Kontroversi Israā Dan Miraj: Sebuah Kajian Tematis Berbasis Sunnah Nabi
Pendahuluan: Hadis sangatlah beragam bentuknya, dari sisi kuantitas perawinya muncul istilah mutawatir dan ahad, dari kualitasnya muncul istilah shahih, hasan dan dlaif, dari penisbatannya kepada rasul muncul istilah marfuā, mauquf dan maqthuā. Di samping itu apabila diperhatikan lebih luas lagi ternyata matn hadis mengandung tema yang beragam, mulai dari bidang aqidah, ilmu, muāamalah, akhlak, sirah dan lain-lain.Di antara sekian bidang garapan hadis, hadis seputar israā miāraj merupakan hadis yang sangat menarik unttuk dibahas. Di samping israā miāraj merupakan salah satu bentuk mukjizat yang unik dan penuh perdebatan, fenomena tersebut juga mendapat legitimasi dari Al Qurāan.
![]() |
image / tmsi-smangat.org |
Makna Israā Dan Miraj
Israā berasal dari akar kata bahasa arab : Asra ā Yusri ā Israā yang bermakna berjalan di waktu malam, sedang Miāraj berasal dari kata : Aāraja ā Yuāriju ā Miāraj yang bermakna naik ke atas, maka makna Miāraj adalah alat atau masa untuk naik.[1]Dengan memperhatikan makna bahasa kata Israā dan Miāraj tersebut diatas Israā dan Miāraj diartikan sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW pada malam duapuluh tujuh rajab tahun kesebelas dari kenabian (sekitar tahun 622 masehi) dari masjidil haram ke masjidil aqsha, kemudian naik ke langit sampai kepada langit ke tujuh, dan terus berjumpa dengan Allah di shidratul muntaha untuk menerima perintah shalat dan kemudian kembali pada malam yang sama, sebelum waktu subuh.[2]
Hadis Tentang Israā Dan Miāraj
ŲŲÆŲ«ŁŲ§ Ų“ŁŲØŲ§Ł ŲØŁ ŁŲ±ŁŲ® ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŲŁ Ų§ŲÆ ŲØŁ Ų³ŁŁ Ų© ŲŲÆŲ«ŁŲ§ Ų«Ų§ŲØŲŖ Ų§ŁŲØŁŲ§ŁŁ Ų¹Ł Ų£ŁŲ³ ŲØŁ Ł Ų§ŁŁ Ų£Ł Ų±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŁŲ§Ł Ų£ŲŖŁŲŖ ŲØŲ§ŁŲØŲ±Ų§Ł ŁŁŁ ŲÆŲ§ŲØŲ© Ų£ŲØŁŲ¶ Ų·ŁŁŁ ŁŁŁ Ų§ŁŲŁ Ų§Ų± ŁŲÆŁŁ Ų§ŁŲØŲŗŁ ŁŲ¶Ų¹ ŲŲ§ŁŲ±Ł Ų¹ŁŲÆ Ł ŁŲŖŁŁ Ų·Ų±ŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲ±ŁŲØŲŖŁ ŲŲŖŁ Ų£ŲŖŁŲŖ ŲØŁŲŖ Ų§ŁŁ ŁŲÆŲ³ ŁŲ§Ł ŁŲ±ŲØŲ·ŲŖŁ ŲØŲ§ŁŲŁŁŲ© Ų§ŁŲŖŁ ŁŲ±ŲØŲ· ŲØŁ Ų§ŁŲ£ŁŲØŁŲ§Ų” ŁŲ§Ł Ų«Ł ŲÆŲ®ŁŲŖ Ų§ŁŁ Ų³Ų¬ŲÆ ŁŲµŁŁŲŖ ŁŁŁ Ų±ŁŲ¹ŲŖŁŁ Ų«Ł Ų®Ų±Ų¬ŲŖ ŁŲ¬Ų§Ų”ŁŁ Ų¬ŲØŲ±ŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ų§ŁŲ³ŁŲ§Ł ŲØŲ„ŁŲ§Ų” Ł Ł Ų®Ł Ų± ŁŲ„ŁŲ§Ų” Ł Ł ŁŲØŁ ŁŲ§Ų®ŲŖŲ±ŲŖ Ų§ŁŁŲØŁ ŁŁŲ§Ł Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ Ų§Ų®ŲŖŲ±ŲŖ Ų§ŁŁŲ·Ų±Ų© Ų«Ł Ų¹Ų±Ų¬ ŲØŁŲ§ Ų„ŁŁ Ų§ŁŲ³Ł Ų§Ų” ŁŲ§Ų³ŲŖŁŲŖŲ Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁŁ Ł Ł Ų£ŁŲŖ ŁŲ§Ł Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁ ŁŁ Ł Ł Ų¹Ł ŁŲ§Ł Ł ŲŁ ŲÆ ŁŁŁ ŁŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŁŲŖŲ ŁŁŲ§ ŁŲ„Ų°Ų§ Ų£ŁŲ§ ŲØŲ¢ŲÆŁ ŁŲ±ŲŲØ ŲØŁ ŁŲÆŲ¹Ų§ ŁŁ ŲØŲ®ŁŲ± Ų«Ł Ų¹Ų±Ų¬ ŲØŁŲ§ Ų„ŁŁ Ų§ŁŲ³Ł Ų§Ų” Ų§ŁŲ«Ų§ŁŁŲ© ŁŲ§Ų³ŲŖŁŲŖŲ Ų¬ŲØŲ±ŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ų§ŁŲ³ŁŲ§Ł ŁŁŁŁ Ł Ł Ų£ŁŲŖ ŁŲ§Ł Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁ ŁŁ Ł Ł Ų¹Ł ŁŲ§Ł Ł ŲŁ ŲÆ ŁŁŁ ŁŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŁŲŖŲ ŁŁŲ§ ŁŲ„Ų°Ų§ Ų£ŁŲ§ ŲØŲ§ŲØŁŁ Ų§ŁŲ®Ų§ŁŲ© Ų¹ŁŲ³Ł Ų§ŲØŁ Ł Ų±ŁŁ ŁŁŲŁŁ ŲØŁ Ų²ŁŲ±ŁŲ§Ų” ŲµŁŁŲ§ŲŖ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų§ ŁŲ±ŲŲØŲ§ ŁŲÆŲ¹ŁŲ§ ŁŁ ŲØŲ®ŁŲ± Ų«Ł Ų¹Ų±Ų¬ ŲØŁ Ų„ŁŁ Ų§ŁŲ³Ł Ų§Ų” Ų§ŁŲ«Ų§ŁŲ«Ų© ŁŲ§Ų³ŲŖŁŲŖŲ Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁŁ Ł Ł Ų£ŁŲŖ ŁŲ§Ł Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁ ŁŁ Ł Ł Ų¹Ł ŁŲ§Ł Ł ŲŁ ŲÆ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŁŁŁ ŁŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŁŲŖŲ ŁŁŲ§ ŁŲ„Ų°Ų§ Ų£ŁŲ§ ŲØŁŁŲ³Ł ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ Ų„Ų°Ų§ ŁŁ ŁŲÆ Ų£Ų¹Ų·Ł Ų“Ų·Ų± Ų§ŁŲŲ³Ł ŁŲ±ŲŲØ ŁŲÆŲ¹Ų§ ŁŁ ŲØŲ®ŁŲ± Ų«Ł Ų¹Ų±Ų¬ ŲØŁŲ§ Ų„ŁŁ Ų§ŁŲ³Ł Ų§Ų” Ų§ŁŲ±Ų§ŲØŲ¹Ų© ŁŲ§Ų³ŲŖŁŲŖŲ Ų¬ŲØŲ±ŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ų§ŁŲ³ŁŲ§Ł ŁŁŁ Ł Ł ŁŲ°Ų§ ŁŲ§Ł Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁ ŁŁ Ł Ł Ų¹Ł ŁŲ§Ł Ł ŲŁ ŲÆ ŁŲ§Ł ŁŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŁŲŖŲ ŁŁŲ§ ŁŲ„Ų°Ų§ Ų£ŁŲ§ ŲØŲ„ŲÆŲ±ŁŲ³ ŁŲ±ŲŲØ ŁŲÆŲ¹Ų§ ŁŁ ŲØŲ®ŁŲ± ŁŲ§Ł Ų§ŁŁŁ Ų¹Ų² ŁŲ¬Ł ŁŲ±ŁŲ¹ŁŲ§Ł Ł ŁŲ§ŁŲ§ Ų¹ŁŁŲ§ Ų«Ł Ų¹Ų±Ų¬ ŲØŁŲ§ Ų„ŁŁ Ų§ŁŲ³Ł Ų§Ų” Ų§ŁŲ®Ų§Ł Ų³Ų© ŁŲ§Ų³ŲŖŁŲŖŲ Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁ Ł Ł ŁŲ°Ų§ ŁŲ§Ł Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁ ŁŁ Ł Ł Ų¹Ł ŁŲ§Ł Ł ŲŁ ŲÆ ŁŁŁ ŁŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŁŲŖŲ ŁŁŲ§ ŁŲ„Ų°Ų§ Ų£ŁŲ§ ŲØŁŲ§Ų±ŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŁŲ±ŲŲØ ŁŲÆŲ¹Ų§ ŁŁ ŲØŲ®ŁŲ± Ų«Ł Ų¹Ų±Ų¬ ŲØŁŲ§ Ų„ŁŁ Ų§ŁŲ³Ł Ų§Ų” Ų§ŁŲ³Ų§ŲÆŲ³Ų© ŁŲ§Ų³ŲŖŁŲŖŲ Ų¬ŲØŲ±ŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ų§ŁŲ³ŁŲ§Ł ŁŁŁ Ł Ł ŁŲ°Ų§ ŁŲ§Ł Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁ ŁŁ Ł Ł Ų¹Ł ŁŲ§Ł Ł ŲŁ ŲÆ ŁŁŁ ŁŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŁŲŖŲ ŁŁŲ§ ŁŲ„Ų°Ų§ Ų£ŁŲ§ ŲØŁ ŁŲ³Ł ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŁŲ±ŲŲØ ŁŲÆŲ¹Ų§ ŁŁ ŲØŲ®ŁŲ± Ų«Ł Ų¹Ų±Ų¬ Ų„ŁŁ Ų§ŁŲ³Ł Ų§Ų” Ų§ŁŲ³Ų§ŲØŲ¹Ų© ŁŲ§Ų³ŲŖŁŲŖŲ Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁŁ Ł Ł ŁŲ°Ų§ ŁŲ§Ł Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁ ŁŁ Ł Ł Ų¹Ł ŁŲ§Ł Ł ŲŁ ŲÆ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŁŁŁ ŁŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲÆ ŲØŲ¹Ų« Ų„ŁŁŁ ŁŁŲŖŲ ŁŁŲ§ ŁŲ„Ų°Ų§ Ų£ŁŲ§ ŲØŲ„ŲØŲ±Ų§ŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ Ł Ų³ŁŲÆŲ§ ŲøŁŲ±Ł Ų„ŁŁ Ų§ŁŲØŁŲŖ Ų§ŁŁ Ų¹Ł ŁŲ± ŁŲ„Ų°Ų§ ŁŁ ŁŲÆŲ®ŁŁ ŁŁ ŁŁŁ Ų³ŲØŲ¹ŁŁ Ų£ŁŁ Ł ŁŁ ŁŲ§ ŁŲ¹ŁŲÆŁŁ Ų„ŁŁŁ Ų«Ł Ų°ŁŲØ ŲØŁ Ų„ŁŁ Ų§ŁŲ³ŲÆŲ±Ų© Ų§ŁŁ ŁŲŖŁŁ ŁŲ„Ų°Ų§ ŁŲ±ŁŁŲ§ ŁŲ¢Ų°Ų§Ł Ų§ŁŁŁŁŲ© ŁŲ„Ų°Ų§ Ų«Ł Ų±ŁŲ§ ŁŲ§ŁŁŁŲ§Ł ŁŲ§Ł ŁŁŁ Ų§ ŲŗŲ“ŁŁŲ§ Ł Ł Ų£Ł Ų± Ų§ŁŁŁ Ł Ų§ ŲŗŲ“Ł ŲŖŲŗŁŲ±ŲŖ ŁŁ Ų§ Ų£ŲŲÆ Ł Ł Ų®ŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ³ŲŖŲ·ŁŲ¹ Ų£Ł ŁŁŲ¹ŲŖŁŲ§ Ł Ł ŲŲ³ŁŁŲ§ ŁŲ£ŁŲŁ Ų§ŁŁŁ Ų„ŁŁ Ł Ų§ Ų£ŁŲŁ ŁŁŲ±Ų¶ Ų¹ŁŁ Ų®Ł Ų³ŁŁ ŲµŁŲ§Ų© ŁŁ ŁŁ ŁŁŁ ŁŁŁŁŲ© ŁŁŲ²ŁŲŖ Ų„ŁŁ Ł ŁŲ³Ł ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŁŁŲ§Ł Ł Ų§ ŁŲ±Ų¶ Ų±ŲØŁ Ų¹ŁŁ Ų£Ł ŲŖŁ ŁŁŲŖ Ų®Ł Ų³ŁŁ ŲµŁŲ§Ų© ŁŲ§Ł Ų§Ų±Ų¬Ų¹ Ų„ŁŁ Ų±ŲØŁ ŁŲ§Ų³Ų£ŁŁ Ų§ŁŲŖŲ®ŁŁŁ ŁŲ„Ł Ų£Ł ŲŖŁ ŁŲ§ ŁŲ·ŁŁŁŁ Ų°ŁŁ ŁŲ„ŁŁ ŁŲÆ ŲØŁŁŲŖ ŲØŁŁ Ų„Ų³Ų±Ų§Ų¦ŁŁ ŁŲ®ŲØŲ±ŲŖŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲ±Ų¬Ų¹ŲŖ Ų„ŁŁ Ų±ŲØŁ ŁŁŁŲŖ ŁŲ§ Ų±ŲØ Ų®ŁŁ Ų¹ŁŁ Ų£Ł ŲŖŁ ŁŲŲ· Ų¹ŁŁ Ų®Ł Ų³Ų§ ŁŲ±Ų¬Ų¹ŲŖ Ų„ŁŁ Ł ŁŲ³Ł ŁŁŁŲŖ ŲŲ· Ų¹ŁŁ Ų®Ł Ų³Ų§ ŁŲ§Ł Ų„Ł Ų£Ł ŲŖŁ ŁŲ§ ŁŲ·ŁŁŁŁ Ų°ŁŁ ŁŲ§Ų±Ų¬Ų¹ Ų„ŁŁ Ų±ŲØŁ ŁŲ§Ų³Ų£ŁŁ Ų§ŁŲŖŲ®ŁŁŁ ŁŲ§Ł ŁŁŁ Ų£Ų²Ł Ų£Ų±Ų¬Ų¹ ŲØŁŁ Ų±ŲØŁ ŲŖŲØŲ§Ų±Ł ŁŲŖŲ¹Ų§ŁŁ ŁŲØŁŁ Ł ŁŲ³Ł Ų¹ŁŁŁ Ų§ŁŲ³ŁŲ§Ł ŲŲŖŁ ŁŲ§Ł ŁŲ§ Ł ŲŁ ŲÆ Ų„ŁŁŁ Ų®Ł Ų³ ŲµŁŁŲ§ŲŖ ŁŁ ŁŁŁ ŁŁŁŁŲ© ŁŁŁ ŲµŁŲ§Ų© Ų¹Ų“Ų± ŁŲ°ŁŁ Ų®Ł Ų³ŁŁ ŲµŁŲ§Ų© ŁŁ Ł ŁŁ ŲØŲŲ³ŁŲ© ŁŁŁ ŁŲ¹Ł ŁŁŲ§ ŁŲŖŲØŲŖ ŁŁ ŲŲ³ŁŲ© ŁŲ„Ł Ų¹Ł ŁŁŲ§ ŁŲŖŲØŲŖ ŁŁ Ų¹Ų“Ų±Ų§ ŁŁ Ł ŁŁ ŲØŲ³ŁŲ¦Ų© ŁŁŁ ŁŲ¹Ł ŁŁŲ§ ŁŁ ŲŖŁŲŖŲØ Ų“ŁŲ¦Ų§ ŁŲ„Ł Ų¹Ł ŁŁŲ§ ŁŲŖŲØŲŖ Ų³ŁŲ¦Ų© ŁŲ§ŲŲÆŲ© ŁŲ§Ł ŁŁŲ²ŁŲŖ ŲŲŖŁ Ų§ŁŲŖŁŁŲŖ Ų„ŁŁ Ł ŁŲ³Ł ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŁŲ£Ų®ŲØŲ±ŲŖŁ ŁŁŲ§Ł Ų§Ų±Ų¬Ų¹ Ų„ŁŁ Ų±ŲØŁ ŁŲ§Ų³Ų£ŁŁ Ų§ŁŲŖŲ®ŁŁŁ ŁŁŲ§Ł Ų±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŁŁŁŲŖ ŁŲÆ Ų±Ų¬Ų¹ŲŖ Ų„ŁŁ Ų±ŲØŁ ŲŲŖŁ Ų§Ų³ŲŖŲŁŁŲŖ Ł ŁŁ. [3]
Artinya: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: āAku didatangi buraq, yaitu jenis hewan melata (dabbat) yang putih tingginya melebihi himar dan di bawah bighal (keledai) rawi berkata : kemudian Aku (Rasul) menaikinya hingga sampai di Baitul Maqdis, rawi berkata: maka kemudian Aku (Rasul) mengikatnya dengan tali sebagiamana yang dilakukan para nabi, kemudian aku shalat dua rakaat di baitul maqdis kemudian aku keluar dan datanglah jibril A.S. dengan membawa sewadah khamr dan madu tapi aku memilih madu sehingga berkatalah jibril: kamu telah memilih kesucian kemudian kami (rasul dan jibril) naik ke langit dan Jibril memohon untuk dibukakan (pintunya), kemudian ditanya: siapa kamu? Jibril menjawab aku Jibril, kemudian ditanya lagi: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Dijawab oleh Jibril: ya ia sudah diutus, kemudian dibukalah pintu untuk kita, dan akupun langsung bertemu dengan adam kemudian ia menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku, kemudian kami naik lagi ke langit kedua dan Jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa kamu ia menjawab: aku jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba aku bertemu dengan Ibnail Khalat Isa Bin Maryam dan zakariya A.S. mereka menyambut ku dan mendoakan kebaikan untukku, kemudian aku naik ke langit ke tiga, dan Jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa kamu ia menjawab: aku Jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad SAW, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba aku bertemu dengan Yusuf SAW kemudian ia menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku, kemudian aku naik ke langit ke empat, dan jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa ini ia menjawab: aku jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba aku bertemu dengan idris kemudian iamenyambutku dan mendoakan kebaikan untukku, Allah telah berfirman berkenaan dengan Idris, ādan Aku (Allah) sudah mengangkatnya dalam temapat yang mulia (surga)ā kemudian kami naik ke langit ke lima dan Jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa ini ia menjawab: aku Jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba aku bertemu dengan Harun SAW. Kemudian ia menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku, kemudian kami naik lagi menuju langit ke enam, dan Jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa ini ia menjawab: aku Jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad SAW, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba aku bertemu dengan Musa, kemudian ia menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku, kemudian naik menuju langit ke tujuh, dan jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa ini ia menjawab: aku Jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba aku bertemu dengan Ibrahim SAW. Seraya lagi menyandarkan tubuhnya di Baitul Makmur, dimana setiap harinya dimasuki tujuh puluh malaikat yang tidak pernah kembali kepadanya, kemudian aku naik ke Sidratul Muntaha yang tidak seorangpun dari makhluk Allah mampu menyifatinya kerna betapa indahnya. Kemudian Allah memberikan wahyu kepadaku maka diwajibkan bagiku shalat lima puluh kali setiap sehari semalam, akhirnya aku turun menemui Nabi Musa, ia bertanya: apa yang diwajibkan tuhanmu pada umatmu? Aku menjawab: lima puluh kali (rakaat) shalat, musa berkata: kembalilah kepada tuhanmu dan mintalah keringanan karena umatmu tidak mampu menjalankan itu, sungguh aku telah mencoba Bani Israil dan telah mengambil ikhtibar, rawi berkata: kemudian Aku kembali kepada tuhanku dan dan aku berkata: wahai tuhanku, ringankanlah umatku, sehingga ditetapkanlah lima kali shalat, kemudian aku kembali kepada Musa dan aku berkata: ditetapkan bagiku lima kali shalat, Musa berkata sesungguhnya umatmu belum mampu (menjalankan) itu maka kembalilah kepada tuhanmu dan mintalah keringanan keringanan padanya, nabi berkata: aku selalu kembali diantara tuhanku tabaraka wa taāala dan Musa a.s. sehingga tuhan berkata: wahai Muhammad, sesungguhnya (lima kali shalat) itu adalah shalat lima kali setiap sehari semalam, masing-masing shalat memiliki sepuluh pahala/keutamaan. Dan itu sama artinya dengan shalat lima puluh kali, barang siapa yang mereka (dalam kondisi, berniat mengerjakan, penulis) satu kebaikan dan tidak ditunaikan maka ia mendapat satu kebaikan, namun bila ia melaksanakannya maka baginya sepuluh kebaikan/pahala. Dan barang siapa yang mereka (dalam kondisi, berniat mengerjakan, penulis) suatu kejelekan dan tidak dilakukan maka tidak ditulis baginya suatu apapun, kemudian apabila ia melaksanakan maka di ditetapkan baginya satu kejelekan, Rawi berkata: kemudian aku turun sehingga aku sampai kepada musa saw. Dan akupun mengabarinya (apa yang telah ku dapat dari tuhanku) maka berkatalah musa: kembalilah kamu kepada tuhanmu dan mintalah keringanan kepadanya, maka berkatalah rasulullah saw. Maka aku berkata : sungguh aku telah kembali kepada tuhanku sehingga aku merasa malu kepadanya.
Dalil dari Al Quran Al karim
Artinya: Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. Al Israā: 1)
Kontroversi Dibersihkannya Dada (Hati) Nabi Sebelum Israā.
Ulamaā berbeda pendapat tentang dibelah dan dibersihkannya dada Nabi Muhammad sebelum peristiwa israā dan miāraj, mereka yang menolak pendapat berargumen bahwa pada dasarnya pembelahan tersebut sudah dilakukan ketika Nabi Muhammad masih kecil yang hidup di kabilah Bani Saāad atas buaian Dewi Halimatussaādiyyah. Mereka mendasarkan argumennya pada riwayat berikut:
ŁŁ Ų§ ŁŲ§Ł Ų£ŲŁ ŲÆ: ŲŲÆŲ«ŁŁ ŲŁŁŲ© ŁŁŲ²ŁŲÆ ŲØŁ Ų¹ŲØŲÆ Ų±ŲØŁŲ ŁŲ§ŁŲ§: ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŲØŁŁŲ©Ų ŲŲÆŲ«ŁŁ ŲØŲŁŲ± ŲØŁ Ų³Ų¹ŲÆ Ų¹Ł Ų®Ų§ŁŲÆ ŲØŁ Ł Ų¹ŲÆŲ§ŁŲ Ų¹Ł Ų§ŲØŁ Ų¹Ł Ų±Ł Ų§ŁŲ³ŁŁ ŁŲ Ų¹Ł Ų¹ŲŖŲØŲ© ŲØŁ Ų¹ŲØŲÆ Ų§ŁŲ³Ł ŁŁŲ Ų£ŁŁ ŲŲÆŲ«ŁŁ Ų Ų£Ł Ų±Ų¬ŁŲ§ Ų³Ų£Ł Ų±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŁ Ų¢ŁŁ ŁŲ³ŁŁ : ŁŁŁ ŁŲ§Ł Ų£ŁŁ Ų“Ų£ŁŁ ŁŲ§ Ų±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁŲ ŁŲ§Ł: " ŁŲ§ŁŲŖ ŲŲ§Ų¶ŁŲŖŁ Ł Ł ŲØŁŁ Ų³Ų¹ŲÆ ŲØŁ ŲØŁŲ± ŁŲ§ŁŲ·ŁŁŲŖ Ų£ŁŲ§ ŁŲ§ŲØŁ ŁŁŲ§ ŁŁ ŲØŁŁ ŁŁŲ§ ŁŁŁ ŁŲ£Ų®Ų° Ł Ų¹ŁŲ§ Ų²Ų§ŲÆŲ§ ŁŁŁŲŖ: ŁŲ§ Ų£Ų®Ł Ų§Ų°ŁŲØ ŁŲ£ŲŖŁŲ§ ŲØŲ²Ų§ŲÆ Ł Ł Ų¹ŁŲÆ Ų§Ł ŁŲ§ ŁŲ§ŁŲ·ŁŁ Ų£Ų®Ł ŁŁ ŁŲ«ŲŖ Ų¹ŁŲÆ Ų§ŁŲØŁŁ Ų ŁŲ£ŁŲØŁ Ų·ŁŲ±Ų§Ł Ų£ŲØŁŲ¶Ų§ŁŲ ŁŲ£ŁŁŁ Ų§ ŁŲ³Ų±Ų§ŁŲ ŁŁŲ§Ł Ų£ŲŲÆŁŁ Ų§ ŁŲµŲ§ŲŲØŁ: Ų£ŁŲ°Ų§ ŁŁŲ ŁŲ§Ł: ŁŲ¹Ł Ų ŁŲ£ŁŲØŁŲ§ ŁŲØŲŖŲÆŲ±Ų§ŁŁ ŁŲ£Ų®Ų°Ų§ŁŁ ŁŲØŲ·ŲŲ§ŁŁ Ų§ŁŁ Ų§ŁŁŁŲ§Ų ŁŲ“ŁŲ§ ŲØŲ·ŁŁ Ų«Ł Ų§Ų³ŲŖŲ®Ų±Ų¬Ų§ ŁŁŲØŁ ŁŲ“ŁŲ§Ł ŁŲ£Ų®Ų±Ų¬Ų§ Ł ŁŁ Ų¹ŁŁŲŖŁŁ Ų³ŁŲÆŲ§ŁŁŁ. ŁŁŲ§Ł Ų£ŲŲÆŁŁ Ų§ ŁŲµŲ§ŲŲØŁ (ŁŲ§Ł ŁŲ²ŁŲÆ ŁŁ ŲŲÆŁŲ«Ł): Ų§Ų¦ŲŖŁŁ ŲØŁ Ų§Ų” Ų«ŁŲ¬ ŁŲŗŲ³ŁŲ§ ŲØŁ Ų¬ŁŁŁŲ Ų«Ł ŁŲ§Ł Ų£ŲŲÆŁŁ Ų§ ŁŲµŲ§ŲŲØŁ: Ų®Ų·ŁŲ ŁŲ®Ų§Ų·Ł ŁŲ®ŲŖŁ Ų¹ŁŁŁ ŲØŲ®Ų§ŲŖŁ Ų§ŁŁŲØŁŲ©.. Ų§ŁŲŲÆŁŲ«".[4]
Adapun ulamaā yang sepekat dengan dibelahnya dada Nabi Muhammad mendasarkan pendapatnya pada beberapa riwayat berikut:
ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŁŲÆŲØŲ© ŲØŁ Ų®Ų§ŁŲÆ ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŁŁ Ų§Ł ŲØŁ ŁŲŁŁ ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŁŲŖŲ§ŲÆŲ© Ų¹Ł Ų£ŁŲ³ ŲØŁ Ł Ų§ŁŁ Ų¹Ł Ł Ų§ŁŁ ŲØŁ ŲµŲ¹ŲµŲ¹Ų© Ų±Ų¶Ł Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ų§ Ų£Ł ŁŲØŁ Ų§ŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŲŲÆŲ«ŁŁ Ų¹Ł ŁŁŁŲ© Ų£Ų³Ų±Ł ŲØŁ ŲØŁŁŁ Ų§ Ų£ŁŲ§ ŁŁ Ų§ŁŲŲ·ŁŁ ŁŲ±ŲØŁ Ų§ ŁŲ§Ł ŁŁ Ų§ŁŲŲ¬Ų± Ł Ų¶Ų·Ų¬Ų¹Ų§ Ų„Ų° Ų£ŲŖŲ§ŁŁ Ų¢ŲŖ ŁŁŲÆ ŁŲ§Ł ŁŲ³Ł Ų¹ŲŖŁ ŁŁŁŁ ŁŲ“Ł Ł Ų§ ŲØŁŁ ŁŲ°Ł Ų„ŁŁ ŁŲ°Ł ŁŁŁŲŖ ŁŁŲ¬Ų§Ų±ŁŲÆ ŁŁŁ Ų„ŁŁ Ų¬ŁŲØŁ Ł Ų§ ŁŲ¹ŁŁ ŲØŁ ŁŲ§Ł Ł Ł Ų«ŲŗŲ±Ų© ŁŲŲ±Ł Ų„ŁŁ Ų“Ų¹Ų±ŲŖŁ ŁŲ³Ł Ų¹ŲŖŁ ŁŁŁŁ Ł Ł ŁŲµŁ Ų„ŁŁ Ų“Ų¹Ų±ŲŖŁ ŁŲ§Ų³ŲŖŲ®Ų±Ų¬ ŁŁŲØŁ Ų«Ł Ų£ŲŖŁŲŖ ŲØŲ·Ų³ŲŖ Ł Ł Ų°ŁŲØ Ł Ł ŁŁŲ”Ų© Ų„ŁŁ Ų§ŁŲ§ ŁŲŗŲ³Ł ŁŁŲØŁ Ų«Ł ŲŲ“Ł Ų«Ł Ų£Ų¹ŁŲÆ Ų«Ł Ų£ŲŖŁŲŖ ŲØŲÆŲ§ŲØŲ© ŲÆŁŁ Ų§ŁŲØŲŗŁ ŁŁŁŁ Ų§ŁŲŁ Ų§Ų± Ų£ŲØŁŲ¶ ŁŁŲ§Ł ŁŁ Ų§ŁŲ¬Ų§Ų±ŁŲÆ ŁŁ Ų§ŁŲØŲ±Ų§Ł ŁŲ§ Ų£ŲØŲ§ ŲŁ Ų²Ų© ŁŲ§Ł Ų£ŁŲ³ ŁŲ¹Ł ŁŲ¶Ų¹ Ų®Ų·ŁŁ Ų¹ŁŲÆ Ų£ŁŲµŁ Ų·Ų±ŁŁ ŁŲŁ ŁŲŖ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ§ŁŲ·ŁŁ ŲØŁ Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŲŲŖŁ Ų£ŲŖŁ Ų§ŁŲ³Ł Ų§Ų” Ų§ŁŲÆŁŁŲ§ ŁŲ§Ų³ŲŖŁŲŖŲ ŁŁŁŁ Ł Ł ŁŲ°Ų§ ŁŲ§Ł Ų¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŁ ŁŁ Ł Ł Ų¹Ł ŁŲ§Ł Ł ŲŁ ŲÆ ŁŁŁ ŁŁŲÆ Ų£Ų±Ų³Ł Ų„ŁŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲ¹Ł ŁŁŁ Ł Ų±ŲŲØŲ§ ŲØŁ ŁŁŲ¹Ł Ų§ŁŁ Ų¬ŁŲ” Ų¬Ų§Ų” ŁŁŲŖŲ ŁŁŁ Ų§ Ų®ŁŲµŲŖ ŁŲ„Ų°Ų§ ŁŁŁŲ§ Ų¢ŲÆŁ ......................Ų§ŁŲ®,[5]
Di antara ulamaā yang sependapat dengan hadis di atas adalah Ibnu Dahiyyah dan Ibnul Munir, menurut mereka pembelahan dada Nabi itu dilaksanakan dua kali yakni ketika Nabi masih kecil dan saat peristiwa israādan miāraj. Lebih dari itu Jalaluddin Al Suyuthi menyetir pendapat Syaikhul Islam Ibnu Hajar yang mengatakan pembelahan dada Nabi itu dilaksanakan tiga kali, yaitu pada saāat Nabi masih kecil, pada saat pengangkatan Nabi menjadi rasul dan pada saat peristiwa israā dan miāraj. Namun pembedahan tersebut memiliki hikmah yang berbeda-beda. Pertama, pembedahan yang dilakukan di usia kecil Nabi berfungsi untuk menumbuhkan sikap-sikap yang sempurna dan jauh dari adanya gangguan setan. Kedua, dibelahnya dada Nabi pada saat diangkatnya beliau menjadi nabi ditujukan untuk memuliakannya agar Nabi mampu menerima wahyu Allah dengan hati yang kuat dan dalam sebaik-baik kondisi kondisi yaitu batin yang suci. Sedangkan yang Ketiga, pada saat israā dan miāraj untuk tercapainya mubalaghah dengan tercapainya pembersihan ketiga sebagaimana disyariāatkan Nabi SAW dalam bersuci (thaharah) membersihkan anggota dzahir.[6]
Sebenarnya mengenai pembedahan dan pembersihan hati nabi termasuk salah satu aspek theologies yang harus diterima, diimani karena disukung oleh hadis-hadis yang shahih bahwa mereka (para sahabat) menyaksikan adanya tanda āsejenis jahitan yang melingkarā. Ibnu Hajar sangat menyayangkan pendapat orang-orang bodoh yang mengingkari pembedahan dada nabi, mencoba memahaminya secara āsimbolikā dan mengecam adanya kenyataan-kenyataan yang tidak mungkin. Mereka adalah orang yang sangat bodoh dan tidak mempercayai kuasa tuhan dan jauh dari kedalaman ~cakrawala~ sunnah.[7]
Teknologi Ilahiy; Buraq
Buraq adalah salah satu jenis hewan melata, dalam terminology hadis disebut dabbat, beberapa kamus menyebutnya dengan farasun mujannahun, yaitu kuda yang bersayap.[8] Namun, beberapa hadis menyebutnya dengan:
Ų§ŁŁŲØŁŲ±ŁŲ§ŁŁ ŲÆŁŲ§ŲØŁŁŲ© Ų£ŁŲØŁŁŁŲ¶ ŲÆŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁŲŗŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲŁŁ ŁŲ§Ų±Ł
Artinya: buraq yaitu dabbat yang putih lebih pendek dari bighal (keledai) dan lebih tinggi dari pada himar. Pengertian ini didasarkan atas sabda rasul yang terdapat dalam kitab shahih bukhari:
ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŲ§ ŁŁŲÆŁŲØŁŲ©Ł ŲØŁŁŁ Ų®ŁŲ§ŁŁŲÆŁ ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŲ§ ŁŁŁ ŁŁŲ§Ł Ł Ų¹ŁŁŁ ŁŁŲŖŁŲ§ŲÆŁŲ©Ł Ų Ł ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŁ Ų®ŁŁŁŁŁŁŲ©Ł ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŲ§ ŁŁŲ²ŁŁŲÆŁ ŲØŁŁŁ Ų²ŁŲ±ŁŁŁŲ¹Ł ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŲ§ Ų³ŁŲ¹ŁŁŲÆŁ ŁŁŁŁŲ“ŁŲ§Ł Ł ŁŁŲ§ŁŁŲ§ ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŲ§ ŁŁŲŖŁŲ§ŲÆŁŲ©Ł ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŲ§ Ų£ŁŁŁŲ³Ł ŲØŁŁŁ Ł ŁŲ§ŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ł ŁŲ§ŁŁŁŁ ŲØŁŁŁ ŲµŁŲ¹ŁŲµŁŲ¹ŁŲ©Ł Ų±ŁŲ¶ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁ ŁŲ§ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŁŁŁŁ Ł ŲØŁŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŁŁŲ§ Ų¹ŁŁŁŲÆŁ Ų§ŁŁŲØŁŁŁŲŖŁ ŲØŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų¦ŁŁ Ł ŁŁŲ§ŁŁŁŁŁŁŲøŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ°ŁŁŁŲ±Ł ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ Ų±ŁŲ¬ŁŁŁŲ§ ŲØŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲ±ŁŁŲ¬ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŲŖŁŁŲŖŁ ŲØŁŲ·ŁŲ³ŁŲŖŁ Ł ŁŁŁ Ų°ŁŁŁŲØŁ Ł ŁŁŁŲ¦Ł ŲŁŁŁŁ ŁŲ©Ł ŁŁŲ„ŁŁŁ ŁŲ§ŁŁŲ§ ŁŁŲ“ŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲŁŲ±Ł Ų„ŁŁŁŁ Ł ŁŲ±ŁŲ§ŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁŲ·ŁŁŁ Ų«ŁŁ ŁŁ ŲŗŁŲ³ŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁŲ·ŁŁŁ ŲØŁŁ ŁŲ§Ų”Ł Ų²ŁŁ ŁŲ²ŁŁ Ł Ų«ŁŁ ŁŁ Ł ŁŁŁŲ¦Ł ŲŁŁŁŁ ŁŲ©Ł ŁŁŲ„ŁŁŁ ŁŲ§ŁŁŲ§ ŁŁŲ£ŁŲŖŁŁŲŖŁ ŲØŁŲÆŁŲ§ŲØŁŁŲ©Ł Ų£ŁŲØŁŁŁŲ¶Ł ŲÆŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁŲŗŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲŁŁ ŁŲ§Ų±Ł Ų§ŁŁŲØŁŲ±ŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ§ŁŁŲ·ŁŁŁŁŁŲŖŁ Ł ŁŲ¹Ł Ų¬ŁŲØŁŲ±ŁŁŁŁ ŲŁŲŖŁŁŁ Ų£ŁŲŖŁŁŁŁŁŲ§ Ų§ŁŲ³ŁŁŁ ŁŲ§Ų”Ł Ų§ŁŲÆŁŁŁŁŁŁŲ§ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ ŁŁŲ°ŁŲ§ ŁŁŲ§ŁŁ Ų¬ŁŲØŁŲ±ŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ Ł ŁŲ¹ŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ Ł ŁŲŁŁ ŁŁŲÆŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲÆŁ Ų£ŁŲ±ŁŲ³ŁŁŁ Ų„ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ¹ŁŁ Ł ŁŁŁŁŁ Ł ŁŲ±ŁŲŁŲØŁŲ§ ŲØŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŲ¹ŁŁ Ł Ų§ŁŁŁ ŁŲ¬ŁŁŲ”Ł Ų¬ŁŲ§Ų”Ł ŁŁŲ£ŁŲŖŁŁŁŲŖŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų¢ŲÆŁŁ Ł ŁŁŲ³ŁŁŁŁŁ ŁŲŖŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ł ŁŲ±ŁŲŁŲØŁŲ§ ŲØŁŁŁ Ł ŁŁŁ Ų§ŲØŁŁŁ ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŲŖŁŁŁŁŁŲ§ Ų§ŁŲ³ŁŁŁ ŁŲ§Ų”Ł Ų§ŁŲ«ŁŁŲ§ŁŁŁŁŲ©Ł................Ų§ŁŲ®[9].
Terdapat definisi yang lebih spesifik sebagaimana terangkum dalam riwayat imam muslim:
Ų§ŁŁŲØŁŲ±ŁŲ§ŁŁ ŲÆŁŲ§ŲØŁŁŲ© Ų£ŁŲØŁŁŁŲ¶ ŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲŁŁ ŁŲ§Ų±Ł ŁŁŲÆŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁŲŗŁŁŁ ŁŁŁŁŲ¹Ł Ų®ŁŲ·ŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŲÆŁ Ų£ŁŁŁŲµŁŁ Ų·ŁŲ±ŁŁŁŁŁ
Artinya: Dabbat yang putih kulitnya, tingginya melebihi himar tapi lebih pendek dari bighal (keledai) yang langkahnya sejauh ujungnya.
Pengertian di atas didasrkan kepada hadis nabi yangh diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya, Al Jamiā Al Shahih:
ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŲ§ Ł ŁŲŁŁ ŁŁŲÆŁ ŲØŁŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ«ŁŁŁŁŁ ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŲ§ Ų§ŲØŁŁŁ Ų£ŁŲØŁŁ Ų¹ŁŲÆŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ų³ŁŲ¹ŁŁŲÆŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŁŲŖŁŲ§ŲÆŁŲ©Ł Ų¹ŁŁŁ Ų£ŁŁŁŲ³Ł ŲØŁŁŁ Ł ŁŲ§ŁŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ł ŁŲ§ŁŁŁŁ ŲØŁŁŁ ŲµŁŲ¹ŁŲµŁŲ¹ŁŲ©Ł Ų±ŁŲ¬ŁŁŁ Ł ŁŁŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲØŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŁŁŁŁ Ł ŲØŁŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŁŁŲ§ Ų¹ŁŁŁŲÆŁ Ų§ŁŁŲØŁŁŁŲŖŁ ŲØŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų¦ŁŁ Ł ŁŁŲ§ŁŁŁŁŁŁŲøŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŲ°Ł Ų³ŁŁ ŁŲ¹ŁŲŖŁ ŁŁŲ§Ų¦ŁŁŁŲ§ ŁŁŁŁŁŁŁ Ų£ŁŲŁŲÆŁ Ų§ŁŲ«ŁŁŁŁŲ§Ų«ŁŲ©Ł ŲØŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲ±ŁŁŲ¬ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŲŖŁŁŲŖŁ ŁŁŲ§ŁŁŲ·ŁŁŁŁŁ ŲØŁŁ ŁŁŲ£ŁŲŖŁŁŲŖŁ ŲØŁŲ·ŁŲ³ŁŲŖŁ Ł ŁŁŁ Ų°ŁŁŁŲØŁ ŁŁŁŁŁŲ§ Ł ŁŁŁ Ł ŁŲ§Ų”Ł Ų²ŁŁ ŁŲ²ŁŁ Ł ŁŁŲ“ŁŲ±ŁŲŁ ŲµŁŲÆŁŲ±ŁŁ Ų„ŁŁŁŁ ŁŁŲ°ŁŲ§ ŁŁŁŁŲ°ŁŲ§ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲŖŁŲ§ŲÆŁŲ©Ł ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁŁŁŲ°ŁŁ Ł ŁŲ¹ŁŁ Ł ŁŲ§ ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŁŁŁ Ų£ŁŲ³ŁŁŁŁŁ ŲØŁŲ·ŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§Ų³ŁŲŖŁŲ®ŁŲ±ŁŲ¬Ł ŁŁŁŁŲØŁŁ ŁŁŲŗŁŲ³ŁŁŁ ŲØŁŁ ŁŲ§Ų”Ł Ų²ŁŁ ŁŲ²ŁŁ Ł Ų«ŁŁ ŁŁ Ų£ŁŲ¹ŁŁŲÆŁ Ł ŁŁŁŲ§ŁŁŁŁ Ų«ŁŁ ŁŁ ŲŁŲ“ŁŁŁ Ų„ŁŁŁ ŁŲ§ŁŁŲ§ ŁŁŲŁŁŁŁ ŁŲ©Ł Ų«ŁŁ ŁŁ Ų£ŁŲŖŁŁŲŖŁ ŲØŁŲÆŁŲ§ŲØŁŁŲ©Ł Ų£ŁŲØŁŁŁŲ¶Ł ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁŲ±ŁŲ§ŁŁ ŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲŁŁ ŁŲ§Ų±Ł ŁŁŲÆŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲØŁŲŗŁŁŁ ŁŁŁŁŲ¹Ł Ų®ŁŲ·ŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŲÆŁ Ų£ŁŁŁŲµŁŁ Ų·ŁŲ±ŁŁŁŁŁ ŁŁŲŁŁ ŁŁŁŲŖŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ Ų«ŁŁ ŁŁ Ų§ŁŁŲ·ŁŁŁŁŁŁŁŲ§ ŲŁŲŖŁŁŁ Ų£ŁŲŖŁŁŁŁŁŲ§ Ų§ŁŲ³ŁŁŁ ŁŲ§Ų”Ł Ų§ŁŲÆŁŁŁŁŁŁŲ§ ŁŁŲ§Ų³ŁŲŖŁŁŁŲŖŁŲŁ Ų¬ŁŲØŁŲ±ŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ ŁŁŲ°ŁŲ§ ŁŁŲ§ŁŁ Ų¬ŁŲØŁŲ±ŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁ ŁŁŁ Ł ŁŲ¹ŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ Ł ŁŲŁŁ ŁŁŲÆŁ ŲµŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲÆŁ ŲØŁŲ¹ŁŲ«Ł Ų„ŁŁŁŁŁŁŁ.........Ų§ŁŲ®.[10]
Hakikat Israā Miraj
Ulama berbeda pendapat āapakah israā dan miāraj dilakukan di satu malam atau tidak; apakah dilakukan dalam kedaan bangun atau tidur; dan apakah israā dan miāraj itu dilakukan sekali, dua kali atau beberapa kaliā?. Mayoritas ahli tafsir dan ahli hadis berpendapat bahwa israā dan miāraj dilakukan dalam satu malam dan dalam keadaan bangun, tidak tidur. Pendapat tersebut didasarkan pada hadis-hadis yang shahih juga firman Allah:
{Ų³ŲØŲŲ§Ł Ų§ŁŲ°Ł Ų£Ų³Ų±Ł ŲØŲ¹ŲØŲÆŁ ŁŁŁŲ§} Ų§ŁŲ§Ų³Ų±Ų§Ų”: 1
Pada dasarnya Allah SWT bertasbih dalam perkara-perkara yang agung sedangkan tidur itu bukanlah sesuatu yang agung. Meski orang quraiys inkar terhadap kenyataan peristiwa israā dan miāraj yang dilakukan dalam kondisi tidak tidur atau bangun. Namun, pengungkapan kata āabd (hamba) dalam ayat di atas menunjukkan kumpulan ruh dan jasad dan andaikan israā dan miāraj dilakukan dalam kondisi tidur niscaya Allah tidak menggunakan kata āAbd (hamba) melainkan bi ruhi āabdidhi (dengan ruh hambanya). Abu naāim menguatkan pendapat tersebut dalam kitabnya āal Dalailā dengan mengutip hadisnya Muhammad bin kaāb al quradziy terkait Abu Sufyan bersama harqal (baca: kitab Badāul wahyi dalam shahih bukhariy),
Berbeda dengan kelompok di atas, ada beberapa ulamaā yang berpendapat bahwa israā dan miāraj itu hanya dilampui Rasulullah saw di dalam mimpinya. Maka tidak aneh kiranya kalau muāawiyah berkata ketika suatu saat ditanya tentang israā: āmelihat Allah (dalam mimpi, penulis) itu benar ā. bahkkan dalam suatu riwayat siti aisyah pernah berkata: (di saat israā) jasad rasul SAW masih tetap (di bumi, penerjemah), sesungguhnya rasul diisraākan hanya dengan ruhnya saja. Hal ini juga senada dengan sejarah yang diriwayatkan oleh ibnu ishaq dalam kitabnya āsirah nabawiyyahā. Juga sesuai dengan firman Allah:
{ŁŁ Ų§ Ų¬Ų¹ŁŁŲ§ Ų§ŁŲ±Ų¤ŁŲ§ Ų§ŁŲŖŁ Ų£Ų±ŁŁŲ§Ł Ų„ŁŲ§ ŁŲŖŁŲ© ŁŁŁŲ§Ų³} Ų§ŁŲ§Ų³Ų±Ų§Ų” 60.
Kata ruāyah tidak lain hanyalah digunakan untuk mimpi. Pendapat tersebut juga didasarkan atas wurudnya hadis:
"ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŁŲÆŲØŲ© ŲØŁ Ų®Ų§ŁŲÆ ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŁŁ Ų§Ł Ų¹Ł ŁŲŖŲ§ŲÆŲ© Ų Ł ŁŲ§Ł ŁŁ Ų®ŁŁŁŲ© ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŁŲ²ŁŲÆ ŲØŁ Ų²Ų±ŁŲ¹ ŲŲÆŲ«ŁŲ§ Ų³Ų¹ŁŲÆ ŁŁŲ“Ų§Ł ŁŲ§ŁŲ§ ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŁŲŖŲ§ŲÆŲ© ŲŲÆŲ«ŁŲ§ Ų£ŁŲ³ ŲØŁ Ł Ų§ŁŁ Ų¹Ł Ł Ų§ŁŁ ŲØŁ ŲµŲ¹ŲµŲ¹Ų© Ų±Ų¶Ł Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ Ų§ ŁŲ§Ł ŁŲ§Ł Ų§ŁŁŲØŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŲØŁŁŲ§ Ų£ŁŲ§ Ų¹ŁŲÆ Ų§ŁŲØŁŲŖ ŲØŁŁ Ų§ŁŁŲ§Ų¦Ł ŁŲ§ŁŁŁŲøŲ§Ł................Ų§ŁŲ®"Ų[11]
Dan dalam riwayat yang lain terdapat redaksi:
"ŲŲÆŲ«ŁŲ§ Ų¹ŲØŲÆ Ų§ŁŲ¹Ų²ŁŲ² ŲØŁ Ų¹ŲØŲÆ Ų§ŁŁŁ ŲŲÆŲ«ŁŁ Ų³ŁŁŁ Ų§Ł Ų¹Ł Ų“Ų±ŁŁ ŲØŁ Ų¹ŲØŲÆ Ų§ŁŁŁ Ų£ŁŁ ŁŲ§Ł Ų³Ł Ų¹ŲŖ Ų£ŁŲ³ ŲØŁ Ł Ų§ŁŁ ŁŁŁŁ ŁŁŁŲ© Ų£Ų³Ų±Ł ŲØŲ±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ Ł Ł Ł Ų³Ų¬ŲÆ Ų§ŁŁŲ¹ŲØŲ© Ų£ŁŁ Ų¬Ų§Ų”Ł Ų«ŁŲ§Ų«Ų© ŁŁŲ± ŁŲØŁ Ų£Ł ŁŁŲŁ Ų„ŁŁŁ ŁŁŁ ŁŲ§Ų¦Ł ŁŁ Ų§ŁŁ Ų³Ų¬ŲÆ Ų§ŁŲŲ±Ų§Ł ŁŁŲ§Ł Ų£ŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁ ŁŁ ŁŁŲ§Ł Ų£ŁŲ³Ų·ŁŁ ŁŁ Ų®ŁŲ±ŁŁ ŁŁŲ§Ł Ų¢Ų®Ų±ŁŁ Ų®Ų°ŁŲ§ Ų®ŁŲ±ŁŁ ŁŁŲ§ŁŲŖ ŲŖŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲ© ŁŁŁ ŁŲ±ŁŁ ŲŲŖŁ Ų£ŲŖŁŁ ŁŁŁŲ© Ų£Ų®Ų±Ł ŁŁŁ Ų§ ŁŲ±Ł ŁŁŲØŁ ŁŲŖŁŲ§Ł Ų¹ŁŁŁ ŁŁŲ§ ŁŁŲ§Ł ŁŁŲØŁ ŁŁŲ°ŁŁ Ų§ŁŲ£ŁŲØŁŲ§Ų” ŲŖŁŲ§Ł Ų£Ų¹ŁŁŁŁ ŁŁŲ§ ŲŖŁŲ§Ł ŁŁŁŲØŁŁ .................Ų§ŁŲ®"[12]
Berbeda dengan kedua pendapat sebelumnya, terdapat pendapat yang mengatakan bahwa israā itu dilakukan dalam keadaan bangun sedangkan miāraj dilakukan dalam keadaan tidur. Oleh karena itu ketika Nabi Muhammad SAW meberitakan soal israā dan miāraj mereka mendustakan peristiwa israānya saja dan mereka tidak menghiraukan akan miāraj. Di samping itu di dalam Al Qurāan hanya terdapat kata israā, andaikan miāraj dilakukan dalam keadaan bangun pastinya ayat tersebut tidak hanya putus pada kata āAl Masjid Al Aqshaā padahal sebenarnya peristiwa miāraj justru lebih seru dan mengagumkan.
Sebagian ulamaā lebih condong memahami bahwa israā itu dilakukan dalam suatu malam dan miāraj dilakukan di malam yang lain. Pendapat ini mendasarkan argumennya pada beberapa hadis yang tertolak karena sebagian rawinya lemah, salah satu contohnya yaitu hadis berikut:
Ų£ŁŁ ŁŲ§Ł Ų¹ŁŁŁ Ų§ŁŲ³ŁŲ§Ł ŁŲ³Ų£Ł Ų±ŲØŁ Ų£Ł ŁŲ±ŁŁ Ų§ŁŲ¬ŁŲ© ŁŲ§ŁŁŲ§Ų±Ų ŁŁŁ Ų§ ŁŲ§ŁŲŖ ŁŁŁŲ© Ų§ŁŲ³ŲØŲŖ ŁŲ³ŲØŲ¹ Ų¹Ų“Ų± Ł Ł Ų±Ł Ų¶Ų§Ł ŁŲØŁ Ų§ŁŁŲ¬Ų±Ų© ŲØŲ«Ł Ų§ŁŁŲ© Ų¹Ų“Ų± Ų“ŁŲ±Ų§ ŁŲ±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŁ Ų¢ŁŁ ŁŲ³ŁŁ ŁŲ§Ų¦Ł ŁŁ ŲØŁŲŖŁ Ų£ŲŖŲ§Ł Ł ŁŁŲ§Ų¦ŁŁ ŁŲ¬ŲØŲ±ŁŁ ŁŁŲ§ŁŲ§: Ų§ŁŲ·ŁŁ Ų§ŁŁ Ł Ų§ Ų³Ų£ŁŲŖ Ų§ŁŁŁ ŁŲ§ŁŲ·ŁŁŲ§ ŲØŁ Ų§ŁŁ Ł Ų§ ŲØŁŁ Ų§ŁŁ ŁŲ§Ł ŁŲ²Ł Ų²Ł ŁŲ£ŲŖŁ ŲØŲ§ŁŁ Ų¹Ų±Ų§Ų¬ ŁŲ„Ų°Ų§ ŁŁ Ų£ŲŲ³Ł Ų“ŁŲ” Ł ŁŲøŲ±Ų§ ŁŲ¹Ų±Ų¬Ų§ ŲØŁ Ų§ŁŁ Ų§ŁŲ³Ł ŁŲ§ŲŖ. Ų§ŁŲŲÆŁŲ«. ŁŁŲ°Ų§ ŁŲÆ Ų¶Ų¹ŁŁŁ ŲØŲ£ŲØŁ ŲØŁŲ± ŲØŁ Ł ŲŁ ŲÆ ŲØŁ Ų£ŲØŁ Ų³ŲØŲ±Ų©.[13]
Di samping beberapa pendapat tersebut di atas, ternyata masih ada golongan ulamaā yang menyatakan bahwa israā miāraj terjadi dua kali. Pertama terjadi dalam keadaan tidur dan kedua terjadi dalam keadaan bangun. Fungsi israā-miāraj yang pertama untuk memudahkan, mengenalkan dan mempersiapkan israā kedua yang dilakukan dengan dalam keadaan bangun. Hal ini sebenarnya bukanlah hal yang aneh, karena hal serupa juga terjadi di awal kenabian Muhammad SAW yaitu ketika beliau menerima mimpi (al ruāya al shadiqah) yang tujuannya untuk memudahkan urusan kenabian. Salah satu sarjana yang sejalan dengan pendapat ini adalah Abu Nashr Al Qusyairy, Ibnu Arabiy dan Al Suhailiy.
Ibnu Hajar menambahi bahwa israā-miāraj yang di dalamnya terdapat fardlunya shalat itu terjadi di makkah dalam keadaan bangun, tidur. Dan seyogyanya ditambahkan bahwa israā-miāraj yang terjadi di dalam mimpi itu terulang di madinah.[14]
Sejarah Israā Miāraj
Pada dasarnya Historitas israā dan miāraj dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yakni ditinjau dari dimensi waktu dan tempatnya.
1. Dimensi Waktu[15]
Ada pendapat yang mengatakan bahwa israā miāraj itu sebelum nabi diangkat menjadi rasul. Namun pendapat ini banyak menuai perlawanan karena pendapat tersebut adalah pendapat yang syadz. Kemingkinan pandapat ini diusung dengan mengutip pendapat imam Al Thabraniy yang mengatakan bahwa peristiwa israā dan miāraj terjadi sebelum lahirnya Fathimah. Sedangkan Fathimah lahir Sembilan tahun sebelum kenabian. Meski demikian hadis tersebut dinilai dlaif.
Sahabat Ibnu Masāud yakin bahwa peristiwa israā dan miāraj itu tepat satu tahun sebelum hijrah, pendapat ini dipastikan oleh Imam Al Nawawi bahwa israā dan miāraj terjadi delapan belas bulan sebelum hijrah ke madinah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Al Jauziy. Sementara itu ulamaā lain ada yang berpendapat terpaut enam bulan, sebelas bulan, lima belas bulan, tujuh belas bulan, delapan belas bulan, dua puluh bulan, tiga tahun,lima tahun dengan dalih khadijah pernah shalat bareng nabi setelah difardukan shalat, sedangkan khadijah wafat tiga tahun atau lima tahun sebelum hijrah.[16]
Pendapat yang masyhur mengatakan peristiwa israā dan miāraj itu terjadi pada tanggal dua puluh tujuh bulan rajab.
2. Dimensi Tempat [17]
Dilihat dari Negara (tempat) terjadinya israā dan miāraj, pendapat yang masyhur mengatakan israā dan miāraj terjadi di Makkah, dan sebagian pendapat mengatakan terjadi di madinah karena ada pengulangan, adanya mimpi. Dan apabila ditinjau dari tempat khusus terjadinya israā dan miāraj maka berdasarkan hadis-hadis yang ada terdapat beberapa pendapat: yaitu di masjid, tempat di antara maqam (Ibrahim) dan zam-zam, hajar aswad, di rumah Nabi, di rumah ummi haniā dan lain-lain.
Apakah Nabi Melihat Tuhan Di Dalam Miāraj.
Ada dua pendapat berkenaan dengan cara (proses) Nabi melihat Tuhan. Yaitu, Pendapat pertama meyakini nabi melihat tuhan dan pendapat kedua menolak. Salah satu sahabat yang masuk di golongan pertama yaitu Ibnu Abbas dan Thaifah. Sedangkan sahabat yang masuk di golongan kedua yaitu siti Aāisyah. Namun pendapat pertama lebih kuat karena didasarkan kepada beberapa riwayat berikut:
ŁŲ§Ł Ų£ŲŁ ŲÆ: ŲŲÆŲ«ŁŲ§ Ų§ŁŲ£Ų³ŁŲÆ ŲØŁ Ų¹Ų§Ł Ų±Ų ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŲŁ ŁŲ§ŲÆ ŲØŁ Ų³ŁŁ Ų© Ų¹Ł ŁŲŖŲ§ŲÆŲ© Ų¹Ł Ų¹ŁŲ±Ł Ų© Ų¹Ł Ų§ŲØŁ Ų¹ŲØŲ§Ų³ ŁŲ§Ł: ŁŲ§Ł Ų±Ų³ŁŁ Ų§ŁŁŁ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŁ Ų¢ŁŁ ŁŲ³ŁŁ : "Ų±Ų£ŁŲŖ Ų±ŲØŁ ŲŖŲØŲ§Ų±Ł ŁŲŖŲ¹Ų§ŁŁ" Ų£Ų®Ų±Ų¬Ł Ų§ŁŲ§Ł Ų§Ł Ų£ŲŁ ŲÆ ŁŁ Ł Ų³ŁŲÆŁ 4/201 ŁŲµŲŲŁ Ų“Ų§ŁŲ± ŲØŲ±ŁŁ 2580.[18]
ŁŁŲ§Ł Ų§ŁŲ·ŲØŲ±Ų§ŁŁ: ŲŲÆŲ«ŁŲ§ Ų§ŁŁŁŲ«Ł ŲØŁ Ų®ŁŁ. ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŁŲ²ŁŲÆ ŲØŁ Ų¹Ł Ų± ŲØŁ Ų§ŁŲØŲ±Ų§Ų” Ų§ŁŁŁŁŁŲ ŲŲÆŲ«ŁŲ§ ŲŁŲµ Ų§ŲØŁ Ų¹Ł Ų± Ų§ŁŲ¹ŲÆŁŁŲ ŲŲÆŲ«ŁŲ§ Ł ŁŲ³Ł ŲØŁ Ų³Ų¹ŲÆŲ Ų¹Ł Ł ŁŁ ŁŁ Ų§ŁŲ¹ŲØŲ§ŲÆŲ Ų¹Ł Ų¹ŁŲ±Ł Ų©Ų Ų¹Ł Ų§ŲØŁ Ų¹ŲØŲ§Ų³ ŁŲ§Ł: ŁŲøŲ± Ł ŲŁ ŲÆ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŁ Ų¢ŁŁ ŁŲ³ŁŁ Ų§ŁŁ Ų±ŲØŁ ŲŖŲØŲ§Ų±Ł ŁŲŖŲ¹Ų§ŁŁ: ŁŲ§Ł Ų¹ŁŲ±Ł Ų© ŁŲ§ŲØŁ Ų¹ŲØŲ§Ų³: ŁŲøŲ± Ł ŲŁ ŲÆ Ų§ŁŁ Ų±ŲØŁŲ ŁŲ§Ł: ŁŲ¹Ł Ų Ų¬Ų¹Ł Ų§ŁŁŁŲ§Ł ŁŁ ŁŲ³Ł ŁŲ§ŁŲ®ŁŲ© ŁŲ§ŲØŲ±Ų§ŁŁŁ Ų ŁŲ§ŁŁŲøŲ± ŁŁ ŲŁ ŲÆ ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŁ Ų¢ŁŁ ŁŲ³ŁŁ . Ų£Ų®Ų±Ų¬ŁŁ Ų§ Ų§ŁŲŲ§ŁŁ ŁŁ Ų§ŁŁ Ų³ŲŖŲÆŲ±Ł. 2/316Ł469.[19]
Hasil Israā dan Miāraj
Rihlah internasional yang dilakukan nabi dalam israā dan miāraj tidaklah sia-sia, mubadzir dan pencipta kontroversi. Namun, peristiwa agung yang merupakan salah satu muājizat tersebut menghasilkan pesan suci yang tiada tanding. Karena wahyu tersebut menjadi sebuah ritual yang menentukan baik-buruknya seluruh dimensi keāubudiahanā ummat nabi Muhammad saw. Wahyu yang dimaksud adalah difardlukannya shalat lima waktu, sebagaimana tertuang dalam riwayat imam Ahmad berikut:
ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŲ§ Ų¹ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŲ§ ŁŁŁ ŁŁŲ§Ł Ł ŲØŁŁŁ ŁŁŲŁŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ Ų³ŁŁ ŁŲ¹ŁŲŖŁ ŁŁŲŖŁŲ§ŲÆŁŲ©Ł ŁŁŲŁŲÆŁŁŲ«Ł Ų¹ŁŁŁ Ų£ŁŁŁŲ³Ł ŲØŁŁŁ Ł ŁŲ§ŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁŁ Ł ŁŲ§ŁŁŁŁ ŲØŁŁŁ ŲµŁŲ¹ŁŲµŁŲ¹ŁŲ©Ł ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁ Ų£ŁŁŁŁ ŁŁŲØŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŁŁŁŁ Ł ŲŁŲÆŁŁŲ«ŁŁŁŁ Ł Ų¹ŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŲ©Ł Ų£ŁŲ³ŁŲ±ŁŁŁ ŲØŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŲØŁŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŁŁŲ§ ŁŁŁ Ų§ŁŁŲŁŲ·ŁŁŁ Ł ŁŁŲ±ŁŲØŁŁŁ ŁŲ§ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲŖŁŲ§ŲÆŁŲ©Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŲŁŲ¬ŁŲ±Ł Ł ŁŲ¶ŁŲ·ŁŲ¬ŁŲ¹Ł Ų„ŁŲ°Ł Ų£ŁŲŖŁŲ§ŁŁŁ Ų¢ŲŖŁ ŁŁŲ¬ŁŲ¹ŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲµŁŲ§ŲŁŲØŁŁŁ Ų§ŁŁŲ£ŁŁŁŲ³ŁŲ·Ł ŲØŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲ«ŁŁŁŁŲ§Ų«ŁŲ©Ł ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ£ŁŲŖŁŲ§ŁŁŁ............ Ų£ŁŁ ŁŲ±ŁŲŖŁ ŲØŁŲ®ŁŁ ŁŲ³ŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŁŁŁ Ų£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ ŲŖŁŲ³ŁŲŖŁŲ·ŁŁŲ¹Ł ŁŁŲ®ŁŁ ŁŲ³ŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł ŁŁŲ„ŁŁŁŁŁ ŁŁŲÆŁ Ų®ŁŲØŁŲ±ŁŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų³Ł ŁŁŲØŁŁŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲŖŁ ŲØŁŁŁŁ Ų„ŁŲ³ŁŲ±ŁŲ§Ų¦ŁŁŁŁ Ų£ŁŲ“ŁŲÆŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲ©Ł ŁŁŲ§Ų±ŁŲ¬ŁŲ¹Ł Ų„ŁŁŁŁ Ų±ŁŲØŁŁŁŁ ŁŁŲ§Ų³ŁŲ£ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲŖŁŁŲ®ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŲŖŁ ŁŁŁŁŲ¶ŁŲ¹Ł Ų¹ŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŲ“ŁŲ±ŁŲ§ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŲŖŁ Ų„ŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ³ŁŁ ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŲØŁŁ ŁŲ§ Ų£ŁŁ ŁŲ±ŁŲŖŁ ŁŁŁŁŲŖŁ ŲØŁŲ£ŁŲ±ŁŲØŁŲ¹ŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŁŁŁ Ų£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ ŲŖŁŲ³ŁŲŖŁŲ·ŁŁŲ¹Ł Ų£ŁŲ±ŁŲØŁŲ¹ŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ„ŁŁŁŁŁ ŁŁŲÆŁ Ų®ŁŲØŁŲ±ŁŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų³Ł ŁŁŲØŁŁŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲŖŁ ŲØŁŁŁŁ Ų„ŁŲ³ŁŲ±ŁŲ§Ų¦ŁŁŁŁ Ų£ŁŲ“ŁŲÆŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲ©Ł ŁŁŲ§Ų±ŁŲ¬ŁŲ¹Ł Ų„ŁŁŁŁ Ų±ŁŲØŁŁŁŁ ŁŁŲ§Ų³ŁŲ£ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲŖŁŁŲ®ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŲŖŁ ŁŁŁŁŲ¶ŁŲ¹Ł Ų¹ŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŲ“ŁŲ±ŁŲ§ Ų£ŁŲ®ŁŲ±ŁŁ ŁŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŲŖŁ Ų„ŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ³ŁŁ ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŁ ŲØŁŁ ŁŲ§ Ų£ŁŁ ŁŲ±ŁŲŖŁ ŁŁŁŁŲŖŁ Ų£ŁŁ ŁŲ±ŁŲŖŁ ŲØŁŲ«ŁŁŁŲ§Ų«ŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŁŁŁ Ų£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ ŲŖŁŲ³ŁŲŖŁŲ·ŁŁŲ¹Ł ŁŁŲ«ŁŁŁŲ§Ų«ŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ„ŁŁŁŁŁ ŁŁŲÆŁ Ų®ŁŲØŁŲ±ŁŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų³Ł ŁŁŲØŁŁŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲŖŁ ŲØŁŁŁŁ Ų„ŁŲ³ŁŲ±ŁŲ§Ų¦ŁŁŁŁ Ų£ŁŲ“ŁŲÆŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲ©Ł ŁŁŲ§Ų±ŁŲ¬ŁŲ¹Ł Ų„ŁŁŁŁ Ų±ŁŲØŁŁŁŁ ŁŁŲ§Ų³ŁŲ£ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲŖŁŁŲ®ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŲŖŁ ŁŁŁŁŲ¶ŁŲ¹Ł Ų¹ŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŲ“ŁŲ±ŁŲ§ Ų£ŁŲ®ŁŲ±ŁŁ ŁŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŲŖŁ Ų„ŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ³ŁŁ ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŁ ŲØŁŁ ŁŲ§ Ų£ŁŁ ŁŲ±ŁŲŖŁ ŁŁŁŁŲŖŁ ŲØŁŲ¹ŁŲ“ŁŲ±ŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŁŁŁ Ų£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ ŲŖŁŲ³ŁŲŖŁŲ·ŁŁŲ¹Ł ŁŁŲ¹ŁŲ“ŁŲ±ŁŁŁŁ ŲµŁŁŁŲ§Ų©Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ„ŁŁŁŁŁ ŁŁŲÆŁ Ų®ŁŲØŁŲ±ŁŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų³Ł ŁŁŲØŁŁŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲŖŁ ŲØŁŁŁŁ Ų„ŁŲ³ŁŲ±ŁŲ§Ų¦ŁŁŁŁ Ų£ŁŲ“ŁŲÆŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲ©Ł ŁŁŲ§Ų±ŁŲ¬ŁŲ¹Ł Ų„ŁŁŁŁ Ų±ŁŲØŁŁŁŁ ŁŁŲ§Ų³ŁŲ£ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲŖŁŁŲ®ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŲŖŁ ŁŁŲ£ŁŁ ŁŲ±ŁŲŖŁ ŲØŁŲ¹ŁŲ“ŁŲ±Ł ŲµŁŁŁŁŁŲ§ŲŖŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŲŖŁ Ų„ŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ³ŁŁ ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŲØŁŁ ŁŲ§ Ų£ŁŁ ŁŲ±ŁŲŖŁ ŁŁŁŁŲŖŁ ŲØŁŲ¹ŁŲ“ŁŲ±Ł ŲµŁŁŁŁŁŲ§ŲŖŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŁŁŁ Ų£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ ŲŖŁŲ³ŁŲŖŁŲ·ŁŁŲ¹Ł ŁŁŲ¹ŁŲ“ŁŲ±Ł ŲµŁŁŁŁŁŲ§ŲŖŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ„ŁŁŁŁŁ ŁŁŲÆŁ Ų®ŁŲØŁŲ±ŁŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų³Ł ŁŁŲØŁŁŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲŖŁ ŲØŁŁŁŁ Ų„ŁŲ³ŁŲ±ŁŲ§Ų¦ŁŁŁŁ Ų£ŁŲ“ŁŲÆŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲ©Ł ŁŁŲ§Ų±ŁŲ¬ŁŲ¹Ł Ų„ŁŁŁŁ Ų±ŁŲØŁŁŁŁ ŁŁŲ§Ų³ŁŲ£ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲŖŁŁŲ®ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŲŖŁ ŁŁŲ£ŁŁ ŁŲ±ŁŲŖŁ ŲØŁŲ®ŁŁ ŁŲ³Ł ŲµŁŁŁŁŁŲ§ŲŖŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ±ŁŲ¬ŁŲ¹ŁŲŖŁ Ų„ŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ³ŁŁ ŁŁŁŁŲ§ŁŁ ŲØŁŁ ŁŲ§ Ų£ŁŁ ŁŲ±ŁŲŖŁ ŁŁŁŁŲŖŁ Ų£ŁŁ ŁŲ±ŁŲŖŁ ŲØŁŲ®ŁŁ ŁŲ³Ł ŲµŁŁŁŁŁŲ§ŲŖŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŁŁŁ Ų£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ ŲŖŁŲ³ŁŲŖŁŲ·ŁŁŲ¹Ł ŁŁŲ®ŁŁ ŁŲ³Ł ŲµŁŁŁŁŁŲ§ŲŖŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŲ„ŁŁŁŁŁ ŁŁŲÆŁ Ų®ŁŲØŁŲ±ŁŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŲ§Ų³Ł ŁŁŲØŁŁŁŁŁ ŁŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲŖŁ ŲØŁŁŁŁ Ų„ŁŲ³ŁŲ±ŁŲ§Ų¦ŁŁŁŁ Ų£ŁŲ“ŁŲÆŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲ¹ŁŲ§ŁŁŲ¬ŁŲ©Ł ŁŁŲ§Ų±ŁŲ¬ŁŲ¹Ł Ų„ŁŁŁŁ Ų±ŁŲØŁŁŁŁ ŁŁŲ§Ų³ŁŲ£ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲŖŁŁŲ®ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŁ ŁŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŲÆŁ Ų³ŁŲ£ŁŁŁŲŖŁ Ų±ŁŲØŁŁŁ ŲŁŲŖŁŁŁ Ų§Ų³ŁŲŖŁŲŁŁŁŁŁŲŖŁ Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŁŁ Ų£ŁŲ±ŁŲ¶ŁŁ ŁŁŲ£ŁŲ³ŁŁŁŁŁ Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŲ§ ŁŁŁŁŲ°ŁŲŖŁ ŁŁŲ§ŲÆŁŁ Ł ŁŁŁŲ§ŲÆŁ ŁŁŲÆŁ Ų£ŁŁ ŁŲ¶ŁŁŁŲŖŁ ŁŁŲ±ŁŁŲ¶ŁŲŖŁŁ ŁŁŲ®ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ Ų¹ŁŁŁ Ų¹ŁŲØŁŲ§ŲÆŁŁ.[20]
Hikmah Israā Dan Miāraj
Di antara hikmah-hikmah dari peristiwa israā miāraj adalah:
1. Pengakuan Kebesaran Tuhan
Peristiwa israā dan miāraj membuktikan bahwa manusia dengan kekuasaan Alah dan kebesaran dan pertolonganNya dapat melakukan sesuatu yang tidak mungkin, sebab Allah Maha Kuasa, sebagaimana perjalanan nabi Muhammad saw dari Makkah ke bumi palestina, dan naik ke langit ke tujuh dan kembali lagi hanya dilakukan dalam masa yang sangat singkat.
2. Tugas Manusia Sebagai Khalifah Allah.
Israā-Miāraj adalah perjalanan di bumi dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsha, ini menggambarkan tugas manusia sebagai khalifah untuk dapat menguasai dunia, dari tempat berdirinya yang suci (Masjidil Haram) sampai ke tempat yang terjauh di muka bumi (Masji Al Aqsha). Al Aqsha maksudnya adalah yang terjauh. Al haram adalah yang suci. Pada waktu itu di bumi hanya ada dua masjid, masjidil haram dan masjdil aqsha, maka manusia harus dapat menjadikan semua bumi manjadi masjid, dari tempat yang terdekat sampai tempat yang terjauh dengan penuh kesucian dan kemuliaan.
3. Penguasaan Sumber Daya Alam
Baitul maqdis adalah tempat bumi nabi-nabi diantaranya adalah nabi daud, nabi yang mempunyai kekuasaan dan mempunyai kepandaian dalam industry besi, dan juga nabi Sulaiman, nabi yang mempunyai kekayaan dan mempunyai kepandaian dalam komunikasi (bahasa ). Baitul maqdis adalah lambing kekuasaan dan kekayaan, sedangkan Masjidil haram adalah lambing kesucian. Dengan isra mikraj berarti seorang muslim harus dapat menguasai dunia dan seluruh permukaan bumi sehingga mempunyai kekuasaan dan kekayaan sebagaimana nabi daud dan nabi Sulaiman, tetapi semuanya itu dilakukan dengan penuh kesucian dan untuk menghambakan diri kepada Allah subhana wataala.
4. Kesucian Diri Dan Kekuatan Iman, Dan Ilmu.
Sebelum nabi Muhammad berangkat, maka hati beliau dibasuh dan diisi dengan iman, ini memberikan pelajaran kepada umat manusia agar sebelum melakukan perjalanan di muka bumi, sebelum berikhtiar untuk menguasai dunia, perlu pembersihan hati dan pengisian hati dengan iman, dengan iman dan kesucian hati inilah manusia dapat berjalan menuju tuhan, menjadi khalifah Allah.
5. Penguasaan Teknologi.
Setelah nabi pandai memilih, dan bersih hatinya, maka nabi naik kenderaan buraq menuju ke Baitul maqdis. Buraq adalah lambing teknologi, alat untuk menguasai dunia, menjadi khalifah Allah. Untuk berjalan yang jauh diperlukan kenderaan yang cepat seperti kilat, maka makna bouraq adalah kilat, dan untuk naik ke langit diperlukan tangga, maka nabi naik dengan mikraj (secara bahasa mikraj berarti tangga ). Penguasaan alam, penjelajahan bumi tidak mungkin tercapai tanpa dengan memakai alat sebab itu merupakan sunnatullah. Kejayaan di atas bumi dengan alat dan teknologi, dan kejayaan akhirat juga dengan amal ibadah, seperti shalat maka shalat adalah mikraj bagi seorang mukmin.
6. Memimpin Dalam Segala Bidang.
Dalam isra mikraj nabi Muhammad diangkat sebagai imam shalat dengan seluruh nabi yang lain menjadi makmum. Ini menggambarkan seorang muslim sepatutnya dengan isra mikraj dapat menjadi pemimpin dalam segala bidang, pemimpin segala zaman, dan pemimpin dunia akhirat. Seorang muslim harus dapat membuktikan dirinya lebih baik dan lebih cemerlang dari yang lain. Setiap muslim sepatutnya menjadi imam baik dalam bidang spiritual, imam dalam ekonomi, imam dalam ilmu pengetahuan, imam dalam teknologi, imam dalam seluruh bidang kehidupan.
7. Konsultasi Dengan Yang Berpengalaman.
Nabi Muhammad setelah menerima perintah shalat berkonsultasi dengan nmabi Musa sebab nabi Musa lebih dahulu berpengalaman dengan umatnya, dan nabi Muhammad menerima arahan dan nasehat dari nabi Musa. Beliau tidak berkomunikasid engan nabi Ibrahim yang berada di langit ke tujuh atetapi dengan nabi Musa sebab nabi Musa lebih banyak beropengalaman dengan masyarakat yang lebih degil seperti bani Israel.
8. Menjadikan Shalat Sebagai Inti Kehidupan.
Dalam isra mikraj nabi diwajibkan shalat dalam sehari semalam, sehingga segala kesibukan dunia, harus dapat ditujukan untuk penyembahan dan ibadah kepada Allah, sebabg itu shalat diwajibkandari pagi sampai malam dalam waktu yang berlainan, sehingga setiap saat manusia harus tetap berhubungan, berkonsultasi, memnita perlindungan, petunjuk daripada Allah. Kesibukan kerja, kehidupan dunia, tidak boleh melupoakan kewajiban kepada Allah, dan seluruh kekuasaan, kekayaan, harus dapat dapat menjadui ibadah kepada Allah, sebagaimana dicontohkan oleh nabi Daud, walaupundia menguasai dunia dengan teknologi besi, tetapi beliau meninggal dalam keadaan sujud kepada Allah subhana wataala. Dengan shalat , maka manusia akan mencapai derajat tertinggi, sebagaimana disebutkan oleh hadis nabi ā shalat itu adalah mikraj bagi seorang mukmin ā.
Kesimpulan
Israā dan miāraj merupakan mukjizat agung nabi muhammad saw. Meski ia merupkan mukjizat yang agung dan sakral namun di dalam memahaminya ternyata terdapat perbedaan pemahaman yang sangat berarti. Perbedaan tersebut merupakan sebuah kelaziman karena perbedaan tersebut muncul dari bali teks al quran dan khususnya hadis yang sangat beragam.
Israā dan miāraj adalah pintu utama diwajibkannya shalat fardlu. Tidak hanya itu adanya peristiwa tersebut juga dapat mencerminkan adanya pengakuan Kebesaran Tuhan, Tugas Manusia Sebagai Khalifah Allah, penguasaan Sumber Daya Alam, kesucian Diri Dan Kekuatan Iman, dan Ilmu, Penguasaan Teknologi, memimpin dalam segala bidang, Konsultasi Dengan Yang Berpengalaman, dan Menjadikan Shalat Sebagai Inti Kehidupan.
Daftar Pustaka
Awwaluddin, M. Khoirul. 1995. Seputar Mukjizat Nabi . Semarang: Dakwah Press.
CD Mausuāatu Al Hadits Al Syaif
Al Suyuthi, Jalaluddin. Al Israā Wa Al Miāraj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
Munawwir, Warshon. 2002. Al Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif.
Al Asqallaniy, Ibnu Hajar . Fathul Bari dalam Al Maktabah Al Syamilah
Muhammad Bin Rizqin Bin Thurhuniy, Al Israā Wa Al Miāraj; Al Riwayat Al Mutakamilah Al Shahihat Al Wahidah dalam Al Maktabat Al Syamilah.
[1] M. Khoirul Awwaluddin, Seputar Mukjizat Nabi (Semarang: Dakwah Press, 1995) hal 34
[2] M. Khoirul Awwaluddin, Seputar Mukjizat Nabi (Semarang: Dakwah Press, 1995) hal 34
[3] CD Mausuāatu Al Hadits Al Syaif, Shahih Muslim hadis ke 234
[4] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Israā Wa Al Miāraj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[5] CD Mausuāatu Al Hadits Al Syaif, Shahih Bukhari hadis ke 3598
[6] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Israā Wa Al Miāraj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[7] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Israā Wa Al Miāraj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[8] Baca: Warshon Munawwir, Al Munawwir (Surabaya: Pustaka progresif, 2002) hal. 77
[9] CD Mausuāatu Al Hadits Al Syaif, Shahih Bukhari hadis ke 2968
[10] CD Mausuāatu Al Hadits Al Syaif, Shahih Bukhari hadis ke 238
[11] CD Mausuāatu Al Hadits Al Syaif, Shahih Bukhari hadis ke 2968
[12] CD Mausuāatu Al Hadits Al Syaif, Shahih Bukhari hadis ke 6963
[13] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Israā Wa Al Miāraj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[14] Ibnu Hajar Al Asqallaniy, Fathul Bari dalam Al Maktabah Al Syamilah
[15] Muhammad Bin Rizqin Bin Thurhuniy, Al Israā Wa Al Miāraj; Al Riwayat Al Mutakamilah Al Shahihat Al Wahidah dalam Al Maktabat Al Syamilah.
[16] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Israā Wa Al Miāraj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[17] Muhammad Bin Rizqin Bin Thurhuniy, Al Israā Wa Al Miāraj; Al Riwayat Al Mutakamilah Al Shahihat Al Wahidah dalam Al Maktabat Al Syamilah.
[18] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Israā Wa Al Miāraj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[19] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Israā Wa Al Miāraj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[20] CD Mausuāatu Al Hadits Al Syaif, Musnad Ahmad hadis ke 17165
loading...
Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar