Oleh : Abdullah Affandi
A. PENDAHULUAN
Islamtidak hanya menetapkan berbagai kewajiban dan ketentuan dikalangan pengikutnya, ia pun berupaya menciptakan jiwa yang bersih, pemurah, dan penyantun. Kepada umatnya ia mengajarkan kerelaan untuk memberikan lebih dari permintaan, melaksanakan kewajiban lebih dari tututan, mengulurkan tangan tanpa diminta, dan berinfak dalam keadaan lapang maupun sempit, dengan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Orang seperti itulah yang mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri. Ia mendahulukan orang lain walaupun ia sendiri dalam kesempitan, ia menganggap harta sebagai sarana beribadah dan berbuat baik kepada orang lain, bukan sebagi tujuan, hatinya diliputi oleh kasih sayang, ia senantiasa mau menolong tanpa diminta, semua itu dilakukan hanya untuk mencari restu Allah dan keridlaan-Nya, bukan karena mau disanjung atau ingin populer.
Manusia bukanlah alat yang bergerak secara otomatis dan berhenti jika salah satu tombolnya ditekan. Manusia adalah suatu pesawat yang sangat rumit yang terdiri atas roh dan jasad, jiwa dan raga, akal dan perasaan, emosi dan nurani, serta fikir dan dzikir. Manusia adalah makhluk yang punya imajinasi dan kemampuan merekayasa, merasa dan meraba, memilih dan menentukan, melakukan sesuatu dan membiarkan, serta berpengaruh dan terpengaruh. Semua keistimewaan ini perlu dijaga agar moral dan etikannya dapat menutupi berbagai kekurangan dan kelemahan suatu peraturan dan undang-undang. Sebagai agama, Islam harus memperhatika sisi moral dan akhlak yang luhur ini, Ia tidak hanya puas dengan berbagai kewajiban yang diatur oleh undang-undang, sebab menurut pandangan islam, sisi moral dan akhlak bukan sekedar sarana untuk mewujudkan kesetiakawanan sosial. Ia juga merupakan salah satu ciri insan shaleh yang layak mendapatkan ridla Allah dan tinggal bersama para Nabi di surga-Nya.
Karena itulah, tidak sedikit kita menemukan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang memberikan kabar gembira, mendorong dan mengancam, menyerukan infaq dan shadaqah, serta mengecam kekikiran. Hal itu disampaikan dengan kalimat yang indah, tegas, namun juga puitis. Ancamannya mampu melelehkan hati yang keras dan menggerakkan tangan yang kikir sehingga mau memberikan pertolongan.
Makalah singkat ini mencoba membahas masalah shadaqah dalam persektif hadits – hadits Rasulullah saw. Pembahasan ini diupayakan secara maudlu’i atau tematik berdasarkan hadits-hadits yang relevan dengan tema diatas, dilengkapi dengan beberapa ayat al-qur’an mengingat posisi hadits sebagai penjelas dari al-Qur’an.
B. PENGERTIAN SHADAQAH
Secara etimologi shadaqah memiliki akar kata yang sama dengan صدق, namun memiliki arti yang berbeda , yakni kebaikan (حسنة)
Namun, berbicara tentang shadaqah sebagai suatu istilah (terminologi) adalah merupakan hal yang sulit, mengapa? Karena Allah dalam firman-Nya dan Rasulullah dalam sabdanya tidak pernah memberikan pembeda secara definitif antara shadaqah dan zakat, kita ambil contoh firman Allah tentang delapan ashnaf yang berhak menerima zakat:
انماالصدقات للفقراء والمساكين....(التوبة: 60)
Dalam ayat tersebut Allah menggunakan lafadz الصدقات padahal yang dimaksudkan adalah zakat, kita tengok pula sabda Nabi :
فرض رسول الله صدقة الفطر طهرة للصائم من للغو و الرفث وطعمة للمساكين
Yang dimaksud dengan صدقة الفطر adalah zakat fitrah. Dengan demikian merupakan tantangan tersendiri bagi kita yang coba berusaha untuk dapat mengetahui beda antara shadaqah dan zakat, meski Allah dan Rasul-Nya pun tidak begitu concern terhadap masalah ini. Kalau kita telusuri secara mendalam tentang pendayagunaan harta dalam Islam, kita akan menemukan sebuah istilah yang sangat umum, yakni infaq. Infaq, menurut M. Mahmud Bably dalam bukunya al-Maal fil Islam, adalah mendayagunakan harta pada jalan yang dapat menjamin segala kebutuhan manusia menurut tata cara yang diatur oleh hukum. Lebih jauh lagi, tentang kaitan infaq dengan shadaqah dan zakat, Mahmud Bably mengklasifikasikannya pada infaq yang diwajibkan syara’—meliputi zakat maal, zakat fitrah, nafkah diri dan keluarga dan harta waris, dan infaq yang tidak diwajibkan oleh syara’—yang meliputi shadaqah (tathawwu’) wakaf, hibah dan hadiah. Senada dengan pendapat tersebut adalah yang tertulis dalam kitab al-Ta’arif bahwa shadaqah pada asal (penggunaannya) adalah untuk hal-hal yang disunnahkan (tathawwu’) sedangkan zakat dipakai pada hal yang diwajibkan. Sehingga shadaqah tidak ditentukan jumlahnya meelainkan diserahkan kepada hati nurani seorang muslim dalam menentukan jumlah dan waktunya.
C. Hakekat Harta Yang Dishadaqahkan
Pada hakekatnya, meskipun ketika seseorang bershadaqah hartanya berkurang secara nominal, harta tersebut bertambah secara kualitas. Hal inilah mungkin yang dimaksudkan dalam hadits Nabi:
ما نقص مال من صدقة
“Tidaklah berkurang harta dikarenakan shadaqah”
Dalam keterangannya dikatakan bahwa harta tidak berkurang dikarenakan shadaqah melainkan sebaliknya, harta tersebut, didunia akan bertambah kebaikannya (barakahnya) dan mampu menolak kerusakan (مفسدات) dari padanya, sedangkan diakhirat akan mendapatkan pahala sebagi balasannya.
Selanjutnya, tentang hakekat dari harta yang dishadaqahkan ini, sebagaimana pula diriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. Pernah bersabda:
الصدقة اذا خرجت من يد صاحبها نكلمت بخمسة كلمات: الاولى كنت صعيرة فكبرتنى, والثانية كنت حارسي فالان صرت حارستك, والثالثة كنت عدوك فااحببتنى, والرابعة كنت فانية فاابقيتني, والخامسة كنت قليلة فكثرتنى.
“Shadaqah itu, manakala keluar dari tangan pemiliknya, berkata dengan lima kalimat:
1. Semula aku adalah kecil maka engkau telah menjadikan aku besar.
2. Semula engkau adalah penjagaku, maka sekarang aku yang menjadi penjagamu.
3. Semula aku adalah musuhmu, maka sekarang aku menjadi yang engkau cintai.
4. Aku adalah sesuatu yang punah, maka engkau jadikan aku sesuatu yang kekal.
5. Aku adalah bilangan yang sedikit, maka engkau jadikan aku jumlah yang banyak.
D. Shadaqah Dan Perdagangan
Shadaqah merupakan salah satu dari nilai-nilai yang dianjurkan dalam bidang perdagangan dan perniagaan dengan maksud untuk mensucikan hal-hal yang mengotori hubungan perdagangannya, seperti tindakan dan ucapan yang sia-sia, sumpah dan kadang-kadang dusta sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits:
عن قيس بن ابي غرزة قال كنا في عهد رسول الله ص م نسمى السماسِرَةُ فمرّ بنا عهد رسول الله ص م فسمّانا باسم هو احسن منه فقال يا معشر التجّار ان البيع يحضره اللغو والحلف قشوِّبوه بالصدقة
“Dari Qays bin Abi Ghaizah, ia berkata: kami dulu dizaman Rasulullah dijuluki sebagai “para calo” lalu Rasulullah melewati kami, kemudian beliau menjuluki kami dengan julukan yang lebih baik dari pada itu seraya mengatakan ‘wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli itu tercampuri perkataan yang sia-sia dan sumpah, maka campurilah perdagangan tersebut dengan shadaqah” (HR. Abu dawud [3326] Tirmidzi [1208] Nasai [3831] Ibn Majah [2145] )
E. Sebaik-Baiknya Shadaqah
Islammenyuruh semua orang yang mampu bekerja dan berusaha untuk mencari rezeki dan menutupi kebutuhan diri dan keluarganya. Hal itu dilakukan dengan niat fi sabilillah. Orang yang yang tidak kuat bekerja, tidak mempuyai harta warisan, atau tidak mempunyai simpanan untuk memenuhi kebutuhannya, berada dalam tanggungan kerabatnya yang berkecukupan. Rasulullah bersabda:
الصدقة على المسكين صدقة وعلى ذى الرحم ثنتان صدقة وصلة
“Shadaqah kepada orang miskin adalah semata-mata shadaqah, tapi shadaqah pada keluaga menjadi dua, yaitu shadaqah dan menghubung tali kasih-sayang (HR. Ahmad, Tirmidzi, al-Nasai, Ibn Majah, al-Hakim, dan Al-Baihaqi dari Hadits Salaman bin Amir)
Dari hadits tersebut dapat diambil pengertian bahwa bershadaqah pada kerabat memiliki dua manfaat, yang pertama pahala atas shadaqah tersebut dan yang kedua adalah terjalinnya tali silaturrahim atas keluarga. Bahkan tersebut pula dalam sebuah riwayat dari Zaenab isteri Abdullah bin Mas’ud, bahwa Zaenab adalah seorang perempuan yang kaya, sedang suaminya (Ibn Mas’ud) miskin, dan diapun memelihara pula beberapa anak yatim, mungkin dari suaminya yang dahulu. Zainab bertanya kepada Rasulullah saw. Adakah pahala untuknya, sebab ia kaya daripada suaminya, jika dia yang memberi nafkah untuk suaminya. Rasulullah menjawab:
لك اجران اجر الصدقة واجرالقربة
“Untuk engkau akan mendapat dua pahala, pertama pahala sedekah kedua pahala qarabah (kekeluargaan) (HR. Bukhari dan Muslim)
Tentang sebaik-baiknya shadaqah ini juga tertuang dalam sabda Nabi saw. yang lain, yaitu:
خير الصدقة ما كان عت ظهر غني وابداء بمن تعول
“Sebaik-baik shadaqah adalah sesuatu yang telah mencukupi kebutuhannya dan dahulukanlah pada orang yang lebih dekat.
Maksud dari hadits ini bahwa sebaik-baik shadaqah adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh seseoreang dari sebagian hartanya setelah dipakai untuk memenuhi segala kebutuhannya sedangkan yang dimaksud dengan “mencukupi kebutuhannya” adalah mencukupi sesuatu yang menjadi kebutuhan primer. Dan pula ditekankan untuk mendahulukan pada orang yang lebih dekat (hubungan keluarganya)
F. Etika Bershadaqah
Dalam kitab Durrah al-Nashihin, Usman al-Khaibawy setidaknya memberikan lima etika yang sebaiknya dilaksanakan manakala bershadaqah. Adapun lima etika tersebut antara lain:
1. Hendaklah merahasiakan shadaqah tersebut. Sebagaimana firman Allah:
وان تخفوهاونؤتوها الفققراء فهو خيرله
“Apa bila kamu sekalian merahasiakannya (shadaqah) dan kamu berikan pada para fakir, maka itu lebih baik bagi kamu sekalian”
Maka oleh karena itu para ahli salaf sangat merahasiakan akan shadaqah mereka dari mata umum. Sehingga diantara mereka ada yang mencari fakir yang buta agar tidak mengetahui siapa yang bershadaqah; sementara ada yang shadaqahnya diikatkan pada kain si fakir yang sedang tidur, dan ada pula yang menaruh shadaqahnya di jalan yang sering dilalui si fakir.
2. Hendaklah menghindarkan diri dari mengundat-undat dan menyakiti (orang yang diberi shadaqah).sebagaimana firman Allah:
يا ايهاالذين امنوا لاتبطلوا صدقاتكم بالمنى والاذى كالذى ينفقوا ماله رئاءالناس
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sekalian membatalkan / menyia-nyiakan shadaqah kamu dengan mengundat-undat dan menyakiti hati, seperti yang membelanjakan hartanya supaya dilihat orang”.
3. Hendaklah bershadaqah dengan yang paling baik dari harta-harta yang dimiliki. Sebagaimana firman Allah:
لن تنال البر حتى تنفقوا مما تحبون
“Tidak akan kamu peroleh kebaikan, sehingga kamu infakkan dari apa-apa yang kamu sukai”
4. Hendaklah memberikan shadaqah dengan wajah yang berseri-seri dan gembira tidak dengan muka yang acuh. Sebagaimana firman Allah
الذين ينفقون اموالهم في سبيل الله ثم لا يتبعون ماانفقوا منا ولا اذى لهم اجرهم عند ربهم ولا خوف عليهم ولاهم يحزنون
“Orang-orang yang menginfakkan hartanya dijalan Allah dan mereka tidak menyertakan umpatan dan tidak menyakitkan hati sesudah mereka memberikannya, maka bagi mereka itu pahala di sisi Tuhan mereka dan tidak ada rasa takut bagi mereka dan mereka pun tidak bersedih hati”
5. Hendaklah memberikan shadaqah pada sasaran yang halal. Maka hendaklah memberikan shadaqah pada orang alim yang muttaqy yang mempergunakan shdaqah tersebut untuk taat dan ibadah kepada Allah serta bertaqwa kepada-Nya, dan kepada seorang shalih yang sederhana.
G. Keutamaan shadaqah:
1. Shadaqah dapat mensucikan dan membersihan harta dan jiwa
Konsepsi Islammenginginkan agar seseorang tidak membiarkan sesuatupun tercampuri oleh kekurangan tanpa ada pengganti dan penutupnya, seperti halnya orang yang berpuasa dilarang melakukan hal yang sia-sia, berbuat jorok, berkata kotor dan bertindak bodoh. Tetapi karena orang yang berpuasa jarang bisa luput dari semuanya ini maka Islammensyariatkan shadaqah fitrah (zakat fitrah) untuk mensucikan puasanya dan menghapuskan dosanya sebagaimana dikatakan oleh Ibn Abbas
فرض رسول الله صدقة الفطر طهرة للصائم من للغو و الرفث وطعمة للمساكين
“Rasulullah saw. Mewajibkan shadaqah fitrah sebagai pensucian bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan perbuatan jorok dan sebagai pemberian makan bagi orang –orang yang miskin” (Abu Dawud [1609] Ibn Majanh [1827] al-Hakim [I/409] )
Sebagimana pula telah difirmankan oleh Allah:
خذ من اموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها
“Ambillah shadaqah dari sebagian harta-harta mereka, dengan shadaqah (zakat) membersihkan dan mensucikan mereka“ (al-Taubah: 103)
2. Shadaqah dapat menghapuskan kesalahan
sebagiamana sabda Nabi:
الصدقة تطفئ الخطيئة كما تطفئ الماء النار
“Shadaqah dapat memadamkan (menghapuskan) kesalahan sebagimana air memadamkan api” (HR. Abu Ya’la dengan saluran shahih dari Jabir)
3 Shadaqah mampu memberi manfaat (pahala) bagi yang menjalankannya meskipun sudah meninggal.
اذا مات الانسان انقطع عمله الا من ثلاثة اشياء: صدقة جارية او علم ينتفع به اوولد صالح يدعوله
“Bila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga hal: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan” (HR. Jama’ah kecuali Bukhari dan Ibn Majah)
4. Shadaqah dapat menolak bencana dan memanjangkan umur
Sebagaimana sabda Nabi:
الصدقة تطول العمر واترد البلاء
“Shadaqah itu dapat memanjangkan umur dan menolak bencana”
H. Kesimpulan
Dari serangkaian pembahasan diatas setidaknya dapat kita ambil beberapa kesimpulan yang di antaranya adalah bahwa pada prinsipnya secara terminologi istilah shadaqah adalah untuk hal yang sunnah (tathawwu’) sedangkan zakat adalah untuk jenis infak yang bersifat wajib.
Dalam pelaksanaannya shadaqah memiliki beberapa etika yang perlu diperhatikan, di antarannya adalah:
1. Hendaklah merahasiakan shadaqah tersebut.
2. Hendaklah menghindarkan diri dari mengundat-undat dan menyakiti (orang yang diberi shadaqah).
3. Hendaklah bershadaqah dengan yang paling baik dari harta-harta yang dimiliki.
4. Hendaklah memberikan shadaqah dengan wajah yang berseri-seri dan gembira tidak dengan muka yang acuh.
5. Hendaklah memberikan shadaqah pada sasaran yang halal.
Adapun dari segi keutamaan, shadaqah memiliki beberapa keutamaan, di antaranya adalah:
1. Shadaqah dapat mensucikan dan membersihan harta dan jiwa
2. Shadaqah dapat menghapuskan kesalahan
3. Shadaqah mampu memberi manfaat (pahala) bagi yang menjalankannya meskipun sudah meninggal.
4. Shadaqah dapat menolak bencana dan memanjangkan umur
I. Bibliografi
Atabik Ali, Kamus Al-‘Ashry (Krapyak: Multi Karya Grapika, 2003)
Hamka, Tafsir al-Azhar Juzu’ II (Jakarta: Pustaka Panjimas,1994)
Mahmud Bably, Kedudukan Harta dalam Islam, Terj. Abdul Ftah (Jakarta: Kalam Mulia, 1989)
M. Abd. Rauf al-Munawy, Al-Tauqif ‘Ala Muhmat al-Ta’arif (Beirut: Dar al-Fikr, 1410H.)
Muhammad bin Umar al-Nawawy, Tanqih al-Qaul al-Hatsits (Surabaya: Al-Hidayah, tth)
M. Yusuf Qardlawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, terj. Didin Hafidhuddin el.al (Jakarta: Rabbani Press, 1997)
M. Yusuf Qardlawi, Kiat IslamMengentaskan Kemiskinan, Terj. Syafril Halim (Jakarta: Gema Insani Press, 1995)
Usman al-Khaibawy, Durrah al-Nashihin (Surabaya: Al-Hidayah, tth)
loading...
1 komentar:
Write komentarinformasi yang sangat menarik dan bermanfaat nih gan
Replysenang bisa berkunjung ke blog anda
terimakasih banyak
Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar