Hadis Nabi tentang Penciptaan Wanita dari Tulang Rusuk
Dalam tradisi Islam dikenal dan diyakini empat macam cara penciptaan manusia, diantaranya diciptakan dari tanah (penciptaan Nabi Adam AS), diciptakan dari tulang rusuk Adam (penciptaan Hawa), diciptakan melalui seorang ibu dengan proses kehamilan tanpa ayah, baik secara hukum maupun secara biologis (penciptaan nabi Isa AS), dan diciptakan melalui kehamilan dengan adanya ayah secara biologis dan hukum, atau minimal secara biologis semata (penciptaan manusia selain Adam, Hawa dan Isa).[1]Mengenai masalah penciptaan Hawa, ada beberapa hadis yang menyebutkan bahwasannya Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, padahal dalam al-Qur’an, laki-laki dan perempuan justru bersumber dari Diri yang sama, pada saat yang bersamaan, dan dengan cara yang sama; artinya, keduanya adalah setara dan berasal dari sumber yang sama. Al-qur’an, “dalam tema-tema besar yang dipaparkannya, tidak memandang perempuan sebagai sejenis laki-laki.[2] Terkait dengan hal ini, maka timbul kontroversi pendapat terhadap hadis tersebut, mulai dari kualitas perawi hadis, redaksi matan, hingga interpretasi terhadap makna hadis tersebut.
Namun, teks hadis inilah yang berkembang di masyarakat. Muncul persepsi di kalangan masyarakat bahwa perempuan lahir ke dunia dipandang sebagai makhluk yang lemah, yang serba kekurangan oleh sebab wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, wanita adalah makhluk yang emosional dan tidak rasional, yang lebih banyak mengedepankan emosi daripada kognisi, mengikuti perasaan daripada pikiran. Bahkan, ada riwayat yang menyebutkan bahwa di akhirat kelak sebagian besar wanita akan menjadi penghuni neraka.[3] Pandangan-pandangan semacam ini kemudian berperan membentuk gambaran perempuan sebagai makhluk lemah serta melegitimasi penyubordinasian mereka pada laki-laki.
Apakah benar hadis Nabi itu membawa pesan moral superioritas laki-laki atas perempuan, ataukah mungkin kita telah terjebak dibalik ungkapan legal formalnya yang ada dalam bingkai teks hadis tersebut.
Redaksi Hadis Hawa diciptakan dari Tulang Rusuk Adam
Bukhari 3084
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ وَمُوسَى بْنُ حِزَامٍ قَالَا حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ زَائِدَةَ عَنْ مَيْسَرَةَ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“ Saling berpesanlah kalian (bermakna: tawasau) untuk berbuat baik kepada kaum perempuan, karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk dan bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian paling atas. Maka jika kamu berusaha untuk meluruskannya, kamu akan mematahkannya, dan jika kamu membiarkan sebagaimana adanya maka ia akan tetap dalam keadaan bengkok. Maka saling berpesanlah kalian untuk berbuat baik kepada kaum perempuan. ”
Takhrij Hadis
Muslim 2670
حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ وَاللَّفْظُ لِابْنِ أَبِي عُمَرَ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ فَإِنْ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلَاقُهَا
Tirmidzi 1109
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَخِي ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَمِّهِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَرْأَةَ كَالضِّلَعِ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَإِنْ تَرَكْتَهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا عَلَى عِوَجٍ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي ذَرٍّ وَسَمُرَةَ وَعَائِشَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَإِسْنَادُهُ جَيِّدٌ
Ahmad 9419
حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ إِنَّمَا هِيَ كَالضِّلَعِ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
Ahmad 10044
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الذِّمَارِيُّ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ النِّسَاءَ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ لَا يَسْتَقِمْنَ عَلَى خَلِيقَةٍ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
Ahmad 10436
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا وَرْقَاءُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ وَإِنَّمَا هِيَ كَالضِّلَعِ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
Al-Darimi 2125
أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَسْتَمْتِعْ تَسْتَمْتِعْ وَفِيهَا عِوَجٌ
Syarah Hadis
Hadis ini menjadi dalil bagi para fuqaha dan yang lainnya, yang menyatakan bahwasannya Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Rasul menjelaskan bahwa hadis ini merupakan anjuran untuk berlaku lembut, sabar, baik terhadap karakter dan kecenderungan perempuan.
Otentisitas dan Validitas Hadis Tulang Rusuk; pro-kontra
Analisis Sanad
Para mufassir yang yakin bahwasannya Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam membangun keyakinannya tersebut berdasarkan beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Akan tetapi, misalnya Riffat Hasan (yang menolak), menyatakan bahwa semua hadis-hadis tersebut dinyatakan dla’if karena dalam pandangannya, dalam sanad hadis tersebut terdapat beberapa Rawi yang dianggap tidak tsiqah, yaitu Abu Zinad, Maisarah al-Asyja’i, Haramalah dan Zaidah. Riffat mendasarkan penilaiannya itu kepada adz-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-I’tidal fi Naqd ar-Rijal.[4]
Menurut hasil penelitian ulang dari penulis, perawi-perawi yang dianggap dla’if oleh Riffat, sebenarnya sama sekali tidak pernah dinilai dla’if oleh adz-Dzahabi, sebagaimana pengakuan Riffat. Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing dari mereka:
Pertama, ada tiga nama Zaidah yang dinilai dla’if oleh al-Dzahabi, mereka adalah (1) Zaidah bin Salim yang meriwayatkan dari ‘Imran bin ‘Umair, (2) Zaidah bin Abi Riqad yang meriwayatkan dari Ziyad an-Numairi, dan (3) Zaidah lain yang meriwayatkan dari Sa’ad. Adapun nama Zaidah yang terakhir ini telah dinilai dla’if oleh al-Bukhari sendiri, ini berarti tidak mungkin Bukhari memakai riwayat tersebut yang menurutnya dianggap dla’if. Dengan demikian, nama Zaidah yang dianggap dla’if oleh al-Dzahabi bukanlah Zaidah yang meriwayatkan hadis dari Maisarah sebagaimana yang terdapat dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim.
Kedua, Zaidah yang meriwayatkan dari Maisarah adalah bernama Zaidah bin Qudamah al-Tsaqafi Abu al-Shalah al-Kufi, ia adalah orang yang tsiqah, mempunyai murid Ibnu Mubarak, Abu Usamah dan Husain ibnu Ali. Adapun Maisarah yang dinilai dla’if oleh al-Dzahabi adalah Maisarah bin ‘Abd Rabbih al-Farisi, seorang pemalsu hadis. Dia meriwaytakan hadis dari Laits bin Abi Sulaim, Ibnu Juraji, Musa bin Ubaidahdan al-Auza’I. sedangkan murid-murid Maisarah bin Abd Rabbih al-Farisi sendiri adalah Syu’aib bin Harb, Yahya bin Ghilan, dll. Adapun Maisarah yang terdapat dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim adalah bernama Maisarah bin ‘Imarah al-Asyja’i al-Kufi, bukan orang yang dianggap dla’if oleh al-Dzahabi.
Ketiga, nama Abu Zinad, yang terdapat dalam sanad Bukhari dan Muslim adalah Abdullah bin Zakwan yang oleh al-Dzahabi sendiri dinilai sebagai seorang yang tsiqah syahir (orang yang terkenal terpercaya). Mengapa tsiqah syahir termasuk derajat yang kemudian dipahami oleh Riffat menjadi dla’if? Padahal dalam ilmu Jarh wa at-Ta’dil gelar tsiqah syahir termasuk derajat yang tinggi, dibawah yang tertinngi. Begitupula dengan Harmalah bin Yahya, nama lengkapnya adalah Haramalah bin Yahya bin Abdillah bin Imran Abu Hafs at-Taji al-Mishri, Harmalah bin Yahya ini, oleh al-Dzahabi tidak dianggap dla’if, bahkan dinilai Ahadu al-A’immah ats-Tsiqat (salah seorang imam yang terpercaya). Mengapa Riffat menilainya sebagai gahiru tsiqah (tidak terpercaya )?[5]
Dengan demikian, dapat disimpulkan, keempat perawi, yaitu Zaidah , Maisarah al-Asyja’i, Abu Zinad dan Harmalah bin Yahya yang dinilai dla’if oleh Riffat Hassan adalah tidak terbukti. Riffat telah keliru dan kurang cermat dalam melakukan kritik sanad. Berarti, hadis mengenai penciptaan perempuan riwayat Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah ditinjau dari segi sanad-nya adalah tetap shahih.
Analisis Matan
Hadis tentang penciptaan Hawa dari tulang rusuk memiliki matan yang berbeda-beda. Secara garis besar, matan hadis yang berbeda-beda memiliki dua arti jika dimaknai secara tekstual, yaitu perempuan diciptakan dari tulang rusuk, atau perempuan seperti tulang rusuk-sulit untuk ditentukan mana yang lebih kuat (rajih) karena sanadnya sama-sama sahih dan sama kuatnya.
Bagaimana dengan isi redaksi hadis tersebut? Dalam metodologi kritik matn (an-Naqd al-Dakhili), al-Adlabi, salah seorang tokoh ahli Hadis telah memberikan kriteria mengenai matn yang dinilai dla’if, yaitu:
(1) bertentangan dengan al-Qur’an
(2) bertentangan dengan rasionalitas akal sehat
(3) bertentangan dengan sejarah, dan
(4) susunannya tidak menunjukkan ciri-ciri sebagai sabda kenabian.[6]
Menurut penulis, hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tidaklah bertentangan dengan al-Qur’an, akal sehat, bila difahami secara metaforis (majazi).
Secara majazi, hadis tersebut membawa pesan moral agar kaum lelaki dapat bersikap bijaksana ketika menghadapi perempuan, karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan perempuan yang tidak sama dengan lelaki, dimana jika hal itu tidak disadari akan dapat mengantarkan kaum lelaki bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu merubah karakter dan sifat bawaan perempuan, kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.[7]
Pesan utama hadis itu adalah bagaimana seharusnya dan sebaiknya para suami memperlakukan istrinya, terutama mengenai metode memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan oleh istri. Kata Rasulullah memesankan, laki-laki (suami) harus mewasiatkan kepada dirinya sendiri untuk selalu berbuat baik kepada istrinya. Apabila ingin meluruskan kesalahan istri, luruskanlah dengan bijaksana, jangan dengan kasar dan keras sehingga mengakibatkan perceraian, atau jangan pula dibiarkan saja istri bersalah. Kemudian Rasulullah memanfaatkan penciptaan perempuan (Hawa) dari tulang rusuk yang bengkok untuk menjelaskan bahwa betapa laki-laki (suami) harus hati-hati dan bijaksana meluruskan kesalahan-kesalahan perempuan. Karena meluruskan kesalahan perempuan ibarat meluruskan tulang yang bengkok, kalau tidak hati-hati dan bijaksana bisa menyebabkan tulang itu patah. Menurut Ibnu Hajar, mulut perempuan ibarat bagian atas tulang rusuk yang paling bengkok. Kalau suami tidak pandai-pandai menghadapi mulut istri (tentu tidak semua istri seperti itu) tentu bisa menyebabkan perceraian. Dalam hadis lain disebutkan secara eksplisit bahwa yang dimaksud dengan patahnya tulang itu adalah perceraian.[8]
Jika dalam memahami hadis tersebut terlalu tekstualis, akan menimbulkan asumsi-asumsi misogyny terhadap perempuan, seharusnya pun perlu memahami ideal moral dari hadis tersebut, sehingga tidak terjebak dibalik ungkapan legal formalnya yang ada dalam bingkai teks hadis tersebut.
Pandangan Ulama tentang Matan Hadis
Mengenai hadis yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk-karena merupakan hadis Ahad (walaupun sanadnya sahih)-pada ulama dan sarjana masih berbeda pendapat mengenai keotentikan hadis tersebut sebagai sabda Nabi SAW. Apabila dicermati, secara umum mereka terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang menganggap hadis tersebut shahih baik sanad, maupun matannya, sehingga menerimanya sebagai sabda Nabi, dan kedua kelompok yang berpendapat bahwa matan hadis tersebut tidak sahih sehingga harus ditolak.
kelompok yang menerima hadis, terbagi menjadi dua pandangan. Pandangan pertama, memahami hadis tersebut secara tekstual, sehingga menurut mereka perempuan (Hawa) benar-benar diciptakan dari tulang rusuk laki-laki (Adam). Hadis ini bahkan dijadikan sebagai argumen untuk menafsirkan ayat-ayat al-Quran tentang awal penciptaan manusia, khususnya an-Nisa’ ayat 1
Dalam menafsirkan kata nafs wahidah dalam ayat tersebut, mereka mengartikannya dengan Adam, dan kata zaujaha dengan Hawwa. Kemudian sesuai informasi hadis diatas yang dipahami secara tekstual, mereka berpendapat bahwa penciptaan Hawwa tersebut adalah dari tulang rusuk Adam.[9]
Ketika menafsirkan hadis nabi tentang penciptaan perempuan dari tulang rusuk (yang bengkok), misalnya, Syeikh Athiyah Shaqar menyatakan bahwa “ Yang dimaksud dengan tulang bagian atas yang bengkok adalah akal dan pikirannya perempuan.[10]
Berbeda dengan pandangan mayoritas mufassir, Riffat Hassan memahami bahwa perempuan (Hawa) itu diciptakan bukan dari tulang rusuk Adam, melainkan dari nafs wahidah yang oleh Riffat sendiri ditafsirkan dengan a single source (sumber yang satu). Asumsi dasar yang dibangun Riffat adalah, jika perempuan (Hawa) itu berasal dari Adam, berarti secara ontologis maupun filosopis perempuan itu hanya derivasi dari laki-laki dan berarti pula perempuan tidak setara dengan laki-laki. Sebagai implikasinya, Riffat kemudian menolak argumentasi jumhur ulama dan juga hadis yang dijadikan landasan mereka.[11]
Reinterpretasi Makna Hadis; sebuah analisa
Dalam teks hadis yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk, tidak dijelaskan siapa perempuan yang dimaksud dan diciptakan dari tulang rusuk siapa. Namun, teks hadis inilah yang berkembang di masyarakat, bahkan mereka memberikan penafsiran lebih lanjut bahwa perempuan yang dimaksud dalam teks hadis itu adalah perempuan pertama, yaitu Hawa, dan dia diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang merupakan manusia pertama. Apalagi ditambah dengan matan hadis yang menggunakan kata “perempuan” dalam bentuk plural “an-nisa”, yang berarti seluruh kaum perempuan, tidak hanya perempuan pertama (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk. Secara tekstual, hadis ini bertentangan dengan ayat-ayat mengenai proses reproduksi kejadian manusia.[12]
Apabila dicermati konteks hadis-hadis ini sebenarnya berisi anjuran, atau bahkan perintah Nabi kepada laki-laki pada waktu itu supaya saling menasehati satu sama lain untuk berbuat baik kepada istri-istri mereka atau kaum perempuan secara umum.
Sabda Nabi tersebut hanya ditujukan kepada kaum laki-laki, ini sesuai dengan konteks masyarakat Arab ketika itu. [13]Sabda Nabi ini secara implisit menunjukkan bahwa dominasi laki-laki terhadap perempuan ketika itu (bahkan sampai dengan sekarang) sangat kuat dan kaum perempuan tersubordinasi, bahkan dapat dikatakan dalam keadaan tertindas sehingga Nabi merasa perlu untuk memerintahkan kaum laki-laki supaya memandang perempuan sebagai mitra yang sejajar. Nabi kemudian berusaha merombak budaya semacam itu dan berupaya meningkatkan derajat dan martabat kaum perempuan dengan mengibaratkan perempuan seperti tulang rusuk yang tidaklah dapat diubah-ubah seenaknya mengikuti kemauan laki-laki. Dengan tanpa menggunakan kekerasan laki-laki
justru akan dapat saling mengisi dan hidup berdampingan secara baik dengan perempuan.[14]
Pandangan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa para penulis kitab hadis menempatkan hadis-hadis ini pada pembahasan mengenai anjuran untuk berbuat baik kepada istri, bukan pada pembahasan mengenai awal penciptaan manusia. Al-Bukhari, disamping pada kitab al-hadis al-anbiya’ (yang hanya satu hadis), mnempatkan hadis-hadis ini pada kitab an-nikah, bab al-mudarah ma’a an-nisa’ (bab berbuat sopan dan lemah lembut kepada kaum perempuan) dan bab al-wusat bi an-nisa (bab wasiat mengenai kaum perempuan), sama halnya dengan An-Nawawi dalam syarah Shahih Muslimnya. Sementara itu asy-Syaukani menempatkan pada bab ihsan al-isyrah wa bayan haqq az-zaujain (bab berlaku baik dalam pergaulan (suami isti)[15]
Secara normatif, hadis tentang penciptaan Hawa dari tulang rusuk sama sekali tidak mengandung unsure misoginik. Sekalipun diciptakan secara berbeda, esensi kemanusiaan masing-masing tidak berbeda. Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk, Isa yang diciptakan hanya lewat seorang ibu, dan manusia lainnya diciptakan dengan proses reproduksi, semuanya berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Dengan demikian secara esensi semua manusia berasal dari asal ysang sama. Tapi secara histories, bisa saja hadis ini dipahami lepas dari konteksnya, sehingga terkesan melecehkan kaum perempuan atau memojokkan kaum perempuan yang diidentikkan dengan kebengkokan.
Kesimpulan
Demikianlah, dari uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Dari segi sanad, hadis tentang penciptaan Hawa dari tulang rusuk bernilai sahih, tetapi dari segi matan, kontroversi pemahaman tidak dapat dihindari. Khususnya matan yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk. Diantara mereka ada yang menerima dan ada yang menolak. Yang menerima secara tekstualis bahkan menggunakan hadis tersebut untuk menafsirkan QS. An-Nisa ayat 1 tentang penciptaan awal manusia, sehimgga menurut mereka Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Yang menerima secara metaforis (majazi), mengartikan bahwa laki-laki harus berlaku baik da bijaksana dalam menghdapi perempuan. Sementara yang menolak berargumen bahwa hadis tersebut harus ditolak karena tidak sesuai dengan ayat-ayat al-Qu’an.
2. Hadis tersebut apabila ditempatkan dalam konteksnya secara tepat dan dipahami secara utuh dari keseluruhan matan yang ada, maka hadis tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan penciptaan aawal perempuan. Hadis-hadis itu berisi pesan Nabi kepada kauma laki-laki waktu itu untuk berlaku baik kepada istri-istri mereka atau kepada kaum perempuan secara umum. Pesan Nabi tersebut merupakan salah satu manifestasi dari semangat ajaran Islam yang hendak menempatkan laki-laki dan perempuan secara sejajar.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi. Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi. Beirut: Dar al-Fikr, 1972.
Muhammad, Hussein. Islam Ramah Perempuan. Yogyakarta: LKiS, 2004.
Ilyas, Hamim. Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis “Misoginis”. Yogyakarta: Elsaq, 2003.
Yunahar Ilyas, Feminisme: Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
Mustaqim, Abdul. Tafsir Feminis versus Tafsir Patriarki. Yogyakarta: Sabda Persada, 2003.
(ed.), Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Jender. Yogyakarta: Gama Media, 2002.
Barlas, Asma. Cara Qur’an Membebaskan Perempuan terj. Cecep Lukman Yasin Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2005.
Wilcox, Lynn. Wanita dan Al-Qur’an; Dalam Perspektif Sufi. Bandung: Pustaka Hidayah, 2001.
[1] Yunahar Ilyas, Feminisme: Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997) hlm. 62.
[2] Asma Barlas, Cara Qur’an Membebaskan Perempuan terj. Cecep Lukman Yasin (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), hlm. 244-245.
[3] Abdul Muthi’ dalam (ed.), Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Jender, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 53.
[4] Yunahar Ilyas, Feminisme. hlm. 114
[5] Abdul Mustaqim, hlm. 157-158
[6] Abdul Mustaqim, hlm. 158-159.
[7] Abdul Musatqim, hlm. 159.
[8] Yunahar Ilyas, Feminisme,hlm. 116-117.
[9] Agus Moh Hajib dalam Hamim Ilyas (ed.), Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis “Misoginis”, (Yogyakarta: Elsaq, 2003), hlm. 40-41.
[10] Hussein Muhammad, Islam Ramah Perempuan, (Yogyakarta: LKiS, 2004) hlm. 183-184.
[11] Abdul Mustaqim, Tafsir Feminis versus Tafsir Patriarki, ( Yogyakarta: Sabda Persada, 2003) hlm. 154-155.
[12] Lihat QS. Al-Mu’minun: 12-14, an-Nisa’: 1, al-A’raf: 189, az-Zumar: 6, Fathir: 11, ash-Shaffat: 11, al-Hijr: 26.
[13] Agus Moh Hajib dalam Hamim Ilyas (ed.), Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis “Misoginis”, (Yogyakarta: Elsaq, 2003), hlm. 46.
[14] Agus Moh Hajib dalam Hamim Ilyas (ed.), Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis “Misoginis”, (Yogyakarta: Elsaq, 2003), hlm. 48
[15] Agus Moh. Hajib, hlm. 46-47.
loading...
Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar