Memahami Hadits tentang Laknat Malaikat kepada Istri yang Menolak Ajakan Suami

Admin Saturday, December 25, 2010

Pendahuluan
Islam merupakan agama yang sempurna, yang hadir dengan kelengkapan sumber hukum yang berlaku kapan pun dan dimana pun. Al-Qur’an dan hadits. Guna sebagai petunjuk bagi para pemeluknya kapanpun dimanapun dan dalam berbagai aspek apapun; ekonomi, system pemerintahan, keluarga, bahkan rumah tangga.
Islam yang hanif adalah agama Allah yang kekal , menghendaki agar hubungan suami istri antara laki-laki dan perempuan mnjadi kuat, kekal dan mantap. Maka Nabi SAW menjelaskan kepada umatnya masalah-masalah yang bisa menyusupkan kelemahan atau keretakan dalam hubungan tersebut. Sebagaimana beliau juga telah memberikan batasan hak-hak kepada suami atas istrinya dan hak-hak istri atas suaminya, sehingga hubungan itu benar-benar menjadi harmonis.
Kehidupan rumah tangga dengan berbagai persoalan-persoalan yang lumayan rumit, oleh karena itu Rasulullah selalu memperingatkan  betapa urgennya memahami seluk-beluk kehidupan rumah tangga. Khususnya, pada makalah ini kepada wanita muslimah agar selalu menta’ati perintah suaminya karena kewajiban mereka sebagai seorang istri.
Lalu, bagaimana jika seorang suami sedang “membutuhkan” istrinya, tapi si istri menolaknya, apakah ia telah mengabaikan salah satu hak suaminya tersebut?
Untuk lebih jelasnya, penulis mencoba mengupas permasalahan tersebut pada makalah ini.
Selamat membaca…



Hadits tentang “Laknat malaikat kepada istri yang menolak ajakan suami”
1.      Hadits Utama
·                   2998 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ تَابَعَهُ شُعْبَةُ وَأَبُو حَمْزَةَ وَابْنُ دَاوُدَ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ[1]
Artinya : “Telah menceritakan kepad kami Musaddad, menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari al-A’masy dari Abu Hazim dari Abu Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda : Apabila seorang lelaki memanggil istrinya ke tempat tidur, kemudian si istri tidak mendatanginya, lalu suaminya semalaman marah terhadapnya, maka para malaikat melaknatinya sampai pagi hari (HR. Bukhari no. 2998)[2]
2.      Takhrij Hadits
No
Nama kitab hadits
Bab
No hadits
1
Shahih Muslim
An-Nikah
2594
2
Sunan Abu Daud
An-Nikah
1829
3
Musnad Imam Ahmad
Dzikr al-Malaikat
7159, 8224, 8652, 9294, 4, 9664, 9835, 10313, 10524

3.      Klasifikasi Hadits
a)        Shahih al-Bukhari, Bab Nikah
·                4795  حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَاتَتْ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
·                4794 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
b)    Shahih Muslim, bab Nikah
2594و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا بَاتَتْ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ و حَدَّثَنِيهِ يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ حَدَّثَنَا خَالِدٌ يَعْنِي ابْنَ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ حَتَّى تَرْجِعَ

c)         Musnad Abu Daud, bab Nikah
1829حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو الرَّازِيُّ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَلَمْ تَأْتِهِ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ


d)        Musnad Imam Ahmad, kitab Bada’ al-Khulk, bab Dzikr al-Malaikat
·                7159 حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ وَابْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا بَاتَتْ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا بَاتَتْ تَلْعَنُهَا الْمَلَائِكَةُ قَالَ ابْنُ جَعْفَرٍ حَتَّى تَرْجِعَ
·                8224 حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَهْجُرُ امْرَأَةٌ فِرَاشَ زَوْجِهَا إِلَّا لَعَنَتْهَا مَلَائِكَةُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
·                8652 حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ قَالَ سَمِعْتُ زُرَارَةَ بْنَ أَوْفَى يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَاتَتْ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
·                9294 حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ وَوَكِيعٌ قَالَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي حَازِمٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ عَلَيْهِ فَبَاتَ وَهُوَ غَضْبَانُ لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى يُصْبِحَ قَالَ وَكِيعٌ عَلَيْهَا سَاخِطٌ
·                9664 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ وَحَجَّاجٌ قَالَ حَدَّثَنِي شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ زُرَارَةَ قَالَ حَجَّاجٌ فِي حَدِيثِهِ سَمِعْتُ زُرَارَةَ بْنَ أَوْفَى عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا بَاتَتْ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
·                9835 حَدَّثَنَا وَكِيعٌ قَالَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنِ أَبِي حَازِمٍ عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ وَهُوَ عَلَيْهَا سَاخِطٌ لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
·                10313 حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ وَعَبْدُ الصَّمَدِ قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ وَهَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَرْفَعُهُ قَالَ عَبْدُ الصَّمَدِ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا بَاتَتْ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةً لِفِرَاشِ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ أَوْ حَتَّى تَرْجِعَ
·                10524 حَدَّثَنَا هَاشِمٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى الْعَامِرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا بَاتَتْ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةً لِفِرَاشِ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
4.      Kualitas Hadits
Dengan melihat sumber rujukan hadis ini, mayoritas ulama menyatakan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ini adalah shahih. Setidaknya dalam kritik sanad, ia telah dianggap layak, benar dan valid [shahih].[3]
Ibn Hajar al-’Asqallani dalam kitab Fath al-Bari mendukung penuh kesahihan hadis ini. Baginya, ada beberapa hadis lain yang memperkuat [syawāhid] hadis di atas. Yaitu: riwayat Muslim dari Abi Hazim: “Demi Dzat yang menguasai diriku, seseorang yang memanggil isterinya ke ranjangnya (berhubungan intim), lalu sang isteri menolaknya, sungguh semua yang berada di langit mengutuk isteri tersebut sampai sang suami memaafkannya”.[4]

5.      Asbab al-Wurud Hadits
Penulis tidak menemukan asbabul wurud hadits ini, baik dalam syarah hadits maupun dalam kitab yang berkaitan dengan tema ini.
6.      Syarh Hadits
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Fath al-Bari, hadits ini menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, tidak menunaikan kewajban kepada suami, baik yang berkaitan dengan pelayanan maupun penjagaan harta, bisa mendatangkan murka Allah, kecuali jika suami memaafkannya.
Kedua, para malaikat akan mendoakan kejelekan bagi orang yang berbuat maksiat selama ia melakukannya. Mereka juga akan mendoakan kebaikan bagi orang yang taat selama ia melaksankan ketaatan.
Ketiga, nasihat agar membantu suami dan mencari keridhaannya. Hal itu karena kemampuan laki-laki uantuk menahan dorongan hasrat lebih rendah daripada perempuan.
Keempat, adanya godaan yang sangat besar bagi suami yang tidak menyalurkan kebutuhannya kepada istri. Karena itu, syari’at mendorong isti untk membantu suami dalam hal ini.
Kelima, pemenuhan syahwat bisa meneguhkan ketaatan kepaa Allah dan bersabar dalam beribadah kepada-Nya. Karena itu, para malaikat akan melaknat orang yang membuat marah hamba-Nya dengan menghalangi penyaluran syahwatnya.[5]
Pembahasan Isi Hadits
1.                  Seluk beluk kehidupan rumah tangga
Rumah tangga adalah suatu tatanan masyarakat terkecil, dan dari rumah tanggalah suatu tatanan masyarakat terbentuk. Keberhasilan suatu masyarakat atau kegagalannya dimulai dari keberhasilan dan kegagalan anggotanya dalam menjalankan roda kehidupan dalam rumah tangga. Dan sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa setiap rumah tangga minimal terdiri dari suami dan istri.
Oleh karena itu syari’at Al Qur’an memberikan perhatian besar kepada hubungan antara suami dan istrinya, sampai-sampai Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menjadikan baik dan buruknya hubungan seseorang dengan istrinya sebagai standar kepribadian seseorang. Sebagaimana sabda Nabi, yang artinya: “Janganlah seorang lelaki mukmin membenci seorang mukminah (istrinya), bila ia membenci suatu perangai padanya, niscaya ia menyukai perangainya yang lain.”[6]
Untuk menciptakan suasana rumah tangga yang harmonis dan penuh keterbukaan sehngga benar-benar tercipta sebuah rumah tangga yang sakinah, Islam menjelaskan secara lengkap dan detail tentang peraturan-peraturan serta seluk beluk kehidupan dalam berumah tangga. Dan setiap orang yang akan mengarungi hidup berumah tangga, wajib mereka untuk memahami peran masing-masing, suami maupun istri. Agar tidak terjadinya hal-hal yang menyebabkan keretakan hubungan yang mulia itu. Karena tentunya setiap orang pasti menginginkan kehidupan rumah tangga yang harmonis, jauh dari pertikaian, sehingga jika semua itu terjadi memungkinkan tidak berkahnya ruamh tangga yang mulanya dibentuk dari ikatan dan ‘aqad pernikahan itu.
2.                  Kewajiban istri adalah hak suami
Seseorang istri dalam sebuah bangunan rumah tangga memegang peranan penting yang tidak kalah dibandingkan dengan  peran seorang suami untuk mewujudkan keluarga yang surgawi dan penuh taburan rahmat dari Allah swt. Tidak sedikit kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang istri, sebagai rasa tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas rutinitas kesehariannya.
Tetapi kewajiban yang paling penting yang harus dijalankan dengan baik oleh seorang istri adalah melayani dan mematuhi suaminya dalam hal yang berhubungan dengan sebuah “kedekatan keluarga” antara suami dan istri, sehingga suami benar-benar terhibur dan hatinya selalu bahagia memiliki istri yang dapat dipertanggung jawabkan. Dan agar tercapai semua itu, seorang istri mesti memahami apa saja yang harus dilakukan kepada suaminya, agar suaminya tersebut selalu merasa nyaman dan bahagia hidup dengan istrinya.
Adapun kewajiban istri terhadap suami itu diantaranya adalah sebagai berikut:[7]
a)             Tunduk dan taat kepada perintah suami selama bukan untuk melakukan maksiat kepada Allah swt dan Rasul-Nya serta menyimpang dari ajaran agama.
b)             Menjaga kehormatan suami, memelihara hartanya, anak dan semua urusan rumah tangganya.
c)             Selalu mencari kerelaan suaminya dengan tidak meniggalkan rumah suami, serta tidak keluar tanpa izin da ridhonya..
d)             Tidak mengeluhdan mengumbar penderitaan secara sembarangan kepada oarng lain, karena akan memunculkan suatu intervensi dari pihak luar yang tidak bertanggung jawab.
e)             Menghargai suami dan usaha yang dilakukan dalam menunjang kehidupan rumah tangganya.
f)              Bersikap santun
g)             Memaafkan kesalahan-kesalahan yang diperbuat suaminya.
h)             Tidak tergoda untuk larut dalam pembicaraanorang lain yang bersifat memfitnah dan mengadu domba.
Rasulullah bersabda : “Bila seorang wanita telah menunaikan sholat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga kesucian farjinya, dan mentaati suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya, Masuklah ke surga dari delapan pintu surga yang manapun yang engkau suka.” [8]
Pada hadits ini Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam memberikan suatu pelajaran penting kepada kaum istri agar hubungannya dengan suaminya bukan hanya di dasari oleh rasa cinta semata. Akan tetapi lebih dari itu semua, ketaatannya kepada suami adalah salah satu bagian dari ibadahnya, dan salah satu ibadah yang amat agung, sampai-sampai disejajarkan dengan sholat lima waktu, dan puasa bulan Ramadhan. Sehingga dengan cara demikian, ketaatan dan kesetiaan kaum istri akan kekal hingga akhir hayatnya, dan tidak mudah luntur oleh berbagai badai yang menerpa bahtera rumah tangganya.

3.                  Penolakan terhadap suami; kedurhakaan seorang istri
Kehidupan berumah tangga akan indah, jika masing-masing anggotanya mendapat ketentraman. Sedang ketentraman akan terwujud jika sesama anggota keluarga saling menghargai, dan memahami tugas masing-masing. Namun, tatkala hal tersebut tidak ada, maka alamat kehancuran ada di depan mata. Diantara penyebab hancurnya keharmonisan itu adalah durhakanya seorang istri kepada suaminya.
Dan diantara bentuk kedurhakaan istri terhadap suaminya adalah ketika tidak terpenuhinya hak suami atas istrinya, yaitu hak di tempat tidur.  Sebenarnya hak ini merupakan hak persekutuan antara laki-laki dan perempuan secara bersama-sama. Tapi, adakalnya terjadi perselisihan antara suami dan istrinya, sehingga kadang-kadang menimbulkan pertengkaran dan keretakan.
Sebagaimana yang telah disebutkan pada hadits sebelumnya.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ تَابَعَهُ شُعْبَةُ وَأَبُو حَمْزَةَ وَابْنُ دَاوُدَ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ
Artinya : “Telah menceritakan kepad kami Musaddad, menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari al-A’masy dari Abu Hazim dari Abu Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda : Apabila seorang lelaki memanggil istrinya ke tempat tidur, kemudian si istri tidak mendatanginya, lalu suaminya semalaman marah terhadapnya, maka para malaikat melaknatinya sampai pagi hari”(HR. Bukhari)
Seorang suami saat ia butuh pelayanan biologis (jimak) dari istrinya, maka seorang istri tak boleh menolak hajat suaminya, bahkan ia harus berusaha sebisa mungkin memenuhi hajatnya, walaupun ia capek atau sibuk dengan suatu urusan. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا, وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ
“Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya, seorang istri tak akan memenuhi hak Robb-nya sampai ia mau memenuhi hak suaminya. Walaupun suaminya meminta dirinya (untuk berjimak), sedang ia berada dalam sekedup, maka ia (istri) tak boleh menghalanginya”.[9]
Pada hadits ini, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memberikan bimbingan kepada para wanita yang bersuami agar memperhatikan suaminya saat-saat ia dibutuhkan oleh suaminya. Sebab kebanyakan problema rumah tangga timbul dan berawal dari masalah kurangnya perhatian istri atau suami  kepada kebutuhan biologis pasangannya, sehingga “solusinya” (baca: akibatnya) muncullah kemarahan, dan ketidakharmonisan rumah tangga.
Syaikh Al-Albaniy-rahimahullah- berkata dalam Adab Az-Zifaf (hal. 210), “Jika wajib bagi seorang istri  untuk mentaati suaminya dalam hal pemenuhan biologis (jimak), maka tentunya lebih wajib lagi baginya untuk mentaati suami dalam perkara yang lebih penting dari itu, seperti mendidik anak, memperbaiki (mengurusi) rumah tangga, dan sejenisnya diantara hak dan kewajibannya”.
Mengapa hal ini sangat urgen sekali? Yusuf al-Qaradhawi dalam bukunya fiqih wanita menyatakan bahwa berdasarkan tabi’at dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya wanita itu bersikap pemalu dan dapat menahan diri. Karenanya diharuskan bagi wanita menerima dan mentaati panggilan suami. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits:  jika si istri dipanggil oleh suaminya karena perlu, maka supaya segera datang, walaupun dia sedang memasak.” (HR. Tirmidzi). Dianjurkan oleh Nabi saw. Supaya si istri jangan sampai menolak kehendak suaminya tanpa alasan, yang dapat menimbulkan kemarahan atau menyebabkannya menyimpang ke jalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan tegang.[10]
Meski begitu, hendaknya sang suami juga memperhatikan kondisi istrinya. Misalnya apakah sang istri dalam keadaan sakit, hamil, atau dirundung kesedihan. Sehingga tak terjadi perpecahan dan keharmonisan rumah tangga tetap terjaga.

4.                  Faedah hadits
Tentunya akan ada hikmah atau manafaat yang dapat diambil dari ketetapan hukum pada suatu teks atau dalil-dalil manapun. Begitupun dalam hadits ini, Allah tidak mungkin memberikan putusan hukum-Nya tanpa ada manfaat yang bisa diambil oleh hamba-hamba-Nya. Menurut Ibnu Abi Jumrah menyebutkan beberapa faedah dalam hadits ini: [11]
a)             Di dalamnya terkandung dalil tentang terkabulnya do’a para malaikat, entah baik entah buruk
b)             Di dalamnya terkandung pengertian bahwa kesabaran laki-laki untuk tidak berhubungan intim lebih lemah daripada wanita.
c)             Di dalamnya terkandung dalil bahwa gangguan yang paling sering menggelitik kaum laki-laki adalah kehendak untuk menikah. Maka hendaknya wanita membantu dalam hal ini.
d)             Di dalamnya terkandung isyarat keharusan taat kepada Allah dan sabar dalam beribadah kepada-Nya, sebagai balasan terhadap pengawasan Allah kepada hamba-Nya. Sebab Allah tidak membiarkan sedikit pun dari hak-Nya kecuali dijadikan orang yang siap melaksanaknnya. Sehingga para malaikat dijadikan melaknat orang yang membuat hamba-Nya marah, karena salah satu syahwatnya tidak dipenuhi. Maka setiap hamba harus memenuhi hak-hak Rabb-nya yang dituntut darinya. [12]
5.                  Kontekstualisasi
Islam sangat mengatur tata kehidupan umat manusia sebaik-baiknya, di dalamnya dijelaskan bagaimana berhubungan secara vertical (hablu minallah) dan secara horizontal (hablu minannas) yang mana keduanya tersebut saling berkaitan guna menempuh satu titik tujuan akhir, mendapatkan keridlaan Allah swt. Banyak hal yang dapat kita lakukan sebagai umat manusia yang tinggal di bawah naungan Islam, memperluas dan memperkuat hubungan sesama manusia demi terciptanya keharmonisan  dengan komunikasi yang seimbang di antara mereka.
Begitupun dalam kehidupan rumah tangga, komunikasi antar keluarga khususnya antara suami istri, sangat penting guna menghindari konflik-konflik yang dapat menimbulkan keretakan di antara keduanya tersebut.
Kembali pada hadits, di dalam hadits tersebut kita dapat mengambil konsep ideal moralnya, yakni totalitas ketaatan seorang istri kepada suami. Karena dengan taat dan patuh kepada suami, istri akan mendapatkan ridla Allah dan bahgia dalam hidupnya.
Ironisnya, pada saat-saat ini   banyak para istri yang masih tetap membangkang terhadap suaminya, lambat memenuhi keinginannnya dengan berbagai alasan, atau sengaja menangguh-nangguhkannya, tanpa mau mengerti apa yang dimaksud dengan murka Allah terhadap mereka. Mereka lupa bahwa dengan sikapnya itu berarti mereka tidak saja membangkang terhadap keinginan suami mereka, tetapi juga durhaka terhadap perintah Alla dan rasul-Nya.
Sebagian kaum wanita, ada yang melatar belakangi sikap pembangkangan mereka terhadap suaminya masing-masing dengan alasan bahwa mereka adalah juga manusia yang punya haraga diri. Mereka beranggapan bahwa memenuhi dengan segera keinginan suami mereka pada waktu kapanpun yang diingankan oleh suami mereka tidak sesuai lagi, bahkan bertentangan dengan norma keanusiaan dan harga diri mereka.[13] Dan ini merupakan perepsi yang sangat berbahaya yang bisa mengakibatkan kehancuran dalam berumah tangga. Oleh karena itu, sebaiknya seorang istri harus memperhatikan betul posisinya dan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang istri dan sebisa mungkin hak-hak suami mesti terpenuhi supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan keretakan hubungan suami istri.



6.             Kesimpulan
hadits mengenai laknat malaikat kepada istri yang menolak ajakan suami intinya lebih menekankan kepada totalitas ketaatan seorang istri kepada suaminya. Akan tetapi, hadits ini pula tidak boleh dijadikan  sebagai alat justifikasi otoritas para suami kepada istrinya untuk mengatur seenaknya tanpa memperhatikan kondisi yang dialami oleh istri dengan dalih ketaatan pada suami.
Jadi, agar terciptanya hubungan yang serasi dan harmonis perlu adanya komunikasi timbal balik antara mereka, suami mesti pandai merayu jangan sekedar “memaksa” saja. Terus, menurut pendapat penulis suami juga mesti pandai-pandai menilai diri sendiri dan juga memahami istrinya secara fisik maupun psikis. Hematnya, Saling memahami antar pribadi masing-masing adalah kunci utama dalam berumah tangga.

Wallahu A’lam………









                               DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Asqalaniy, Al-Hafidz Ibn hajar.  Fath al-Bary fi Shahih al-Bukhari,
Al-‘Uwaid, Muhammad Rasyid. Risalah Mukminah- Jangan Terperdaya, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2oo5.
Asmawi , Mohammad. Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan. Yogyakarta: Penerbit Darussalam, 2004.
Ibrahim, Majdi as-Sayyid. 50 Wasiat Rasulullah SAW bagi Wanita. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997.
Qaradhawi, Yusuf. Fiqih wanita. Bandung: Jabal, 2009
CD ROM, Mau’suah al-Hadits al-Syarif.


[1] HR. Bukhari, kitab Bada’ al-Khalq bab Dzikr al-Malaikat.
[2] Dalam kitab shahih bukhari, hadits yang berkaitan juga terdapat pada no hadits 4794 dan 4795
[3] Dapat di cross-chek langsung pada software CD ROM Musu’ah hadits al-Syarif
[5] Al-Hafidz Ibn hajar al-‘Asqalaniy, fath al-bary fi shahih al-Bukhari,
[6] HR. Muslim
[7] Mohammad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan,(Yogyakarta: Penerbit Darussalam, 2004), hlm.
[8] HR Ahmad, Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albani
[9] HR. Ibnu Majah dalam Kitab An-Nikah  no hadits 1853
[10] Yusuf Qaradhawi, Fiqih wanita (Bandung: Jabal, 2009), hlm. 47
[11] Majdi as-Sayyid Ibrahim, 50 Wasiat Rasulullah SAW bagi Wanita(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997)hlm. 70
[12] ibid
[13] Muhammad Rasyid al-‘Uwaid, Risalah Mukminah- Jangan Terperdaya, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2oo5),hlm. 18
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar