Puasa dalam al-Qur’an dan al-Kitab

Admin Sunday, December 19, 2010

Pendahuluan
            Menurut sejarah, amalan puasa muncul serentak dengan kemunculan manusia di muka bumi. Semua agama atau atheis sekali pun mengakui bahawa amalan berpuasa adalah program positif dan amat penting dalam kehidupan harian manusia. Walau bagaimanapun berdasarkan perkembangan terkini, puasa Rama-dhan yang diamalkan serentak secara besar-besaran oleh umat Islam dari kanak-kanak atau dewasa di seluruh dunia, me-nunjukkan amalan puasa dalam agama Islam terus aktif me-neruskan kesinambungan amalan puasa yang diamalkan oleh para nabi yang terdahulu.
            Adalah suatu hal yang logis apabila diwajibkan puasa atas suatu ummat yang berkewajiban melakukan jihad di jalan Allah, untuk memantapkan manhaj-Nya dimuka bumi, untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, dan untuk menjadi saksi atas manusia lain. Maka puasa merupakan sarana untuk menetapkan akidah yang kokoh dan teguh, dan sarana hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa hubungan ketaatan dan kepatuhan; sebagaimana ia juga merupakan sarana ketinggian melebihi kebutuhan fisik belaka, dan ketabahan untuk memikul tekanan dan bebannya, demi mengutamakan kerhidhaan dan kesenangan di sisi Allah.
            Semua ini merupakan unsur-unsur penting dalam mempersiapkan jiwa untuk memikul rintangan perjalanan yang penuh hambatan dan duri, yang diseklilingnya penuh dengan berbagai macam keinginan dan syahwat, dan beribu-ribu kesenangan selalu dibisikan ketelinganya. Puasa bulan Ramadhan telah termasuk salah satu dari lima Rukun (tiag) Islam. Dalam bahasa Arab puasa disebut shiyam atau shaum, yang pokok artinya ialah menahan. Di dalam peraturan Syara’ dijelaskan bahwasannya shiyam  menahan makan dan minum dan bersetubuh suami isteri dari waku fajar sampai waktu mghrib, karena menjunjung tinggi perintah Allah. Maka setelah nenek moyang kita memeluk Agama Islam kita pakailah kata PUASA buat menjadi arti daripada shiyam itu. Karena memang sejak agama yang dipeluk terlebih dahulu, peraturan puasa itu telah ada juga.
           



Puasa dalam al-Qur’an
            Perintah puasa fardhu Ramadhan kepada umat Islam di bawah kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. diwahyukan pada bulan Syaaban tahun 2 Hijrah dan diaktualisasikan dalam bulan Ramadhan berikutnya semasa Nabi Muhammad berada di Madinah. Walau pun puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun 2 Hijrah tetapi umat nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad pun telah mengamalkan puasa. Allah berfirman:
Maksudnya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasa kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
            Dalam mentafsirkan ayat ini, ahli tafsir Imam Qurtubi menyatakan Al-Syaabi, Qatadah dan lain-lain menerangkan bahawa ayat ini merujuk puasa-puasa yang difardhukan pada Nabi Musa, Nabi Isa dan umat-umatnya pada masa itu yang juga mengamalkan puasa dalam bulan Ramadhan, kemudian para pendeta dan pengikut-pengikut nabi-nabi berkenaan mengubah sesuai ajaran-ajaran tersebut. Dengan demikian kita dapati dalam kitab Taurat dan Injil ada menyebut tentang puasa tetapi tidak dinyatakan dengan jelas tentang peraturan wajib puasa.
            Puasa dalam agama Islam artinya menahan diri dari makan dan minum dan dari segala perbuatan yang boleh membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Perintah puasa difirmankan oleh Allah pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183.
            Berpuasa merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Terdapat puasa wajib dan puasa sunnah, namun tata caranya tetap sama. Ibadah shaum Ramadhan yang diwajibkan Allah kepada setiap mu’min adalah ibadah yang ditujukan untuk menghamba kepada Allah seperti yang tertera dalam QS. Al- Baqarah/2: 183. Hikmah dari ibadah shaum itu sendiri adalah melatih manusia untuk sabar dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al- Quran adalah ‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam QS. Ali ‘Imran/3: 146.

            Puasa sebagai rukun Islam tidak terpisah dari rukun-rukun Islam yang lain untuk mencapai hakikat maksud dari Islam itu sendiri. Sebab sudah diketahui bahwa Islam artinya ialah menyerahkan diri kepada Allah. Maka diri yang diserahkan kepada Allah itu hendaklah ditazkiyh artinye dibersihkan rohani dan jasmani. Selalu dilatih dan dididik dan perbaharui senantiasa kesadaran diri itu.
            Selanjutnya firman Tuhan: “(yaitu) beberapa hari yang dihitung.” (pangkal ayat 2:184). Yaitu selama hari yang terkandung dalam bulan Ramadhan yang kadang-kadang 29 dan kadang-kadang 30 hari. Dengan demikian ditunjukanlah Kasih Sayang Allah, bahwasannya kewajiban itu tidak lama. Tetapi banyak di anatar orang yang beriman mnyambut pula Kasih Sayang Allah itu dengan hati terharu pula. Sebab itu maka orang-orang yang taat berpuasa kerapkali merasa sedih hatinya ketik hari-hari bulan puasa telah hampir habis, shingga untuk memuaskan keterharan itu dianjurkan puasa tathawwu’ enam hari pada bulan Syawal. Maka pangkal ayat yang sedikit ini mengndung rahasia kasih-ayang yang berbalasan diantara mahkluk dengan Khaliqnya.[1]

Spirit kasih sayang
            Tentu saja, tradisi itu merupakan salah satu khazanah kebaikan di bulan Ramadhan, yang mungkin sulit ditemukan di bulan-bulan lainnya. Bagi masyarakat Muslim, ibadah puasa mempunyai magnet tersendiri untuk menggugah kesadaran filantropis. Yaitu kesadaran untuk menderma dan menyalurkan bantuan bagi mereka yang tidak mampu, fakir miskin dan anak yatim. Ada spirit kasih sayang dalam puasa. Di sini, keistimewaan bulan puasa terpancar, menembus relung hati yang terdalam sembari menggugah kesadaran primordial setiap insan.
            Berpuasa tak semata-mata menahan dahaga dan lapar, tetapi juga merupakan refleksi teologis untuk membumikan amal saleh dan kasih sayang dalam tindak laku. Karena itu, puasa yang mulanya merupakan implementasi dari rukun agama semata, kemudian menjadi sebuah laku sosial yang sangat konstruktif.
            Perbedaan bulan puasa dengan bulan-bulan lain tercermin pada logika keberagamaan yang perlu mendapat perhatian. Bila pada bulan-bulan selain Ramadhan, masyarakat umumnya disibukkan dengan urusan mengumpulkan harta benda, memperkaya diri, bahkan korupsi secara berkelompok, tetapi pada bulan puasa ada jeda untuk melakukan refleksi diri (muhâsabah). Stop keserakahan dan korupsi!
            Selama sebulan penuh, umat Muslim merasakan dahaga dan lapar secara bersama, apa pun status sosial dan jabatannya. Kiai, ulama, umat, bahkan mereka yang mendapat amanat jabatan publik juga harus melakukan ibadah puasa.
            Karena itu, puasa dapat menjadi landasan pacu untuk membangkitkan gairah dan spirit kebajikan umum. Apa pun jabatan dan status sosial, tatkala mereka berpuasa, sebenarnya mereka mempunyai tanggung jawab untuk turut serta merasakan penderitaan orang lain.
            Bagi mereka yang selama ini berkecukupan dan berpenghasilan di atas rata-rata, dahaga dan lapar hanya dirasakan selama bulan puasa. Itu pun bila mereka benar-benar berpuasa. Namun, bagi mereka yang miskin atau mereka yang tidak punya pekerjaan, tentu saja dahaga dan lapar merupakan kondisi yang biasa dan harus dialui, dialami, dan dirasakan setiap saat.
           Karena itu, puasa menghadirkan makna yang amat penting dalam ranah sosial. Berbagai makna itu antara lain:
            Pertama, puasa sejatinya dapat menggugah kesadaran tentang adanya yang lain, yang membutuhkan uluran tangan dan pemikiran jernih. Puasa harus bermakna bagi upaya mengetuk nurani kita masing-masing agar memberikan perhatian terhadap mereka yang membutuhkan bantuan, pertolongan, dan perlindungan.. Karena penderitaan tidak hanya terjadi pada bulan puasa, tetapi terjadi di sepanjang masa. Di sinilah ajaran kedermawanan yang tersirat di balik puasa harus selalu dikumandangkan.
            Kedua, puasa harus mampu membangun kesadaran tentang kasih sayang dalam keragaman. Dalam Al Quran disebutkan, puasa merupakan ibadah yang diwajibkan tidak hanya bagi umat Muslim, tetapi juga kepada umat- umat agama sebelum Islam. Lalu, Tuhan menyebutkan tujuan puasa adalah ketakwaan (QS al-Baqarah [2]: 183). Imam al-Razi dalam Tafsîr Mafâtîh al-Ghayb berpendapat, yang dimaksud ketakwaan dalam ayat itu adalah upaya menghilangkan syahwat dan nafsu kebinatangan sehingga tidak mengakibatkan munculnya prahara, kejahatan, dan perselisihan. Dalam hal ini, terutama nafsu yang dimunculkan dari perut dan anggota tubuh di bawah perut (al-bathnu wa al-farju).
            Dalam membangun kasih sayang, tidak bisa dielakkan puasa dapat memberi kontribusi yang sangat besar. Karena puasa dapat menghadirkan kesabaran. Rasulullah bersabda, puasa adalah separuh dari kesabaran dan kesabaran adalah separuh dari iman. Jadi, mereka yang menunaikan ibadah puasa tidak semestinya melakukan tindakan kekerasan, penyerangan, dan pengusiran. Karena puasa hakikatnya merupakan tangga untuk membangun kesabaran. Dan kesabaran merupakan ciri-ciri orang muslim yang sejati. Dalam pepatah Arab disebutkan, perumpamaan kesabaran seperti minuman yang mulanya terasa pahit, tetapi bila ditenggak rasanya manis seperti madu.
            Dalam al-qur’an diulang lagi agar lebih jelas : “Dan barang siapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan, maka hitungan di hari yang lain.”  Sekarang dijelaskan sabdanya, ialah : Allah menghendaki keringanan untuk kamu, dan bukanlah Allah menghendaki kesukaran untuk kamu.”  Jangan kamu sampai terhalang mengerjakan ibadat kepada Allah karena perintah itu terlalu memberati dan merepotkan. Kasih sayang Allah kepada hambaNya tidak akan sampai menyuruh puasa orang yang sedang sakit. Dan kasih sayngNyapun tidak akan sampai memberati berpuasa orang yang sedang repot dalam musfir. Makan berbuka atau makan sahur tidaklah terjamin lancarnya dalam musafir.
            Dan hendaklah kamu membesarkan nama Allah atas apa yangtelah diberikanNya petunjuk akan kamu, dan supaya kamu bersyukur.” (ujung ayat 185). Maka untuk mengisi perintah Allah di ujung ayat ini, Nabi kita s.a.w memberikan contoh, yaitu agar pada bulan Ramadhan itu memperbanak ibadat, shalat tarawih (qiyamul-lail) memperbanyak membaca al-Qur’an dan memperhatikan huruf-hurufnya (tadarus) dan memperbanyak pula berbuat baik, bersedekah, memberi makan fakir miskun,menjamu walaupun hanya dengan seteguk air, sebutir korma, sepiring nasi. Dipenutupannya dibagikan zajat fitrah dan shalat Idul Fitri dengan membacakan takbir (Allahu Akbar) dan tahmid (walillahil Hamd), alamat syukur.
            Syukurlah Tuhan dan besarkanlah Dia! Karna Engkau hidup tidak lagi dalam gelap. Nur atau cahaya iman telah memberi terang dalam hatimu. Syukulah Tuhan, karena berkat taufiq dan hidayahNya jualah kamu telah dapat membuktikan bahwa kamu adalah insan yang berakal dan berbudi, dapat mengendalikan diri dan nafsu, syahwat perut dan syahwat faraj. Tiap-tiap mathari telah terbenam, sehari engkau telah menang. Dan bila sebulan Ramadhan telah habis dan Syawal datang, engkaupun telah beroleh kejayaan hidup, untuk bakal menghadap tahun yang dihadapi.
مـن صـام رمـضـان إيـمانـا و احتسـابـا عـفـر لـه مـا تـقـدم مـن ذنـبـه (رواه البخار ومـسلـم) و فـي روايـةلابـي داود : و مـا تأ خر
Barangsiapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan perhitungan,*[2] diampunilah untuknya dosanya yang telah terdahulu.” (Riwayat Bukhari Muslim dan Abu Daud; “dan yang terkemudian.”  
            Betapa tidak akanndiampuni, karena bekas latihan puasa itu memang telah berkesan pada jiwanya. Dia lebih suka berbuat yang baik, dan selalu berusaha menjahui yang dimurkai Allah.[3]

Puasa dalam al-Kitab
            Sesuatu hal yang unik bahwa penjelasan tentang apa, bagaimana dan apa makna puasa sebelumnya tidak ada penjelasan yang rinci akan tetapi yang bisa ditemukan ialah bahwa Umat Israel baik secara bersama maupun secara individu sudah melaksanakan puasa. Dari sini dapat diartikan bahwa hal berpuasa sudah merupakan kegiatan yang biasa dilakukan sehingga tidak perlu harus diuraikan secara rinci. Sehingga untuk mempelajari apa, bagaimana dan apa makna rohani berpuasa hanya dapat diketahui dari pelaksanaan-pelaksanaan puasa yang dilakukan dalam Alkitab.
            Puasa adalah istilah yang sangat sering dipakai di dalam Alkitab. Perjanjian Lama menggunakan istilah tsum-tsom dan inna nafsya yang artinya merendahkan diri dengan berpuasa, sedangkan Perjanjian Baru memakai istilah nesteuo yang berarti tidak makan.
            Sesuatu hal yang unik bahwa penjelasan tentang apa, bagaimana dan apa makna puasa sebelumnya tidak ada penjelasan yang rinci akan tetapi yang bisa ditemukan ialah bahwa Umat Israel baik secara bersama maupun secara individu sudah melaksanakan puasa. Dari sini dapat diartikan bahwa hal berpuasa sudah merupakan kegiatan yang biasa dilakukan sehingga tidak perlu harus diuraikan secara rinci. Sehingga untuk mempelajari apa, bagaimana dan apa makna rohani berpuasa hanya dapat diketahui dari pelaksanaan-pelaksanaan puasa yang dilakukan dalam Alkitab.[4]

Kegiatan Puasa dalam Alkitab
1.      Puasa Tahunan
      Di dalam Alkitab ada empat puasa tahunan yang diatur untuk melaksanakan umat Israel yaitu             pada bulan kelima, ketujuh dan bulan kesepuluh. Puasa ini adalah merupakan puasa wajib bagi            seluruh umat Israel. Acara puasa yaitu satu hari penuh atau 24 jam pada setiap bulan yang        ditentukan Zak 8:19; Imamat 23:27-32.
2.      Puasa Temporer
      Selain pada waktu-waktu yang sudah ditetapkan orang Israel sering melakukan puasa sewaktu-          waktu misalnya :
·         Ketika umat Israel yang dipimpin Ezra terdesak dihadang oleh musuh dalam perjalanan pulang dari   Babel,    Ezra memerintahkan agar segenap umat Israel berpuasa sambil berdoa memohon pertolongan Tuhan  (Esra             8:11).
·         Ketika Saul meninggal dalam peperangan, Daud dan seluruh Israel sangat sedih, sebagai tanda duka-cita yang dalam Daud memerin­tahkan agar seluruh umat Israel melakukan puasa.
·         Ketika kejahatan memuncak di kota Niniwe, Allah sangat marah dan mengancam akan menghukum penduduk Niniwe, namun Allah masih memberi kesempatan bertobat. Untuk itu Nabi Yunus diutus Tuhan ke kota Niniwe agar penduduk Niniwe bertobat dengan cara berpuasa (Yunus 3:5-8)
·         Ketika para pemimpin Jemaat berkumpul di Antiokia, mereka sepakat memohon bimbingan Tuhan untuk             pelayanan selanjutya sehingga mereka sepakat berdoa dan berpuasa. Pada saat itu mereka mendapat bimbingan Tuhan untuk mengutus Barnabas dan Saulus untuk menginjili (Kis: 13:2-3)[5]
3.       Puasa Pribadi
·         Ketika Musa menerima Hukum Taurat dari Tuhan di Gunung Sinai, dia berpuasa selama 40 hari 40 malam (Kel 34:28).
·         Ketika Natan membuka tabir kejahatan Raja Daud, maka Raja Daud berpuasa sebagai tanda kesadaran dan pertobatan dari dosanya sambil memohon keselamatan dari dosanya (I Samuel 12:16)
·         Dalam Matius 4:1-11 dikatakan bahwa Tuhan Yesus berpuasa selama 40 hari 40 malam. Dalam hal ini Tuhan Yesus diperhadapkan dengan ujian yang sangat berat dari Iblis dengan godaan-godaan agar Yesus jatuh kepada perangkap Iblis, ternyata Yesus menang dalam ujian ini dengan memilih salib yang harus dia terima sebagai satu-satunya jalan keselamatan manusia.
·         Sebagai pelayan Tuhan, Rasul Paulus menganggap bahwa berpuasa dan berdoa adalah merupakan bagian yang harus terus dilaksanakan sebagai Pelayanan Tuhan (II Kor 6,5;11,27).



Arti dan Makna Puasa.
Dari beberapa uraian di atas bahwa apa, bagaimana, mengapa dan untuk apa berpuasa adalah :
1.      Tindakan merendahkan diri serendah-rendahnya bagaikan debu yang tidak mempunyai arti apa-apa di hadapan Allah.
2.      Dengan cara tidak makan dan tidak minum selama masa waktu tertentu. Selain menghentikan makanan kadang-kadang ada orang yang menaruh debu di atas kepalanya sebagai simbol kesadaran diri yang berasal dari debu dan kembali kepada debu.
3.      Kesadaran yang sedalam-dalamnya atas dosa dan kejahatan yang dilakukan secara massal atau perorangan sehingga atas kesadaran tersebut timbul penyesalan dan pertobatan yang ditandai dengan berdoa dan berpuasa secara massal atau perorangan.
4.      Tanda duka cita yang sedalam-dalamnya atas musibah yang terjadi yang diyakini sebagai murka Allah atas dosa dan kejahatan yang meraja-lela.
5.      Tanda pertobatan dan doa permohonan keselamatan atas kutuk Tuhan yang akan terjadi.
6.      Permohonan untuk bimbingan Tuhan dalam melaksanakan pelayanan.
7.      Khusus untuk Puasa Tahunan selalu diikuti dengan penyerahan korban persembahan sebagai lambang Kristus yang mati di kayu salib untuk menyucikan dan mendamaikan manusia dengan Allah.
8.      Melatih diri dalam kesetiaan, kesabaran, menghormati, merasakan penderi­taan orang lain dan mengasihi sesama manusia.
            Tuhan Yesus tidak pernah melarang orang untuk berpuasa malah Tuhan Yesus menasehati orang yang menjalankan puasa jangan terjebak ke dalam kesombongan rohani (Mat 6,16-18). Dari sejak jaman Gereja mula-mula hingga masa kini kegiatan berpuasa bukanlah hal yang asing akan tetap diterima sebagai bagian spritual untuk mengenang dan mensyukuri perngorbanan Kristus yang telah menyelamatkan manusia. Dalam praktek pelaksanaan puasa di Gereja masa kini ada perbedaan-perbedaan.
Misalnya :
1.      Ada Gereja yang mengaturkan agar seluruh warga jemaat melakukan puasa masa pra-Paskah. Selain itu kadang-kadang dalam situasi khusus Gereja mengaturkan agar seluruh warga jemaatnya melakukan puasa.
2.      Ada Gereja yang tidak mengaturkan secara lembaga agar warga jemaatnya melakukan puasa secara sukarela tanpa diatur oleh siapa pun.

Hikmah

            Pusat Gereja adalah Yesus Kristus, maka pertimbangan pemberlakuan puasa sudah selayaknya diarahkan pada Yesus Kristus juga. Itu berarti jika puasa dilakukan, maka tujuannya adalah mengingat dan meresapi kembali akan pengalaman Yesus Kristus.
Hakekat puasa adalah pembebasan diri dari nafsu manusiawi atau bisa juga dari kuasa dosa atau Iblis, maka sudah semestinya jika pertimbangan untuk mempraktekkan (atau tidak) puasa diletakkan atas dasar hakekat ini[6]
           
Penutup
            Dengan demikian dapatlah kita simpulakan bahwasanya puasa adalah Syari’at yang penting di dalam tiap-tiap agama, meskipun ada perubahan-perubahan hari ataupun bulan. Setelah Rasulullah s.a.w diutus ditetapkanlah puasa buat ummat Islam pada bulan Ramadhan.
Maka setelah diterangkan bahwasanya kewajiban berpuasa yang dipikulkan kepada orang-orang yang beriman telah juga dipikulkan kepada ummat-ummat yang sebelum mereka, maka diujung ayat surat al-Baqarah:2 ayat 183 diterangkan lah hikmah puasa itu, yaitu: “ Supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa.” 








            Daftar Pustaka
             
            Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz II, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.

Misrawi, Zuhairi Jurnal Puasa Dalam Tafsir, http://www.islamemansipatoris.com/cetak-artikel. 24/09/2006

Robert Setio Pdt. DR. Jurnal Disampaikan dalam program PTJ di GKI PI Puasa Dalam Agama Kristen Protestan, 22 Agustus 2005

Robert Setio DR.  Forum Diskusi Kristen Internasional Puasa Dalam Agama Kristen Protestan,i1 desember                      2005
 
Silaban. P, STh. Puasa Ditinjau Dari Pandangan Alkitab,  Lembaga Pengkajian Kerukunan Umat  Beragama  LPKUB Indonesia Perwakilan Medan, www.puasadalamjurnal. Rabu, 07 Nopember 2007

Silaban, P. Pdt. STh Jurnal Kerukunan Puasa Ditinjau Dari Pandangan Alkiab  . Copyright©2006 LPKB Perwakilan Medan Last updated: 11/07/07







           



[1] Hamka “Tafsir al-Azhar,Juz 2  (PT. Pstaka Panjimas, 1983). Hal 117
* Berhati-hati memeliharakan puasa
[3] Hamka “Tafsir al-Azhar,Juz 2  (PT. Pstaka Panjimas, 1983). Hal. 129
[4] DR. Robert Setio Forum Diskusi Kristen Internasional, Puasa Dalam Agama Kristen Protestani1 Desember 2005
 

[5] Jurnal Kerukunan PUASA DITINJAU DARI PANDANGAN ALKITAB  Pdt. P. Silaban, STh. Copyright©2006 LPKB Perwakilan Medan
Last updated: 11/07/07


[6] Pdt. DR. Robert Setio Disampaikan dalam program PTJ di GKI PI Puasa Dalam Agama Kristen Protestan 22 Agustus 2005

oloi

loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar