KUPAS TUNTAS IDEOLOGI PATRIARKHI MEDIA

Monday, May 07, 2018

KUPAS TUNTAS IDEOLOGI PATRIARKHI MEDIA

Oleh. Mustofa
Kata Kunci : Ideologi, Kultur Patriarkhi & Media.

Pendahuluan.

Bila disadari, sebuah media sebenarnya tidak berada pada ruang yang vakum. Karena itu media tidak bebas nilai bahkan mempunyai bias yang cukup besar bagi perkembangan pola pikir masyarakat. Media massa[1] sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik dan fakta yang beragam dan kompleks.[2] Bahkan media massa -menurut Louis Althusser (Reading Capital, 1971) - mampu menjadi bagian dari alat negara (atau institusi apapun) yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan masyarakat terhadap kelompok yang berkuasa (ideological states apparatus).

Akan tetapi asumsi Louis Althusser tentang media tersebut dianggap Antonio Gramsci ( Prison Notebooks, 1971) mengabaikan resistensi ideologis dari kelas tersubordinasi dalam ruang media. Menurut Gramsci, media merupakan arena pergulatan antar ideologi yang saling berkompetisi (the battle ground for competing idelogies). Gramsci memandang bahwa media mampu menjadi ruang di mana berbagai ideologi direpresentasikan. Dengan demikian media satu sisi mampu menjadi sarana penyebaran ideologi tertentu, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik.

Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media mampu menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan. Dengan demikian, media massa bukan sesuatu yang bebas, independen, tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial. Ada berbagai kepentingan yang bermain dalam media massa. Baik kepentingan ideologi antara masyarakat dan kulturnya maupun kepentingan yang lain seperti kepentingan kapitalisme pemiliki modal dan kepentingan keberlangsungan (suistainabilitas) lapangan kerja.
Dalam kondisi dan posisi seperti itu, media massa tidak mungkin berdiri statis di tengah-tengah melainkan akan terus bergerak dinamis di antara pusaran-pusaran kepentingan yang sedang bermain. Kenyataan inilah yang menyebabkan bias berita di media massa menjadi sesuatu yang sulit untuk dihindari. Meskipun demikian, bias yang ada dalam sebuah media memiliki derajat yang berbeda-beda. Ada yang derajatnya rendah, tinggi dan amat tinggi sehingga derajat yang terakhir ini kadangkala memiliki analisa yang justru berbeda jauh atau bahkan berseberangan dengan fakta yang sesungguhnya.
Para ahli komunikasi mengatakan, media massa sangat berpengaruh terhadap pembentukan realitas sosial. Komunikasi massa selalu mempunyai dampak pada diri seseorang atau sekelompok orang akibat dari pesan yang disampaikan kepadanya. Dampak kognitif berhubungan dengan pemikiran, dampak emosional berhubungan dengan perasaan (senang, sedih, marah, sinis dan sebagainya). Dampak kognitif juga mencakup niat, tekad, upaya, dan usaha yang berkecenderungan diwujudkan menjadi suatu kegiatan.

Media massa tidak hanya memiliki dampak langsung terhadap individu, tetapi juga mempengaruhi kebudayaan dan pengetahuan kolektif serta nilai-nilai di dalam masyarakat. Media massa menghadirkan perangkat citra, gagasan dan evaluasi yang menjadi sumber bagi audiensnya untuk memilih dan menjadikan acuan bagi pelakunya. Karena itu, berhubung dengan tema di atas, tulisan ini berusaha untuk mengupas, melihat lebih jauh dan berusaha mengerti terkait terntang ideologi patriarkhi media yang selama ini terasa sangat begitu ketara khususnya terlihat di beberapa produk iklan yang sering ditampilkan kepada khalayak baik kepada pembaca maupun pemirsa.
Apa maksud dan tujuan 

Perempuan & Ideologi Media. 

Jika ada ciptaan Tuhan yang paling menarik perhatian sepanjang masa, maka itu tiada lain adalah perempuan. Tidak ada habisnya perempuan diperbincangkan, mulai dari kecantikannya, perilakunya, perannya dan semua gerak-geriknya seakan belum ada pengertian yang mencakup dan menyeluruh tentang perempuan. Kondisi demikian sebenarnya sudah ada sejak dulu, namun tampaknya makin lama tampak mengeksplotir perempuan. Hal itu bisa dilihat dalam media baik cetak (koran dan tabloid), televisi (iklan dan sinetron) dan internet, semakin lama daya tarik fisik perempuan semakin ditonjolkan. Tubuh dan seksualitas perempuan dijadikan alat komoditi untuk tujuan komersil dimana kapitalisme atas nama globalisasi sangat berperan kuat.

Dari produk iklan seperti; menawarkan rokok, minuman penambah energi, obat penambah tenaga dan semangat lembur bagi lelaki, kondom, motor, dll, sangat banyak yang berhubungan langsung dengan perempuan dengan semata untuk menarik perhatian. Semua terlihat sarat akan eksploitasi tubuh perempuan, juga sangat merendahkan martabat perempuan serta memberikan contoh pelecehan seksual terhadap perempuan. Karena itu iklan tidak jarang menampilkan perempuan sebagai objek seks dan instrumen seks.
Sekedar memberikan contoh: sebuah iklan pompa air menggambarkan produk sebegitu jauhnya, ketika mengasosiasikan kekuatan pompa airnya sebagai “kuat sedotannya dan kencang semburannya” dengan fokus gambar sepasang laki-laki dan perempuan yang menggunakan busana minim model kemben. Orang tentu akan segera berpikir dan berfantasi tentang aktivitas seks dengan iklan tersebut. Contoh lain tentang iklan kopi susu yang menyajikan model laki-laki sedang merasakan nikmatnya kopi sambil berkata “pas susunya”, kemudian diakhiri dengan munculnya payudara. Disini unsur pelecehan seksualitas perempuan sangat kuat terlihat.

Walaupun beberapa media telah mencoba menampilkan liputannya dengan menghormati perempuan korban, misalnya dengan menyembunyikan identitasnya dan dengan menjelaskan kejadian secara ringkas serta deskriptif saja, tetapi cukup banyak media lain justru melakukan kekerasan dengan pengobjekan perempuan korban kekerasan. Media sering bersikap sangat tidak adil pada korban, dan lebih bersimpati pada pelaku. Berita kekerasan seksual ditampilkan dengan memaksimalkan imajinasi seksual seperti; menaikkan syahwat pembaca, mengobjekkan perempuan yang telah menjadi korban. Media melakukan kekerasan seksual dalam meliput berita-berita kekerasan seksual.


DAFTAR PUSTAKA

Siti Sholihati, Wanita dan Media Massa, (Yogyakarta; Teras, 2007). Hlm.
Julia Cleves Mosse, Half the World, Half a Chance; An Introduction to Gender and Development,  Hartian Silawati (terj), Gender dan Pembangunan, (Yogyakarta; Rifka Anisa’ dan Pustaka Pelajar, 2007). 20-155.
Nusyahbani Katjasungkana (dkk), Potret Perempuan; Tinjauan Politik, Ekonomi, Hukum di Zaman Orde Baru, (Yogyakarta; PSW UMY dan Pustaka Pelajar, 2001), 23-107.
______________________________________
[1] Media massa adalam media yang digunakan manusia untuk berkomunikasi antar mereka, secara massal dan cenderung satu arah. Di Indonesia yang dimaksud media massa adalah surat kabar, tabloid, majalah, radio, dan televisi. Tiga yang disebutkan pertama merupakan media cetak, sementara dua lainnya adalah media elektronik. Pada perjalannya, media massa telah menjadi mata dan telinga sungguhan dari manusia bahkan bagi masyarakat modern, media massa telah menjadi kebutuhan dasar yang barangkali hanya beberapa tingkat pentingnya di bawah nasi. Heri Winarko, Mendeteksi Bias Berita; Panduan Untuk Pemula, (Yogyakarta; Klik ®, 2000), 7-8.
[2] Heri Winarko, Ibid., ix-x.
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar