CIVIL SOCIETY & KONSTRUK DEMOKRASI DALAM AYAT AL-QURAN

Monday, May 07, 2018

CIVIL SOCIETY & KONSTRUK DEMOKRASI DALAM AYAT AL-QUR'AN

Book Review: 
Oleh.  Mahfuz Masduki

Judul Buku   : Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun 
Demokrasi dalam Peradaban Nusantara.
Penulis   : Hasyim Muhammad
Editor     : Mu’ammar Ramadhan & Zainal Abidin
Volume   : 198 hlm.
Penerbit  : TERAS, Sleman Yogyakarta.
Cetakan  : Cetakan I, November 2007.
ISBN      : 979-9781-22-1.

Sebagaimana diketahui masyarakat Muslim, bahwa sebagian pandangan Barat selama ini sering menyamakan negara Islam dengan agama yang memiliki gaya fundamentalistik, radikal teroris dan anti demokrasi. Hal itu sebagaimana disimpulkan oleh beberapa pemikir Barat bahwa kebudayaan Islam tidak dibawa dengan ide-ide kebenaran atau prinsip seperti yang dipahami oleh negara Barat. Bahkan kebudayaan Islam, sebagaimana diakui sebagian masyarakat Barat ditandai oleh kekuasaan yang personalisme dan pragmatisme di mana otoritas mengambil keputusan tentang hukum hampir pasti dipaksakan kepada masyarakatnya.[1]

Pandangan yang demikian, setidaknya menjadikan Hasyim Muhammad mencoba untuk meluruskan dengan menurunkan sebuah buku, Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara.[2] Buku ini mencoba untuk mengeksplorasi lebih jauh bahwa Islam juga mengenal apa itu demokrasi dan apa itu civil society, sebuah sistem kepemerintahan yang sudah diterapkan pada era muslim awal.[3]
Demokrasi, menurut Hasyim Muhammad, merupakan sistem yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Dan Islam memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap nilai-nilai kemanusiaan ini. Dalam QS. Ali Imran (3): 159 dan QS. Asy Syura (42): 38, dijelaskan betapa Islam memerintahkan untuk berdemokrasi. Prinsip demokrasi yang bersendikan kebebasan pendapat, bermufakat, dan berserikat tidak diperlakukan sebagai kekufuran. Islam mempersilahkan kepada siapa saja untuk mengadakan perkumpulan baik dibidang ekonomi, sosial, politik dsb.[4]

Namun penting untuk dicatat, bahwa al-Qur'ân mengandung nilai-nilai dan ajaran yang bersifat etis mengenai aktifitas sosial politik umat manusia. Ajaran ini mencakup prinsip-prinsip tentang keadilan, persamaan, persaudaraan, musyawarah, dan lain-lain. Ada beberapa ayat al-Qur'ân yang menggambarkan prinsip-prinsip di atas, atau secara implisit menampilkan sebagai ciri negara demokrasi di antaranya adalah: 1). Keadilan (QS. 5:8); Berlaku adillah kalian karena adil itu lebih dekat kepada taqwa, 2). Musyawarah (QS. 42:38); Sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka. Menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (QS. 3:110); Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan berimanlah kepada Allah.

3). Perdamaian dan persaudaraan (QS. 49:10); Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqkwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. 4). Keamanan (QS. 2:126); Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo'a, Ya Tuhanku jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa. 5). Persamaan (QS. 16:97 dan 40:40); Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (QS. 16:97).

Dalam Islam juga menyingung masalah civil society dengan memperdulikan beberapa hak manusia yang paling dasar. Apa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, Nabi saw bersabda:

"Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahay rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim).



Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267).

Menurut Hasyim Muhammad, al-Qur'an memberikan hak pada setiap orang untuk berbeda satu sama lain. Perbedaan merupakan keniscayaan bagi setiap manusia, karena masing-masing dibentuk oleh lingkungan, status sosial, pendidikan serta peradaban yang menyelimutinya.[5] Kesemuanya akan membentuk karakter dan sikap, pandangan dan pemikiran yang berbeda satu sama lain. Yang terpenting dan harus dijaga dalam al-Qur'an adalah toleransi pada setiap komunitas atau individu yang berbeda tersebut

Perbedaan –dikatakan Hasyim Muhammad- merupakan kehendak Allah untuk menguji sejauh mana mereka mengaktualisasikan potensi yang diberikan oleh Tuhan untuk kebaikan. Al-Qur'an akan memberikan balasan amal kebaikan yang mereka lakukan. Karena itulah, al-Qur'an pada dasarnya telah menguraikan panjang lebar akan hak-hak dasar tersebut, termasuk di dalamnya kebebasan.[6]

Ada hak-hak alamiah seperti; a). Hak Hidup  Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi:

"Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).



Ada juga b). Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi. Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain.[7] Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).

Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka". Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.

Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256). Sedangkan dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang. Firman Allah:

"Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42).



Ada juga, c). Hak Bekerja. Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban.[8] Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari).

Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah). d).  Hak Hidup. Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Di antara hak-hak ini adalah; Hak Pemilikan, Hak Berkeluarga, Hak Keamanan, Hak Keadilan, Hak Saling Membela dan Mendukung, Hak Keadilan dan Persamaan.[9]

Manusia, pada hakikatnya, secara kodrati dinugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak pokok ini disebut hak asasi manusia (HAM). Hak asasi manusia adalah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.

Pada gilirannya, hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, di mana hak-hak asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain. Umumnya, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam (sebagai akibat dari pola pendidikan ala Barat yang dikembangkan semenjak jaman penjajahan Belanda dan diteruskan di era republik pasca proklamasi kemerdekaan hingga kini) mengenal konsepsi HAM yang berasal dari Barat.

Masyarakat Indonesia, mengenal konsepsi HAM itu bermula dari sebuah naskah Magna Charta, tahun 1215, di Inggeris, dan yang kini berlaku secara universal mengacu pada Deklarasi Universal HAM (DUHAM), yang diproklamasikan PBB, 10 Desember 1948. Padahal, kalau mau bicara jujur serta mengaca pada sejarah, sesungguhnya semenjak Nabi Muhammad S.A.W. memperoleh kenabiannya (abad ke-7 Masehi, atau sekira lima ratus tahun/lima abad sebelum Magna Charta lahir), sudah dikenalkan HAM serta dilaksanakan dan ditegakkannya HAM dalam Islam.

Atas dasar itu, tidaklah berlebihan kiranya bila sesungguhnya konsepsi HAM dalam Islam telah lebih dahulu lahir tinimbang konsepsi HAM versi Barat. Bahkan secara formulatif, konsepsi HAM dalam Islam relatif lebih lengkap daripada konsepsi HAM universal.

Konsep civil society lahir dan tumbuh dari daratan Eropa sekitar abad ke-17 M dalam konteks masyarakat yang mulai melepaskan diri dari dominasi agamawan dan para raja yang berkuasa atas dasar legitimasi agama. Agama saat itu mulai tersekularisasi dalam arti wewenang dan legitimasi kekuasaan mulai dilepaskan dari tangan agamawan.

Dengan demikian, civil society aslinya adalah bersifat sekularistik, yang telah mengesampingkan peran agama dari segala aspek kehidupan. Dan tentu saja civil society tidak dapat dilepaskan dari kesatuan organiknya dengan konsep-konsep Barat lainnya, seperti demokrasi, liberalisme, kapitalisme, rasionalisme, dan individualisme. Maka adalah suatu anakronisme, tatkala Hasyim Muhamad dalam buku ini, Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara,[10] mencoba lebih jauh menjelaskan akan keberadaan civil society dalam al-Qur'an.[11]

Akan tetapi, menjadi menarik tatkala uraian yang diberikannya sangat lugas dan apik. Buku ini pada dasarnya, sebagaimana dikatakan penulisnya, Hasyim Muhammad, merupakan paduan dari dua judul tulisan yang berbeda. Yang pertama berasal dari tulisan hasil penelitian Tafsir Tematis mengenai Civil Society dalam al-Qur'an yang mengkaji ayat-ayat al-Qur'an tentang hak-hak warga negara.

Adapun yang kedua, berasal dari tulisan tentang tradisi berdemikrasi dalam sejarah Nusantara. Buku ini sangat tepat untuk dijadikan buku pegangan Mahasiswa yang sedang menempuh perkuliahan pendidikan kewarganegaraan dihubungkan dengan kajian al-Qur'an. Karena apa yang ditulis oleh Hasyim Muhammad ini, selalu didasarkan atas kajian al-Qur'an bahkan juga dibumbui dengan uraian hadis Nabi.



[1] Gambaran tentang hal tersebut semakin menguat ketika mereka melihat fenomena politik yang berkembang, seperti di Afganistan atau Aljazair. Sehingga kesimpulan Max Stackhouse yang mengklaim Islam sebagai tradisi agama yang tidak sesuai dengan konsep-konsep masyarakat yang demokratis semakin mendapat legitimasi.

[2] Hasyim Muhammad, Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara, (Yogyakarta; Teras, 2007).

[3] Hasyim Muhammad, Ibid, 64

[4] Hasyim Muhammad, Ibid, 110-112.

[5] Hasyim Muhammad, Ibid, 136-139.

[6] Hasyim Muhammad, Ibid, 139-158.

[7] Hasyim Muhammad, Ibid, 155.

[8] Hasyim Muhammad, Ibid, 140..

[9] Hasyim Muhammad, Ibid., 136-164.

[10] Hasyim Muhammad, Ibid,.

[11] Hasyim Muhammad, Ibid, 63-83.
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar