STUDI HADIS DALAM KONTEKS KE INDONESIAAN

Admin Thursday, December 16, 2010
( Kajian Atas Pemikiran Nurkholis Madjid )
Oleh : Moh. Thohir, S.Sos.I

A. Pendahuluan
Hadis Nabi merupakan sumber kedua ajaran Islam sesudah Kitab Suci Al Qur'an. Tapi berbeda dengan Al Qur'an yang semua ayat-ayatnya diterima oleh para sahabat dari Rasulullah Saw secara mutawatir dan telah ditulis dan dikumpulkan sejak zaman Nabi masih hidup, serta dibukukan secara resmi sejak zaman Khalifah Abu Bakar As Shiddiq, sebaliknya sebagian besar hadis Nabi tidaklah diriwayatkan secara mutawatir dan pembukuannya pun secara resmi baru dilakukan pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz, salah seorang khalifah bani Umayyah. Oleh sebab itu hadis yang tidak diriwayatkan secara mutawatir -dinamai oleh ulama hadis sebagai hadis ahad- harus diteliti, mana yang benar-benar hadis dan mana yang tidak, apalagi dalam perjalanan waktu, karena berbagai sebab muncul banyak hadis palsu.
Hadis bagi umat Islam merupakan suatu yang penting karena di dalamnya terungkap berbagai tradisi yang berkembang masa Rasulullah saw. Tradisi-tradisi yang hidup masa masa kenabian tersebut mengacu kepada pribadi Rasulullah saw. sebagai utusan Allah swt. Di dalamnya syarat akan berbagai ajaran Islam karenanya keberlanjutannya terus berjalan dan berkembang sampai sekarang seiring dengan kebutuhan manusia. Adanya keberlanjutan tradisi itulah sehingga umat manusia zaman sekarang bisa memahami, merekam dan melaksanakan tuntunan ajaran Islam yang sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi Muhammad saw.
Kajian terhadap hadis Nabi sampai saat ini masih tetap menarik, meski tidak sesemarak yang terjadi dalam studi Al Qur'an. Faktor utama yang menjadi pemicu adalah kompleksitas problem yang ada, baik menyangkut otentisitas teks, variasi lafadz, maupun rentang waktu yang cukup panjang antara Nabi dalam realitas kehidupannya sampai masa kodifikasi ke dalam teks hadis. Oleh karena kajian yang ada dalam studi hadis biasanya tidak beranjak dari kajian teks-teks hadis yang ada otentik dari Nabi atau tidak? Rasulullah berperan sebagai apa dalam sabdanya ? serta apa yang menjadi asbabul wurud teks hadis tersebut ?.
Beberapa kajian di atas, pada dasarnya dalam rangka mendudukkan pemahaman hadis pada tempat yang proporsional, kapan dipahami secara tekstual, kontekstual, universal, temporal, situasional, maupun lokal. Karena bagaimana pun juga, pemahaan yang kaku, radikal, dan statis sama artinya menutup keberadaan Islam yang salih li kulli zaman wa makan.
Untuk menambah pemahaman terhadap kajian hadis yang sampai saat ini terus berkembang, maka dalam makalah ini penulis mencoba mengungkap beberapa pemikiran hadis Nurkholis Majid (yang akrab dengan sebutan Cak Nur), seorang pemikir ternama Indonesia yang dijuluki sebagai Nasir Muda karena gagasan-gagasan segarnya yang membawa ide-ide pembaharuan dan memberi kontribusi besar dalam memajukan khazanah keilmuan, khususnya di kalangan generasi muda Indonesia.
Namun sebelum membahas seputar pemikiran Cak Nur tentang hadis, dalam makalah ini juga penulis deskripsikan terlebih dahulu sekilas perjalanan hidup beliau, sebagai pengantar untuk mengenal Cak Nur lebih dekat. Karena ada sebuah pepatah menyatakan, "Tak kenal maka tak sayang".

B. Riwayat Hidup Nurkholis Majid
Nurkholis Majid yang akrap dipanggail Cak Nur adalah seorang putra Kyai Abdul Majid, lahir di Jombang pada tanggal 17 Maret 1939 dan meninggal dunia pada 29 Agustus 2005 lalu dalam usia 64 tahun, karena penyakit sirosis hati yang dideritanya dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Cak Nur berasal dari kalangan pesantren, oleh karenanya warna keislamannya dalam kehidupannya cukup menonjol. Tradisi pesantren inilah yang banyak membentuk kepribadiannnya. Selain menempuh pendidikan di sekolah rakyat Mojoanyar (pagi), Cak Nur juga menempuh pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Mojoanyar (sore), hingga akhirnya ia masuk Pesantren Darul Ulum di Rejoso Jombang. Tampaknya orang tua Cak Nur sangat memperhatikan pendidikan agama anaknya dan berharap besar terhadap Cak Nur agar kelak kiranya menjadi orang yang mumpuni dalam bidang agama. Hal ini terbukti, dengan tekadnya memasukkan Cak Nur ke Pondok Modern Gontor Ponorogo.
Di Gontor itulah Cak Nur mulai berkenalan dengan ilmu keislaman secara mendalam. Sebagaimana diketahui, Gontor merupakan pesantren "elit' yang menjadi barometerlembaga pendidikan Islam secara nasional. Di sana banyak diperkenalkan sistem dan metode pengajaran yang variatif dan dinamis serta kajian keilmuannya yang lebih komprehensif. Dari aspek ini, tampaknya output dari Gontor dapat dijamin kualitasnya.
Dengan asset ilmu yang diperoleh dari Gontor, Cak Nur mencoba melangkahkan kaki memasuki pintu kampus IAIN Syarif Hidayatulah Jakarta. Jurusan yang dipilih adalah sastra dan kebudayaan Islam, hingga akhirnya memperoleh gelar kesarjanaan dari fakultas tersebut pada tahun 1968. Masa kemahasiswaannya banyak diisi dengan kegiatan keilmuan, di samping juga aktif dalam gerakan kemahasiswaan. Di sinilah potensi intelektualitas Cak Nur mulai muncul. Ia tidak hanya sebagai partisipasi dalam berbagai kegiatan, tapi "dengung" inteleknya memang sangat vocal dam seminar dan diskusi ilmiah. Hal demikian cukup mengantarkan ke tampuk pimpinan organisasi kemahasiswaan. Ia menjadi ketua umum PB HMI untuk dua periode (1966-1969 dan 1969-1971). Pada tahun yang bersamaan, ia pun diserahi jabatan sebagai Presiden (pertama) PEMIAT (persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara), tahun 1967-1969, kemudian juga menjadi wakil sekjen IIFSO (Internasional Islamic Federatiaon of Students Organisations), tahun 1969-1971.
Sadar berbagai prestasi akademis dan jabatan organisasi yang disandangnya, Cak Nur menjadi banyak dikenal tidak hanya dikalangan mahasiswa tapi juga di jajaran elite intelektual senior. Masyarakat, khususnya kalangan akademis banyak menaruh harapan kepada Cak Nur, malahan ia pun dijuluki "Natsir Muda". Cak Nur juga dikenal sebagai seorang pemikir modern Islam yang selalu memiliki pemikiran baru yang pada akhirnya melahirkan gerakan gerakan pembaharuan. Banyak sekali gagasan pemikiran Cak Nur yang memberikan kontribusi besar untuk kemajuan umat, walau kadang-kadang sebagian gagasannya melahirkan kontroversi ditengah-tengah masyarakat, khususnya di awal era 1970 an.
Kontroversi pemikiran Cak Nur agak sedikit mereda ketika beliau memutuskan untuk melanjutkan studi S3-nya di Universitas Chicago AS pada tahun 1978 dan berhasil meraih gelar doktor tahun 1984 dengan disertasinya yang berjudul " Ibnu Taimiyah on Kalam and Falasifa" . dan dikokohkan sebagai Profesor dan Guru Besar IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1998.
Eksistensi Cak Nur banyak diperhitungkan, apalagi setelah beliau menyelesaikan pendidikannya di Amerika, hal ini dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya kepercayaan jabatan kepada Cak Nur antara lain ; sebagai Pendiri Yayasan Wakaf Paramadina sekaligus Rektor Universitas Paramadina Mulya, Anggota Komnas HAM RI, Direktur Lembaga Kebajikan Islam Samanhudi Jakarta, Dosen Program Pasca Sarjana UIN Jakarta, Ahli Peneliti Utama (APU) LIPI Jakarta dan lain sebagainya.
Cak Nur selain dikenal sebagai Cendekiawan Muslim, beliau juga dikenal sebagai seorang penulis produktif. Banyak karya-karyanya berupa tulisan lepas dimuat dan tersebar di berbagai media, dan tidak sedikit juga karya-karya beliau yang sudah dibukukan antara lain :
Khazanah Intelektual Islam (Jakarta : Bulan Bintang 1986)
Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan (Bandung : Mizan, 1988)
Islam Doktrin dan Peradapan ( Jakarta : Paramadina, 1992)
Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan (Bandung : Mizan, 1993)
Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta : Paramadina, 1994)
Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta : Paramadina, 1995)
Islam Agama Peradapan (Jakarta : Paramadina, 1995)
Tradisi Islam : Peran dan Fungsinya (Jakarta : Paramadina, 1997)
Kaki Langit Perdapan Islam (Jakarta : Paramadina, 1997)
Perjalanan Relegius Umrah & Haji (Jakarta : Paramadina, 1997
Dialoq Keterbukaan Artikulasi Nilai Islam (Jakarta : Paramadina, 1998)
Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta : Paramadina, 1999)
Itulah sekelumit riwayat hidup Cak Nur, yang telah memberikan inspirasi kepada generasi muda Indonesia khususnya, untuk selalu tidak berhenti berfikir dan belajar agar bisa melahirkan sesuatu yang berharga untuk kemajuan umat, khususnya dibidang pemikiran keislaman.
C. Pemikiran Hadis Nurkholis Madjid
1. Pandangannya Tentang Sunnah
Bagi Cak Nur, sunnah merupakan keseluruhan perilaku Nabi, hal itu dapat diketahui dari sumber-sumber yang selama ini tidak dimasukkan sebagai hadits, seperti kitab-kitab sirah atau biografi Nabi. Sebab, dalam lingkup sunnah sebagai keseluruhan tingkah laku Nabi, harus dimasukkan pula corak dan ragam tindakan beliau, baik sebagai pribadi maupun pemimpin..
Sunnah Nabi harus pula dipahami sebagai keseluruhan kepribadian Nabi dan akhlak beliau, yang dalam kepribadian dan akhlak beliau disebutkan dalam Kitab Suci sebagai teladan yang baik (uswah hasanah) bagi kita semua "yang benar-benar berharap pada Allah pada Hari Kemudian, serta banyak ingat kepada Allah" (Q.S. al-Ahzab 33:32). Dan beliau juga dilukiskan dalam Kitab Suci sebagai seorang yang berakhlak amat mulia (Q.S. al-Qalam 68:4). Dengan demikian Nabi, dalam hal ini tingkah laku dan kepribadian beliau sebagai seorang yang berakhlak mulia, menjadi pedoman hidup kedua setelah Kitab Suci bagi seluruh kaum beriman.
Tetapi justru karena itu maka memahami sunnah Nabi tidak dapat lepas dari memahami Kitab Suci sendiri. Sebab sesungguhnya akhlak Nabi yang mulia itu tidak lain adalah semangat Kitab Suci al-Qur'an itu sendiri, sebagaimana dilukiskan A'isyah, isteri beliau. Dari Kitab Suci kita mengetahui lebih banyak perkembangan kepribadian Nabi yang menggambarkan pengalaman Nabi, baik yang menyenangkan atau tidak, yang keseluruhannya menampilkan sosok Nabi yang berkeprlbadian mulia. Dari pengamatan atas gambaran itu kita dapat memperoleh ilham tentang peneladanan pada beliau, dan keseluruhan sasaran
peneladanan itu tidak lain ialah sunnah Nabi. Sebagai contoh, dalam surat . al-Dluha 93:1-11 .
Para ahli hampir semuanya sepakat bahwa surat al-Dluha turun kepada Nabi berkenaan dengan peristiwa terputusnya wahyu yang relatif panjang, sehingga menimbulkan ejekan dan sinisme kaum musyrik Makkah bahwa Tuhan telah meninggalkan Nabi dan murka kepadanya. Dari latar belakang turunnya, surat ini juga menggambarkan tentang suatu dinamika pengalaman Nabi dalam perjuangan beliau, sehingga seperti dikatakan Sayyid Quthub, Allah menghibur beliau dan memberinya dorongan moril, bahwa Allah samasekali tidak meninggalkan beliau dan tidak pula murka.
Pemahaman Nabi terhadap pesan atau wahyu Allah itu teladan beliau dalam melaksanakannya membentuk "tradisi" atau "sunnah" kenabian (al-sunnah al-Nabawiyyah). Sedangkan hadits merupakan bentuk reportase atau penuturan tentang apa yang disebabkan Nabi atau yang dijalankan dalam praktek tindakan orang lain
yang "didiamkan" beliau (yang dapat dapat diartikan sebagai "pembenaran"). Itulah makna asal kata hadits, yang sekarang ini definisinya makin luas batasannya dan komprehensif. Namun demikian, tidak berarti bahwa hadits dengan sendirinya mencakup seluruh sunnah.
2. Pergeseran Makna Sunnah ke Hadis
Dalam masyarakat Islam di beberapa negara terdapat kelompok-kelompok yang meragukan otoritas hadits sebagai sumber kedua penetapan hukum Islam. Di negara kita, ada suatu golongan yang menanamkan dirinya kaum "Inkar al-Sunnah". Karena sikap mereka menolak perlunya kaum muslim berpegang pada sunnah, maka golongan ini menjadi sasaran kritik para ulama dan tokoh Islam.
Pada banyak kasus mungkin terjadi semacam kekacauan akibat kecenderungan masyarakat untuk menyamakan begitu saja antara sunnah dan hadits. Sudah jelas, di antara keduanya terdapat jalinan yang erat, namun sesungguhnya tidaklah identik. Yang pertama (sunnah) mengandung pengertian yang lebih luas daripada yang kedua (hadits). Bahkan dapat dikatakan bahwa sunnah mengandung makna yang lebih prinsipil daripada hadits. Sebab yang disebutkan sebagai sumber kedua sesudah Kitab Suci al-Qur'an ialah sunnah, bukan hadits, sebagaimana sering dituturkan tentang adanya sabda Nabi saw. "Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya: Kitab Allah dan sunnah RasulNya."
Tapi sekarang ini sunnah memang tidak dapat dibedakan dari hadits, demikian pula sebaliknya. Jika seseorang menyebut "sunnah" maka dengan sendirinya akan terbayang padanya sejumlah kitab koleksi sabda Nabi. Yang paling terkenal di antaranya ialah dua kitab koleksi oleh al-Bukhari dan Muslim (disebut al-Shahihayn, "Dua Yang Sahih"), dan yang lengkapnya meliputi pula kitab-kitab koleksi oleh Ibn Majah, Abu Dawud, al-Turmudzi dan al-Nasa'i. Tapi sebelum mereka sudah ada seorang kolektor hadits yang amat kenamaan dan berpengaruh besar yaitu sarjana dan pemikir dari Madinah, Malik Ibn Anas (pendiri madzhab Maliki, wafat 179 H.) yang menghasilkan kitab hadits al-Muwaththa'.
Berdasarkan sabda Nabi tentang Kitab dan sunnah di atas, pada prinsipnya sikap ingkar pada sunnah tidak dapat dibenarkan. Tapi ingkar kepada hadits, sekalipun jelas tidak dapat dilakukan secara umum tanpa penelitian tentang hadits tertentu mana yang dimaksud, telah terjadi dalam kurun waktu yang panjang pada golongan-golongan tertentu Islam seperti kaum Mu'tazilah. Oleh karena dampak masalah ini dalam usaha penetapan hukum (tasyri') sangat besar dan penting, maka kajian kesejarahan tentang evolusi pengertian sunnah -yang diungkapkan Nabi meski secara tersirat- diharapkan akan dapat membantu memperjelas persoalan. Perjalanan sejarah perkembangan dan perubahan itu sendiri cukup panjang dan rumit. Tapi jika kita berhasil melepaskan diri dari dogmatisme yang menerima begitu saja pengertian-pengertian mapan tentang apa yang terjadi di masa lampau, maka dari celah-celah sejarah itu akan dapat menarik "benang merah" yang memberikan kejelasan tentang perkembangan dan perubahan itu.
C. Tentang Ingkar Sunnah
Bagi kelompok-kelompok yang meragukan otentisitas dan otoritas kumpulan hadis, Cak Nur menganggap mereka bukan golongan "ingkar sunnah" tapi "ingkar hadis". Dan dalam hal ini, cak Nur mengutip pendapat al-Siba'i, yang menyatakan bahwa mereka yang menolak hadits ialah karena mereka menganggap bahwa Islam hanyalah al-Qur'an saja, dan bahwa Kitab Suci merupakan satu-satunya sumber penetapan syari'ah disebabkan kepastian otentisitasnya. Sedangkan sunnah (yang dimaksud tentunya hadits) mengandung keraguan dalam keabsahannya sebagai sumber argumen (hujjah) karena terjadi penambahan-penambahan padanya, dan karena adanya banyak kontradiksi dalam sebagian cukup besar nash-nash-nya. Mereka mendasarkan pandangan itu pada hal-hal berikut :
1. Allah telah menegaskan "Tidak ada satu perkarapun yang Kami abaikan dalam Kitab Suci (Q.S. Al-An'am 6:38). Ini menjelaskan bahwa Kitab Suci telah mencakup seluruh prinsip penetapan syari'ah, sehingga tidak lagi ada peran bagi sunnah (hadits) untuk menatapkan hukum dan membuat syari'ah.
2. Allah menjamin pemeliharaan al-Qur'an dari kesalahan, sebagaimana difirmankan, "Sesungguhnya Kami benar-benar telah menurunkan pelajaran, dan sesungguhnyalah Kami yang memelihara-Nya" (Q.S. al-Hijr 15:9). Tuhan tidak menjamin pemeliharaan sunnah (hadits), sehingga masuk ke dalamnya penambahan dan pemalsuan. Kalau seandainya hadits termasuk sumber penetapan syari'ah, tentulah Tuhan memeliharanya untuk kepentingan para hamba-Nya dari kemungkinan penyelewengan dan perubahan sebagaimana Dia telah memelihara Kitab Suci-Nya.
3. Sunnah (hadits) belum dibukukan di zaman Nabi saw. bahkan secara otentik diceritakan bahwa beliau melarang membukukannya. Hadits juga belum dibukukan di zaman al-Khulafa al-Rasyidun, dan kebanyakan tokoh besar para sahabat Nabi serta para Tabi'un seperti 'Umar, Abu Bakr, 'Alqamah, 'Ubaydah, al-Qasim Ibn Muhammad, al-Sya'bi, al-Nakha'i, dll., menunjukkan sikap tidak suka pada usaha membukukannya. Pembukuan hadits baru dimulai pada akhir abad pertama, dan selesai pengumpulan dan koreksinya pada pertengahan abad ketiga. Ini adalah jangka waktu yang cukup panjang untuk menimbulkan keraguan tentang keabsahan teks-teks hadits, dan hal itu dengan sendirinya menempatkan sunnah pada tingkat dugaan (martabat al-dhann) belaka, sedangkan dugaan tidak dapat menghasilkan hukum syar'i, karena Allah berfirman, "Sesungguhnya dugaan tidak sedikit pun menghasilkan kebenaran" (Q.S. al-Najm 52:28).
4. Terdapat penuturan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda "Sesungguhnya hadits akan memancarkan dari diriku. Apapun yang sampai kepadamu sekalian danbersesuaian dengan al-Qur,an, ia berasal dari diriku;dan apapun yang sampai kepadamu dan menyalahi al-Qur'an, ia tidak berasal dariku." [1]

d. Polemik Seputar Kodifikasi Hadis
Menurut Cak Nur, fase yang amat penting dalam pertumbuhan historis pemahaman agama Islam dalam suasana pertentangan politik itu ialah menyangkut usaha pengumpulan dan kodifikasi hadis sebagai bentuk tradisi atau sunnah. Berbeda dari Al qur'an yang sebagai buku petunjuk dan pegangan suci sudah sejak semula disadari sepenuhnya untuk dipelajari dan dibukukan, adapun hadis mengandung masalah, khususnya masalah pembukuannya.
Meskipun disebut-sebut adanya beberapa orang sahabat Nabi yang sudah membuat catatan hadis sejak masa hidup Nabi, dan konon ada pula yang direstui beliau, namun riwayat yang umum dan dominan ialah yang menuturkan bahwa Nabi tidak mendorong. Sikap Nabi itu ditafsirkan karena kekuatiran beliau bahwa kitab suci akan tercampuri dengan unsure-unsur luar. Bahkan Rasyid Ridha dalam tafsir Al Manar menafsirkan bahwa Nabi melarang mencatat hadis karena hadis hanyalah ketentuan-ketentuan sementara tentang agama, tidak berlaku selamanya.
Maka dalam tahap perkembangannnya, umat Islam dituntuk untuk mencari keotentikan pemecahan masalah dalam hadis, hadis tidak tercatat, melainkan merupakan bagian dari tradisi penuturan oral yang sulit sekali dikontrol dan dicek kebenarannya. Maka tidak heran pula, pada fase perkembangan banyak sekali terjadi pemalsuan hadis. Cak Nur mengutip apa yang dikatakan as-Sibai (seorang sunni), bahwa kelompok-kelompok yang terlibat paling banyak dalam pemalsuan hadis ialah mereka yang terlibat dalam politik, khususnya golongan Syiah.
Dalam kutipan al-Siba'i disebutkan bahwa kodifikasi hadits dimulai pada akhir abad pertama Hijri, dan rampung pada pertengahan abad ketiga. Mungkin yang dimaksudkan ialah adanya dorongan pembukuan hadits oleh Khalifah 'Umar Ibn 'Abd al-'Aziz (w. 102H.) yang memerintahkan seorang sarjana terkenal, Syihab al-Din al-Zuhri (w. 124 H) untuk meneliti dan membuktikan tradisi yang hidup di kalangan penduduk Madinah, Kota Nabi, karena keyakinan 'Umar bahwa tradisi itu merupakan kelanjutan langsung kehidupan masyarakat Madinah di zaman Nabi,
Tapi, sesungguhnya, kodifikasi hadits secara sistematis dan kritis dan dalam skala besar serta pada tingkat kesungguhan yang tinggi baru dimulai pada awal abad ketiga dengan tampilnya Iman al-Syafi'i (w. 204 H), dan baru benar-benar rampung pada awal abad keempat Hijri, dengan tampilnya al-Nasa'i (w. 303 H). Imam al-Syafi'i adalah tokoh pemikir peletak sebenarnya teori ilmiah pengumpulan dan klasifikasi hadits. Teori dan metodenya kemudian diterapkan dengan setia oleh al-Bukhari (w. 256 H), lalu diteruskan berturut-turut oleh Muslim (w. 261 H), Ibn Majah (w.273 H), Abu Dawud (w.275 H), al-Turmudzi (.w. 279 H) dan terakhir, al-Nasa'i (w. 303 H). Koleksi mereka berenam itulah yang kelak disebut "Kitab yang Enam" (al-Kutub al-Sittah). Akibatnya, pengertian
"sunnah" pun kemudian menjadi hampir identik dengan koleksi hadits dalam "Kitab yang Enam" itu.
D. Kajian Cak Nur Terntang Hadis Dalam Konteks Keindonesiaan
Dari beberapa referensi buku-buku Cak Nur yang penulis telusuri berkaitan dengan pemikirannya tentang hadis antara lain Islam dan doktrin Peradapan, Islam Agama Kemanusiaan, Jalan sufi Nurkholis Madjid, Ensiklopedi Nurcholis Madjid, Islam Universal dll. ada beberapa catatan yang bisa penulis sampaikan. Pertama, Bahwa pokok bahasan dalam buku-buku tersebut bersifat wawasan universal dan kajian Cak Nur yang spesifik pada hadis belum ada. Kedua, Kutipan beberapa hadis yang disampaikan oleh Cak Nur dalam beberapa tulisannya hanya sebagai penguat argumentasi atau pendapat beliau, tanpa ada penjelasan lebih lanjut mengenai studi hadis khususnya dari sisi sanad dan matan, bahkan tanpa kutipan periwayat hadis (cukup al hadis). Ketiga, Penulis melihat bahwa Cak Nur dalam menguatkan argumentasinya dalam beberapa masalah lebih banyak mengutip dari ayat suci Al Qur'an ketimbang dari hadis, bahkan tidak sedikit pula pandangan Ibnu Taimiyah yang beliau kutip. Sebenarnya ada apa dengannya ?
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana Cak Nur memahami sebuah hadis Nabi jika dikaitkan dalam konteks Keindonesiaan, berikut penulis sampaikan satu hadis dalam perspektif Nurkholis Majid :


Dalam memahami hadis tersebut diatas yang isinya berapa pernyataan Nabi "sesungguhnya aku diutus dalam rangka menyempurnakan akhlak yang mulia", Cak Nur menafsirkan hadis tersebut secara kontekstual bahwa bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam selama ini akhlaknya dikesankan Bangsa Timur (dengan konotasi berbudaya tinggi dan sopan) atau bangsa yang religius (yang tentunya juga berarti bangsa yang berakhlak tinggi) pada satu sisi boleh berbangga, tetapi pada sisi yang lain harus prihatin. Mengingat sebagian moral rakyat Indonesia yang rendah, terbukti banyaknya kasus skandal koropsi, katabelece, pungli dll. maka moral inillah harus segera dirubah dengan mengaplikasikan sabda Nabi yang tersirat didalamnya ajakan membangun akhlak yang mulia tidak sebatas perbaikan pada tataran sikap/prilaku semata tetapi juga pada tataran moral. Hal ini dipertegas dengan ajaknnya untuk menumbuhkan budaya malu dengan banyak mengoreksi kesalahan diri sendiri sebagaima sabda Nabi :
توبى لمن شغله عببه عن عيوب الناس
Artinya : "Sungguh beruntung orang yang sibuk dengan kesalahan dirinya sendiri, bukan dengan kesalahan orang lain.".
Bagi Cak Nur akhlah mutlak penting, karena merupakan sendi atau landasan ketuhanan suatu bangsa menghadapi pancaroba. Tanpa akhlak yang baik suatu bangsa akan binasa, apalagi bangsa besar seperti Indonesia.
Dari contoh diatas, penulis menangkap adanya interpretasi hadis Nabi secara kontekstual oleh Cak Nur tentang pentingnya mencontoh akhlak Nabi jika dikaitkan dengan kondisi Indonesia yang terkenal dengan budaya timurnya tapi mental dan moralnya cukup memprihatinkan seperti kasus koropsi dll. Oleh karena itu Cak Nur telah memberikan solusi lain dengan banyak introspeksi diri dalam rangka menumbuhkan budaya malu. Budaya malu, bagian solusi dari tindakan-tindangan yang tidak bermoral.
E. Kesimpulan dan Penutup
Dari uraian singkat diatas seputar Studi hadis dalam perspektif Nurkholis Madjid, dapatlah penulis ambil beberapa kesimpulan :
1. Bahwa studi hadis Nabi tetap menarik sampai saat ini, mengingat adanya kompleksitas problem baik menyangkut otentisitas teks, variasi lafadz, maupun rentang waktu yang cukup panjang antara Nabi dalam realitas kehidupannya sampai masa kodifikasi ke dalam teks hadis itu sendiri.
2. Nurkholis Madjid adalah sosok Cendekiawan muslim terkemuka Indonesia yang telah memberikan kontribusi besar bagi kemajuan khasanah keilmuan termasuk didalamnya pemikiran dalam bidang hadis.
3. Sunnah menurut Cak Nur merupakan keseluruhan perilaku Nabi, hal itu dapat diketahui dari sumber-sumber yang selama ini tidak dimasukkan sebagai hadits, seperti kitab-kitab sirah atau biografi Nabi. Sebab, dalam lingkup sunnah sebagai keseluruhan tingkah laku Nabi, harus dimasukkan pula corak dan ragam tindakan beliau, baik sebagai pribadi maupun pemimpin.
4. Bagi Cak Nur, ada perbedaan makna antara Sunnah dan Hadis. Karena hal itu sudah jelas. Yang pertama (sunnah) mengandung pengertian yang lebih luas daripada yang kedua (hadits). Bahkan dapat dikatakan bahwa sunnah mengandung makna yang lebih prinsipil daripada hadits. Sebab yang disebutkan sebagai sumber kedua sesudah Kitab Suci al-Qur'an ialah sunnah, bukan hadits, sebagaimana sering dituturkan tentang adanya sabda Nabi saw. "Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya: Kitab Allah dan sunnah RasulNya."
5. Cak Nur menganggap bahwa kelompok-kelompok yang meragukan otentisitas dan otoritas kumpulan hadis, mereka bukanlah golongan "ingkar sunnah" tapi "ingkar hadis". Dan dalam hal ini, cak Nur mengutip pendapat al-Siba'i, yang menyatakan bahwa mereka yang menolak hadits ialah karena mereka menganggap bahwa Islam hanyalah al-Qur'an saja, dan Kitab Suci merupakan satu-satunya sumber penetapan syari'ah disebabkan kepastian otentisitasnya. Sedangkan sunnah (dalamhal ini hadits) dianggap mengandung keraguan dalam keabsahannya sebagai sumber argumen (hujjah) karena terjadi penambahan-penambahan padanya, dan karena adanya banyak kontradiksi dalam sebagian cukup besar nash-nash-nya.
6. Menurut Cak Nur, fase yang amat penting dalam pertumbuhan historis pemahaman agama Islam dalam suasana pertentangan politik itu ialah menyangkut usaha pengumpulan dan kodifikasi hadis sebagai bentuk tradisi atau sunnah. Berbeda dari Al qur'an yang sebagai buku petunjuk dan pegangan suci sudah sejak semula disadari sepenuhnya untuk dipelajari dan dibukukan, adapun hadis mengandung masalah, khususnya masalah pembukuannya.
7. Ada tiga catatan penulis berkaitan dengan studi hadis dari buku-buku Cak Nur Pertama, Bahwa pokok bahasan dalam buku-buku tersebut bersifat wawasan universal dan kajian Cak Nur yang spesifik pada hadis belum ada. Kedua, Kutipan beberapa hadis yang disampaikan oleh Cak Nur dalam beberapa tulisannya hanya sebagai penguat argumentasi atau pendapat beliau, tanpa ada penjelasan lebih lanjut mengenai studi hadis khususnya dari sisi sanad dan matan, bahkan tanpa kutipan periwayat hadis (cukup al hadis). Ketiga, Penulis melihat bahwa Cak Nur dalam menguatkan argumentasinya dalam beberapa masalah lebih banyak mengutip dari ayat suci Al Qur'an ketimbang dari hadis, bahkan tidak sedikit pula pandangan Ibnu Taimiyah yang beliau kutip. Sebenarnya ada apa dengannya ?
8. Dalam penafsiran beberapa hadis Nabi, Cak Nur menafsirkan hadis secara tekstual sesuai dengan konteks keindonesiaan seperti hadis seruan membangun akhlak karimah seperti akhlak Nabi.
Demikian uraian singkat dari penulis berkaitan dengan studi Hadis dalam konteks keindonesiaan kajian atas pemikiran Nurkholis Majid. Atas saran dan masukan dalam penyempurnaan makalah ini, penulis ucapkan terima kasih. Jazakumullahu ahsanal jaza’.
DAFTAR PUSTAKA

- Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurkholis Madjid, (Jakarta : Peramadani, 2007)
- Marwan Sarijo, Cak Nur : di Antara sarung dan Dasi & Musdah Mulia tetap berjilbab, (Jakarta : Peramadani, 2005)
- Mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung, Pustaka Setia, 2005),
- Nurkholis Madjid, Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, (Jakarta : Paramadina, 2003).
- -----------…-, Islam Doktrin Peradapan Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Jakarta: Paramadina, 2000)
-- ---------…---, Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisidan Visi Baru Islam Indonesia, (Jakarta : Paramadina, 2003)
- Suryadi dkk, Metodologi Penelitian Living Qur'an, (Jogjakarta, TH Press-Teras,2007)
- Triyoga A. Kuswanto, Neo Sufisme Jalan Sufi Nurkholis Madjid, (Jogjakarta : Pilar Media, 2007).
- Yunahar Ilyas, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, (Jogjakarta, LPPI UMY, 1996),


loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

24 komentar

Write komentar
March 9, 2015 at 8:54 PM delete

terimakasih atas info nya
saya senag berkunjung ke blog anda

Reply
avatar
March 10, 2015 at 7:59 PM delete

artikel yang agan posting ini sungguh bermanfaat dapat membantu menambah wawasan kami.. terimakasih banyak.

Reply
avatar
March 10, 2015 at 11:56 PM delete

terimakasih atas informasi nya
ditunggu update nya

Reply
avatar
March 11, 2015 at 6:14 PM delete

artikel yang gan posting ini sungguh bermanfaat dapat membantu menambah wawasan kami.. terimakasih banyak.

Reply
avatar
March 11, 2015 at 6:15 PM delete

artikel yang gan posting ini sungguh bermanfaat dapat membantu menambah wawasan kami.. terimakasih banyak.

Reply
avatar
March 11, 2015 at 9:10 PM delete

terimakasih atas info nya yang sangat menarik
saya senang berkunjung ke blog anda

Reply
avatar
March 12, 2015 at 7:16 PM delete

nice post gan
menarik nih dan sangat bermanfaat sekali info nya
di tunggu info selanjutnya, thanks ya

Reply
avatar
March 13, 2015 at 7:23 PM delete

terimakasih atas info nya
yang sangat bermanfaat untuk masa depan

Reply
avatar
March 16, 2015 at 11:32 PM delete

thanks infonya gan
saya tunggu info lainnya

Reply
avatar
March 17, 2015 at 11:51 PM delete

terimakasih sudah berbagi info nya
yang sangat bermanfaat

Reply
avatar
March 19, 2015 at 12:36 AM delete

info nya bagus banget gan
terimakasih atas info nya
ditunggu update nya

Reply
avatar
March 22, 2015 at 9:12 PM delete

terimkasih atas pengetahuan nya
saya senang bisa berkunjung ke blog anda

Reply
avatar
March 23, 2015 at 12:03 AM delete

thanks infonya,, bermanfaat bgt

Reply
avatar
March 23, 2015 at 8:18 PM delete

mantap gan
info nya sangat bermanfaat gan
ditunggu update nya

Reply
avatar
March 25, 2015 at 11:46 PM delete

info nya bagus sekali gan
dan sangat menarik
ditunggu update nya

Reply
avatar
March 26, 2015 at 8:10 PM delete

keren info nya dan sangat menarik sekali
saya senang berkunjung ke blog anda

Reply
avatar
March 27, 2015 at 12:02 AM delete

menarik infonya...
di tunggu postingan selanjutnya

Reply
avatar
April 15, 2015 at 7:51 PM delete

ijin nyimak gan informasinya
menarik dan bermanfaat nih infonya
thanks ya, sukses terus

Reply
avatar
July 25, 2016 at 11:20 PM delete

info nya makin menarik cara penyajian nyapun juga bagus
terimakasih gan

Reply
avatar
August 18, 2016 at 12:54 AM delete

menrik sekali postingan dalam blogini sangat bagus dan penuh wawasan terimakasih

Reply
avatar

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar