Pendahuluan
Di dalam islam, ilmu rijal al-hadis merupakan ilmu yang mempunyai kedudukan yang tak dapat dianggap remeh. Wilayah bahasan yang mencakup para tokoh hadis yang sangat berpengaruh dalam aspek sanad menjadikan ilmu ini mendapat perhatian yang sangat besar oleh para sarjana islam. Untuk mengetahui tentang status hadis, salah-satunya perlu dilakukan kajian tentang sanad hadis yang mencakup rawi-rawi hadis. Disinilah letak pentingnya ilmu rijal al-hadis ini.
Periwayatan dalam islam mencakup aspek tokoh periwayat itu sendiri. Seiring dengan hal inilah Ilmu Rijal al-Hadis tersebut tumbuh. Berbagai pertanyaan tentang kehidupan periwayat mulai kepribadian, tempat tinggal, umur, guru, murid, tahun kelahiran-wafat, kredibelitas keilmuan dan lain sebagainya, kental mewarnai Ilmu Rijal al-Hadis ini. Diperlukannya data-data seperti ini adalah untuk mengetahui sejauh mana seorang tokoh mumpuni dalam keilmuan hadis dan bagaimana kedudukannya dalam bidang hadis ini.
Bukti daripada besarnya perhatian ulama dalam ilmu ini adalah banyaknya bermunculan karangan-karangan tentang tokoh hadis. Salah satu karya dalam bidang ini adalah kitab Thabaqat al-Ulama al-Hadis yang dikarang oleh Imam Ibnu al-Hadi. Dalam kitab tersebut beliau membahas tentang tokoh hadis dari kalangan al-Huffaz. Demikian ini merupakan salah satu usaha para ulama dalam kajian ini.
BAB II
Pembahasan
A. Biografi Imam Ibnu Al-Hadi
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Ahmad bin Abdul Hadi bin Abdul Hamid bin Abdul Hadi bin Yusuf bin Muhammad bin Qudamah. Dilahirkan di al-Shalihyyah pada tahun 705 H. menurut pendapat paling unggul. Lahir dari kalangan keluarga yang kental dengan suasana agamis dan berpendidikan. Bapak beliau (Ahmad) termasuk salah satu ulama yang menjadi sandaran dalam keilmuan agama dan merupakan seseorang yang zahid, guru dan sandaran dalam keilmuan. Beberapa orang yang pernah berguru kepada Imam Ahmad adalah Ibnu Rofi’ al-Husaini dan Ibnu Rajab.
Sebagaimana umumnya seorang ulama pada zaman itu, Imam Ahmad menginginkan agar anaknya menjadi seorang ulama hadis dengan sanad ‘ali. Muhammad mulai berguru kepada ahli-ahli hadis pada masa itu. Ia belajar hadis dari Zainab putrid al-Syaikh Kamal ad-Din al-Shalihiyyah, Isa al-Mutha’im, Abu Bakar Ahmad bin Abu al-Daim (guru Ibnu Thaimiyyah, dan lain sebagainya.
Dalam bidang fiqih, beliau telah menghafal kitab al-Miqna’ karangan al-Qadhi Sulaiman bin Hamzah (wafat tahun 715 H.). Beliau lalu menyempurnakan keilmuannya dengan berguru kepada dua imam besar dalam mazhab Hanbali yaitu al-Qadhi Muhammad bin Muslim bin Malik (wafat tahun 726 H.) dan Ismail bin Muhammad al-Harrani (wafat tahun 729 H.). Dalam bidang qiraat beliau sempat belajar kepada ibnu Baskhan, sedangkan dalam bidang nahwu beliau belajar kepada Abu al-Abbas al-Andarsyi, salah seorang yang mensyarahi kirab al-Tashil karya Ibnu Malik.
Pada tahun 721 H., yaitu setelah berumur 16 tahun, beliau melanjutkan perlawatan mencari ilmu dengan berguru kepada dua ulama besar pada masa itu, yatu al-Mizzy dan Ibnu Taimiyah. Pertama yang ia pelajari adalah ilmu ilal al-hadis setelah belajar sanad hadis, dan juga mempelajari tentang ilmu fahmi al-syari setelah matang dalam mempelajari fiqih. Pengarang kitab Thabaqat al-Ulama al-Hadis ini menimba ilmu dengan sungguh-sungguh kepada Imam al-Mizzy dalam bidang hadis dan bahasa arab, dan beliau belajar tentang hadis lebih mendalam lagi sampi beliau menjadi imam dalam ilmu ini. Bahkan dikatakan bahwa tidak ada seesorang setelah Abu Hayyan (ahli Nahwu) yang seperti beliau dalam bidang bahasa arab, lebih khusus lagi dalam bidang tashrif.
B. Wafatnya Beliau
Para ahli sejarah sepakat bahwa Imam Ibnu al-Hadi wafat pada tanggal 14 Jumadil awal tahun 744 H. pada umur 39 tahun. Umur yang masih terbilang muda untuk seorang guru besar. Beliau sempat jatuh sakit 3 bulan sebelumnya. Sakit beliau bertambah parah dan kemudian wafat pada hari itu juga sebelum azan ashar berkumandang. Beliau meninggalkan seorang istri bernama ‘Aisyah dan seorang anak bernama Umar bin Muhammad (wafat umur 46 tahun). Adapun kata-kata terakhir yang beliau ucapkan adalah “Asyhadu an La Ilaha Illa Allah, Wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allah, Allhumma ij’alni min al-Tawwabina wa ‘ij’al ni min al-Mutathahhirin”.
Beliau dishalati pada hari kamis di Masjid Jami’ al-Mudhaffary. Para peziarah yang datang saat itu adalah termasuk para hakim, ulama-ulama, pemimpin, pedagang dan masyarakat umum. Salah seorang ulama yang hadir pada waktu itu adalah Imam al-Zahabi. Imam al-Zahabi saat itu menangis dan berkata “tidaklah saya bersamanya kecuali saya mendapatkan suatu hal yang berguna”. Beliau disemayamkan di kuburan al-Raudhah didekat kuburnya Imam Saifuddin bin ‘Isa.
Para ulama bahwa Imam Ibnu al-Hadi adalah seorang ulama besar yang mumpuni berbagai ilmu agama seperti tafsir, hadis, qiraat, fiqih, ushul, lughah, dan ilmu tentang arab. Prestasi inilah yang menjadikan beliau termasuk orang yang cerdas dimana prestasi tersebut belum tentu terkalahkan oleh para sesepuh guru. Tetapi ilmu yang lebih dominan dalam benak beliau adalah ilmu rijal dan ilmu ilal. Beliau mendalami kedua ilmu tersebut sampai keakar-akarnya.
Imam Ibnu al-Hadi mempunyai sifat yang agung. Beliau adalah seorang yang dermawan dan tidaklah silau terhadap gemerlap dunia. Beliau terkenal dengan sikap diam dan tenang dalam majlis, hal ini adalah dikarenakan beliau sangat menjaga ketawadhu’an. Beliau terkenal sabar terhadap kefakiran sepanjang hidupnya sampai-sampai beliau terpaksa menjual kitab beliau untuk membeli gandum.
C. Karya-karya Imam Ibnu Al-Hadi
Imam Ibnu al-Hadi meninggalkan banyak karya yang menunjukkan kredibilitas dan kemampuan beliau dalam bidang keilmuan. Karya-karya beliau diantaranya:
1. Ijtima’ az-Zamirin (menurut Ibnu Rajab kitab tersebut terbilang satu juz).
2. Ahadis al-Jam’ baina al-Shalataini fi al-Hazar (menurut Ibnu Rajab kitab tersebut terbilang satu juz).
3. Ahadis hayah al-Anbiya fi Quburihim (menurut Ibnu Rajab kitab tersebut terbilang satu juz).
4. Ahadis al-Shalah ‘ala al-Nabi Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallama.
5. Al-Ahkam al-Kubra (terdiri dari 8 jilid dan belum sempurna.Hal ini disebutkan oleh al-Shafady dalam kitab al-Wafa bi al-Wafiyat, Ibnu Rajab dalam kitab Zail Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Hajar dalam kitab al-Durau al-Kaminah, dan al-Suyuti dalam kitab Thabaqat al-Huffaz).
6. Al-‘Ilam fi Zikri Masyayikh al-Aimmah al-‘A’lam (Ash’habu al-Kutub al-Sittah). Imam Ibnu Rajab berpendapat bahwa kitab ini terdiri dari beberapa juz. Hal ini disebutkan pula oleh al-Baghdadi dalam kitab Hidayah al’Arifin.
7. Iqamah al-Burhan ‘ala ‘Adami Wujubi Shaumi Yauma al-Isnaini min Sya’ban. Imam Ibnu Rajab berpendapat bahwa kitab ini terdiri dari beberapa juz. Hal ini disebutkan pula oleh al-Baghdadi dalam kitab Hidayah al’Arifin.
8. Al-Akl min al-Simar al-Lati La Haitha ‘Alaiha. (menurut Ibnu Rajab kitab tersebut terbilang satu juz).
9. Al-Amru bi al-Ma’ruf wa an-Nahyu ‘an al-Munkar. (menurut Ibnu Rajab kitab tersebut terbilang satu juz).
Dalam muqaddimah pentahqiq kitab Thabaqah al-Ulama al-Hadis ini disebutkan sampai 75 buah kitab.
D. Sistematika dan Metode Pemaparan Kitab
Ibnu al-Hadi menamai kitab ini dengan nama Mukhtasharun fi Thabaqati al-Ulama’ al-Hadis dengan pengertian bahwa kitab ini bukanlah meringkas suatu kitab, akan tetapi konteks pada saat itu, kebiasaan yang berlaku adalah, jika ada nama “mukhtashar” pada sebuah kitab, maka tidak selalu diartikan bahwa kitab tersebut sebagai ringkasan sebuah kitab lain, akan tetapi kitab tersebut adalah sebuah ringkasan sejarah para ulama’ hadis.
Kata Thabaqat al-Ulama al-Hadis terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai penjelasan sebagaimana berikut:
1. Thabaqat:
Istilah ini telah muncul pada abad kedua hijriyah saat mulai berkembangnya ilmu hadis dan sistem isnad. Thabaqah disini mempunyai arti tingkatan. Jumlah thabaqat dalam kitab-kitab rijal mempunyai jumlah yang berbeda dari masing-masing mushannif.
2. Sebagian pengarang kitab toko hadis membuat karya sebuah kitab dengan istilah al-Huffaz dan al-Muhaddis. Istilah al-Huffaz digunakan untuk orang yang menjaga sunnah rasul sampai sanad-sanadnya, mempunyai perhatian penuh terhadap sunnah, dan mengetahui seluk-beluk sunnah mulai para rawi dan sifat-sifat mereka, kehidupan, kedudukan intelektual dan lain sebagainya. Ibnu al-Hadi memakai istilah Ulama hadis dimana yang dimaksud adalah al-Huffaz.
Mengenai rujukan yang dipakai oleh kitab ini, sebagian ulama masih meneliti tentang hal tersebut mengingat Imam Ibnu al-Hadi tidak banyak berkomentar dalam muqaddimahnya. Sebagian berpendapat bahwa sumbernya adalah kitab Tazkirah al-Huffaz milik al-Zahabi.
Jumlah huffaz yang ada dalam kitab tersebut adalah sebanyak 1156 orang. Diawali dari sahabat Abu Bakar dan diakhiri dengan Ibnu Thaymiyyah. Sesuai namanya, urutan thabaqah dimulai dari sahabat nabi, tabiin, tabi’ tabiin dan seterusnya.
Metode yang digunakan oleh Imam Ibnu al-Hadi dalam memaparkan kitab Thabaqat al-Ulama al-Hadis tidaklah jauh berbeda sebagaimana yang dipakai oleh para ulama dimasanya. Dalam hal ini, bisa kita bagi kedalam enam bagian sebagaimana berikut:
1. Bagian Pertama
· Menyebutkan nama terkenal dari seorang tokoh, dan menjadikan nama tersebut sebagai judul. Pada nama ini juga dicantumkan rumus-rumus yang menunjukkan bahwa tokoh tersebut ada dalam kutub al-sittah. Rumus-rumus yang digunakan adalah:
a. Sahih al-Bukhari: أ
b. Sahih Muslim: م
c. Sunan Abu Dawud: د
d. Sunan al-Nasa’i: س
e. Sunan al-Turmuzi: ت
f. Sunan Ibnu Majjah: ق
g. Sunan al-Arba’ (Sunan Abu Dawud, Sunan al-Turmuzi, Sunan Ibnu Majjah, Sunan al-Nasa’i): ٤
h. Seluruh Kutub al-Sittah: ع
· Menyebutkan lafad yang menunjukkan kedudukan (gelar) seorang tokoh dalam bidang keilmuan seperti al-Imam, al-Hafiz, al-Muqri’.
· Lalu menyebutkan kunyah atau laqab.
· Menyebutkan nama asli para tokoh, nama bapak mereka dan terkadang menguraikan tentang nasab mereka secara panjang lebar.
· Menyebutkan nasab para tokoh berdasarkan suku, kota atau negara, lalu mazhab dalam bidang fiqih dan pekerjaan mereka.
· Menyebutkan karya-karya mereka.
· Menyebutkan sifat-sifat adil mereka (jika memang termasuk orang yang adil.
2. Bagian kedua:
· Menjelaskan tentang tahun kelahiran seorang tokoh, juga tahun wafat.
· Menjelaskan tentang masa-masa seorang tokoh dalam mencari ilmu dan kapan dimulainya mendengar hadis.
3. Bagian ketiga:
Menjelaskan para guru dari tokoh tersebut. Terkadang penjelasan ini sangat luas sekali. Menjelaskan tentang negara dimana mereka mendengar, tata cara menerima hadis.
4. Bagian keempat:
Menyebutkan para murid yang terkenal dan orang-orang yang meriwayatkan hadis dari seorang tokoh yang dibahas.
5. Bagian kelima:
Langkah terakhir ini adalah dengan menyebutkan tanggal wafat seorang tokoh yang dibahas tersebut. Terkadang juga disebutkan pula nama-nama orang terkenal seperti para pemimpin dan para ulama yang wafat pada tahun tersebut.
Contoh dalam kitab.
Sekilas Tentang Tahqiq Kitab
Tahqiq terhadap kitab dilakukan dengan menggunakan naskah yang ada di Perpustkaan Al-Ahmadiyyah dikota Halb. Itu adalah satu-satunya kitab dengan jumlah lembarannya mencapai 279 lembar. Ditulis dengan khat nuskhy. Nama-nama rawi ditulis dengan khat nuskhy dengan ukuran agak tebal.
Jumlah baris dalam satu halaman mencapai 25 baris. Sedangkan jumlah kata dalam satu baris berkisar antara 12 sampai 14 kata. Kitab tersebut tidak menyebutkan keterangan waktu kapan kitab itu dibuat walaupun pendapat yang lebih unggul mengatakan bahwa bentuk rasm serta potongan kertas diindikasi bahwa kitab itu dibuat sekitar abad kesembilan hijriyah.
BAB III
Penutup
Kitab Mukhtasharun fi Thabaqati al-Ulama’ al-Hadis ini merupakan salah satu kitab yang membahas tentang tokoh-tokoh hadis dalam jajaran huffaz. Kitab ini sebuah ringkasan sejarah para ulama’ hadis. Walaupun mungkin kitab ini tidaklah banyak dikenal dan dijadikan sebagai kitab induk, kitab ini tetap kitab yang istimewa dan turut menambah kekayaan literatur islam.
Didalamnya disebutkan rawi-rawi di kalangan para huffaz mulai sahabat sampai tabiin dan seterusnya. Model pemaparannya adalah dengan menyebutkan nama terkenal, laqab, kunnyah, gelar dalam keilmuan, para guru dan murid serta rihlah dalam mencari ilmu.
Tahqiq terhadap kitab ini dilakukan dengan menggunakan naskah yang ada di Perpustkaan Al-Ahmadiyyah dikota Halb. Itu adalah satu-satunya kitab dengan jumlah lembarannya mencapai 279 lembar. Ditulis dengan khat nuskhy. Nama-nama rawi ditulis dengan khat nuskhy dengan ukuran agak tebal. Jumlah baris dalam satu halaman mencapai 25 baris. Sedangkan jumlah kata dalam satu baris berkisar antara 12 sampai 14 kata. Kitab tersebut tidak menyebutkan keterangan waktu kapan kitab itu dibuat walaupun pendapat yang lebih unggul mengatakan bahwa bentuk rasm serta potongan kertas diindikasi bahwa kitab itu dibuat sekitar abad kesembilan hijriyah.
loading...
Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar