Islam

Biografi Tokoh

Sejarah

Recent Posts

Makalah Fawatihus Suwar

Admin Thursday, March 14, 2019 Add Comment

Fawatihus Suwar

Dari segi bahasa, fawatihus suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, kerena posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks suatu surat. Apabila dimulai dengan huruf-huruf hija’iyah, huruf tersebut sering disebut dengan huruf Muqatta’ah (huruf yang terpisah), karena posisi dari huruf-huruf tersebut yang cenderung ‘menyendiri’ dan tidak bergabung membentuk kalimat secara kebahasaan. Dari segi pembacaannya pun tidaklah berbeda dari lafazh yang diucapkan pada huruf hijaiyah.[1]

Menurut Ibn Abi al-Isba’ dalam kitab al Khawathir as-Shawanih fi asrar al-fawatih yang ditulisnya, dia menggunakan istilah al-Fawatih dengan arti jenis-jenis perkataan yang membuka surah-surah dalam al-Qur’an. Jenis-jenis perkataan itu dibagi menjadi sepuluh kelompok; salah satunya adalah huruf-huruf tahajji (dibaca dengan cara dieja), atau yang biasa kita sebut dengan al-fawatih. Sementara Sembilan jenis lainnya adalah pujian: pujian kepada Allah, baik tahmid maupun tasbih; nida’ (seruan); jumlah khabariyah (kalimat berita); qasam (sumpah); syarat, perintah, doa, dan ta’lil (alasan).[2]
Adapun bentuk redaksi fawatih as-suwar yang berbentuk huruf di dalam al-Qur’an dapat dijelaskan sebagai berikut.[3]

1. Terdiri atas satu huruf, terdapat pada tiga tempat: Surat Shaad (38):1 yang diawali huruf shaad; surat Qaaf (50):1 yang diawali huruf Qaaf; Surat al-Qalam yang diawali dengan huruf nun.

[1] Muhammad chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, (yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1999) h. 62.

[2] Issa J. Boullata, Al-Qur’an yang Menakjubkan ,(Tangerang: Lentera Hati, 2008) h. 290-291.

[3] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an ,(CV Pustaka Setia, 2000) h. 135-136.

Makalah Lembaga Keuangan Syariah Non Bank

Admin Friday, October 19, 2018 Add Comment
Makalah Lembaga Keuangan Syariah Non Bank
A.      Latar Belakang Masalah
Lembaga Keuangan Non Bank Syariah adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan secara langsung ataupun tidak langsung menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali pada masyarakat untuk kegiatan produktif namun harus sesuai syariah

Lembaga Keuangan Non Bank Syariah dibina dan diawasi dari sisi pemenuhan prinsip yang dilakukan oleh dewan syariah MUI. Sedangkan fungsi dari  Lembaga Keuangan Non Bank Syariah adlah menyediakan jasa sebagai perantara pemilik modal dan pasar utang yang bertanggung jawab dalam openyaluran dana dari investor.

Ada beberapa macam lembaga keuangan syariah non bank di Indonesia, adapun yang menjadi pembahasan kami dalam makalah ini adalah asuransi syariah, leasing syariah dan pasar modal syariah.


B.       Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Asuransi Syariah?

2.    Apa yang dimaksud dengan Leasing Syariah?

3.    Apa yang dimaksud dengan Pasar Modal Syariah?

C.      Tujuan Penulisan

1.    Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Asuransi Syariah.

2.    Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Leasing Syariah.

3.    Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Pasar Modal Syariah.

A.      Asuransi Syariah
1.    Pengertian Asuransi Syariah
Sebelum kita melangkah pada pembahasan inti yaitu produk dan mekanisme kerja asuransi syariah, ada baiknya kita paparkan terlebih dahulu mengenai pengertian asuransi syariah itu sendiri. Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang menurut Echols dan Shadilly memaknai dengan asuransi dan jaminan.[1]

Menurut Muhammad Muslehuddin, asuransi adalah persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang dari mereka yang menjadi anggota perkumpulan tersebut, maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama.[2]

Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah (ta�min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah. Dalam pengelolaan dan penanggungan risiko, asuransi syariah tersebut tidak memperbolehkan adanya gharar(ketidakpastian atau spekulasi) dan maisir (perjudian). Dalam investasi atau manajemen dana tidak diperkenankan adanya riba (bunga). Ketiga larangan ini, gharar, maisir, dan riba adalah area yang harus dihindari dalam praktek asuransi syariah, dan menjadi pembeda dengan asuransi konvensional.[3]

2.    Dasar Hukum Asuransi Syariah
Dasar hukum asuransi syariah ini diantaranya terdapat dalam:
a.    Surat Al-Maidah ayat 2.
Artinya:   �Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya�

Ayat ini memuat perintah (amr) tolong-menolong antar sesama manusia. Dalam bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana social (tabarru�). Dana sosial ini berbentuk rekening tabarru� pada perusahaan asuransi dan difungsikan untuk menolong salah satu anggota (nasabah) yang sedang mengalami musibah (peril).

b.    Surah Al-Baqarah ayat 185

Artinya:   �Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.�

Dalam konteks bisnis asuransi, ayat tersebut dapat dipahami bahwa dengan adanya lembaga asuransi, seseorang dapat memudahkan untuk menyiapkan dan merencanakan kehidupannya dimasa mendatang dan dapat melindungi kepentingan ekonominya dari sebuah kerugian yang tidak disengaja

3.    Sejarah Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia

Kebangkitan sektor keuangan syariah yang kedua setelah perbankan, dialami oleh asuransi. Itu terjadi pada tahun 1994, ketika untuk pertama kalinya didirikan perusahaan asuransi berlandaskan syariah di Indonesia yaitu PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) dengan modal dasar Rp 25 miliar dan modal disetor Rp 9 miliar. PT STI sendiri memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Takaful Umum (ATU).[4]

Pada tiga tahun pertama beroperasi, yaitu 1994, 1995 dan 1996, PT ATK mengalami kerugian kumulatif sebesar Rp 1,383 miliar. Namun mulai tahun 1997, PT ATK mulai berhasil membukukan laba yaitu sebesar Rp 135 juta. Laba itu terus tumbuh pada tahun 1998 menjadi Rp 312 juta, namun menurun kembali pada 1999 menjadi Rp 221. Kondisi ini sebetulnya relatif baik, mengingat pada tahun-tahun itu ekonomi Indonesia tengah dilanda krisis.[5]

Dibandingkan di sejumlah negara bahkan negara yang mayoritas penduduknya adalah nonmuslim- keberadaan asuransi Takaful di Indonesia terbilang terlambat. Di Luxemburg, Geneva dan Bahamas misalnya, asuransi Takaful sudah ada sejak tahun 1983. Sementara di negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim, keberadaannya sudah jauh lebih lama seperti di Sudan (1979), Saudi Arabia (1979), Bahrain (1983), Malaysia (1984) dan Brunei Darussalam (1992).

4.    Mekanisme Kerja Asuransi Syariah Umum

Mekanisme kerja asuransi syariah umum juga diawali oleh terjadinya akad atau transaksi antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. Setelah akad berlangsung, maka dalam asuransi syariah umum diatur menurut aturan sebagai berikut:

a.    Peserta dapat terdiri dari perorangan, perusahaan, lembaga / yayasan / badan hukum, atau yang lainnya.

b.    Perjanjian kerjasama antara perusahaan asuransi dan peserta asuransi syariah umum dilakukan berdasarkan prinsip mudharobah.

c.    Besarnya nominal premi tergantung dari jenis asuransi yang dipilih. Setoran premi dilakukan sekaligus pada awal kontrak dibuat. Jangka waktu pertanggungan adalah satu tahun, dan harus diperbarui jika kontrak hendak diperpanjang untuk tahun berikutnya.

d.   Premi asuransi dikumpulkan dalam satu kumpulan dana yang kemudian diinvestasikan dalam proyek atau pembiayaan lainnya sejalan dengan syariah.

e.    Keuntungan dari investasi akan dikreditkan ke dalam kumpulan dana peserta.

f.     Jika terjadi musibah atas harta benda peserta yang diasuransikan, maka perusahaan asuransi membayarkan ganti rugi kepada peserta tersebut dengan dana yang diambil dari kumpulan dana peserta asuransi syariah umum.

g.    Biaya-biaya yang diperlukan oleh perusahaan asuransi diambil dari kumpulan dana peserta. Jika masih terdapat terdapat kelebihan dana akan dibayarkan kepada peserta dan perusahaan asuransi menurut prinsip mudharobah.[6]



B.       Leasing Syariah

1.    Pengertian Leasing Syariah

Dalam Islam Leasing disebut sebagai Ijarah / mempersewakan, Firman Allah swt : ��Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya��. (Q.S At-Talaq : 6). Sebagian ulama berpendapat bahwa manfaat yang disewa itu hendaklah jangan sampai mengandung lenyapnya sesuatu yang berupa zat, hanya harus semata-mata manfaat saja.[7]Penyewaan disyariatkan karena kebutuhan manusia terhadapnya. Mereka membutuhkan rumah untuk tempat tinggal, membutuhkan pelayanan satu sama lain, membutuhkan binatang untuk tunggangan dan angkutan, membutuhkan tanah untuk bercocok tanam, dan membutuhkan alat-alat untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan hidup mereka.

Al-Ijarahmerupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.[8]

Undang-undang Sipil Islam kerajaan Jordan dan Uni Emirat Arab (UAE) mendefenisikan Ijarah sebagai berikut: �Ijarah atau sewa yaitu memberi penyewa kesempatan untuk mengambil pemanfaatan dari barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama�. The Banua Monetery Agency, membagi penyewaan menjadi dua : ijarah, dimana aset yang disewakan tidak menjadi milik penyewa pada saat kontrak sewa selesai, dan ijarah muntaha bittamleek atau ijara wa iqtina, dimana kepemilikan berpindah ke penyewa.[9]

2.    Perkembangan Leasing Syariah

Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat. Hal itu ditandai dengan meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non bank. Dengan perkembangan perbankan Islam, juga berkembang praktek ekonomi Islam yang lain, seperti leasing, asuransi, pasar modal, dana pensiun, pegadaian, lembaga zakat, koperasi dan lain sebagainya. Kemajuan ini menjadi sinyal positif untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang diselenggarakan secara Islami, mengingat sebelumnya belum tersedia pelayanan dan proses pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam.

Memasuki dekade tahun 2000 industri jasa pembiayaan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menuntut industri jasa pembiayaan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan jasa keuangan yang sangat kompleks. Dengan perkembangan kegiatan industri jasa pembiayaan yang sedemikian pesat, Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan dituntut untuk mengoptimalkan perannya sebagai regulator dan supervisor kegiatan jasa pembiayaan melalui upaya kebijakan yang mendorong kearah perkembangan industri jasa pembiayaan secara berkesinambungan.

Pada hari Senin, 10 Desember 2007, Bapepam dan LK melalui Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007 dan Nomor Per-04/BL/2007 telah menerbitkan satu paket regulasi yang terkait dengan Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, yaitu Peraturan tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Penerbitan paket regulasi tersebut adalah untuk memberikan landasan hukum yang memadai berkaitan dengan kegiatan Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah serta guna memenuhi kebutuhan masyarakat pada industri pembiayaan yang memerlukan keragaman sumber pembiayaan dan pendanaan berdasarkan pada syariat Islam.[10]

3.    Akad Leasing Syariah

Adapun berbagai akad yang dapat digunakan sebagai pengembangan konsep leasing Islam adalah sebagai berikut :

a.    Akad-akad bagi hasil, seperti mudharabah yang berupa perjanjian antara pihak modal untuk mebiayai sepenuhnya suatu proyek ataupun usaha dengan adanya pembagian keuntungan yang disepakatai secara bersama.

b.    Akad murabahah yaitu perajanjian jual beli barang antara pemilik barang dengan calon pembeli. Konsep leasing biasa masuk kedalam akad ini dengan adanya pembelian barang lalau menjualnya kepada calaon pembeli dengan adanya tambahan keuntungan berdasarkan persetujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

c.    Salam,yaitu transaksi jual beli barang pesanan (muslam fih) antara pembeli  (muslam) dengan penjual (muslam ilaih). Dalam transaksi barang beum tersedia sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh. Lessee dapat bertindak sebagai muslam dan kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (muslam fih), maka hal ini disebut dengan salam parallel.

d.   Rahn, yaitu transaksi penyerahan barang dari nasabah kepada leasing sebagai jaminan atau seluruhan utang. Dalam bahasa yang umum tujuan dari akad Rahn ini adalah untuk memberikan kembali jaminan pembayaran kepada leasing dalam memberikan pembayaran.

e.    Dari berbagai akad tersebut terlihat bahwa konsep pembiayaan dengan basis bagi hasil merupakan konsep yang bisa diterapkan dalam leasing, dalam hak ini melalui supplier dapat memberikan dana ataupun modal dalam suatu barang tertentu. Selain itu, supplier dalam leasing ini juga berfungsi sebagai mitra dan konsep ini akan mendorong kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian leasing Islam untuk menyukseskan usaha yang dijalankan masing-masing.[11]


4.    Mekanisme Leasing Syariah

Dalam Sewa Guna Usaha Syariah, pemberi sewa disebut dengan Muajjir. Sedangkan Penerima Sewa disebut dengan Musta�jir. Mekanisme yang dilakukan di sector Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:

a.    Transaksi Ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya prinsip Ijarah sama saja dengan jual beli. Namun, perbedaan terletak pada obyek transaksinya, pada Ijarah obyeknya adalah jasa.

b.    Pada akhir sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah Muntahiya Bittamlik (Ijarah dengan wa�adperpindahan kepemilikan objek ijarahpada saat tertentu).

c.    Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah.

Bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggung jawab adalah pemilik barang (mu�jir) dengan syarat kecelakaan itu bukan akibat dari kelalaian musta�jir,bila kecelakaan atau kerusakan benda yang disewa akibat dari musta�jir, maka yang bertanggung jawab adalah musta�jir itu sendiri, seperti menyewa mobil, kemudian mobil itu hilang ada yang mencuri karena disimpan bukan pada tempat yang layak.[12]

Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan, jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya, dan jika bentuk barang sewaan adalah benda tetap (iqar), ia wajib menyerahkan kemabali dalam keadaan kosong, jika barang sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.

C.      Pasar Modal Syariah
1.    Pengertian Pasar Modal Syariah
Pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual dalam pasar modal merupakan perusahaan untuk menjual efek-efek di pasar modal yang disebut emiten, sedangkan pembeli disebut investor.[13]

Istilah pasar biasanya digunakan istilah bursa, exchange dan market. Sementara untuk istilah modal sering digunakan istilah efek, securities, dan stock. Pengetian Pasar Modal berdasarkan  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (13), yang didalamnya disebutkan, bahwa Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.[14]

Sedangkan yang dimaksud dengan Pasar Modal Syariah adalah Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek, berdasarkan prinsip syariah.[15]

2.    Sejarah Pasar Modal Syari�ah

Sejarah Pasar Modal Syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah.

Pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan adalah akad mudharabah.

Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK, perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan Pasar Modal Syariah masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dan dilaksanakan oleh unit setingkat eselon IV yang secara khusus mempunyai tugas dan fungsi mengembangkan pasar modal syariah. Sejalan dengan perkembangan industri yang ada, pada tahun 2006 unit eselon IV yang ada sebelumnya ditingkatkan menjadi unit setingkat eselon III.

Perkembangan Pasar Modal Syariah mencapai tonggak sejarah baru dengan disahkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan surat berharga syariah negara atau sukuk negara. Pada tanggal 26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan IFR0002.

3.    Fungsi dan Karakter Pasar Modal Syari�ah

Menurut MM. Metwally keberadaan pasar modal syari�ah secara umum berfungsi:[16]

a.    Memungkinkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.

b.    Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas.

c.    Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya.

d.   Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional.

e.    Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.

Menurut Metwally karakteristik yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah adalah sebagai berikut:[17]

a.    Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek

b.    Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat diperjualbelikan melalui pialang

c.    Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di Bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan (account) keuntungan dan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari 3 bulan

d.   Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST) tiap-tiap  perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali

e.    Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST

f.     Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST

g.    Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah

h.    Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu periode perdagangan setelah menentukan HST

i.      Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan, dan dengan harga HST


A.      Kesimpulan
Asuransi Syariah (tamin, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.

Dalam Islam Leasing disebut sebagai Ijarah / mempersewakan, Al-Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.

Pasar Modal Syariah adalah Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek, berdasarkan prinsip syariah.

B.       Saran

Makalah ini kami rangkum dari beberapa sumber, namun sumber yang menjadi rujukan kami sangat terbatas sehingga hasilnya pun tidak maksimal. Karena itu kami sebagai penulis membuka diri untuk menerima saran-saran dari para pembaca agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Makalah Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam

Makalah Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam

Admin Tuesday, September 18, 2018 Add Comment
A.      Latar Belakang Masalah
Al-Qur�an adalah manhaj (tuntunan hidup) bagi setiap muslim yang mengaku beriman kepada Allah SWT. bukan keraguan lagi bahwa Al-Qur�an sebuah manhaj �amali (pedoman praktis), yang didalamnnya terdapat taujih(pengarahan), bagaimana manusia harus berhubungan dengan Rabb-nya, berhubungan dengan bumi dan seisinya, berhubungan dengan dirinya sendiri, berhubungan dengan keluarga, tetangga dan lingkungannya, hingga berhubungan dengan non Muslim.[1]
Abu Hurairah r.a. berkata:
Sesungguhnya, jika didalam rumah dibaca Qur�an, maka akan lapang penghuni rumah tersebut. Banyak kebajikan di dalam rumah itu, dan akan datang para Malaikat ke rumah itu dan akan keluar setan dari rumah itu. Sebaliknya, rumah yang penghuninya tidak membaca Qur�an, maka rumah itu akan mendatangkan kesempitan bagi penghuninya. Di samping itu, kebajikan akan berkurang, para malaikat akan keluar, dan setan akan masuk ke dalam rumah itu.�[2]

Selain Al-Qur�an, hadits juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Keduanya merupakan sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-Qur�an sebagai sumber pertama dan utama yang banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Sedangkan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur�an, fungsi hadits itu pada dasarnya memberikan suatu penjelasan dan keterangan serta perincian terhadap hal-hal yang di dalam Al-Qur�an belum jelas.[3]Oleh karena itu kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua dibutuhkan oleh umat Muslim. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
IMuZEi?t7?9$$I/ ??/??9$#ur 3 !$uZ?9t?Rr&ur y7??s9I) t??2Ie%!$# tIit7FI9 ?$Z=I9 $tB tA?h?R ?N?k??s9I) ?N?g=ys9ur ?cr??3x?tGt? C??E
Artinya:              Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,� (QS. An-Nahl : 44)

Allah SWT. menurunkan Al-Qur�an bagi umat manusia, agar Al-Qur�an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW. diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadits-haditsnya.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa dalil kehujjahan hadits?
2.    Bagaimana fungsi hadits terhadap Al-Qur'an?

C.      Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui dalil- dalil kehujjahan hadits.
2.    Untuk mengetahui fungsi hadits terhadap Al-Qur'an.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Dalil-dalil Kehujjahan Hadits
Hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW., baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan erat dengan hukum-hukum atau ketetapan-ketetapan Allah yang disyari�atankan kepada manusia.[4]
Abdul Qadir Ahmad, menyatakan bahwa:
�Yang dimaksud dengan hadits adalah:
1.    Semua yang bersumber dari Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam baik berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan beliau terhadap pekerjaan atau perkataan orang lain.
2.    Semua yang bersumber dari sahabat yang langsung menemani Rasul, melihat pekerjaan-pekerjaannya, dan mendengar perkataan-perkataannya.
3.    Semua yang bersumber dari tabi�in, yang bergaul langsung dengan para sahabat dan mendengar sesuatu dari mereka.�[5]

Hasbi Ash-Shiddieqy menyebutkan bahwa hadits Nabi SAW. merupakan penafsiran Al-Qur�an dalam praktek atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Demikian ini mengingat bahwa pribadi Rasulullah merupakan perwujudan dari Al-Qur�an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.[6]
Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT. Dengan demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari Allah. Kalau Al Qur�an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari Allah yang diilhamkan kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada ummat dengan cara beliau sendiri. Karena itulah maka sewajarnyalah jika hadits ditetapkan sebagai salah satu sumber ajaran Islam setelah Al-Qur'an. Hal itu diperkuat pula oleh firman Allah dalam Al-Qur'an, di antaranya yakni sebagai berikut:
1.    Surat al-Anfal
$pk??r't? ??I%!$# (#?q?ZtB#u? (#q??IUr& !$# ?&s!q??u?ur ?wur (#?q9uqs? mYt? ?OFRr&ur tbq?yJ??n@ CEEE
Artinya:   " Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya),(QS. al-Anfal: 20

2.    Surat Muhammad
* $pk??r't? tI%!$# (#?q?ZtB#u? (#q??IUr& !$# (#q??IUr&ur tAq???9$# ?wur (#?q=IU?7? ?/?3n=uH?r& C??E
Artinya:   " Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu." (QS. Muhammad: 33)

3.    Surat an-Nisa: 59
$pk??r't? tI%!$# (#?q?YtB#u? (#q??IUr& !$# (#q??IUr&ur tAq???9$# ??<'r&ur ???DF{$# ?O?3ZIB ( bI*s L??t?uZs? ?I &???x nr????s ?n<I) !$# EAq???9$#ur bI) L?Y?. tbq?ZIBs? !$$I/ IQ?qu??9$#ur ???zFy$# 4 y7I9?s? ???yz ?`|?mr&ur x??r's? CI?E
Artinya:   " Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. an-Nissa': 59)

4.    Ali �Imran
?@% (#q??IUr& !$# ?^q???9$#ur ( bI*s (#?q9uqs? bI*s !$# ?w ?=It?? t??I?s3?9$# C?EE
Artinya:   " Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS. Ali-Imran: 32)
5.    Surat al- Mujadalah
L??)x?r&u? br& (#q?BId?s)? tt/ ?y?t? ?O?31uq?gwU ;Ms%y?| 4 ??I*s ?Os9 (#q=y??s? z>$s?ur ?!$# ?N?3??n=t? (#q?J?I%r's no4qn=?9$# (#q?#u?ur no4qx.?9$# (#q??IUr&ur !$# ?&s!q??u?ur 4 ?!$#ur 7??I7yz $yJI/ tbq=yJs? CE?E
Artinya:   " Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) Karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah Telah memberi Taubat kepadamu Maka Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Mujadalah: 13)

6.    Surat an-Nur: 54
?@% (#q??IUr& !$# (#q??IUr&ur tAq???9$# ( cI*s (#?q9uqs? $yJRI*s Im??n=t? $tB ?@IiH?q N6??n=t?ur $B ?OF=IiH?q ( bI)ur nq??IU? (#r??tGgs? 4 $tBur ?n?t? EAq???9$# ?wI) n=t7?9$# ??I7?J?9$# CI?E
Artinya:   " Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang". (QS. An-Nuur: 54)

7.    Surat al-Maidah
(#q??IUr&ur !$# (#q??IUr&ur tAq???9$# (#r?x?n$#ur 4 bI*s ?NG??9uqs? (#?q?Jn=?$$s $yJRr& 4?n?t? $uZI9q??u? n=t7?9$# ?I7?J?9$# C?EE
Artinya:   " Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. jika kamu berpaling, Maka Ketahuilah bahwa Sesungguhnya kewajiban Rasul kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (QS. Al-Maidah: 92)




Rasulullah sendiri juga menyampaikan �Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.� (HR. Malik)[7]Hadits tersebut jelas menyatakan bahwa hadits merupakan pegangan hidup setelah Al-Qur�an dalam menyelesaikan permasalahan dan segalah hal yang berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam menentukan hukum.

B.       Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur'an
Al-Qur�an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur�an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi al-Qur�an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
IMuZEi?t7?9$$I/ ??/??9$#ur 3 !$uZ?9t?Rr&ur y7??s9I) t??2Ie%!$# tIit7FI9 ?$Z=I9 $tB tA?h?R ?N?k??s9I) ?N?g=ys9ur ?cr??3x?tGt?C??E
Artinya:    " Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,� (QS. An-Nahl : 44)

Allah SWT menurunkan al-Qur�an bagi umat manusia, agar al-Qur�an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadits-haditsnya.
Oleh karena itu, fungsi hadits Rasulullah SAW sebagai penjelas al-Qur�an itu bermacam-macam. Imam Malik bin Annas menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al-ba�ts, bayan al-tasyri�. Imam Stafi�i menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan al-tafshil, bayan al-takhsish, nayan al-ta�yin, bayan al-tasyri�, dan bayan al-isyarah. Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi yaitu bayan al-ta�kid, bayan al-tafsir, bayan al-tasyri�, dan bayan al-takhsish.[8] Agar masalah ini lebih jelas, maka dibawah ini akan diuraikan satu persatu.
1.    Bayan At- Taqrir
Bayan taqrir bisa juga disebut bayan ta�kid dan bayan al-isbat jadi yang dimaksud dengan bayan taqrir  yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur�an. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar,  yang berbunyi:
���� ������� ����������������� ������� (���� ����)
Artinya:   Apabila kamu melihat bulan maka berpuasalah dan apabila kamu melihat bulan maka berbukalah (H.R Muslim)

Hadits ini memperkokoh ayat al-Qur�an dibawah ini :
������������ ��������� �������� ������ ������
Artinya:   Maka barang siapa mempersaksikan di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu� (QS. Al-Baqarah : 185)

2.    Bayan At-Tafsir
Yang disebut dengan bayan al-tafsir adalah bahwa kehadiran hadits berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur�an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan / batasan (taqyid) ayat-ayat al-Qur�an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (taksish) terhadap ayat-ayat al-Qur�an yang masih bersifat umum. Diantara contoh tentang ayat-ayat al-Qur�an yang masih mujmaladalah perinyah mengerjakan shalat, puasa, zakat, disyariatkannya jual beli, nikah, qhisash, hudud dan sebagainya. Ayat-ayat al-Qur�an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syarat, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW, melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut. Sebagai contoh dibawah ini akan dikemukakan hadits yang berfungsi sebagai bayan al-tafsir:
��� ��� �������� ���� (���� ������� �����)
Artinya:   Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat� (H.R Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur�an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satunya terdapat dalam ayat yang Artinya:Dan kerjakanlah shalat, tunaikan zakat, dan ruku�lah beserta orang-orang yang ruku�. (Q.S Al-Baqarah : 43)
3.    Bayan At-Tasyri�
Dimaksud dengan bayan at-tasyri� adalah mewujudkan sesuatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur�an. Bayan ini jugaa disebut dengan bayan zaid �ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan sebagai ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada dalam Al-Qur�an.
Hadits bayan at-tasyri� ini merupakan hadits yang diamalkan sebagaimana dengan hadits-hadits lainnya. Ibnu Al-Qayyim pernah berkata bahwa hadits-hadits Rasulullah Saw itu yang berupa tambahan setelah al-Qur�an merupakan ketentuan hukum yang patut ditaati dan tidak boleh kitaa tolak sebagai umat Islam.
Suatu contoh dari hadits dalam kelompok ini adalah tentang hadits zakat fitrah yang berbunyi:
�� ���� ���� ��� ���� ���� ���� ��� ���� ������� ���� � ��� ���� � ���� �� ��������� �� ������� �� ������� ��� �� ���� �� �������� (���� ����)
Artinya:   Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulam Ramadhan satu sukat (sha�) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.� (HR. Muslim)

Hadits yang termasuk bayan Tasyri� ini wajib diamalkan sebagaimana dengan hadits-hadits yang lainnya.


4.    Bayan  An-Nasakh
Kata An-Nasakh dari segi bahasa adalah al-itbal (membatalkan), Al-ijalah (menghilangkan), atau at-tahwil (memindahkan). Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh ini adalah dalil syara� yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada, karena datangnya kemudian. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadits-hadits muawatir dan masyhur saja. Sedangkan terhadap hadits ahad ia menolaknya.
Salah satu contoh hadits yang biasa diajukan oleh para ulama adalah hadits;
�� ���� �����
Artinya: �Tidak ada wasiat bagi ahli waris�.
Hadits ini menurut mereka me-nasakh isi Al-Qur�an surat Al-Baqarah ayat 180 yang berbunyi (artinya):
�Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.�(QS:Al-Baqarah:180)



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Hadits merupakan salah satu sumber ajaran Islam menempati kedudukan setelah Al-Qur�an, kehujjahan hadits sebagai sumber hukum dalam Islam didukung oleh beberapa dalil, yaitu dalil dari Al-Qur�an, hadits dan ketetapan para ulama� (ijma� ulama). Keduanya merupakan sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Al-Qur�an sebagai sumber pertama dan utama yang banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Karenanya fungsi hadits itu pada dasarnya memberikan suatu penjelasan dan keterangan serta perincian terhadap hal-hal yang di dalam Al-Qur�an belum jelas.

B.       Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami berikan terkait hadits sebagai sumber ajaran Islam. Mungkin dalam hal penulisan maupun isi terdapat kesalahan, karena itu kami mengharapkan sekali saran-saran yang bersifat membangun dari pembaca.