selama ini tampak ideologis. Akhirnya, tujuan al-Qur’an sebagai kitab petunjuk dan problem solver dapat diaplikasikan.

KISAH ISTRI FIRAUN DAN MARYAM DALAM AL-QURAN (Studi atas Tafsir Al-Mizan karya Tabatabai

Admin Tuesday, May 08, 2018 Add Comment

KISAH ISTRI FIR'AUN DAN MARYAM DALAM AL-QUR'AN (Studi atas Tafsir Al-Mizan karya Tabatabai

ABSTRAK
Kaum wanita muslimah pada umumnya, memerlukan suri tauladan agung 
yang menjadi simbol wanita mulia, yang telah dikisahkan dalam al-Qur’an. Sosok
wanita teladan ini sebagai tolok ukur dalam perbaikan diri menuju fitrah wanita
sejati. Seiring perubahan zaman, kaum wanita banyak mengalami berbagai erosi,
misalnya kemerosotan dalam kepribadian, akhlak bahkan aqidah. Salah satu
penyebabnya adalah krisis figur wanita teladan. Wanita muslimah semakin jauh
meninggalkan teladan sejati mereka yang telah terbukti mampu memainkan peran
positif.
Oleh karena itu, penelitian tentang tokoh-tokoh wanita dalam al-Qur’an
sangat urgen atau penting dilakukan berdasarkan beberapa alasan, pertama, sosok
wanita dalam al-Qur’an sebagai suri tauladan agung, dan simbol wanita mulia
dalam sejarah Islam. Kedua, pengulasan keteladanan dan pesan moral al-Qur’an
yang terkandung dalam kisah-kisah tersebut. Ketiga, signifikansi pesan moral
kisah wanita dalam al-Qur’an dalam konteks masa kini. Pengkajian figur wanita
yang akan penulis lakukan adalah pengkajian kisah dua tokoh wanita, yaitu istri
Fir’aun dan Maryam.
Penulis akan mengkaji kedua tokoh tersebut melalui tafsir al-Mizan fi
Tafsir al-Qur’an karya Tabataba’i. Kekhususan dalam kitab tafsir al-Mizan yang
merupakan karya monumentalnya ini di dalam membahas beberapa ayat gender
penulisnya memberikan nuansa esoterik yang hampir tidak kita jumpai di dalam
kitab tafsir kalangan Sunni.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis, yakni mengumpulkan data yang ada, menafsirkannya dan mengadakan
analisa yang interpretatif dengan cara menyelami kemudian mengungkap arti dan
nuansa yang di maksud oleh seorang tokoh. Selanjutnya untuk menganalisa data
digunakan metode deduktif, yaitu menganalisa data-data yang bersifat umum,
kemudian ditarik ke dalam kesimpulan yang bersifat khusus. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui detail-detail penafsiran Tabataba’i ketika menafsirkan ayat-ayat
al-Qur'an tentang kisah istri Fir'aun dan Maryam.
Berdasarkan uraian dalam penelitian ini, maka dapat dihasilkan beberapa
kesimpulan yaitu, pertama, keteguhan iman yang tergambar dalam diri istri
Fir’aun yaitu, Asiyah. Kisah istri Fir’aun mengandung pesan moral yang sangat
berharga, bahwa dalam diri seseorang yang suci dan murni dari kekafiran dan
kemunafikan, meskipun berdampingan dan bergaul dengan seorang yang kafir,
maka hatinya tetap teguh memegang prinsip dan keimanannya. Sifat keibuan pada
diri Asiyah, ketika menyelamatkan bayi Musa dari kekejaman Fir’aun, yang
hendak membunuhnya. Kedua, kesalehan dan kesucian diri, yang tergambar jelas
dari sosok Maryam. Dengan berbekal iman kepada Allah SWT Maryam tetap
tegar dan ikhlas menerima segala ujian dari Allah SWT. Pemeliharan diri dengan
menutup aurat dengan jilbab atau hijab. Keimanan dan ketakwaan mampu
menumbuhkan rasa tenang dalam hati dan tentram dalam jiwa. Keimanan juga
menumbuhkan rasa optimisme, keberanian, perasaan harga diri dan harapan serta
rasa dekat dengan Tuhan.

CIVIL SOCIETY & KONSTRUK DEMOKRASI DALAM AYAT AL-QURAN

Monday, May 07, 2018 Add Comment

CIVIL SOCIETY & KONSTRUK DEMOKRASI DALAM AYAT AL-QUR'AN

Book Review: 
Oleh.  Mahfuz Masduki

Judul Buku   : Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun 
Demokrasi dalam Peradaban Nusantara.
Penulis   : Hasyim Muhammad
Editor     : Mu’ammar Ramadhan & Zainal Abidin
Volume   : 198 hlm.
Penerbit  : TERAS, Sleman Yogyakarta.
Cetakan  : Cetakan I, November 2007.
ISBN      : 979-9781-22-1.

Sebagaimana diketahui masyarakat Muslim, bahwa sebagian pandangan Barat selama ini sering menyamakan negara Islam dengan agama yang memiliki gaya fundamentalistik, radikal teroris dan anti demokrasi. Hal itu sebagaimana disimpulkan oleh beberapa pemikir Barat bahwa kebudayaan Islam tidak dibawa dengan ide-ide kebenaran atau prinsip seperti yang dipahami oleh negara Barat. Bahkan kebudayaan Islam, sebagaimana diakui sebagian masyarakat Barat ditandai oleh kekuasaan yang personalisme dan pragmatisme di mana otoritas mengambil keputusan tentang hukum hampir pasti dipaksakan kepada masyarakatnya.[1]

Pandangan yang demikian, setidaknya menjadikan Hasyim Muhammad mencoba untuk meluruskan dengan menurunkan sebuah buku, Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara.[2] Buku ini mencoba untuk mengeksplorasi lebih jauh bahwa Islam juga mengenal apa itu demokrasi dan apa itu civil society, sebuah sistem kepemerintahan yang sudah diterapkan pada era muslim awal.[3]
Demokrasi, menurut Hasyim Muhammad, merupakan sistem yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Dan Islam memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap nilai-nilai kemanusiaan ini. Dalam QS. Ali Imran (3): 159 dan QS. Asy Syura (42): 38, dijelaskan betapa Islam memerintahkan untuk berdemokrasi. Prinsip demokrasi yang bersendikan kebebasan pendapat, bermufakat, dan berserikat tidak diperlakukan sebagai kekufuran. Islam mempersilahkan kepada siapa saja untuk mengadakan perkumpulan baik dibidang ekonomi, sosial, politik dsb.[4]

Namun penting untuk dicatat, bahwa al-Qur'ân mengandung nilai-nilai dan ajaran yang bersifat etis mengenai aktifitas sosial politik umat manusia. Ajaran ini mencakup prinsip-prinsip tentang keadilan, persamaan, persaudaraan, musyawarah, dan lain-lain. Ada beberapa ayat al-Qur'ân yang menggambarkan prinsip-prinsip di atas, atau secara implisit menampilkan sebagai ciri negara demokrasi di antaranya adalah: 1). Keadilan (QS. 5:8); Berlaku adillah kalian karena adil itu lebih dekat kepada taqwa, 2). Musyawarah (QS. 42:38); Sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka. Menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (QS. 3:110); Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan berimanlah kepada Allah.

3). Perdamaian dan persaudaraan (QS. 49:10); Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqkwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. 4). Keamanan (QS. 2:126); Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo'a, Ya Tuhanku jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa. 5). Persamaan (QS. 16:97 dan 40:40); Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (QS. 16:97).

Dalam Islam juga menyingung masalah civil society dengan memperdulikan beberapa hak manusia yang paling dasar. Apa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, Nabi saw bersabda:

"Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahay rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim).



Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267).

Menurut Hasyim Muhammad, al-Qur'an memberikan hak pada setiap orang untuk berbeda satu sama lain. Perbedaan merupakan keniscayaan bagi setiap manusia, karena masing-masing dibentuk oleh lingkungan, status sosial, pendidikan serta peradaban yang menyelimutinya.[5] Kesemuanya akan membentuk karakter dan sikap, pandangan dan pemikiran yang berbeda satu sama lain. Yang terpenting dan harus dijaga dalam al-Qur'an adalah toleransi pada setiap komunitas atau individu yang berbeda tersebut

Perbedaan –dikatakan Hasyim Muhammad- merupakan kehendak Allah untuk menguji sejauh mana mereka mengaktualisasikan potensi yang diberikan oleh Tuhan untuk kebaikan. Al-Qur'an akan memberikan balasan amal kebaikan yang mereka lakukan. Karena itulah, al-Qur'an pada dasarnya telah menguraikan panjang lebar akan hak-hak dasar tersebut, termasuk di dalamnya kebebasan.[6]

Ada hak-hak alamiah seperti; a). Hak Hidup  Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi:

"Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).



Ada juga b). Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi. Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain.[7] Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).

Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka". Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.

Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256). Sedangkan dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang. Firman Allah:

"Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42).



Ada juga, c). Hak Bekerja. Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban.[8] Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari).

Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah). d).  Hak Hidup. Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Di antara hak-hak ini adalah; Hak Pemilikan, Hak Berkeluarga, Hak Keamanan, Hak Keadilan, Hak Saling Membela dan Mendukung, Hak Keadilan dan Persamaan.[9]

Manusia, pada hakikatnya, secara kodrati dinugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak pokok ini disebut hak asasi manusia (HAM). Hak asasi manusia adalah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.

Pada gilirannya, hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, di mana hak-hak asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain. Umumnya, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam (sebagai akibat dari pola pendidikan ala Barat yang dikembangkan semenjak jaman penjajahan Belanda dan diteruskan di era republik pasca proklamasi kemerdekaan hingga kini) mengenal konsepsi HAM yang berasal dari Barat.

Masyarakat Indonesia, mengenal konsepsi HAM itu bermula dari sebuah naskah Magna Charta, tahun 1215, di Inggeris, dan yang kini berlaku secara universal mengacu pada Deklarasi Universal HAM (DUHAM), yang diproklamasikan PBB, 10 Desember 1948. Padahal, kalau mau bicara jujur serta mengaca pada sejarah, sesungguhnya semenjak Nabi Muhammad S.A.W. memperoleh kenabiannya (abad ke-7 Masehi, atau sekira lima ratus tahun/lima abad sebelum Magna Charta lahir), sudah dikenalkan HAM serta dilaksanakan dan ditegakkannya HAM dalam Islam.

Atas dasar itu, tidaklah berlebihan kiranya bila sesungguhnya konsepsi HAM dalam Islam telah lebih dahulu lahir tinimbang konsepsi HAM versi Barat. Bahkan secara formulatif, konsepsi HAM dalam Islam relatif lebih lengkap daripada konsepsi HAM universal.

Konsep civil society lahir dan tumbuh dari daratan Eropa sekitar abad ke-17 M dalam konteks masyarakat yang mulai melepaskan diri dari dominasi agamawan dan para raja yang berkuasa atas dasar legitimasi agama. Agama saat itu mulai tersekularisasi dalam arti wewenang dan legitimasi kekuasaan mulai dilepaskan dari tangan agamawan.

Dengan demikian, civil society aslinya adalah bersifat sekularistik, yang telah mengesampingkan peran agama dari segala aspek kehidupan. Dan tentu saja civil society tidak dapat dilepaskan dari kesatuan organiknya dengan konsep-konsep Barat lainnya, seperti demokrasi, liberalisme, kapitalisme, rasionalisme, dan individualisme. Maka adalah suatu anakronisme, tatkala Hasyim Muhamad dalam buku ini, Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara,[10] mencoba lebih jauh menjelaskan akan keberadaan civil society dalam al-Qur'an.[11]

Akan tetapi, menjadi menarik tatkala uraian yang diberikannya sangat lugas dan apik. Buku ini pada dasarnya, sebagaimana dikatakan penulisnya, Hasyim Muhammad, merupakan paduan dari dua judul tulisan yang berbeda. Yang pertama berasal dari tulisan hasil penelitian Tafsir Tematis mengenai Civil Society dalam al-Qur'an yang mengkaji ayat-ayat al-Qur'an tentang hak-hak warga negara.

Adapun yang kedua, berasal dari tulisan tentang tradisi berdemikrasi dalam sejarah Nusantara. Buku ini sangat tepat untuk dijadikan buku pegangan Mahasiswa yang sedang menempuh perkuliahan pendidikan kewarganegaraan dihubungkan dengan kajian al-Qur'an. Karena apa yang ditulis oleh Hasyim Muhammad ini, selalu didasarkan atas kajian al-Qur'an bahkan juga dibumbui dengan uraian hadis Nabi.



[1] Gambaran tentang hal tersebut semakin menguat ketika mereka melihat fenomena politik yang berkembang, seperti di Afganistan atau Aljazair. Sehingga kesimpulan Max Stackhouse yang mengklaim Islam sebagai tradisi agama yang tidak sesuai dengan konsep-konsep masyarakat yang demokratis semakin mendapat legitimasi.

[2] Hasyim Muhammad, Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara, (Yogyakarta; Teras, 2007).

[3] Hasyim Muhammad, Ibid, 64

[4] Hasyim Muhammad, Ibid, 110-112.

[5] Hasyim Muhammad, Ibid, 136-139.

[6] Hasyim Muhammad, Ibid, 139-158.

[7] Hasyim Muhammad, Ibid, 155.

[8] Hasyim Muhammad, Ibid, 140..

[9] Hasyim Muhammad, Ibid., 136-164.

[10] Hasyim Muhammad, Ibid,.

[11] Hasyim Muhammad, Ibid, 63-83.

RAGAM DAN BENTUK ZIKR MENURUT RASULULLAH SAW.

Monday, May 07, 2018 Add Comment
RAGAM DAN BENTUK ZIKR MENURUT RASULULLAH SAW.
Oleh: M. Alfatih Suryadilaga

Abstrak
Artikel ini membahas tentang ragam dan bentuk zikir menurut Rasulullah saw. Zikir bagi kaum Muslimin merupakan sesuatu yang penting karena bagaikan kehidupan dan kematian. Tentu, orang yang ingin hidup dan sukses akan selalu mengingat Allah swt. sang Tuhannya yang telah menciptakan dan memberikannya beberapa nimat yang sangat banyak. Zikir dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja selama manusia hidup. Agar zikir tersebut diterima oleh Allah swt. maka diperlukan adanya tata cara pelaksanannya, waktu yang tepat dan pemahaman berbagai macam ragam zikir. Ragam zikir antara lain istigfar, isti'azah, basmalah, takbir, tasbih, pujian, dan tahlil.

Kata Kunci: zikir dan doa, adab, istigfar, isti'azah, basmalah, takbir, tasbih, pujian, dan tahlil

I. Pendahuluan

Dalam kesehariannya, umat Islam sering melaksanakan zikir dan do’a. Paling tidak keduanya merupakan rutinitas yang senantiasa dilakukan mengiringi sholat yang dikerjakan minimal lima kali dalam sehari semalam. Rangkaian zikir dan do’a tidak lain merupakan sejumlah rangkaian yang dianjurkan oleh Allah dalam al-Qur’an dan Rasulullah saw. dalam hadis-hadis dalam keseluruhan kehidupan umat manusia tidak hanya rutinitas seusai melaksanakan shalat lima waktu (maktubah). Kebiasaan zikir dan do’a juga dapat dilakukan usai kapan saja dan dalam keadaan apa saja.

Istilah zikir berarti menyebut dan mengucapkan asma Allah swt. Zikir bisa juga diartikan dengan mengagungkan dan mensucikan nama Allah.[1] Adapun secara istilah zikir adalah rangkaian untaian kalimat tertentu yang ditujukan untuk mengagungkan dan mensucikan nama Allah yang dapat dilakukan kapan saja tidak hanya seusai menjalankan shalat lima waktu karena macam dan ragam zikir begitu banyak. Sedangkan istilah do’a diartikan dengan memanggil, mengundang, meminta, dan memohon.[2] Biasanya secara istilahi term do’a dikhususkan atas permohonan atau permintaan kepada sesuatu yang lebih tinggi dan biasanya dilakukan atas umat manusia atau hamba Alllah terhadap Allah. Adapun permintaan yang dilakukan sesama manusia walaupun salah satunya berkedudukan lebih tinggi tidak dinamakan dengan do’a melainkan al-amar atau perintah. [3]

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa zikir dan do’a merupakan amal yang dilakukan oleh umat Islam dalam kesehariannya sebagai bentuk kecintaannya kepada Tuhan-Nya. Oleh karena itu, tata cara dan pelaksanaan tentang zikir dan do’a harus mengacu kepada tuntunan Allah dan rasul-Nya. Artikel ini mengkhususkan diri atas persoalan zikir saja, walaupun persoalan tersebut sering dijumpai di dalam berbagai buku praktis yang dijual secara umum dan bebas dan sering ada acara yang dapat disaksikan di layar kaca sebuah acara yang dimotori oleh Ust. Arifin Ilham dan Ust. H. Haryono bertajuk Indonesia berzikir dan telah dicetak berikut beberapa komentarnya. Namun, artikel ini menarik karena di dalamnya memuat hadis-hadis yang dijadikan acuan secara lengkap tentang zikir berikut tata cara, macam dan ragam zikir berikut para mukharrij al-hadis-nya. Upaya tersebut dapat dijadikan pedoman bagi umat manusia untuk memahami hakekat zikir dan aktualisasinya dalam kehidupan keseharaiannya.

Hadis yang dijadikan dasar sedapat mungkin diambil dari kitab induk hadis yang dinilai paling baik kualitasnya yakni Kitab Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim. Namun jika tidak ditemukan di dalam kedua kitab tersebut, maka diambil dari kitab lain yang masih dalam kategori kutub al-tis’ah, yakni Sunan Abu Dawud, Sunan al-Nasa’i, Sunan al-Tirmizi, Sunan Ibn Majah, Sunan al-Darimi, Musnad Ahmad ibn Hanbal, Muwatta’ Malik. Untuk memudahkan pengambilan hadis, maka teks-teks hadis yang diambil berdasarkan penomeran dan teks hadis yang termuat CD mawsuat al-hadis al-syarif.

II. Keutamaan Majlis Zikir
 Orang yang berzikir akan diberikan kebaikan oleh Allah swt. karena dengan mengingat Allah maka Allah senantiasa akan ingat kepada hambanya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah swt.:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِي(152)

Oleh karena itu, ingatlah kamu kepadaKu (dengan mematuhi hukum dan undang-undangKu), supaya Aku membalas kamu dengan kebaikan; dan bersyukurlah kamu kepadaKu dan janganlah kamu kufur (akan nikmatKu).

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنْ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ(200)

Kemudian apabila kamu telah selesai mengerjakan amalan ibadat Haji kamu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebut dan mengingati Allah (dengan membesarkanNya) sebagaimana kamu dahulu menyebut-nyebut (memuji-muji) datuk nenek kamu, bahkan dengan sebutan yang lebih lagi. Dalam pada itu, ada di antara manusia yang (berdoa dengan) berkata: "Wahai Tuhan kami! Berilah kami kebaikan) di dunia". (orang-orang ini diberikan kebaikan di dunia) dan tidak ada baginya sedikitpun kebaikan di akhirat.

Di samping itu, zikir merupakan amalan yang disukai oleh Nabi Muhammad saw. Hal tersebut terbukti Rasulullah saw. tidak pernah meninggalkan berzikir dalam kegiatan keseharaian-nya. Oleh karena itu, umat Islam seharusnya mencontoh Nabi Muhammad saw. dalam masalah ini.

Salah satu keutamaan zikir adalah adanya garansi Allah perlindungan oleh Allah swt. di Akhirat ketika tidak ada perlindungan apapun. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: [4]

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Dari Abu Hurairah r.a. Nabi Muhammad saw. berkata tujuh golongan yang mendapat perlindungan Allah pada hari tidak ada perlindungan (hari kiamat) yaitu: imam yang adil, pemuda yang sungguh-sungguh dalam beribadah, seseorang yang hatinya seslalu terikat dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah dan berpisah karna Allah, seorang yang mencari jodoh yang memiliki nasab yang baik dan kecantikan yang berkata saya takut kepada Allah swt. , seseorang yang bersedekah sehingga ia tidak tahu apa yang disedekahkannya dan seseorang yang ingat kepada Allah (zikir) pada waktu yang hening dan sunyi serta menangis matanya. (HR. Bukhari)

Di samping itu, sebagai tanda orang yang suka atau senang atas sesuatu, maka ia selalu ingat dan menyebutnya kapan saja dan di mana saja terhadap yang dicintainya. Demikian juga hal tersebut berlaku bagi umat Islam, jika seorang yang mengaku muslim maka senantiasa selalu menyebut nama Allah. Nabi Muhammad saw. mengibaratkan perbedaan antara orang yang berzikir dengan tidak adalah laksana kehidupan dan kematian. Kehidupan berarti ada semangat yang mengglora dalam pribadi dan masyarakat serta mengingat yang mencintainya sedangkan kematian adalah ketidakpedulian atas sesuatu yang me-nyanyanginya. Hal tersebut sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan Abu Musa al-As’ari: [5]

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ

Dari Abu Musa al-Asy’ari r.a. berkata berkata nabi saw. perumpamaan orang yang menyebut nama Tuhannya dengan orang yang tidak menyebut nama Tuhannya adalah bagaikan hidup dan mati. (HR. Bukhari)

Selain hal di atas, oarng yang berzikir akan beruntung di akhirat karena amalan ibadahnya (mengerjakan zikir) meningkatkan timbangan amalan. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad saw. di bawah ini. [6]

حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ حَدَّثَنَا أَبَانُ حَدَّثَنَا يَحْيَى أَنَّ زَيْدًا حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا سَلَّامٍ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَأُ الْمِيزَانَ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَآَنِ أَوْ تَمْلَأُ مَا بَيْنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالصَّلَاةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَايِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا

Abi Malik al-Asy’ari berkata: berkata Rasulullah saw. kebersihan itu sebagian dari iman. Pujian atas Allah (al-hamdulillah) akan memenuhi timbangan amal, kata subhanallah dan al-hamdulillah akan memnuhi langit dan bumi, shalat adalah laksana cahaya, sadaqah adalah penerang, sabar adalah penerang, al-Qur’an hujjah bagi kamu dan setiap orang atas perbuatannya maka tekadkan atasdirimu untuk tidak melakukan perbuatan dosa. (HR. Muslim)

Zikir juga dapat dijadikan sebagai penerang rumah. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. menjelaskan bahwa rumah yang dibacakan salah satu surat dalam al-Qur’an, yakni surat al-baqarah maka rumah tersebut tidak akan seperti kuburan dan setan enggan masuk rumah tersebut. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.: [7]

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ وَهُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْقَارِيُّ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

Abu Hurairah berkata sesungguhnya Rasulullah saw. berkata janganlah rumah kaian seperti kuburan sesungguhnya setan akan berlalu dan tidak melewati rumah yang di dalamnya dibacakan surat al-Baqarah. (HR. Muslim)

III. Kelebihan Zikr

1. Setiap amalan perbuatan manusia yang tidak didahului dengan zikir akan tertolak sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. : [8]

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ حَدَّثَنَا ابْنُ مُبَارَكٍ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ قُرَّةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ كَلَامٍ أَوْ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُفْتَحُ بِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَهُوَ أَبْتَرُ أَوْ قَالَ أَقْطَعُ

Abu Hurairah berkata bersabda Rasulullah saw. setiap ucapan atau perkara yang tidak diawali dengan mengingat Allah maka akat terputus. (HR. Ahmad)

2. Amalan yang dapat menjadikan kekal di surga sebagaimana termuat dalam hadis Nabi Muhammad saw. : [9]

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي بَلْجٍ قَالَ سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ مَيْمُونٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزِ الْجَنَّةِ مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. berkata kepadaku aku tunjukkan kepadamu kalimat yang dapat memenuhi dan mengekalkan surga di bawah arsy yaitu la quwwata illa bi allah (tidak ada kekuatan kecuali dari Allah swt.) (HR. Ahmad)

3. Akan diampuni dosa-dosanya berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw. : [10]

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ يَعْنِي ابْنَ زَكَرِيَّا عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتِلْكَ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ ثُمَّ قَالَ تَمَامُ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَ لَهُ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Abu Hurairah berkata: bersabda Rasulullah saw. barang siapa yang bertasbih seusai salat 33 kali, memuji allah 33 kali, bertakbir 33 kali yang jumlahnya 99 kali kemudian disempurnakan 100 nya dengan membaca lailaha illallah wahdahu la syarikaah lahu al-mulk walahu al-hamd wahuwa ala kulli syai’ al-qadir (tidak ada Tuhan selain Allah tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, pujian dan berkuasa atas segala sesuatu), maka akan dihapuskan dosa-dosanya walaupun dosa tersebut seperti buih di lautan. (HR. al-Bukhari)

4. Orang yang tidak berzikir dalam suatu majlis maka akan mendapat kerugian di akhirat nanti walaupun ia masuk surga. Hal tersebut sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw.:[11]

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ عَنْ شُعْبَةَ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا قَعَدَ قَوْمٌ مَقْعَدًا لَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَإِنْ دَخَلُوا الْجَنَّةَ لِلثَّوَابِ

Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda tidak ada suatu majlis yang diselenggarakan suatu kaum yang dijadikan ajang tempat yang tidak menyebut nama Allah dan bersalawat atas nabinya kecuali atasnya kerugian pada hari kiamat walaupun mereka masuk surga. (HR. Abu Dawud)

5. Orang yang berzikir di sisi Allah akan memiliki derajat yang tinggi diakhirat kelak. [12]

وَبِهَذَا الْإِسْنَادِ أَنَّهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْعِبَادِ أَفْضَلُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ لَوْ ضَرَبَ بِسَيْفِهِ فِي الْكُفَّارِ وَالْمُشْرِكِينَ حَتَّى يَنْكَسِرَ وَيَخْتَضِبَ دَمًا لَكَانَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ أَفْضَلَ مِنْهُ دَرَجَةً

Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. siapa hamba yang lebih utama dearajatnya menurut Allah pada hari kiamat? Nabi bersabda: orang yang banyak menyebut nama Allah. kemudian sahabt tersebut bertanya lagi, dan apakah orang yang brperang di jalan Allah? nabi menjawab walaupun dapat membunuh atau mengalirkan darah atas orang kafir dan musyrik dengan pedangnya sungguh orang yang berzikir kepada Allah lebih utama direjatnya dari mereka yang berjihad tersebut.

IV. Zikir yang Paling Utama

 Sebagai sebuah amalan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., zikir memiliki berbagai tingkatan. Di bawah ini merupakan contoh zikir yang paling utama yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

1. Kalimat yang paling baik adalah La hawla wa la quwwata illa billah. [13]

 حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا غَزَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ أَوْ قَالَ لَمَّا تَوَجَّهَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَفَ النَّاسُ عَلَى وَادٍ فَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّكْبِيرِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ وَأَنَا خَلْفَ دَابَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَنِي وَأَنَا أَقُولُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَقَالَ لِي يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

Dari Abu Musa al-Asy’ari berkata ketika berperang bersama Rasulullah saw. di Khaibar atau berkata ketika Rasulullah saw. berjumpa orang yang mulia pada suatu tempat yang bersuara lantang dengan takbir kepada Allah: Allahu akbar la ilaha illallah, maka bersabda Rasulullah saw. jagalah suara kalian ketika berzikir dan berdoa sesungguhnya engkau tidak berdo’a kepada zat yang tuli dan yang tidak ada sesungguhnya engkau berdoa kepada zat yang mendengar lagi dekat dan Dia bersamamu. Saya berada disamping Rasulullah saw. yang mendengar aku dan aku berkata lahaula wala quwwata illa billah. maka Rasulullah saw. berkata kepadaku wahai abdullah ibn Qays, saya menjawab ia ya Rasulullah saw. bersabda Rasulullah saw. saya tunjukkan kepadamu kalimat yang dapat memenuhi surga ? saya berkata ia ya rasul maka dari itu ayah dan ibuku mengucapkan la haula wala quwwata illa billah. (HR. al-Bukhari)

2. Seutama zikir adalah la ilaha illallah[14]

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيبِ بْنِ عَرَبِيٍّ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ كَثِيرٍ الْأَنْصَارِيُّ قَال سَمِعْتُ طَلْحَةَ بْنَ خِرَاشٍ قَال سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ لِلَّهِ

Jabir ibn Abdullah r.a. berkata vahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda seutama-utama zikir adalah la ilaha illah allah dan seutama-utama doa adalah al-hamdulillah. (HR. al-Tirmizi)

3. Seutama-utama zikir adalah yang diucapkan lembut [15]

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَبِيبَةَ عَنْ سَعْدِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِيُّ وَخَيْرُ الرِّزْقِ مَا يَكْفِي

Said ibn Malik berkata bersabda Rasulullah saw. sebaik-baik zikir adalah yang dilantunkan dengan klembut dan sebaik-baik rizki adalah yang mencukupi. (HR. Ahmad)

V. Adab Berzikir

Di bawah ini adalah etika berzikir kepada Allah swt. :

1. Menangis Ketika Berzikir[16]

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Dari Abu Hurairah r.a. Nabi Muhammad saw. berkata tujuh golongan yang mnedapat perlindungan Allah pada hari tidak ada perlindungan (hari kiamat) yaitu: imam yang adil, pemuda yang sungguh-sungguh dalam beribadah, seseorang yang hatinya selalu terikat dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah dan berpisah karna Allah, seorang yang mencari jodoh yang memiliki nasab yang baik dan kecantikan yang berkata saya takut kepada Allah swt., seseorang yang bersedekah sehingga ia tidak tahu apa yang disedekahkannya dan seseorang yang ingat kepada Allah (zikir) pada waktu yang hening dan sunyi serta menangis matanya. (HR. Bukhari)

2. Bersuci Ketika Berzikir[17]

حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ هُوَ ابْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَيْرُ بْنُ هَانِئٍ قَالَ حَدَّثَنِي جُنَادَةُ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ حَدَّثَنِي عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَعَارَّ مِنْ اللَّيْلِ فَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي أَوْ دَعَا اسْتُجِيبَ لَهُ فَإِنْ تَوَضَّأَ وَصَلَّى قُبِلَتْ صَلَاتُهُ

Dari Ubadah ibn Samit Nabi Muhammad saw. bersabda barang siapa yang menghidup-hidupi tengah malamnya kemudian berkata: la ilaha illallah wahdahu la syarikalah lahu al-mulk lahu al-hamd wahuwa ala kulli sya’in qadir alhamdulillah wa subhanallah walailaha illallah wa Allah akbar wa la hawla wala quwwata illa billah (tiada Tuhan selain Allah Dia yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan segala pujian. Allah maha kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah dan tidak ada Tuhan kecuali Allah, Allah Maha Besar, tidak ada kekuatan kecuali dari Allah) kemudian berkata Allahummagfirli aw istajib lahu (Wahai tuhanku ampunilah aku atau terimalah dosaku) apabila yang membaca berwudu dan shalat maka akan diterima shalatnya.

3. Merendahkan Suara Ketika Zikir[18]

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا غَزَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ أَوْ قَالَ لَمَّا تَوَجَّهَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَفَ النَّاسُ عَلَى وَادٍ فَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّكْبِيرِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ وَأَنَا خَلْفَ دَابَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَنِي وَأَنَا أَقُولُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَقَالَ لِي يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

Dari Abu Musa al-Asy’ari berkata ketika berperang bersama Rasulullah saw. di Khaibar atau berkata ketika Rasulullah saw. berjumpa orang yang mulia pada suatu tempat yang bersuara lantang dengan takbir kepada Allah: Allahu akbar la ilaha illallah, maka bersabda Rasulullah saw. jagalah suara kalian ketika berzikir dan berdoa sesungguhnya engkau tidak berdo’a kepada zat yang tuli dan yang tidak ada sesungguhnya engkau berdoa kepada zat yang mendengar lagi dekat dan Dia bersamamu. Saya berada disamping Rasulullah saw. yang mendengar aku dan aku berkata lahaula wala quwwata illa billah. maka Rasulullah saw. berkata kepadaku wahai abdullah ibn Qays, saya menjawab ia ya Rasulullah saw. bersabda Rasulullah saw. saya tunjukkan kepadamu kalimat yang dapat memenuhi surga ? saya berkata ia ya rasul maka dari itu ayah dan ibuku mengucapkan la haula wala quwwata illa billah. (HR. al-Bukhari)

Namun, Rasulullah saw. juga pernah berzikir agak keras sebagai mana digambarkan dalam sabda Nabi Muhammad saw.:

أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ يَزِيدَ قَالَ حَدَّثَنَا بَهْزُ بْنُ أَسَدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَلَمَةَ وَزُبَيْدٍ عَنْ ذَرٍّ عَنْ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ بِسَبِّحْ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَكَانَ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ثَلَاثًا وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالثَّالِثَةِ

Sesungguhnya Rasulullah saw. shalat witir dengan membaca sabbihisma rabbik al-a’la, qul ya ayyuha al-kafirun dan qul huwallahu ahad dan ketika salam beliau membaca subhana malik al-quddus tiga kali dan meninggikan suaranya ketika membaca yang ketiga kalinya. (HR. al-Nasa’i).

 Dari tata cara di atas, nampak bahwa tidak ada anjuran melaksanakan zikir secara bersama-sama. Adanya zikir bersama-sama yang menjadi fenomena sekarang dapat dipahami sebagai upaya pendorong masyarakat untuk berzikir secara individual secara terus menerus dan tidak hanya terbatas pada rutinitas kegiatan tertentu saja, melainkan dalam semua gerak langkahnya.

VI. Macam dan Bentuk Zikir

Di bawah ini adalah macam dan bentuk zikir dalam hadis yang dipraktekkan Rasulullah saw. dalam kesehariannya.

1. Istigfar (Mohon ampun kepada Allah swt.)

a. berisitigfar lebih dari 70 kali dalam setiap harinya. [19]

حَدَّثَنَا يُونُسُ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ يَزِيدَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

Abu Hurairah mendengar Rasulullah saw. bersabda demi Allah sesungguhnya saya beristigfar dan minta ampun kepada Allah dalam setiap harinya lebih dari 70 kali.

b. istigfar yang biasa dibaca Rasulullah saw. [20]

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ صَبَّاحٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ ابْنِ أَبِي مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَدْعُو بِهَذَا الدُّعَاءِ رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي كُلِّهِ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطَايَايَ وَعَمْدِي وَجَهْلِي وَهَزْلِي وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Nabi Muhammad saw. berdo’a dengan doa ini: rabbigfirli khati’ati wa jahli waisrafi fi amri kullihi wa ma anta ‘a’lam bih minni allahummagfir khataya wa amadi wa jahli wa hazli wakullu zalika ‘indi allahummahgfirli ma qaddamtu wa ma akhkhartu wa ma asrartu wama alantu anta al-muqaddam wa anta al-mu’akhkhar wa anta ala kulli syay’in qadir. YA Allah, ampunilah dosa-dosaku, kesalahanku, kebodohanku, kelampauanku dalam semua urusanku dan apa yang Engkau lebih mengetahui dari pada aku. Ya Allah ampunilah kesungguhan dan sendaku, kekliruanku dan kesengajaanku dan semuanya itu ada padaku. Ya Allah ampunilah dosaku yang telah lalu dan dosa yang akan datang dosa yang aku rahasiakan dan aku tampakkan. Engkau tidak bermula dan tidak berakhir dan atas segala sesuatu Engkau Maha Kuasa.

c. Doa yang sering dibaca Rasulullah saw. menjelang tidur[21]

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ مُسْلِمٍ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْكَلِمَاتُ الَّتِي أَرَاكَ أَحْدَثْتَهَا تَقُولُهَا قَالَ جُعِلَتْ لِي عَلَامَةٌ فِي أُمَّتِي إِذَا رَأَيْتُهَا قُلْتُهَا إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ

Aisyah r.a. berkata bersabda Rasulullah saw. berbayak-banyaklah berdo'a menjelang tidur dengan subhanaka wabihamdika astagfiruka waatubu ilaik kemudian Aisyah r.a. berkata wahai Rasulullah saw. apakah dengan kalimat tersebut kita berdo'a? Nabi Muhammad saw. menjawab dijadikan pertanda bagi umatku dan jika engkau melihatnya maka bacalah ayat iza ja'a nasrullah wa al-fath sampai akhir surat.

d. Selalu mohon ampun 100 kali dan membaca do’a[22]

حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ عَنْ مَالِكِ بْنِ مِغْوَلٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوقَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ يُعَدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَقُومَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ

Ibn Umar berkata Rasulullah saw. dalam satu masjlis berzikir sebanyak 100 kali dengan diakhiri rabbigfir li watub alayya innaka anta al-tawwab al-gafur. Ampunilah dosaku dan terimalah taubatku sesungguhnya Engkau maha pengampun atas dosa-dosa.

2. Isti'azah (Mohon Perlindungan Allah)

Zikir dalam bentuk ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk kegiatan umat manusia, seperti:

a. Ketika Bermimpi Jelek[23]

حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ مِنْ اللَّهِ وَالْحُلُمُ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا حَلَمَ أَحَدُكُمْ حُلُمًا يَخَافُهُ فَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ وَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا فَإِنَّهَا لَا تَضُرُّهُ

Rasulullah saw. bersabda mimpi yang baik adalah dari Allah swt. dan mimpi yang jelek adalah dari syaitan, apabila engkau bermimpi jelek maka pindahlah posisi tidurmu dan mintalah perlindungan kepada Allah dari kejelakan mimpi tersebut maka engkau tidak akan takut.

b. Ketika Akan Keluar Rumah[24]

أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أَزِلَّ أَوْ أَضِلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ

Dari Umi Salamah bersabda Rasulullah saw. jika keluar dari rumahmu maka berdoalah bismillah rabbi a'uzu bika min an azilli aw azilla…. Dengan nama Allah, Ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada-Mu agar aku tidak tersesat atau disesatkan, menghina atau dihina, menganiaya atau dianiaya, membodohi atau dibodohi orang.

c. Ketika Akan Masuk Toilet[25]

أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ الضَّبِّيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا دَخَلَ الْخَلَاءَ قَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبْثِ وَالْخَبَائِثِ

Dari Anas ibn Malik bersabda Rasulullah saw. jika memasuki toilet berdoalah Allahumma 'auzu bika min al-hubsi wa al-khabais (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari syetan laki-laki dan betina).

3. Basmalah (Mengucapkan Nama Allah)

Ragam dan bentuk zikir yang dilakukan dengan menggunakan basamalah antara lain:

a. Ketika Bersenggama/bersetubuh[26]

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ عَنْ كُرَيْبٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ يَبْلُغُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرُّهُ

Dari Ibn Abbas r.a. bersabda Rasulullah saw. jika seandainya kamu menemui istrimu (bersetubuh) dengan berdoa bismillah allahumma jannibna…. Dengan nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkan syaitan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami, maka Allah akan memberikan anak yang tidak cacat atau baik.

b. Ketika Mengendarai Kendaraan[27]

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ شَهِدْتُ عَلِيًّا أُتِيَ بِدَابَّةٍ لِيَرْكَبَهَا فَلَمَّا وَضَعَ رِجْلَهُ فِي الرِّكَابِ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ ثَلَاثًا فَلَمَّا اسْتَوَى عَلَى ظَهْرِهَا قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ قَالَ سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثَلَاثًا وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثَلَاثًا سُبْحَانَكَ إِنِّي قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

Membaca do'a ketika akan menaiki kendaraan dengan nama Allah (3 x), dan jika sudah manaikinya maka membaca doa segala puji bagi Allah Maha Suci Allah Zat yang menjinakkan kendaraan ini kepada kami sedangkan kami tidak bisa menjinakkannya. Dan kepada Alalh kami kembali. Segala puji bagi Allah Allah maha Besar (3 X) Maha Suci Engkau Ya Allah, sesungguhnya kami telah menganiaya diriku sendiri maka ampunilah daku, karena tidak ada yang sanggup mengampuni dosaku selain Engkau.

4. Takbir (Allahu Akbar, Membesarkan Nama Allah)

Hadis-hadis tentang takbir sebagai ragam zikir banyak sekali dan panjang. Oleh karena itu, teks-teks hadis dalam hal ini tidak disebutkan.

a. Takbir pada Masa Haji Sebelum Ihram[28]

b. Ketika Selesai Menunaikan Shalat[29]

c. Ketika Ta’jub Melihat Sesuatu[30]

5. Tasbih (subhanallah)

 Bentuk kegiatan yang masuk dalam kategori tasbih adalah:

a. Tasbih Setelah Shalat[31]

و حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عِيسَى أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ مِغْوَلٍ قَالَ سَمِعْتُ الْحَكَمَ بْنَ عُتَيْبَةَ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مُعَقِّبَاتٌ لَا يَخِيبُ قَائِلُهُنَّ أَوْ فَاعِلُهُنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ ثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَسْبِيحَةً وَثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَحْمِيدَةً وَأَرْبَعٌ وَثَلَاثُونَ تَكْبِيرَةً

Dari Ka'ab ibn Ujrah Rasulullah saw. bersabda perkataan dan perbuatan yang disukai setelah melaksanakan shalat wajib lima waktu adalah tasbih (subhanallah)sebanyak 33 kali, tahmid (alhamdulillah)sebanyak 33 kali dan takbir (allhu akbar) sebanyak 34 kali.

b. Ketika Malam Hari[32]

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي رِزْمَةَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنِي عُمَيْرُ بْنُ هَانِئٍ قَالَ حَدَّثَنِي جُنَادَةُ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ حَدَّثَنِي عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَعَارَّ مِنْ اللَّيْلِ فَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي أَوْ قَالَ ثُمَّ دَعَا اسْتُجِيبَ لَهُ فَإِنْ عَزَمَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى قُبِلَتْ صَلَاتُهُ

Dari Ubadah ib Samit r.a. Rasulullah saw. bersabda barang siapa yang bangun tengah malam lalu membaca lailaha illahuwa….. tiada Tuhan selain Allah, satu-satu-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Hanya bagi-Nyalah semua kekuasaan dan hanya bagi-Nyalah segala puji dan atas segala sesuatu Dia Maha Kuasa. Sepala puji bagi Allah, Maha Suci Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan melainkan hanya milik Allah. Kemudian diteruskan dengan berdoa Allahummagfirli…. Ya Allah ampunilah dosaku atau dosa apapun yang disuakinya niscaya diampuni oleh Allah dan apabila berwudu lalu bershalat maka shalatnya diterima.

6. Pujian kepada Allah (alhamdulillah)

 Hal-hal yang terkait erat dengan pujian kepada Allah swt. yang merupakan salah satu bentuk zikir adalah:

a. Allah Yang Paling Berhak Dipuji[33]

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَبِي مُسْلِمٍ عَنْ طَاوُسٍ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يَتَهَجَّدُ قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Dari Ibn Abbas r.a. bersabda Nabi Muhammad saw. jika banguyn di tengah malam untuk dan melaksanakan shalat tahajjuj maka berdoalah: awwahumma laka al-hamdu anta qayyim al-samawat….. Ya Allah bagi-Mu segala puji, Engakau mendirikan langit dan bumi serta apa-apa yang ada di antara keduanya. Bagi-Mu segala puji dan puji, Engkau pengausa langit dan bumi dan apa-apa yang berada di antara keduanya. Bagi-Mu segala puji dan puji, Engkau adalah Zat yang Maha Benar, Janji-Mu itu benar, firman-Mu benar dan berjumpa dengan-Mu pun benar. Surga benar dan neraka juga benar. Para nabi benar dan Muhammad pula benar serta hari kiamat pun benar. Ya Allah, bagi-Mu lah aku berserah diri dan kepada-Mu pula aku pasrah kepada-Mu aku beriman dan aku bertaubat, kepada-Mu aku mengadu dan kepada Engkaulah aku berhukum, maka ampunilah dosa-dosaku yang telah ku lakukan sebelumnya dan yang kemudian, yang kusembunyikan dan yang terang-terangan. Engkaulah Tuhan yang terdahulu dan yang terakhir tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkau adalah Tuhanku tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau.

b. Ketika Akan dan Bangun Tidur[34]

حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ قَالَ بِاسْمِكَ أَمُوتُ وَأَحْيَا وَإِذَا قَامَ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

Dari Huzaifah ibn Yaman bersabda Nabi Muhammad saw. jika kalian hendak menuju tempat tidurmu berdoalah bismika ahya wa amut (dengan nama-Mu aku hidup dan mati) dan jika bangun tidur hendaklah berdoa alhamdulillah alladzi ahyana ba'da amatana wa ilaih al-nusyur (segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan aku kembali setelah dimatikan dan hanya kepada-Nya aku kembali.

c. Ketika Bersin[35]

حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

Dari Abu Hurairah r.a. bersabda Rasulullah saw. jika kalian bersin maka mengucaplah alhamdulillah dan bagi orang yang mendengar bersin mengucaplah yarhamukallah (mudah-mudahan Allah merahmatimu) dan jika engkau mnendengar orang mengucapkan yarhamukallah maka ucapkanlah yahdikumullah wa yuslih balahum (mudah-mudahan Allah memberi hidayah kepadamu dan memberi sebaik-baik imbalan).

7. Tahlil[36]

 Tahlil atau sering dikenal dengan mengucapkan la ilaha illallah merupakan salah satu ragam bentuk zikir. Rasulullah saw. melaksanakan zikir tersebut sebagaimana digambarkan dalam hadis di bawah ini.

حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ عَنْ وَرَّادٍ مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ كَتَبَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ إِلَى مُعَاوِيَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا فَرَغَ مِنْ الصَّلَاةِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Dari Mu'awiyah Nabi Muhammad saw. bersabda jika selesai melakukan shalat berdoalah lailaha illallah wahdahu la syarikalah allahumma la mani'a lima a'taita……. Tidak ada Tuhan selain Allah swt. yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya . Ya Allah tidak ada yang menghalang-halangi terhadap pemberian-Mu tiada manfaat kemanjuran kecuali kemanjuran permberian anugerah dari-Mu.

VII. Waktu Berzikir

 Berikut ini merupakan waktu yang tepat untuk melaksanakan zikir kepada Allah swt.

1. Pagi Hari/Shubuh[37]

قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ عَنْ ذَرٍّ عَنِ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ وَعَلَى كَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ وَعَلَى دِينِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى مِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ

Rasulullah saw. bersabda hari telah pagi kami masih tetap berpegang teguh kepada kesucian Islam, kepada kalimat ikhlas, kepada agama nabi kita Muhammad saw. dan kepada agama bapak kita Ibrahim as. yang murni lagi muslim dan beliau bukan termasuk golongan orang-orang yang musyrik.

2. Sore Hari[38]

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ عَنْ الْحَسَنِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سُوَيْدٍ النَّخَعِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمْسَى قَالَ أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ.

Dari Abdullah ibn Mas'ud bersabda Rasulullah saw. ketik asore hari berdoalah amsaina wamsa al-mulku lillah wa al-hamdu lillah la ilaha illallah wahdahu la syarikalah. Di waktu sore kami berada dan di waktu sore pula semua kerajaan bagi Allah. Segala puji bagi Allah tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, zat yang maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

3. Setelah Shalat[39]

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ أَبِي لُبَابَةَ عَنْ وَرَّادٍ مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى الْمُغِيرَةِ اكْتُبْ إِلَيَّ مَا سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خَلْفَ الصَّلَاةِ فَأَمْلَى عَلَيَّ الْمُغِيرَةُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خَلْفَ الصَّلَاةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ.

Rasulullah saw. seusai shalat berzikir lailaha illallah wahdahu la syarikalah allahumma la mani'a lima a'taita……. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah swt. semata dan tiada sekutu bagi-Nya. Ya Allah tidak ada yang menghalang-halangi terhadap pemberian-Mu tiada manfaat kemanjuran kecuali kemanjuran permberian anugerah dari-Mu.

4. Menjenguk Sakit atau Mayit[40]

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ شَقِيقٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَضَرْتُمْ الْمَرِيضَ أَوْ الْمَيِّتَ فَقُولُوا خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ قَالَتْ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سَلَمَةَ قَدْ مَاتَ قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلَهُ وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ عُقْبَى حَسَنَةً قَالَتْ فَقُلْتُ فَأَعْقَبَنِي اللَّهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ لِي مِنْهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Umi Salamah berkata bersabda Rasulullah saw. jika kamu sekalian menjenguk orang yang sakit atau mayit maka berdoalah yang baik sesungguhnya malaikat akan menganimi doa yang engkau bacakan. Berkata Umi Salamah, ketika Abu Salamah meninggal dunia Umi Salamah mendatangi Nabi Muhammad saw. dan berkata wahai Rasulullah saw. sesungguhnya Abu Salamah telah meninggal dunia Nabi Muhammad saw. menjawab berdoalah Allahummagfirli walahu waa'qibni minhu uqba hasanan. Kemudian Umi Salamah berkata dan berdo'a fa'aqibnillah man hua khairunli minu Muhammad saw.

5. Ketika Mendapat Musibah/Cobaan[41]

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ أَخْبَرَنَا ثَابِتٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَصَابَتْ أَحَدَكُمْ مُصِيبَةٌ فَلْيَقُلْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ عِنْدَكَ أَحْتَسِبُ مُصِيبَتِي فَآجِرْنِي فِيهَا وَأَبْدِلْ لِي بِهَا خَيْرًا مِنْهَا

Dari Umi Salamah berkata Rasulullah saw. bersabda jika menimpa suatu musibah maka ucapkanlah Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji'un….. Sesungguhnya sesuatu itu milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Ya Allah hitunglah musibah ini di sisimu, maka berikan pahala karenanya dan gantilah yang lebih baik darinya.

VIII. Kesimpulan

 Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

Zikir merupakan suatu yang diperintahkan Allah dan Rasulullah saw. dan oleh karenanya sandaran zikir harus jelas yakni bersumber dari al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. yang keberadaannya selalu diulang-ulang dalam al-Qur’an maupun al-hadis.
 Dalam pembahasan di atas jelas sekali bahwa setiap langkah gerak manusia dapat melakukan zikir (ingat kepada Allah) dan bentuk zikir pun bermacam-macam seperti istigfar, basmalah, isti'azah, hamdalah, dan sebagainya. Dari sinilah umat manusia dapat merasakan dekat dengan Tuhan-Nya.
Agar zikir tersebut diterima oleh Allah maka aturan yang berkenaan dengan hal tersebut harus dipenuhi, seperti tentang merendahkan suara ketika berzikir dan waktu-waktu yang dapat menjadikan zikir dapat diterima.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim

al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mugirah ibn Barzibzah. Saihh al-Bukhari. Juz III. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999.

CD Mawsuat al-Hadis al-Syarif.

al-Darimi, Al-Hafiz Abu Abdillah ibn Abd al-Rahman ibn al-Fadil ibn Bahram. Musnad atau Sunan al-Darimi. Beirut: Dar Ibn Hazm, 2002.

Hanbal, Ahmad ibn. Musnad Ahmad ibn Hanbal. Juz II. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

Ismail, M. Syuhudi. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

----------Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Munawir, Ahmad Warson. Kamus Arab Indonesia al-Munawwir. Yogyakarta, PP. Krapyak, t.th.

Muslim, Imam. SahIh Muslim, Jilid I. t.t.: al-Qana’ah, t.th.

al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i bi Syarh al-Syuyuti wa Hasyiyah al-Sundi VI. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

[1]Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia al-Munawwir (Yogyakarta, PP. Krapyak, t.th.), 482

[2]Ibid., 438.

[3]Lihat juga Muhammad Adib Salih, Tafsir al-Nusus fi Fiqh al-Islamiy, juz II (Beirut: Dar Maktabah al-Islamiy, 1984), 232-376.

[4]Hadis di atas selain diriwayatkan al-Bukhari dalam bab al-Azan 620, juga ditemukan di Muslim al-zakat hadis no. 1712, al-Tirmizi zuhd an Rasulullah saw. hadis no. 231, al-Nasa’i dalam adab al-qudat 5285 dan Ahmad 9288. Lihat CD Mawsu'at al-Hadis al-Syarif.

[5]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari al-da’wat no. 5928 dan Muslim dalam salat al-musafirin wa qasruha no. 1299.

[6]Hadis tersebut diriwaytakna oleh Muslim al-taharah no. 328, al-Tirmizi al-dawat an Rasulullah saw. no. 3499, ibn Majah al-Taharah wa sunaniha no. 276, dan Ahmad no. 21828, dan 21834.
[7]Hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim al-shalat al-musafirin wa qasruha no. 1300, al-Tirmizi fadail al-Qur’an an Rasulullah saw. no. 2802, Abu Dawud, al-manasik no. 7487 dan Ahmad no. 8089, 8449.

[8]Abu Dawud al-adab 4200, Ibn Majah al-Nikah no. 1084, Ahmad, 8355

[9]Lihat Musnad Ahmad no. 7625, 7739, 8054, 8398, 9676, 10318, 10376

[10]al-Bukhari, al-adan np. 798, Muslim al-Masajid wa Mawadi’ al-Shalat no. 939 dan al-zikr wa al-du’a wa al-tawbah no. 4857, al-Nasa’i jum’at no. 1356 dan Ahmad, 8478.

[11]Abu Dawud al-adab no. 4214, 4215, al-Tirmizi al-da’wat an Rasulullah saw. no. 3302 dan Ahmad no. 9586.

[12]Hal tersebut termuat dalam hadis Nabi Muhammad saw. al-Tirmizi al-da’wat no. 3295 dan Ahmad 11295

[13]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari al-Magazi no. 3883, Muslim al-zikr wa al-du’a wa al-tawbat no. 4873, 4874, 4875, al-Tirmizi al-da’wat an Rasulullah saw. no. 3296, 3384, Abu Dawud al-salat 1305, ibn Majah al-adab no. 3814, Ahmad no. 18699, 18754, 18774, 18758, 18780, 18818, 18910, dan 18920.

[14]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Tirmizi al-Da’wat an Rasulullah saw. no. 3305 dan Ibn Majah al-Du’a no. 3790.

[15]Lihat hadis tersebut diriwayatkan Ahmad no. 1397, 1477, 1537.

[16]Hadis di atas selain diriwayatkan al-Bukhari dalam bab al-Azan 620, juga ditemukan di Muslim al-zakat hadis no. 1712, al-Tirmizi zuhd an Rasulullah saw. 231, al-Nasa’i dalam adab al-qudat 5285 dan Ahmad 9288.

[17]Lihat al-Bukhari, 1086, al-Turmuzi 3336, Abu Dawud 4401, Ibn Majah 3868, Ahmad 21619.

[18]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari, al-Magazi no. 3883, Muslim, al-zikr wa al-du’a wa al-tawbat no. 4873, 4874, 4875, al-Tirmizi, al-da’wat an Rasulullah saw. no. 3296, 3384, Abu Dawud, al-salat 1305, ibn Majah, al-adab no. 3814, Ahmad no. 18699, 18754, 18774, 18758, 18780, 18818, 18910, dan 18920.

[19]Diriwayatkan oleh al-Nasa’i qiyam al-lail wa tatawwu’ al-nahar no., 1713 dan Ahmad no. 14812 dan 20217.

[20]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari al-da’wat no 5919, Muslim al-zikr wa al-du’a wa al-tawbat no. 4896 dan Ahmad 18904

[21]Hadis tersebut adiriwayatkan oleh l-Bukhari, Tafsir al-Qur’an hadis no. 4585, Muslim no. 747, al-Nasa’i al-tatbiq no. 1037, 1110, 1111, Abu Dawud al-salat no. 743, Ibn Majah Iqamat al-salat wa iqamat minha no. 879 dan Ahmad no. 23034, 23090, 24023, 24333.

[22]Diriwayatkan oleh Tirmizi al-da’wat an Rasulullah saw. no. 3356 dan Ibn Majah adab no. 3804.

[23]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari 3049

[24]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Nasa'i, 5391

[25]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Tirmizi, 6

[26]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari al-Nikah hadis no. 138, Muslim bab al-Nikah hadis no. 2531, al-Tirmizi al-nikah hadis no. 1012, Abu Dawud hadis no. 1846, Ibn Majah al-Nikah hadis no. 1909 dan Ahmad ibn Hanbal hadis no. 1770, 1809, 2424.

[27]hadis tersebut diriwayatkan olehal-Tirmizi al-da'wat an Rasulullah saw. hadis no. 3368 dan Abu Dawud al-Jihad hadis no. 2225

[28]Hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak periwayat dengan 35 jalur sanad di antaranya al-Bukhari bab al-Hajj hadis no. 1450, dan 1451.

[29]Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Dawud hadis no. 2594 dan secara makna terdapat 21 jalur sanad hadis.

[30]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari hadis no. 87, Muslim bab Talaq hadis no. 2704, 2705, 2706, 2707, al-Tirmizi bab Tafsir al-Qur’an hadis no. 3240, dan al-Nasa'i bab siyam hadis no. 2103.

[31]Hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim hadis no. 937, al-Tirmizi bab al-da'wat an Rasulullah saw. hadis no. 2224 dan al-Nasa'i hadis no. 1332.

[32]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Tirmizi bab al-da'wat an Rasulullah saw. hadis no. 3336, al-Bukhari bab jum'at hadis no. 1086, Abu Dawud hadis no. 4401, Ibn Majah al-du'a hadis no. 3860, Ahmad ibn Hanbal 2619 dan al-Darimi al-Isti'zan hadis no. 2571.

[33]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari 1053, Muslim Salat al-Musafirin wa Qasruha no. 1288, al-Tirmizi al-Da'wat an Rasulullah saw. hadis no. 2340, al-Nasa'i bab qiyam al-lail, Ibn Majah bab Iqamat al-salat wa al-sunnat fiha hadis no. 1345, Abu Dawud na al-salat hadis no. 655, Ahmad ibn Hanbal hadis no. 2575, 2612, 2673, 3196, dan 3289, Malik al-Nida' al-Salat hadis no. 451, dan al-Darimi bab al-salat hadis no 1445.

[34]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari 5837, al-Tirmizi bab al-da'wat an Rasulullah saw. hadis no. 2229, Abu Dawud bab al-adab hadis no. 4390, Ibn Majah al-Du'a hadis no 3870 dan Ahamd ibn Hanbal hadis no. 22160, 22184, 22198, dan 22301

[35]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari kitab al-adab 5756, Abu Dawud bab al-adab hadis no. 4277 dan Ahmad hadis no. 8277.

[36]Hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim hadis no. 933, al-Bukhari bab azan hadis no. 799, riqaq hadis no. 5992 dan bab i'tisam bi al-kitab wa al-sunnah no. 6748, al-Nasa'i bab al-sahwi hadis no. 1324, 1325, dan 1326, Abu Dawud al-Salat no. 1257, dan Ahmad ibn Hanbal 17437 dan 17456.

[37]Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ahmad hadis no. 141818.

[38]Hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim kitab al-du'a wa al-zikr wa al-tawbat wa istigfar 4900, al-Tirrmizi al-da'wat an Rasulullah saw. hadis no. 2212 dan Abu Dawud al-du'a hadis no. 4405.

[39]Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari kitab al-qadar hadis no. 6125, Muslim al-Masajid Mawadi' al-sahalat hadis no. 933, 934, al-Aqdiyah hadis no. 2237, 2238, 2239, al-Nasa'i al-sahwi hadis no. 1324 dan 1326, Abu Dawud al-kharaj wa al-imarah wa al-fay' hadis no 2675, Ahmad ibn Hanbal hadis no. 17437, 17520 dan al-Darimi bab al-salat hadis no. 1315.

[40]Hadis tersebut oleh Muslim hadis no. 1527, al-Tirmizi bab Janaiz hadis no. 899, al-Nasa'i bab jaznaiz hadis no. 1802, Abu Dawud bab Janaiz hadis no. 2712, Ibn Majah bab ma ja'a min al-Janaiz hadis no. 1437 dan Ahmad ibn Hanbal hadis no. 25279, 25417, 25445.

[41]Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim dalam bab Janaiz hadis no. 1525, 1526, 1527, 1528, al-Nasa'i bab janaiz hadis no. 899, Ibn Majah bab ma ja'a fi Janaiz hadis no. 1427 dan 1444 dan Ahmad ibn Hanbal hadis no. 15750, 25222, 25292, dan 25448.

JADAL DALAM AL-QUR`ÂN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDIDIKAN

Monday, May 07, 2018 Add Comment

JADAL DALAM AL-QUR`ÂN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDIDIKAN

Oleh H. Muhammad Taufik*
Tulisan ini, melihat persoalan di sekitar jadal al-Qur`ân. Jadal al-Qur`ân ialah pengungkapan dalil untuk mengalahkan orang kafir dan para penantangnya melalui pembuktian atas kebenaran yang dapat diterima nurani manusia. Tujuan Jadal al-Qur`ân diantaranya menjelaskan permasalahan secara argumantatif bagi kalangan yang memang sungguh-sungguh ingin mendapat kejelasan. Adapun signifikansi jJadal al-Qur`ân dapat membantu menghampiri kebenaran kandungan, khususnya ayat-ayat yang bermuatan jadal, yang pernah terjadi di antara berbagai kalangan yang terekam di dalam al-Qur`ân. Akan lebih memudahkan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`ân. Bagi pendidikan, jadal memiliki pengaruh kuat. Sebab, di samping manusia sebagai makhluk yang thabi’iyah, juga rational dan emossional sekaligus. Sehingga dengan Jadal manusia akan lebih mudah dapat memahami dan kemudian diarahkan untuk mencapai tujuan Pendidikan, mengembangkan manusia menjadi cerdas secara rasio-emosi-spiritual, dan anggun dalam iman, ilmu dan perilaku.
Kata Kunci: Jadal, al-Qur`ân, metode, penafsiran, pendidikan
funci.org
I. Pendahuluan
 Al-Qur`ân adalah petunjuk bagi manusia, yang sekaligus dengannya manusia dapat membedakan antara yang haq dengan yang bathil, yang salah dan yang benar. Ia juga dapat sebagai obat dan rahmat bagi manusia pada umumnya dan khususnya yang beriman.[1] Dalam waktu yang sama, al-Qur`ân adalah merupakan Mu’jizat terbesar dan abadi bagi Rasulullah Muhammad Saw. Ia merupakan mukjizat ruhiyah yang bersifat rasional dan spiritual sekaligus, sehingga menarik umtuk di diperhatikan oleh orang yang mempunyai hati dan pikiran.[2]
 Al-Qur`ân – kata Syekh Muhammad ‘Abduh – mengandung berita bangsa-bangsa silam yang dapat dijadikan contoh perbandingan bagi umat sekarang dan yang akan datang, ia memuat berita pilihan yang dipastikan kebenarannya. al-Qur`ân menceritakan hikayat para Nabi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi antara mereka dengan umatnya. Ia juga mensyari’atkan kepada manusia hukum-hukum yang sangat cocok dengan kemaslahatan kehidupan mereka.[3]
Sejalan dengan keyakinan ‘Abduh itu, Nashr menegaskan pula bahwa :
Al-Qur`ân berisi petunjuk bagi manusia agar ia mampu memenuhi janjinya[4] kepada Tuhan. Karenanya al-Qur`ân menjadi pusat kehidupan Islam. Al-Qur`ân adalah dunia di mana seorang muslim hidup. Ketika ia dilahirkan, di telinganya dibisikkan syahadat yang terdapat dalam al-Qur`ân. Ia mempelajari al-Qur`ân sejak ia mulai bisa berbicara. Ia mengulangnya setiap hari dalam shalat. Ia dinikahkan melalui pembacaan al-Qur`ân. Dan ketika ia mati dibacakan al-Qur`ân kepadanya. Al-Qur`ân adalah serat yang membentuk tenunan kehidupannya, ayat-ayat al-Qur`ân adalah benang yang menjadi rajutan jiwanya.[5]

Dalam membicarakan al-Qur`ân sebagai petunjuk, Nasr memahami kandungannya dalam tiga klasifikasi : Pertama : “doktrin” yang memberi pengetahuan terhadap struktur kenyataan dan posisi manusia di dalamnya. Doktrin itu berisi petunjuk moral dan hukum yang menjadi dasar syari’at yang mengatur kehidupan manusia sehari-hari. Doktrin itu juga mengandung metapisika tentang Tuhan, kosmologi atau alam semesta serta kedudukan berbagai makhluk dan benda di dalamnya, dan pembahasan kehidupan di akhirat. Kedua : al-Qur`ân berisi petunjuk yang menyerupai ringkasan sejarah manusia, rakyat biasa, raja-raja, orang-orang suci, dan para Nabi sepanjang zaman dan segala cobaan yang menimpa mereka. Meskipun petunjuk ini berupa sejarah, sebenarnya ia ditujukan pada jiwa manusia di sini dan sekarang, meskipun ia mengambil tempat dan waktu yang telah lalu. Ketiga : al-Qur`ân berisi sesuatu yang sulit untuk dijelaskan dalam bahasa modern. Sesuatu itu dapat disebut “magi” yang agung, bukan dalam arti harfiah, melainkan dalam arti metafisis. Ayat al-Qur`ân, karena diturunkan oleh Tuhan, mengandung kekuatan yang berbeda dari apa yang kita pelajari dalam al-Qur`ân secara rasional. Ayat-ayat itu menyerupai ‘azimat yang melindungi manusia. Itulah sebabnya mengapa kehadiran fisis dari al-Qur`ân sendiri membawa berkah bagi manusia. Apabila seorang muslim menghadapi kesulitan ia membaca ayat-ayat al-Qur`ân tertentu yang menenangkan dan menghibur hatinya.[6]

 Baik dalam posisinya sebagai yang mengandung petunjuk yang bersifat doktrinal, historis dan sublim[7] di satu sisi, maupun sebagai mukjizat abadi yang bersifat ruhiyah, rasional dan spiritual sekaligus di sisi lainnya, al-Qur`ân memerlukan prosedur, mekanisme dan kiat tertentu untuk dapat memahami atau mendekati pemahaman terhadapnya.

 Dalam kerangka itu, telah berbilang jumlah dan berbagai ragam tafsir dan Ulum al-Qur`ân yang dihasilkan para ulama dan cendekiawan sampai saat ini . Namun, kandungan al-Qur`ân masih tetap bagai tak terusik, sebab memang kandungannya itu jauh melampaui kemampuan manusia untuk menyelaminya.[8] Di samping manusia yang selalu berupaya menghampiri pemahaman terhadap al-Qur`ân itu sejak awal turunnya, tidak sedikit juga yang sebaliknya, yang berupaya menjauhi bahkan membantah apa yang dikandung al-Qur`ân. Seperti dijelaskan sendiri dalam Q.,s. al Kahfi/18: 54 yamg terjemahnya “Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah”.
 Mengapa manusia bisa dan suka/banyak membantah? Menurut analisis Fazlur Rahman dalam Major Themes of the Qur’an bahwa :

 Karena setiap sesuatu di alam semesta ini bertingkah laku sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditentukan kepadanya – secara otomatis mentaati perintah Allah – maka keseluruhan alam semesta ini adalah muslim atau tunduk kepada kehendak Allah. Manusia adalah satu-satunya ciptaan Allah yang memiliki kebebasan untuk mentaati atau mengingkari (membantah perintah-Nya). (Q.,s.al Syams/91: 7-10).[9]

 Berbagai upaya dalam membantah kebenaran al-Qur`ân, dilakukan manusia sejak masa turunnya, namun selalu kandas. Sebab bantahan al-Qur`ân selalu lebih kuat. Kekuatan bantahan al-Qur`ân ini, antara lain adalah dalam kedudukan uslub bahasa nya yang juga bermuatan mu’jizat. Menurut al Zarqani bahwa di antara kemukjizatan al-Qur`ân terdapat pada “kefasihan lafadznya serta keindahan uslubnya yang tidak bisa ditandingi.”[10] Pembicaraan di sekitar bantah membantah dalam al-Qur`ân itulah yang kemudian dalam disiplin ‘Ulum al-Qur`ân dikenal dengan istilah Jadal al-Qur`ân.
 Tulisan ini, akan mencoba melihat permasalahan di sekitar Jadal al-Qur`ân tersebut, meliputi: pengertian Jadal, macam dan topiknya, tujuan dan metodenya, perannya dalam penafsiran al-Qur`ân serta pengaruhnya terhadap pendidikan.

II. Pengertian Jadal Al-Qur`ân

Al-Qur`ân menyebut kata Jadal dalam berbagai bentuknya sebanyak 29 kali. Lokus pemuatannya tersebar pada 16 Surat dalam 27 ayat yakni pada surah: al-Nisaa/4: 109 dan Huud/11: 32 masing-masing dua kali; al-Baqarah/2: 197; kemuadian pada al-Nisaa/4: 107; al-An’aam/6: 121, 125; al-A’raf/7: 71; al-Anfaal/8: 6; Huud/11: 74; al-Ra’d/13: 13; al-Nahl/16: 111, 125; al-Kahfi/18: 54, 56; al-Hajj/22: 3, 8, 68; al-Anka buut/29: 46; Luqmaan/31: 20; Ghaafir/40: 5, 4, 25, 56, 69; al-Syuura/42: 35; al-Zukhruf/43: 58; al-Mujaadalah/58: 1 masing-masing satu kali.[11] Dalam bahasa Indonesia, Jadal dapat dipadankan dengan debat. Debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.[12] Jadal atau Jidal dalam bahasa Arab dapat dipahami sebagai ”perbantahan dalam suatu permusuhan yang sengit dan berusaha memenangkannya.”[13]
 Sebagai suatu istilah, Jadal adalah saling bertukar pikiran atau pendapat dengan jalan masing-masing berusaha berargumen dalam rangka untuk memenangkan pikiran atau pendapatnya dalam suatu perdebatan yang sengit.[14] Berbagai batasan pengertian tentang Jadal dirumuskan para ulama, namun pada dasarnya mengacu pada perdebatan serta usaha menunjukkan kebenaran atau membela kebenaran yang ditujunya dengan berbagai macam argumentasi. Dari definisi-definisi yang ada bila hendak dibuatkan rambu-rambu, maka itu antara lain adalah (1) Hendaknya dengan jalan yang dapat diterima atau terpuji, (2) Diniati untuk mendapat dalil/argumen yang lebih kuat, (3) Untuk menunjukkan aliran/mazhab serta kebenarannya.

Dengan rambu yang demikian itu, para pihak yang terlibat dalam jadal memang tidak harus saling membenci, walaupun pada dasarnya sulit menghidari suasana saling bermusuhan. Sebab, sebagian dari watak dasar manusia adalah memang suka membantah atau berbantah-bantahan, bahkan Tuhannya pun dibantah. (Q.,s. al Kahfi/18 : 54). Kenapa demikian? Sebab manusia memang memiliki potensi/kebebasan untuk itu, yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lainnya (lihat catatan nomor 10). Untungnya kita punya pedoman yaitu al-Qur`ân yang menganjurkan jika hendak berbantahan, maka berbantahanlah dengan cara yang terbaik.[15]

 Istilah yang dapat dipandang sebagai padanan daripada istilah Jadal adalah al Munazharah, al Muhawarah, al Munaqasyah dan al Mubahatsah. Istilah-istilah tersebut dapat dipandang sepadan, sebab pada dasarnya mengacu pada tujuan yang sama yakni untuk menjelaskan dan kejelasan sesuatu permasalahan. Hanya saja Jadal lebih menekankan kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat. Munazharah merupakan kegiatan dimana dua orang saling mengemukakan pemikiran, masing-masing bertujuan membenarkan pemikirannya serta menyalahkan pemikiran lawan (debat)nya dengan jalan saling mencoba menguji pembuktian dalam upaya mencari/menampakkan kebenaran. Adapun muhawarah mengacu pada pembicaraan dimana di dalamnya ada dialog/tanya jawab dengan sopan yang bertujuan hampir sama saja dengan Jadal. Tentang munaqasyah dan mubahatsah hampir sama saja. Khususnya tentang Jadal dan muhawarah, di dalam al-Qur`ân terdapat ayat yang di dalamnya digunakan kedua istilah tersebut, yaitu pada surah Q.,s. al Mujadalah ayat pertama.[16]

 Adapun al-Qur`ân secara etimologis berarti “bacaan”, dan secara terminologis adalah Kalam Allah SWT. Yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhamad SAW. dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ‘ibadah.[17] Sedangkan yang dimaksud Jadal al-Qur`ân adalah pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya, untuk dihadapkan pada orang-orang kafir dan mematahkan argumentasi para penentang dengan seluruh tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.[18]

III. Macam dan Topik Jadal al-Qur`ân
 Secara umum, Jadal al-Qur`ân dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama : Jadal yang terpuji (al Jadal al Mamduh) adalah suatu debat yang dilandasi niat yang ikhlash dan murni dengan cara-cara yang damai untuk mencari dan menemukan kebaikan dan kebenaran. Ulama membolehkan debat dengan maksud untuk menjelaskan syari’at dan membuktikan kesahalan lawan dengan alasan-alasan dan pembuktian yang benar, tentunya dengan cara yang baik. Hal tersebut dapat didasarkan pada firman Allah yang terjemahnya sebagai berikut :
(1) Serulah (manusia) kejalan Tuhan mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka (wajaadilhum) dengan cara yang lebih baik (Q.,s. al Nahl/16 : 125).
(2) Dan jangan kamu berdebat (walaa tujaadil) dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka (Q.,s. al ‘Ankabuut/29 : 46).

 Sebagai contoh dari Jadal jenis ini dapat dilihat pada ayat yang terjemahnya sebagai berikut :
Maka tatkala datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata “mengapakah tidak diberikan kepadanya (Muhammad) seperti yang telah diberikan kepada Musa dahulu?” dan bukanlah mereka itu telah ingkar (juga) kepada apa yang diberikan kepada Musa dahulu? Mereka dahulu telah berkata : Musa dan Harun adalah dua orang ahli sihir yang bantu-membantu”. Dan mereka (juga) berkata : “Sesungguhnya kami tidak mempercayai masing-masing mereka itu”. Katakanlah : “Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan al-Qur`ân) niscaya aku mengikutinya, jika kamu sungguh orang-orang yang benar.” Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.” (Q.,s. al Qashash/28 : 48-50).

Kedua: Jadal yang tercela (al Jadal al Mazdmum), adalah setiap debat yang menonjolkan kebathilan atau dukungan atas kebathilan itu. Tentang tercelanya debat yang bathil ini banyak dasarnya dari Al Kitab maupun al Sunnah dan pendapat kaum Salaf. Di antara dasarnya dari al Kitab adalah ayat yang terjemahnya sebagai berikut:
(1) Dan tidaklah Kami mengutus rosul-rosul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang bathil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olok (Q.,s. al Kahfi/18 : 56).
(2) Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap (Q.,s. al Anbiya’/21 : 18).

Jadal al Mazdmum itu ada yang dilakukan dalam bentuk debat tanpa landasan keilmuan seperti disinyalir dalam Q.,s. al Hajj/22: 3, yang terjemahnya “di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap syaithan yang sangat jahat”, dan ayat 8 yang tertejamhnya “Dan diatnara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya”. Juga dapat dilhat contoh Jadal model tersebut pada Q.s., al Mu’minun: 71 dan Q., s. Lukman: 20. Ada pula Jadal al Mazdmum dalam bentuk dukungan atas kebathilan setelah tampak kebenaran seperti dalam Q.,s. al Mukmin/40: 5 yang terjemahnya “dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu.”[19]
 Adapun mengenai terma (maudlu’) dalam Jadal al-Qur`ân, cukup banyak tersebar dalam berbagai surah dan ayah al-Qur`ân. Al Almaa’iy mengkategorikannya ke dalam enam kelompok terma (nama dan nomor surat dan ayat di dalam kurung adalah di antara contoh jadal dalam terma bersangkutan), yakni : (1) Jadal dalam penetapan wujud Allah (Q.,s. al Jaatsiyah/45 : 24-28), (2) Jadal tentang penetapan Keesaan Allah (Q.,s. al Anbiya’/21 : 22), (3) Jadal tentang Penetapan Risalah (Q.,s. Nuh/71 : 1-3), (4) Jadal tentang Kebangkitan dan Pembalasan (Q.,s. al Mu’minun/23 : 81-83 dan Q.,s. Qaaf/50 : 12-15), (5) Jadal tentang Tasyri’at (Q.,s. al Nahl/16 : 36 & Q.,s. al Anbiya’/21 : 25), (6) Jadal tentang aneka tema lainnya, seperti: (a) Jadal Bani Adam (Q.,s. al Maidah/5 : 27-31), (b) Jadal Ibrahim a.s. tentang kaum Luth (Q.,s. Hud/11 : 74-76), © Jadal antara Musa dan Hidlir a.s (Q.,s. alKahfi/18 : 60-72), (d) Jadal antar orang shabar yang miskin dan orang kafir yang kaya (Q.,s. al Kahfi/18 : 32-43), (e) Jadal Keluarga Fir’aun yang beiman dengan kaumnya (Q.,s. al Mu’minun/23 : 27-40), (f) Jadal Yahudi dan Nasrani tentang Ibrahim a.s. (Q.,s. Ali Imran/3 : 65-68), (g) Jadal Munfiqin dengan Mu’minin (Q.,s. al Baqarah/2 : 11-14). Di antara sekian maudlu’ Jadal dalam al-Qur`ân– menurut analisis Al Almaa’iy – terma yang pertama dan kedua yakni tentang Wujud dan Keesaan Allah yang paling banyak mendapat sorotan.[20]
 Dengan menggunakan kerangka jenis/macam Jadal yang dikemukakan ter dahulu, bila dicermati secara baik, tentunya dapat diduga dari contoh-contoh tersebut di atas, mana yang tergolong Jadal yang mamduh dan mana yang mazdmum.

IV. Tujuan dan Metode Jadal

 Jadal al-Qur`ân memiliki berbagai tujuan, yang dapat ditangkap dari ayat-ayat al-Qur`ân yang mengandung atau yang bernuansa Jadal, di antaranya adalah :
(1) Sebagai jawaban atau untuk mengungkapkan kehendak Allah dalam rangka penetapan dan pembenaran aqidah dan qaidah syari’ah dari persoalan-persoalan yang dibawa dan dihadapi para Rasul, Nabi dan orang-orang shaleh. Sekaligus sebagai bukti-bukti dan dalil-dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat manusia, sehingga menjadi jelas jalan dan petunjuk ke arah yang benar. Jadal dengan tujuan seperti ini dapat dicermati contohnya mengenai dialog Nabi Musa a.s. dengan Fir’aun (Q.,s. al- Syu’araa’/26: 10-51).
(2) Sebagai layanan dialog bagi kalangan yang memang benar-benar ingin tahu, ingin mengkaji sesuatu persoalan secara nalar yang rasional , atau melalui ibarat maupun melalui do’a. Dari dialog-dialog tersebut, kemudian hasilnya dapat dijadikan pegangan, nasehat dan semacamnya. Untuk tujuan seperti ini dapat dijadikan contohnya adalah penjelasan Allah SWT. atas persoalan kegelisahan Naabin Ibrahim a.s. yang ingin menambah keyakinannya dan ketenangannya dengan mengetahui bagaimana Allah menghidupkan makhluk-Nya yang telah mati (Q.,s. al Baqarah/2 : 260, juga dapat dilihat pada ayat 30 surat yang sama sebagai contoh lainnya.
(3) Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir yang sering mengajukan pertanyaan atau permasalahan dengan jalan menyembunyikan kebenaran yang memang disinyalir dalam al-Qur`ân Wajaadiluu bi al Baathil liyudhiduu bihi al haq (Q.,h. al Mukmin/40 : 5). Sebagai contoh Jadal dengan tujuan seperti ini bisa dilihat dalam Q.,s. al Mukminun/23 : 81-83 dan Q.,s. Qaaf/50 : 12-15 serta Q.,s. Yaasiin/36 : 78-79.[21]
 Adapun mengenai metode yang ditempuh Jadal al-Qur`ân, para ulama pada dasarnya sama saja, walaupun secara tehnis ada perbedaan dalam mengelompokkan apakah suatu jadal dalam al-Qur`ân termasuk metode atau macam/jenis dari jadal tersebut. Yang dimasukkan ke dalam macam-macam Jadal al-Qur`ân oleh Abu Zahrah dan Al Qaththan umpamanya, oleh Al Almaa’iy sebagiannya dimasukkan ke dalam metode Jadal al-Qur`ân. Dalam tulisan ini, kedua kecenderungannya tersebut digabung dalam pembahasan tentang prosedur yang ditempuh dalam Jadal al-Qur`ân, yakni:[22]
(1) Al Ta’rifat.
 Bahwa Allah SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud dan ke Maha Kuasaan-Nya. Karena Allah tidak terjangkau oleh indera manusia, maka dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia akan mampu memahami akan wujud dan kekuasaan Sang Maha Kuasa. Hal inilah yang antara lain dapat dipahami dari firman Allah seperti tertera pada Q.,s. al An’am/6: 95-100, tentunya banyak contoh yang lainnya tentang hal ini.
(2) Al Istifham al-Taqriri
 Dalam bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban atasnya. Pertanyaan tentang hal yang memang sudah nyata, diangkat lagi lalu disertai dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti. Prosedur ini dipandang oleh para ahli Ulum al-Qur`ân sebagai yang ampuh sekali sebab dapat langsung membatalkan jidal atau argumen para pembantah. Sebagai contohnya dapat disebut antara lain firman-Nya dalam Q.,S. Yaasiin/ 36 : 81-82.
(3) Al Tajzi’at
 Dengan prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas, secara khirarchis atau kronologis, yang sekaligus menjadi sebagai argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan dan menetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri sebagai bukti/untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal seperti ini nampak antara lain dalam Q.,S. Al Naml/27 : 54-64.
(4) Qiyas al Khalf
 Dalam bahasa Indonesia disebut “analogi berbalik”. Dengan prosedur ini, kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berbalikan/ berlawanan. Sebab dalam realitas kehidupan tidak dapat berkumpul dua hal yang berlawanan. Tentang metode Jadal seperti ini dapat disebut firman Allah dalam Q.,s. al Anbiya’/21 : 21-22.
(5) Al Tamtsil
 Allah mengungkapkan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan dimaksudkan agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih cepat dan lebih mudah, lalu lebih melekat di sanubari “lawan”. Untuk ini antara lain dapat disebut sebagai contoh adalah firman-Nya pada Q.,s. al Baqarah/2 : 259.
(6) Al Muqabalat
 Al Muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Seperti halnya mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah orang-orang musyrik. Contoh Jadal al-Qur`ân dalam prosedur seperti ini dapat dilihat antara lain pada Q.s. al Waqi’ah/56: 57-59. Demikian itulah antara lain prosedur dan metode yang ditempuh al-Qur`ân dalam Jadal atau Metode Jadal al-Qur`ân.

V. Peranan Jadal dalam Penafsiran al-Qur`ân dan Pengaruhnya terhadap Pendidikan

 Al-Qur`ân – seperti pengibaratan pada kata hikmah spiritual Al Rumi – bagaikan wajah pengantin wanita yang memakai cadar. Rahasia keindahannya tersembunyi di balik cadarnya. Yang berkehendak menangkap “keindahan” itu, hendaknya “tahu dan mengerti caranya”. Al-Qur`ân adalah “kitab petunjuk” untuk keselamatan. Petunjuk Al Qur’an bermuatan lengkap, namun dalam beraneka nuansa, yang tidak semua orang dapat menyentuh semuanya, bahkan mungkin tidak banyak, kalau bukan malah tidak ada yang dapat mejangkau semuanya.[23] Seperti juga dipaparkan dalam pendahuluan, bahwa al-Qur`ân, memuat di dalamnya petunjuk yang bernuansa doktrinal, historis dan sublim. Di samping semuanya itu, Al-Qur`ân adalah mukjizat al Kubra yang abadi bagi Rasul Saw, yang bersifat ruhiyah, rasional, dan spiritual sekaligus. Untuk dapat masuk ke dalam “nuansa” al-Qur`ân dalam kerangka pemahaman atas kandungannya, tentunya bukanlah hal yang mudah. Harus tahu caranya. Di antara yang dapat dipandang sebagai “cara” masuk itu, adalah memahami celah dari sisi kemukjizatannya, yaitu keindahan dan ketinggian gaya bahasa (uslubnya). Di sinilah (boleh jadi) letak signifikansi pemahaman tentang Jadal al-Qur`ân, dimana Jadal merupakan satu dari tanda ketinggian uslub al-Qur`ân.

 Memahami Jadal al-Qur`ân, dapat berarti mempermudah jalan dalam menghampiri dan menangkap pemahaman yang benar atas dialog (jadal, munazharah, muhawarah) yang pernah terjadi dan tertera dalam Al-Qur`ân, baik di antara Allah dengan Malaikat atau dengan Nabi, atau di kalangan para Nabi dengan kaumnya, di kalangan orang-orang shalih yang mulia, atau antar perorangan di kalangan Bani Adam dalam berbagai suasana dan kondisi. Bila demikian, maka dapat berarti Jadal al-Qur`ân berperan kuat dalam penafsiran al-Qur`ân.

 Dengan memahami Jadal al-Qur`ân, dapat juga dipahami bahwa al-Qur`ân sungguh-sungguh tidak menghendaki adanya “debat kusir”, debat yang kosong dari nilai manfaat dan kebenaran. Al-Qur`ân hanya menghendaki Jadal yang “mamduh” (wajaadilhum bi allati hiya ahsan dan atau wa laa tujadiluu bi al bathil)). Dengan memahami Jadal al-Qur`ân dengan lebih mudah pula dapat dipahami hakekat kebenaran yang lebih haqiqi dari hal atau hal-hal yang menjadi objek jadal dalam al-Qur`ân. Lagi pula Jadal al-Qur`ân tidak sama dengan manthiq Yunani (Logica Hellenica).[24]

 Adapun konteks kependidikan, pengaruh Jadal dapat dipahami dalam kerangka pendidikan sebagai proses pemanusian manusia. Atau dalam kerangka membuat manusia menjadi makhluk yang memiliki budaya yang tinggi, yang selaras dengan citra penciptaannya yang paling bagus (fi ahsani takwim Q.,s. al Tin/95 : 4), dan dalam kapasitas yang multi dimensi, yakni secara thabiiyah merupakan “psycho and physical entity”, yang punya nurani, ratio, raga dan rasa secara bersamaan, pendidikan, memerlukan berbagai macam kiat dan metode untuk dapat mencapai tujuannya.
 Fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia dirumuskan sebagai berikut:
 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Masa Esa, berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[25]

 Dalam pendidikan Islam, pendidikan akhlak merupakan “Ruh” pendidikan secara keseluruhan. Mencapai akhlak yang mulia adalah obsesi haqiqiyah dari pada tujuan pendidikan Islam. Untuk maksud itu, upaya/proses pembinaan akhlak dan pendidikan kejiwaan adalah dasar yang paling asasi daripada tujuan yang harus dicapai dalam Pendidikan Islam.[26] Untuk dapat mencapai tujuan seperti itu, tentunya tidak mudah. Diperlukan berbagai sarana, fasilitas, dukungan kebijakan politik dan dana yang tidak kecil, waktu yang tidak pendek, dan kualitas SDM yang baik serta metode yang handal.
 Dari sekian banyak metode yang dikenal selama ini, khususnya dalam melayani sisi manusia yang rational dan emossional, kiat diskusi, tanya jawab, bantah membantah, dialog, seminar, polemik dan semacamnya, yang dalam kerangka al-Qur`ân dapat dipahami sebagai Jadal, masih menempati posisi strategis, dan karenanya masih tetap relevan dan efektif, khususnya Jadal yang mamduh.

 Jadal dalam al-Qur`ân, seperti yang terjadi antara Ibrahim dengan Allah (Q.,s. al Baqarah/2: 560 atau antara Ibrahim dengan kaumnya seperti dalam Q.,s. al Anbiya’/21 : 51-71; Q.,s. al Syu’ara’/26: 69-82, adalah merupakan contoh yang baik sekali dalam peristiwa dialogis yang dimaksudkan sebagai metode mencari dan membawa peserta didik kepada pencapaian kebenaran. Bahkan secara lebih rinci dapat dipahami bahwa dialog-dialog (jadal) dalam al-Qur`ân banyak sekali di antaranya yang bersifat dan mengarah pada model dialog deduktif, di mana deduksi merupakan suatu metoda pemikiran logis yang amat bermanfaat dalam dunia pendidikan. Demikian pula halnya dengan tamsil dan ibarat yang banyak digunakan dalam Jadal al-Qur`ân, memberi peluang bagi pendidik untuk dapat menjelaskan konsep-konsep abstrak dengan makna-makna kongkrit, yang dapat ditangkap oleh persepsi manusia, yang pada gilirannya membawanya pada pemahaman tentang sesuatu secara benar dan tentang kebenaran itu sendiri.[27]

 Jadal, munadharah ataupun muhawarah dapat berfungsi sebagai arena pengujian kemampuan – dalam skalanya yang lebih tehnis. Di sini keilmiahan dan keilmuan peserta yang terlibat akan bisa terlihat dan bisa dibandingkan dengan yang lainnya. Seseorang akan diakui sebagai ilmuwan yang terdidik bila ia mampu melakukan dialog atau debat (yang mamduh – pen) dalam bidangnya dengan ilmuwan terdidik yang lainnya.[28]

 Ibnu Khaldun memandang munadharah – sesuai kutipan Al Abrosyi – sebagai sesuatu yang sangat membantu dalam hal pengajaran dan pendidikan, terutama untuk dapat memahami aspek ilmiah dari tamsil dan ibarat. Sementara Al Abrosyi juga memandang munadharah, muhawarah dan sejenisnya dalam mendekati setiap permasalahan, akan dapat mempengaruhi jiwa pihak si terdidik untuk menjadi lebih matang, dan sangat berpengaruh dalam membina kebebasan dan kekuatan berfikir.[29]
 Hal mana pada gilirannya, secara akumulatif, akan dapat membawa dan mengantarkan manusia untuk selalu mampu berproses ke arah peningkatan diri menjadi manusia-manusia yang cerdas, beriman dan bertaqwa serta berakhlaq dengan akhlaq yang mulia. Insya Allah.

VI. Kesimpulan

1. Jadal adalah debat, dialog antar dua pihak dengan kehendak untuk menang melalui alasan dan argumentasi. Jadal al-Qur`ân ialah pengungkapan bukti-bukti dan dalil-dalil dengan tujuan untuk mengalahkan orang kafir dan para penantang sekaligus untuk menegakkan aqidah dan syari’ah, melalui pembuktian atas kebenaran yang dapat diterima oleh nurani manusia.
2. Jadal, ada yang mamduh dan ada pula yang mazdmum, dengan landasan dan contohnya masing-masing di dalam al-Qur`ân. Jadal dalam al-Qur`ân, dilihat dari pelaku dan hal yang dipersoalkan, menyangkut space and time yang sangat luas. Pernah terjadi antara Allah dengan Malaikat, dengan para Nabi, Nabi dengan kaumnya atau penentangnya, orang perorang di kalangan Bani Adam, dari dulu sampai dengan masa al-Qur`ân diturunkan. Bahkan model-model jadal yang tergambar dalam al-Qur`ân, di antaranya masih belangsung sampai sekarang. Demikian pula hal yang dipersoalkan dalam Jadal hampir menyangkut keseluruhan dimensi kehidupan manusia, bahkan setelah kehidupan yang sekarang.
3. Tujuan dari Jadal al-Qur`ân antara lain untuk menetapkan aqidah tentang wujud dan wahdaniyah Allah serta petunjuk dan syari’ah bagi yang membutuhkan. Menjelaskan permasalahan secara argumantatif bagi kalangan yang memang sungguh-sungguh ingin mendapat kejelasan. Serta untuk mematahkan pembangkangan para penentang dengan pembuktian yang lebih kuat dan akurat, dengan berbagai tehnis pendekatan seperti : al Ta’rifat, al Istifham al Taqriri, al Tajzi’at, Qiyas al Khalf, al Tamsil dan al Muqabalat.
4. Jadal al-Qur`ân, dengan memahaminya dapat membantu menghampiri kebenaran kandungan, khususnya ayat-ayat yang bermuatan Jadal, yang pernah terjadi di antara berbagai kalangan yang terekam di dalam al-Qur`ân. Dengan memahami Jadal al-Qur`ân, akan lebih memudahkan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur`ân. Bagi pendidikan, jelas Jadal memiliki pengaruh kuat. Sebab, di samping manusia sebagai makhluk yang thabi’iyah, juga rational dan emossional sekaligus. Sehingga dengan Jadal manusia akan lebih mudah dapat diarahkan untuk mencapai tujuan Pendidikan; mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, membina manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia.

Daftar Pustaka

Al-Qur`ân dan Terjemahnya, Mujamma’ al Khadim al Haramain asy Syarifain al Malik Fahd li Thiba’at al Mushhaf asy Syarif, Medinah al Munawwarah, 1412
Al-Almâ’iy, Zahir ‘Iwad, Manahij al Jadal fi Al-Qur`ân al Karim, t.tp.: tp., t.th.
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, Al-Tarbiyah al-Islâmiyah wa Falâsifatuha, Thab. Tsaniyah, t.tp.: Daar al Fikr, t.th.
Abdullah, Abdurrahman Shaleh, Cet. I; Educational Theory : a Qur’anic Outlook, terjemahan H. M. Arifin dan Zainuddin dengan judul “Teori Pendidikan Menurut al Qur’an”, Jakarta : Rineka Cipta, 1990.
Abduh, Syekh Muhammad, Risalatut Tauhid, terjemahan H. Firdaus A. N. dengan judul “Risalah Tauhid”, Cet. VI; Jakarta : Bulan Bintang, 1976.
Asari, Hasan, Yang Hilang dari Pendidikan Islam; Seni Munadharah, Jurnal “Ulumul Qur’an”, Nomor 1 Vol. V Jakarta, 1994.
Avery, Jon dan Hasan Askari, Towards a Spiritual Humanism, terjemahan Arif Hutono dengan judul “Menuju Humanisme Spiritual”, Cet. I; Surabaya : Risalah Gusti, 1995.
Al-Bâqy, Muhammad Fuad, Abd. Al-Mu’jam al Mufahras Li Alfâz al-Qur`ân al Karim, t.tp. Angkasa, t.th.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
Dirjen Binbaga Islam, Himpunan Peraturan Perundangan tentang Pendidikan Tinggi, 1991.
Ibnu Manzur, Lisân al Arab, Jilid ii, Beirut : Daar al Ilmiah/Daar Shaadir, t.th.
Al-Isfahany, Al Raghib, Mu’jam Mufradât al Fâz al-Qur`ân, Beirut: Daa al Fikr, t.tt.
Nasr, S.H., Ideals and Realita of Islam, terjemahan Abdurrahman Wahid dan Hasyim Wahid dengan judul “Islam Dalam Cita dan Fakta”, Cet. I; Jakarta: LEPPENAS, 1981.
Al-Qaththan, Manna’ Khalil, Mabâhits fi ‘Ulum al-Qur`ân, Beirut : Mansyurat al Ashri, 1977.
Rahman, Fazlur, Major Themes of the Qur’an, terjemahan Anas Mahyuddin dengan judul “Tema Pokok al Qur’an”, Cet. I; Bandung: Pustaka, 1983.
Al-Shabuny, Muhammad ‘Aly, Al Tibyân Fi ‘Ulum al-Qur`ân, terjamahan H. Moh. Chudlori Umar dan Moh. Matsna dengan judul “Pengantar Study Al Qur’an”, Bandung : Al Ma’arif, 1987.
Al-Zarqany, Muhammad Abdul Azim, Manâhil al ‘Irfan fi Ulum al-Qur`ân, Jilid I; Beirut : Dâr al Fikr, t.th.
________________________________________
* Dosen Tetap IAIN Mataram.
[1]Lihat Q.S.,al-Baqarah [2]: 2, 185; Q.S.,al-Isrâ` [17]: 82. Seluruh terjemahan ayat dalam tulisan ini merujuk pada Al-Qur`ân dan Terjemahnya, Mujamma’ Khadim al-Haramain asy-Syarifain Medinah al Munawarah , 1412 H.
[2]Lihat, Ali al-Shabuny, “Al-Tibyân fi Ulum al-Qur`ân”, terj. H. Moh. Chudlari Umar, Moh. Matsna H.S. , Pengantar Study al-Qur`ân, (Bandung : al Ma’arif, 1987) 99.
[3]Lihat, Syekh Muhammad ‘Abduh, “Risalatut Tauhid”, terj. H. Firdaus A.N., Risalah Tauhid, Cet. VI (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 185.
[4]Q.S. al-A’râf [7]: 172 terjemahnya “…Bukankah Aku ini Tuhanmu”? mereka manusia menjawab “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi …” .
[5] SH.Nasr, “Ideals and Realita of Islam”, 21.
[6]Lihat, SH.Nasr, “Ideals and Realita of Islam”, 27-28.
[7]Sublim adalah menampakkan dalam bentuknya yang tertinggi; teramat indah; teramat mulia; teramat utama. Lihat, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Cet. III, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 967. Hudan al-Qur`ân, juga mengandung “nilai” yang sulit dijelaskan dengan wacana bahasa modern, tapi bisa dijangkau oleh dan dalam “kapasita” tertentu, di situlah antara lain terdapatnya apa yang secara tradisional dikenal dengan barakah.
[8]Q.S., Lukmân [31]: 27 terjemahnya “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepada tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”, Juga bisa dilihat Q.S.. al-Kahfi [18]: 109
[9]Fazlur Rahman, “Major Themes of the Qur’an”, terj. Anas Mahyuddin, Tema Pokok al-Qur`ân, Cet. I (Bandung: Pustaa, 1983), 36. Terjemah Q.S.,al-Syams [91]: 7 “Demi jiwa dan penyempurnaan (penciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
[10]Lihat, Muhammad Abdul ‘Azhim al-Zarqani, Manâhil al-Irfân fi Ulum al-Qur`ân, Jilid I (Beirut: Dâr al Fikr, t.th), 309
[11]Lihat, Muhammad Fu’âd Abd. Al Bâqy, Al-Mu’jam al-Mufahrâs Li al-Fâz al-Qur`ân al-Karîm, (t.tp.: Angkasa, t.th.), 165
[12]Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Cet. III, 214
[13]Lihat, Al-Raghib al-Isfahani, Mu’jam Mufradât al-Fâz al-Qur`ân, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.), 87; Juga Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, Jilid XI dari XV Jilid (Beirut: Dâr Shâdir, t.th.), 105.
[14] Lihat, Zahir ‘Awad al-Almâ’iy, Manâhij al-Jadâl fi al-Qur`ân al-Karîm,, (t.tp.,t.th.), 20; Juga Manna’ Khalil al-Qaththân, Mabâhits fî Ulum al-Qur`ân (Beirut: Mansyurat al-Ashr, 1977), 29.
[15]Q.S.,al-Nahl [16]: 125 terjemahnya “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.”
[16]Lihat, al-Almâ’iy, Manâhij al-Jadâl fi al-Qur`ân al-Karîm, h. 25. Terjemahan Q.S. al Mujadalah [58] : 1. “Dan sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang menujukan gugatan kepada kamu (tujaadiluka) tentang suaminya, dan mengajukan halnya kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua (tahaawurakuma). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Secara tehnis ada yang memandang bahwa dalam Jadal selalu ada rasa saling bermusuhan di antara yang terlibat, sedangkan dalam munazharah tidak.
[17]Lihat, bagian Pendahuluan Al Qur’an dan Terjemahnaya, Departemen Agama, 16.
[18]Lihat, al-Almâ’iy, Manâhij al-Jadâl fi al-Qur`ân al-Karîm, 21
[19]Untuk memahami rincian tentang ragam Jadal al-Qur`ân dapat dilihat pada al-Almâ’iy, Manâhij al-Jadâl fi al-Qur`ân al-Karîm, 44-60.
[20]Lihat, al-Almâ’iy, Manâhij al-Jadâl fi al-Qur`ân al-Karîm, 125, 461-2. Tentang hal ini, dalam kaitannya dengan kondisi para penentang kebenaran, hingga masa modern ini, mungkin dapat direnungkan apa yang diungkapkan Hasan Askari mengenai apa yang dianggapnya sebagai model Jadal di masa modern. Katanya, “Ketika Muhammad (SAW -pen) memulai dakwahnya di Mekkah, penduduak Mekkah sungguh terkejut bahwa ternyata ia lebih menekankan masalah eskatologi dan kebangkitan daripada ‘Keesaan’ Tuhan. Tentu saja penduduk Mekkah bagaimanapun primitif dan bodohnya mereka, tetap memberikan argumentasi, dan al Qur’an mendokumentasikannya sebagaimana dilakukan oleh orang-orang humanis maupun materialis modern. Hal itu hampir merupakan situasi yang asli, bahawa argumentasi yang menolak kebangkitan selalu di ulang sepanjang sejarah, berbagai daerah dan, di masa kita sekarang, terbungkus dalam format yang canggih. Dan bagaimana contoh-contoh argumentasi orang-orang Humanis sekarang yang menolak kebangkitan , dapat dilihat pada Jon Avery dan Hasan Askari, “Towards a Spiritual Humanism: A Muslim-Humanis Dialogue”, (Leeds: Seven Mirrors, 1991), terj. Arif Hutoro, Menuju Humanisme Spiritual: Kontribusi Perspektif Muslim-Humanis, Cet. I; (Surabaya: Risalah Gusti, 1995) 43, 41-48
[21]Lihat, al-Almâ’iy, Manâhij al-Jadâl fi al-Qur`ân al-Karîm, 69-85.
[22] Lihat, Abu Zahrah, Al-Mu’jizat al Kubra, (Beirut: Dâr al Fikr, 1970), 371-87; dan Al al-Almâ’iy, Manâhij al-Jadâl fi al-Qur`ân al-Karîm, 63-75; juga Al-Qaththân, Mabâhits fi Ulum al-Qur`ân, (Beirut: Mansyurat al Ashri, 1977), 299-300.
[23]Hal tersebut diisyaratkan dalam Q.S.,Luqmân [31]: 27 yang terjemahannya “ Dan seandainya pohon-pohon dibumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta) ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-ahabisnya kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”. Juga pada Q.s., al-Kahfi [18]: 109
[24] Lihat, al-Almâ’iy, Manâhij al-Jadâl fi al-Qur`ân al-Karîm, 415-22.
[25]Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), 7
[26]Lihat, Muhammad Athiyah al-Abrâsyi, Al-Tarbiyah al-Islâmiyah wa Falâsifatuha, Cet. II (Beirut : Dâ al Fikr, t.th.) 22.
[27]Lihat, Abdurrahman Shaleh Abdullah, “Educational Theory a Qur’anic Outlook”, terj. H.M. Arifin MEd. & Zainuddin, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur`ân, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), 212-219
[28]Lihat, Hasan Asari, “Yang Hilang dari Pendidikan Islam; Seni Munadharah”, dalam Jurnal ‘Ulum al Qur’an, No: I Vol. V, 1994, Jakarta
[29]Lihat, al Abrâsyi, Al Tarbiyah al-Islâmiyah wa Falâsifatuha, 209-210.