Wafat dalam Al-Qur'an

Admin Tuesday, December 21, 2010
Oleh: Inayah Solihah 

PENDAHULUAN
            Secara umum dapat dikatakan bahwa pembicaraan tentang kematian bukanlah sesuatu yang menyenangkan, naluri manusia bahkan ingin hidup seribu tahun lagi. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang enggan mati, ada orang yang enggan mati karena tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian, atau mungkin juga karena membayangkan betapa sulut dan pedihnya kehidupan sesudah kematian, bahkan mungkin karena alas an belum memiliki persiapan dan takut mendapat siksaan.
            Dalam bahasa Indonesia, kata “mati” terkesan kasar dan dalam pemakaiannya lebih cenderung ditujukan kepada hewan. Sedangkan bagi manusia kata yang digunakan adalah “wafat”. Hal ini bertujuan untuk lebih memperhalus bahasa. Selain itu, bertujuan pula untuk memberikan penghormatan kepada manusia sebagai makhluk yang berakal dan paling mulia dibanding makhluk lain, walaupun dalam kenyataan selanjutnya tidak dapat dipungkiri bahwa banyak pula manusia yang perilakunya tidak berbeda dengan hewan.
            Dari pernyataan di atas, kita dapatkan  suatu statement  bahwa wafat berarti mati. Sehingga kata “tawaffa” yang merupakan asal kata dari wafat bermakna mematikan. Maka, bagaimanakah sebenarnya konsep “tawaffa” itu? Benarkah anggapan bahwa kata “tawaffa” itu hanyalah terbatas diartikan dengan mematikan saja? Dan bagaimanakah pula  Al-Qur’an mendeskripsikan makna “tawaffa”?
Terkait dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji konsep “tawaffa” tersebut. Baik itu melalui pemaknaan literer dengan kamus dan kosa kata dalam al-Qur’an, maupun dengan tela’ah kitab-kitab tafsir. Untuk itu pula, maka dipilihlah beberapa arti mengenai lafadh “yatawaffa”.








Kata “Wafat”  dalam Al-Qur’an

            Dalam kamus kosa kata al-Qur’an (Drs. Muhammad Thalib) hal.564, makna wafat dalam al-Qur’an terbagi menjadi 3:
1. Menidurkan
SURAT AL-AN’AM:60

وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَى أَجَلٌ مُسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (60)
Artinya: “Dan Dia-lah yang menidurkan kamu pada malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari. Kemudioan Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umurmu yang telah ditetapkan. Kemudian kepada-Nya tempat kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Arti lafadz”yatawaffakum” disini adalah “menidurkan”.

Sebagaimana disebutkan dalam tafsir al-Thabary:
 Imam Abu Ja’far berkata: Allah SWT berfirman kepada Nabi Muhammad: “Dan katakanlah kepada mereka , wahai Muhammad, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang berbuat Dhalim, dan Dialah yang menidurkan kamu semua dimalam hari kemudian mencabutnya{untuk sementara} dari jasad-jasadmu. Dan Allah juga mengetahui apa yang kamu lakukan pada siang hari”.

Sehubungan pernyataan diatas, terdapat beberapa hadits, diantaranya:
حدثني محمد بن الحسين قال، حدثنا أحمد بن المفضل قال: حدثنا أسباط، عن السدي:"وهو الذي يتوفاكم بالليل ويعلم ما جرحتم بالنهار"، أما"يتوفاكم بالليل" ففي النوم = وأما"يعلم ما جرحتم بالنهار"، فيقول: ما اكتسبتم من الإثم.
Dari Muhammad bin Hasan, dari Ahmad bin Al-Mufaddhol, dari Asbath, dari As-Suddiyyi berkata: bahwa yang dimaksud „menidurkan kamu dimalam hari“ adalah tidur dimalam hari. Sedangkan „Allah mengetahui apa yang kamu lakukan oada siang hari“ adalah dosa-dosa yang telah kamu lakukan.

Dan hadits:

حدثنا بشر بن معاذ قال، حدثنا يزيد بن زريع قال، حدثنا سعيد، عن قتادة قوله :"وهو الذي يتوفاكم بالليل"، يعني بذلك نومهم ="ويعلم ما جرحتم بالنهار" ، أي: ما عملتم من ذنب فهو يعلمه، لا يخفى عليه شيء من ذلك.
Dari Bisyr bin Mu’adz, dari Yazid bin Zuray’, dari Sa’id, dari Qatadah: bahwa ayat yang artinya”Dan Dialah yang menidurkanmu pada malam hari” adalah tidur. “dan Allah juga mengetahui apa yang kamu lakukan pada siang hari” yaitu dosa-dosa yang telah kamu lakukan maka Allah pasti mengetahuinya, tidak ada sesuatu pun yang samar bagi-Nya.


2. mengangkat ke langit (القبض اليه في السماء)
SURAT AL-MAIDAH AYAT 117

مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ.

Artinya: “ Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (yaitu), “sembahlah Allah, Tuhan-ku dan Tuhan-mu,” dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama ku berada ditengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Enkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau-lah yang Maha menyaksikan atas segala sesuatu”.

Dalam tafsir At-Thabari:
Imam Abu Ja’far berkata: Ayat diatas adalah bentuk pengkhabaran Allah tentang ucapan Nabi Isa (ketika menjawab pertanyaan Allah “ wahai Isa, engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua Tuhan selain Allah”, pada ayat sebelumnya) bahwa beliau ahnya melakukan apa yang diperintahkan Allah saja untuk menyampaikan pada umatnya.
Ayat diatas menunjukkan bahwa Allah berfirman seperti itu kepada Nabi Isa tidak l;ain hanya untuk memperlihatkan keadaan kaumnya (Nabi Isa) setelah beliau diangkat oleh Allah ke langit.


SURAT ALI IMRAN:55

إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Artinya: “Ingatlah, ketika Allah berfirman, “Wahai Isa! Aku mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku, serta menyucikanmu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu diatas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian kepada-Ku engkau kembali, lalu Aku beri keputusan tentang apa yang kamu perselisihkan”.

            Menurut Imam Abu Ja’far menyebutkan bahwa pada waktu kaum Nabi Isa mengepung rumah beliau, pada saat itulah Allah SWT berfirman kepada Nabi Isa “sesungguhnya Aku(Allah) mengambilmu dan mengangkatmu kepadaKu” maka Allah mengambilnya dan mengangkatnya ke langit. ‘Ulama’ ahli ta’wil berbeda pendapat mengenai arti lafadz        "الوفاة" dalam ayat ini, sebagian dari mereka berpendapat bahwa yang dimaksud wafat disini adalah "وفاة نَوْم" (dalam keadaan tidur). Jadi menurut mereka (sebagian ahli ta’wil) arti ayat tersebut adalah “sesungguhnya AKU(Allah) menidurkanmu dan mengangkatmu ke langit”.

Hal ini berdasarkan hadits riwayat Al-Mutsanna, dari Ishaq, dari Abdullah bin Abi Ja’far, dari ayahnya, dari Rabi’,bahwa arti ayat "إني متوفيك" adalah menidurkan dan Allah mengangkat Nabi Isa ketika beliau sudah tidur. Imam Hasan berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda kepada seorang yahudi “sesungguhnya Nabi Isa tidak mati, karena dia (Isa) akan kembali kepadamu sebelum hari kiamat”
            Sedangkan menurut sebagian yang lain (dari ahli ta’wil) berpendapat bahwa arti ayat "الوفاة" adalah " "القبض adalah mengambil. Mereka mengartikan arti ayat tersebut adalah “sesumgguhnya AKU mengambilmu …………………….
           

3. Mencabut nyawa (قبض الارواح بالموت)
            Terdapat dalam empat surat:
_SURAT GHAFIR: 77

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَإِمَّا نُرِيَنَّكَ بَعْضَ الَّذِي نَعِدُهُمْ أَوْ نَتَوَفَّيَنَّكَ فَإِلَيْنَا يُرْجَعُونَ
Artinya: “Maka bersabarlah engkau (Muhammad), sesungguhnya janji Allah itu benar. Meskipun kami perlihatkan kepadamu sebagian siksa yang kami ancamkan kepada mereka, ataupun kami wafatkan engkau (sebelum ajal menimpa mereka), namun kepada Kami-lah mereka dikembalikan”.

            Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad agar bersabar atas segala perbuatan yang dilakukan oleh orang musyrik terhadap agama islam (mendustakan apa yang telah dibawa oleh Nabi), karena Allah telah mempersiapkan balasan bagi mereka seperti ketika Allah benar-benar menepati janji-Nya terhadap kaumnya Nabi Musa yaitu dengan memberikan adzab yang pedih dan setimpal dengan perbuatan mereka. Yaitu Allah akan tetap memberikan balasan kepada mereka walaupun Nabi sudah wafat dan Allah akan menghukumi mereka dengan cara yang benar(kekal dineraka bagi mereka yang kafir dan kekal disurga bagi mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya).

SURAT AL-SAJDAH: 11

قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
Artinya: “Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk(mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan”.

Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad agar mengingatkan kaumnya yang musyrik kepada Allah bahwa mereka akan dicabut nyawanya oleh malaikat maut bersama para penolongnya(para malaikat), yaitu dengan mencabut nyawa mereka(orang musyrik). ayat ini adalah sebagai peringatan kepada orang musyrik agar cepat-cepat beriman kepada Allah karena mereka akan dan pasti dikembalikan disisi-Nya.
Dalam satu hadits dari Bisyr, dari Yazid, dari Sa’id, dari Qatadah, dijelaskan bahwa malaikat yang diperintahkan untuk mencabut nyawa itu memiliki beberapa penolong dari malaikat lain dalam menjalankan tugasnya. Hadits ini menafsiri ayat yyang berbunyi:
(قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ المَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ)

SURAT AN-NAHL: 32

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “(yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka), “Salamun ‘alaikum, masuklah kedalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan”.

Ayat ini menjelaskan tentang balasan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah, yaitu ketika malaikat maut mencabut nyawa mereka dalam keadaan baik, maksudnya suci dari kekafiran dan kedhaliman, baik karena bersihnya iman pada diri mereka, atau karena ketika nyawa mereka akan dicabut, malaikat terlebih dahulu memberi kabar baik bahwa mereka akan dimasukkan kedalam surga.
Sebagaimana hadits riwayat dari imam Yunus bin ‘Abdil A’la, dari Ibnu Wahab, Abu Shakhr, dari Muhammad bin Ka’ab al-Quradhiy menjelaskan bahwa ketika nyawa seorang mukmin itu akan dicabut, maka malaikat maut terlebih dahulu mengucapkan salam kepadanya dan memberikan kabar gembira sehingga dia mati dalam keadaan baik/senang. Hal ini menunjukkan betapa murahnya Allah memberikan kenikmatan yang tak terkira bagi hamba-hamba-Nya yang mau beriman kepadaNya. 


SURAT AN-NAHL: 28

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ فَأَلْقَوُا السَّلَمَ مَا كُنَّا نَعْمَلُ مِنْ سُوءٍ بَلَى إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “(yaitu) orang yang dicabut nyawanya oleh para malaikat dalam keadaan (berbuat) dzalim kepada diri sendiri, lalu mereka menyerahkan diri (sambil berkata), “kami tidak pernah mengerjakan sesuatau kejahatan pun.” (malaikat menjawab), “pernah! Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan.”
 Ayat ini menyifati orang-orang kafir yang ketika nyawa mereka dicabut, mereka masih dalam keadaan kafir dan dhalim.

Dalam Tafsir ar-Razi
Ucapan orang kafir disini “kami tidak pernah mengerjakan sesuatu kejahatan  pun” terdapat dua pendapat:
Pendapat 1: mereka(orang kafir) mengucapkannya ketika sudah mendekati kematiannya, yaitu mereka tidak mau mengakui kalau pernah berbuat kejahatan(syirik).
Pendapat 2: mereka mengucapkan hal tersebut dihari kiamat ketika mereka menyerahkan diri dan akan dihisab. Orang-orang kafir berkata seperti itu (berbohong pada diri sendiri) semata-mata karena ingin menyelamatkan dirir dari siksaan Allah.

            Dan terdapat pula dalam surat az-zumar: 42 bahwa lafadz “Yatawaffa” berarti “wafat” dan “imsak” berarti “menahan”:

ا اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ   
Artinya: “Allah mewafatkan jiwa pada saat kematiannya, dan jiwa orang yang belum mati dalam tidurnya, maka Allah yumsik (menahan) jiwa yang ditetapkan baginya kematian, dan melepaskan yang lain (orang yang tidur) sampai pada batas waktu tertentu,  Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum
yang berfikir”.

Ar-Raghib[1] menjadikan istilah-istilah tersebut sebagai sal;ah satu isyarat betapa al-Qur’an menilai al-Qur’an sebagai jalan menuju perpindahan kesebuah tempat, dan keadaan yang lebih mulia dan baik dibanding dengan kehidupan dunia. Bukankah kematian adalah wafat yang berarti kesempurnaan serta imsak yang berarti menahan (Di sisi-Nya)?
            Memang, al-Qur’an juga menyifati kematian sebagai musibah malapetaka, tetapi agaknya istilah ini lebih ditujukan kepada manusia yang durhaka, atau terhadap mereka yang ditinggal mati. Dalam arti bahwa kematian dapat merupakan musibah bagi mereka yang ditinggalkan sekaligus bagi mereka yang mati tanpa membawa bekal apapun menuju akhirat/kehidupan yang kekal.   
Dalam tafsir al-Khazin
            Allah memegang jiwa seseorang ketika matinya(ajalnya) dan tidurnya(jiwa yang berhubungan dengan akal). Setiap manusia itu memiliki 2 jiwa yaitu:
jiwa yang memberikan kehidupan dan akan berpisah dengannya ketika datang kematian, dan jika jiwa tersebut hilang maka hilang juga suatu kehidupan.
jiwa yang menjadikan seseorang berfikir dan memiliki kecerdasan dan kepintaran, dan akan berpisah dengannya (jiwa tersebut) ketika tidur da jika jiwa tersebut hilang maka akan memberikan kehidupan bagi seseorang.

Sebagaimana disebutkan dalam at-Tabari:
حدثنا ابن حميد، قال: ثنا يعقوب، عن جعفر، عن سعيد بن جُبَير، في قوله:( اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا ) ... الآية. قال: يجمع بين أرواح الأحياء، وأرواح الأموات، فيتعارف منها ما شاء الله أن يتعارف، فيمسك التي قضى عليها الموت، ويُرسل الأخرى إلى أجسادها.

            Suatu qaul dalam tafsir at-tabari berkata bahwa Allah mengumpulkan arwah orang hidup dan arwah orang mati, maka Dia menentukan orang yang Dia kehendaki. Sehingga ditahanlah roh orang (yang Dia kehendaki) mati dan dilepaskanlah roh orang (yang Dia kehendaki) hidup.

وروي عن ابن عباس أن في ابن آدم نفساً وروحاً بينهما مثل شعاع الشمس فالنفس هي التي بها العقل والتمييز والورح هي التي بها النفس والتحرك فيتوفيان عند الموت وتتوفى النفس وحدها عند النوم ، وهو قول بالفرق بين النفس والروح

Dari riwayat ibnu Abbas dalam tafsir al-Alusi disebutkan bahwa dalam diri manusia terdapat ar-ruh dan an-nafs yang perbedaannya bagaikan sinar matahari. An-nafsu ialah yang di dalamnya akal dan tamyiz, sedangkan ar-ruh meliputi jiwa dan indera (at-tabarruk). Maka, ketika mati jiwa dan indera dimatikan (dilepaskan dari manusia) secara  bersamaan, sedangkan waktu tidur yang dilepaskan hanyalah jiwanya saja. Hal ini dapat terlihat ketika tidur manusia masih bernafas dan bergerak namun tidak sadar karena jiwanya terlepas.


DAFTAR PUSTAKA

CD Maktabah Syamilah
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan
Thalib, Muhammad. Kamus kosa kata al-Quran




[1] M. Quraiys Shihab, wawasan al-Quran, Hal:73
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar