Ibrahim (Abraham) Dalam Perspektif Alkitab dan Al-Quran

Admin Friday, December 17, 2010
(Wacana Pluralitas Agama dan Upaya Mencari Titik Temu)
Oleh Akhmad Supriadi, S.HI

A. Pendahuluan
Dalam sejarah agama-agama, khususnya agama-agama Ibrahim (Abrahamic faiths/ abrahamic religions), Nabi Ibrahim (Ibrani:Abraham) mempunyai arti yang sangat penting sekaligus menduduki posisi yang cukup sentral bagi semua agama samawi, tidak saja bagi penganut Kristen dan Islam tetapi juga Yahudi.
Terkait dengan posisi Ibrahim di antara ketiga agama semitik, khususnya Kristen dan Islam, Ibrahim (Abraham) memiliki kedudukan yang unik sekaligus menarik untuk dikaji. Mengapa demikian? Karena pada sosok Ibrahim (Abraham) lah (Kristen dan Islam) terjadi ‘pertemuan’ sekaligus juga menjadi titik perpisahan di antara kedua agama tersebut.
Dalam konteks kekinian, dialog bahkan trialog antara agama-agama Nabi Ibrahim as (Abrahamic faiths), khususnya Islam-Kristen, menjadi sesuatu yang relevan sekaligus signifikan di tengah pluralitas agama dalam rangka mencari titik temu (common flatform/ Kalimah Al-sawa) . Dengan adanya titik temu dan nilai-ilai persamaan di antara keduanya diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk meredam konflik atas nama agama sekaligus sebagai upaya membangun peradaban dunia khususnya kehidupan beragama yang lebih toleran, humanis dan inklusif.
B. Nabi Ibrahim as (Abraham) dalam pandangan Alkitab
Sebelum mengkesplorasi secara komprehensif tentang siapa Nabi Ibrahim dalam tradisi kitab suci Kristen (Alkitab) dan Islam (Al-Quran) akan diuraikan terlebih dahulu bagaimana posisi Ibrahim dalam kedua kitab suci tersebut.
Bagi penganut Islam, Nabi Ibrahim as diposisikan sebagai bapaknya orang-orang mukmin, dan mendapat julukan yang khas sebagai Bapak Para Nabi (Ab Al-Anbiya’). Beliau adalah contoh ideal dari seorang yang disebut mukmin. Ini ditunjukkannya dengan penyerahan diri yang sempurna kepada Allah dengan kesediaannya untuk menyembelih anak kesayangannya.
Bagi Penganut Kristen, Abraham adalah bapak orang-orang beriman (father of faiths) yang melahirkan Nabi Ishak hingga keturunannya Yesus. Dengan demikian, Abraham adalah bapak yang sama bagi ketiga agama ini, sekaligus mengingatkan bahwa ketiga-tiganya mempunyai akar yang sama, yaitu monoteisme. Untuk itu Nabi Ibrahim as disebut juga sebagai bapak monoteisme dunia.
1. Sejarah Abraham
Dalam tradisi Kristen khususnya Alkitab (Bible), sosok Nabi Nabi Ibrahim as (selanjutnya disebut Abraham) merupakan sosok sentral. Nama Abraham, sebagaimana halnya dalam Al-Quran, disebut berulang-ulang dalam surat dan ayat yang berbeda baik dalam Perjanjian lama maupun Perjanjian baru. Nama Abraham setidaknya disebutkan dalam 24 Surat (kitab). 14 surat dalam Perjanjian Lama yakni dalam Kitab Kejadian, Keluaran, Tawarkh I dan II, Imamat, Ulangan, Bilangan, raja-raja I, Nehemia, Mazmur, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan Mikha. Sementara dalam Perjanjian Baru nama Abraham termaktub dalam 10 Surat (kitab) yaitu kitab Roma, Galatia, Ibrani, Yakobus, Petrus I, Korintus II, Yohanes, Lukas, Markus dan Matius. Mayoritas ayat-ayat yang berbicara tentang Nabi Ibrahim as terkait dengan tauhid dan posisinya sebagai bapak bagi kaum yang beriman (Father of faith) dan juga bapak bagi banyak bangsa dan nabi (father of prophets and nations).
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Paulus--salah seorang dari 12 Rasul dalam tradisi kristen—merupakan sosok dalam Perjanjian Baru yang banyak membahas secara komprehensif signifikansi sosok Abaraham dalam kaitannya dengan agama Kristen dan Yahudi.
Mengenai sejarah Abraham, dalam Alkitab diceritakan bahwa Nama aslinya adalah Abram (Ibrani), Avram (dalam Tiberias) yang berarti "bapak yang terpuji" atau "bapak dipuji/dimuliakan" . Belakangan dalam hidupnya ia dipanggil oleh Allah dengan nama Abraham yang berarti "bapak dari banyak suku dan bangsa". Selanjutnya dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim as adalah anak Terah, berasal dari Ur-Kasdim. Ia dan istrinya Sarah, Lot (anak dari saudara laki-laki Abram, Haran), dan semua pengikutnya, kemudian pergi ke Kanaan. Tuhan memerintahkan Abraham untuk pergi ke negeri yang dijanjikan Tuhan, dan berjanji untuk memberkatinya dan membuatnya menjadi bangsa yang besar.
Karena kelaparan yang hebat, Abram dan keluarganya pergi ke Mesir . Dalam Alkitab diceritakan bahwa Abraham yang takut jika kecantikan istrinya akan menawan hati orang-orang Mesir, khususnya Fir’aun kemudian berdusta bahwa Sarah adalah saudara perempuannya. Pada Akhirnya fir’aun mengetahui dalam mimpinya bahwa Sarah adalah Isteri Abraham dan kemudian meberi merek banyak hewan ternak dan budak.
Karena Sarah tidak dapat mengandung, janji Tuhan bahwa keturunan Abraham akan mewarisi tanah perjanjian tampak seperti mustahil. Sarah, sesuai dengan kebiasaan saat itu, memberi hamba perempuannya yang bernama Hagar kepada Abram. Ketika Hagar mengandung anak Abram, ia menjadi sombong dan merendahkan Sarah. Sarah mengusirnya ke padang gurun. Hagar dijanjikan bahwa keturunannya akan menjadi sangat banyak, "sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya." Maka Hagar kembali dan anaknya Ismael adalah keturunan Abram yang pertama. Hagar dan Ismael kemudian diusir dari Abram oleh Sarah dan diungskan ke gurun Bersyeba Beserta Ismail. Beberapa waktu setelah kelahiran Ismail, melalui janji Tuhan maka Sara pun kemudian mengandung dan melahirkan Ishak.
Sarah (127 th.) dan Abraham (175 th.) wafat dalam usia lanjut, dan dimakamkan oleh Ismael dan Ishak di gua ladang Machpelah (Makhpela), dekat Hebron, yang telah dibeli Abraham.
2. Abraham: Konsep Monoteisme, universalitas dan Janji Tuhan
Merujuk kepada ayat-ayat yang berbicara tentang Abraham dalam Alkitab, terdapat titik temu antara tiga agama samawi: Yahudi, Nasrani dan Islam tentang kosep monoteisme. Paul Joyce misalnya, menegaskan bahwa ada tiga (3) tema pokok yang diusung Alkitab terkait dengan Abraham yakni konsep keimanan (faith) yang monoteistik, universalitas dan perjanjian (janji Tuhan).
Bagi orang-orang Kristen sendiri, Abraham adalah figur awal dalam sejarah monoteisme dan dikatakan sebagai “sahabat Tuhan”, sekaligus dianggap sebagai bapak bagi orang-orang yang beriman (Father of Believers) . Konsep keimanan yang monoteistik tersebut tampaknya menjadi tema pokok yang menghiasi Alkitab ketika berbicara tentang Nabi Ibrahim as. Hal ini tergambar dalam beberapa ayat dalam Alkitab:
(14:18) Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi.
(14:19) Lalu ia memberkati Abram, katanya: "Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi, (14:20) dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu." Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya. (14:21). Berkatalah raja Sodom itu kepada Abram: "Berikanlah kepadaku orang-orang itu, dan ambillah untukmu harta benda itu." (14:22) Tetapi kata Abram kepada raja negeri Sodom itu: "Aku bersumpah demi Tuhan, Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi.

Dalam ayat lain disebutkan:
105:6 hai anak cucu Abraham, hamba-Nya, hai anak-anak Yakub, orang-orang pilihan-Nya!
105:7 Dialah Tuhan, Allah kita, di seluruh bumi berlaku penghukuman-Nya.
Jika ditelaah lebih mendalam, maka akan ditemukan bahwa sekian banyak kitab dan ayat yang berbicara tentang Abraham dalam Bibel selalu menyebut term “Allah” sebagai satu-satunya Tuhan yang disembah oleh Abraham. Berpijak dari hal tersebut, dapat dipahami bahwasanya konsep ketuhanan yang diusung dan diperjuangkan oleh Abraham sendiri adalah ketuhanan yang bersifat monoteistik.
Bagi Rasul Paulus, Abraham merupakan tokoh sentral yang membangun konsep keimanan dan kepercayaan serta ketundukan kepada Tuhan. Ketaatan dan keimanan Abraham juga digambarkan sebagai berikut:
Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah. Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? "Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran."

Dalam rangka memperjuangkan konsep monoteisme tersebut, Abraham berhadapan dengan kebiasaan kaum bahkan ayahnya sendiri yang penyembah berhala.
Untuk menguji ketaatan dan keimanan (faith) Abraham, Tuhan kemudian memberikan berbagai perintah sebagai ujian . Pertama, Abraham beserta keluarganya diperintahkan untuk meninggalkan kampung halamannya negeri Ur Kasdim menuju tanah yang dijanjikan yakni Kana’an. Kedua, Oleh Tuhan Abraham juga diperintahkan untuk mengungsikan Istrinya Hagar beserta bayi Ismail kegurun Bersyeba . Ketiga, Pada puncaknya, ketaatan dan keimanan Abraham teruji ketika ia disuruh untuk menyembelih anaknya Ishak di sebuah Bukit yang bernama moria sebagai bukti keimanannya kepada Tuhan yang Esa.
Terkait dengan konsep universalisme, sosok Paulus (seorang Yahudi Kristen) merupakan sosok yang mengusung universalitas iman Abraham. Baginya, siapa pun yang mepercayai dan mengikuti keimanan abraham maka ia berhak mengaku dirinya sebagai keturunan Abraham walaupun ia bukan seorang Yahudi. Hal ini sebenarnya sejalan dengan statement Alkitab dalam Perjanjian Baru:
4:16 Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, --
4:17. seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" --di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.

Tema lain yang terdapat dalam Alkitab terkait dengan Abraham adalah adanya Janji Tuhan (covenant). Di sini, Abraham dijanjikan Tuhan menjadi bangsa yang besar serta pemimpin dan teladan bagi umat manusia. Tuhan juga telah menjanjikan bagi Abraham yang telah lanjut usia bahwa ia akan memberikan Abraham keturunan sekaligus menjadikan Abraham beserta keturunannya sebagai pemimpin dan bangsa yang besar. Dalam Alkitab janji Tuhan tersebut kemudian abadikan dalam bentuk sebuah perjanjian (covenant) yakni khitan bagi Nabi Ibrahim as dan seluruh keturunannya.
3. Tradisi Qurban dan Sunat
Selain tema tentang monoteisme, tradisi Abraham dalam Alkitab yang memiliki kesamaan dengan Al-Quran adalah konsep qurban. Tradisi qurban dan sunat sendiri diperintahkan oleh Tuhan tatkala Abraham berada di negeri pengasingannya.
Di sini, Alkitab menceritakan secara jelas dan terperinci dalam kitab kejadian peristwa qurban tersebut:
22:1. Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan."
22:2 Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."

22:3. Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya.
22:4 Ketika pada hari ketiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh.
22:5 Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu."
22:6 Lalu Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya, sedang di tangannya dibawanya api dan pisau. Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.
22:7 Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: "Bapa." Sahut Abraham: "Ya, anakku." Bertanyalah ia: "Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?"
22:8 Sahut Abraham: "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku." Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.
22:9 Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api.
22:10 Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya.
22:11. Tetapi berserulah Malaikat Tuhan dari langit kepadanya: "Abraham, Abraham." Sahutnya: "Ya, Tuhan."
22:12 Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku."
22:13 Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya.
22:14 Dan Abraham menamai tempat itu: "Tuhan menyediakan"; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: "Di atas gunung Tuhan, akan disediakan."

Walupun memiliki substansi yang sama dengan Al-Quran, namun dalam beberapa hal Alkitab memiliki konsep tersendiri tentang qurban. Merujuk kepada Alkitab, secara jelas disebutkan bahwa anak yang dikorbankan adalah Ishak. Alkitab juga menjelaskan bahwa perintah qurban kepada Abraham disampaikan melalui wahyu Tuhan secara langsung, sementara dalam konsep Al-Quran perintah tersebut disampaikan melalui mimpi.
Selanjutnya, terkait dengan tradisi khitan atau sunat, peristiwa ini disebutkan dalam Taurat (Perjanjian Lama) yang berhubungan dengan janji Tuhan kepada Abraham untuk menjadi bapak dari sejumlah bangsa besar. Tetapi, bersamaan dengan janji Tuhan kepada Abraham yang demikian, Tuhan membuat tanda perjanjian dengan Nabi Ibrahim as dan keturunannya. Alkitab dalam Perjanjian Lama menjelaskan hal tersebut dalam Kitab Kejadian:
17:9 Lagi firman Allah kepada Abraham: "Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun.
17:10 Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat;
17:11 haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu.
17:12 Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu.
17:13 Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal.

Selanjutnya diceritakan pula bahwa ketika Abraham menerima kewajiban tersebut, Ia telah berusia 99 tahun dan telah memiliki anak dari Hagar (Hajar) yakni Ismael. Pertama-tama, Abraham mengkhitan dirinya sendiri. Selanjutnya Ismail dan anak-anak yang ikut bersamanya dari para budaknya juga ikut dikhitan.
C. Nabi Ibrahim as dalam Pandangan Al-Quran
1. Sejarah awal Nabi Nabi Ibrahim as a.s.
Dalam Al-Quran, nama Nabi Ibrahim as disebut sebanyak 69 kali dalam 24 surat . Diantara surat-surat yang menyebut nama Nabi Ibrahim as tersebut 18 diantaranya turun di Makkah dan hanya 6 yang turun di Madinah. Surat-surat yang menyebut nama Nabi Ibrahim as antara lain Surat Al-Baqarah (15 kali), Alu Imran (7 kali). Surat An-Nisa’ (4 kali), Surat Al-An’am (4 kali), At-Taubah (3 kali), Surat Hud (4 kali), Surat Yusuf (2 kali), Surat Nabi Ibrahim as (1 kali), Surat Al-Hijr (1 kali), Surat An-Nahl (2 kali), Surat Al-Anbiya’ (4 kali), Surat Al-Anbiya’ (4 kali), Surat Al-Hajj (3 kali), Surat As-Syua’raa’ (1 kali), Surat Al-Ankabut (2 kali), Surat Al-Ahzab (1 kali), Surat As-Shaffat (3 kali), Surat Shad (1 kali), Surat As-Syura (1 kali), Surat Al-Zukhruf (1 kali), Surat Al-Dzariyat (1 kali), Surat Al-Hadid (1 kali), Surat Al-Mumtahanah (2 kali), serta Surat Al-A’la (1 kali).
Terkait dengan “siapa sesungguhnya Nabi Nabi Ibrahim as”, Al-Quran tampaknya tidak menerangkan secara terprinci tentang pribadi Nabi Ibrahim as, baik menyangkut akar geneologis maupun letak geografis awal kelahiran hingga wafatnya, kecuali hanya menyebut Azaar sebagai ayahnya. Para ulama sendiri agaknya berbeda pendapat mengenaai siapakah Azar. Sekalipun nama ayah Nabi Ibrahim as disebut secara jelas di dalam ayat ini, namun terdapat ahli-ahli sejarah yang mengatakan bahawa lafaz Aaazar adalah satu lafaz yang digunakan kepada penyembah-penyembah berhala yang salah satu dari berhala-berhala tersebut namanya ialah Aazar. Pendapat ini dipegang oleh Ibnu Abbas, Ibnu Kathir dan beberapa ahli sejarah yang lain. Di dalam mebicarakan keturunan Nabi Nabi Ibrahim as AS, Ibnu Kathir mendatangkan nasabnya seperti berikut : Nabi Ibrahim as bin Tarkh bin Mahur bin Sarugh bin Ra’u bn Faligh bin ‘Abir bin Shalikh bin Arfakhshaz bin Sam bin Nuh a.s. Bagaimanapun, Ibnu Jarir At-Thabari berpegang teguh dengan namanya sebagaimana yang disebut di dalam Al-Quran iaitu Aazar.
Menurut para pakar sendiri, Nabi Nabi Ibrahim as adalah putera Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S. Secara substantif, Kisah Nabi Ibrahim as dalam tradisi Islam banyak memiliki kesamaan dengan Kristen walaupun dalam beberap hal memiliki perbedaan. Boleh jadi cerita-cerita sejarah tersebut bersumber dari Israiliyyat yang kemudian diadopsi oleh para ulama muslim.
2. Ibrahim as: ajaran tauhid (monoteisme), Universalitas dan Janji Tuhan
Menarik untuk diperhatikan bahwasanya lebih dari 18 surat yang membicarakan tentang Nabi Ibrahim as sebgian besar adala surat-surat Makkiyah yang menjelaskan perjuangan Nabi Ibrahim as dalam menegakkan konsep monoteisme (tauhid) serta penentangannya terhadap paham politeisme yag dianut oleh keluarga dan kaumya. Al-Quran bahkan mengulang berkali-kali dalam ayat dan surat yang berbeda bagaimana Nabi Ibrahim as berdakwah kepada keluarga yang juga bapaknya sendiri termasuk kaumnya untuk meninggalkan paham politeisme menuju sikap keberagmaaan yang monoteisme.
Berbeda dengan Alkitab, Al-Quran menceritakan secara khusus bagaimana proses Nabi Ibrahim as muda mencari kebenaran hakiki di tengah ajaran politeisme yang dianut ayah beserta penduduk negerinya. Dalam Al-Quran, Allah menjelaskan hal tersebut secara kronologis:
       •           
                
                     
                 
                
        

74.Dan (Ingatlah) di waktu Nabi Ibrahim as Berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan-Tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." 75. Dan Demikianlah kami perlihatkan kepada Nabi Ibrahim as tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. 76. Ketika malam Telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." 77. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat." 78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, Ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya Aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. 79. Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

Beranjak dari penjelasan ayat di atas, dapat dilihat secara jelas bagaimana kronologis “pencarian dan penemuan’ seorang Nabi Ibrahim as terhadap Tuhannya. Sejak awal, Nabi Ibrahim as muda tampaknya telah mampu berpikir kritis dan logis terhadap konsep keTuhanan kaum dan keluarganya yang politeis. Dimulai dengan protesnya terhadap ayahnya sendiri yang pembuat da penyembah berhala. Dalam tahap berikutnya Nabi Ibrahim as mulai berpikir tentang hakikat keTuhanan yang hakiki. Proses pikir dan zikir dalam mencari Tuhan dilakukan dengan pengamatannya terhadap bintang, bulan dan matahari yang timbul dan tenggelam secara bergantian. Dalam kesimpulan Nabi Ibrahim as, kesemua benda tersebut bukanlah Tuhan yang selama ini ia cari. Tuhan yang sebenarnya yang ia cari adalah zat yang menciptakan langit dan bumi. Kesimpulan akhir Nabi Nabi Ibrahim as yang direkam dalam QS Al-An’am: 79 tentang konsep tawhid (monoteisme) berlawanan dengan keyakinan kaum Shabi’ah yang pada masa ia hidup yang menyembah bintang bulan dan matahari.
Dari sekian surat dan ayat yang berbicara tentang Nabi Nabi Ibrahim as, kurang lebih 19 surat tampaknya banyak memfokuskan kepada konsep agama yang hanif sekaligus ajakan untuk meninggalkan ajaran politeisme. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Nabi Nabi Ibrahim as dianggap sebagai bapak monoteisme. Walaupun seluruh Rasul yang diutus Tuhan menyeru kepada tauhid, namun ada beberapa keistimewaan Nabi Ibrahim as sehingga ia digelari bapak monoteime. Pertama , Nabi Ibrahim as memperoleh pengertian tentang Tuhan Yang Maha Esa melalui suatu proses perncarian spiritual dan perjuangan moral sejak masa muda dengan cara observasi dan penaikan kesimpulan dari pengamatannya terhadap fenomena alam dan sosial . Kedua, Nabi Ibrahim as menyebarkan dan memperjuangkan keyakinannya tersebut kepada berbagai bangsa dalam pengembaraannya yang sangat luas. Ketiga, Nabi Ibrahim as telah diuji dengan berbagai perintah dan larangan dari Allah, sehingga ia juga oleh Allah dipilih sebagai pemimpin dan teladan bagi umat manusia. Hal ini secara ekplisit dinyatakan dalam Al-Quran :
          ••         
  
“Dan (ingatlah), ketika Nabi Ibrahim as diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Nabi Ibrahim as menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Nabi Ibrahim as berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku" Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".

Ayat tersebut di atas, secara implisit juga menegaskan sosok Nabi Ibrahim as sebagai Bapak para Nabi (father of Prophets/ Abul Anbiya’) . Janji tuhan untuk mengangkat Nabi Ibrahim sebagai Pemimpin dan teladan bagi umat manusia, sebagaimana terekam dalam ayat di atas, kemudian terbukti dengan lahirnya keturunan beliau, yakni Ismail dan Ishak yang kemudian melahirkan banyak para Nabi yang menjadi pemimpin agama besar dunia: Yahudi, Nasrani dan Islam.
Di sini, tampaknya terdapat ide yang paralel antara Alkitab dan Al-Quran terkait dengan adanya janji Tuhan kepada Ibrahim tersebut.
Keterangan tentang terpilihnya Nabi Ibrahim as sebagai sosok yang militan dalam memperjuangkan konsep monoteisme antara lain juga dijelaskan dalam QS Al-Baqarah: 130 dan ayat-ayat selanjutnya. Ayat-ayat tersebut sendiri secara mikro turun karena, ketika Nabi saw berdakwah kepada Yahudi dan Nasrani, mereka malah menuruh Nabi saw agar masuk ke dalam agama yahudi atau Nasrani. Dalam konteks inilah dijelaskan apa sesungguhya agama Nabi Ibrahim as yang hanif tersebut:
                   
“Dan tidak ada yang benci kepada agama Nabi Ibrahim as, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh kami Telah memilihnya di dunia dan Sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.”

Dalam ayat berikutnya dijelaskan seperti apakah karakteristik agama Nabi Ibrahim as itu:
  •               

“Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah : "Tidak, melainkan (Kami mengikuti) agama Nabi Ibrahim as yang lurus. dan bukanlah dia (Nabi Ibrahim as) dari golongan orang musyrik".

Jadi, agama Nabi Ibrahim as sesungguhnya memiliki sifat yang lurus dan kecendrungan kepada kebenaran (al-hanif) serta menyerahkan diri secara total kepada Tuhan (muslim).
Yang patut menjadi pertanyaan adalah mengapa sekian banyak Surat berbicara tentang bantahan bahwa Nabi Ibrahim as bukanlah yahudi atau Nasrani? Diantara para nabi, Nabi Ibrahim as memang memiliki kedudukan yang istimewa. Ia adalah nenek moyang tiga agama Besar: Yahudi, Nasrani dan Islam. Bagi bangsa Yahudi, Nabi Ibrahim as adalah nenek moyang pertama (patriarch). Bagi kaum Nasrani, Nabi Ibrahim as juga dianggap sebagai bapak moyang mereka dimana Yesus juga adalah keturunan Nabi Ibrahim as melalui anaknya Ishak yang melahirkan Daud. Demikian juga bagi kaum muslim, Nabi Nabi Ibrahim as dianggap sebagai bapak moyang yang melahirkan bangsa Arab melalui Ismail as dimana Nabi Muhammad sendiri adalah keturunan Arab. Karena adanya klaim dari masing-masing kelompok (yahudi dan Nasrani) bahwa Nabi Ibrahim as adalah seorang yahudi atau Nasrani, maka Al-Quran pun berusaha memberikan klarifikasi mengenai hal tersebut:
              
Nabi Ibrahim as bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang luruslagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.

Melalui ayat ini, Al-Quran menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim as bukanlah milik salah satu kelompok, namun beliau adalah sosok universal bagi semua agama yang mengusung konsep tauhid.
Dari uraian tersebut di atas, agaknya Al-Quran sendiri, sebagaimana halnya Alkitab (bible) memiliki memiliki kesamaan pandangan dalam melihat sosok dan posisi Ibrahim. sebagai sosok yang monoteis, Ibrahim digambarkan secara jelas bagaimana pencariannya terhadap Tuhan hingga pengakuannya tentang keesaan Tuhan sebagai Zat pencipta langit dan bumi. Jika kita menelaah secara integral dan komprehensif, tampak bahwa konsep monoteisme merupakan titik tekan yang paling krusial yang menjadi misi perjuangan Ibrahim. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas ayatnya yang banyak menyinggung tentang ajakan untuk menyembah Tuhan dan meninggalkan budya politeisme yang sangat marak pada zaman Ibrahim.
Di samping itu juga sebagaimana halnya Alkitab, universalitas Ibrahim serta sosoknya sebagai “Bapak” yang dijanjikan menjadi pemimpin dan teladan bagi banyak manusia juga tercantum secara jelas dalam al-Quran.
Berangkat dari keterangan kedua kitab suci itu pula, kiranya kita dapat melihat betapa isu monoteisme adalah isu paling penting yang diangkat dalam kedua kitab suci tersebut. Hal ini sesungguhnya mengisyaratkan bahwa keimanan (faith) yang berlnadaskan kepada Tuhan Yang Maha Esa (monoteisme) merupakan sesuatu yang sangat fundamental dan krusial dalam masing-masing agama.
3. Tradisi Qurban dan Sunat
Salah satu peristiwa penting yang diabadikan oleh Al-Quran yang hingga kini terlembagakan dalam tradisi muslim adalah peristiwa qurban yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha. Momentum bersejarah tersebut diceritakan oleh Allah dalam Al-Qur’an :
                     
                     
                 
    

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh (100) Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar (101) Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Nabi Ibrahim as, Nabi Ibrahim as berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (102) Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Nabi Ibrahim as membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). 103) Dan kami panggillah dia: "Hai Nabi Ibrahim as,(104) Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (105) Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (106) Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[(107)

Secara substantif, Al-Quran dan Al-Kitab sama-sama berbicara tentang peristiwa qurban. Di sisi lain keduanya juga memiliki persamaan dalam hal sosok yang dikorbankan: yaitu sang anak. Akan tetapi dalam beberapa hal keduanya memiliki perbedaan yang cukup prinsipil.
Pertama, berpijak dari keterangn ayat di atas, perintah qurban diperoleh oleh Nabi Nabi Ibrahim as melalui kesadaran subjektif melalui mimpi yang diklaim sebagai wahyu. Yang membenarkan tradisi qurban
Kedua, siapakah yang dikorbankan? Jika dalam Al-Kitab secara eksplisit disebutkan bahwa yang dikorbankan adalah Ishak, maka dalam Al-Quran, sebagaimaa disebutkan di atas, tidak disebutkan secara eksplisit siapa yang menjadi obyek penyembelihan. Qurasih Shihab sendiri menyebutkan bahwa pedapat yang popular yag menjadi pendapat mayoritas umat Islam menyebutkan bahwa Ismail lah yang disembelih dalam ayat di atas dengan mengajukan beberapa argumentasi dari rangkaian ayat itu sendiri. Namun demikian segelintir ulama juga ada yang berpendapat bahwa yag disembelih adalah Ishak.
Berangkat dari penjelasan kdua kitab suci terkiat peristiwa qurban, baik Alkitab maupun Al-Quran tampaknya tidak memiliki titik temu tentang siapa yang menjadi qurban pada saat itu. Agaknya, masing-masing kitab suci memiliki klaim dan kepentingan tersendiri terkait siapa yang dikorbankan oleh Ibrahim. Permasalahan ini menjadi penting karena menyangkut akurasi kitab suci dalam menceritaka kejadian yang sesungguhnya. Disamping itu, adalah sesuatu yang penting pula untuk mengkalim siapa yang dikorbankan karena hal tersebut terkait dengan kehormatan dua keturunan Ibrahim ini.
Selanjutnya, terkait dengan masalah khitan, Al-Quran sama sekali tidak pernah menyinggung tradisi tersebut. Meskipun demikian, Syariat tentang khitan dalam tradisi Islam diperintahkan melalui sunnah Nabi dalam beberapa hadits di antaranya :[1]. Abu Haurairah berkata : ‘Aku mendengar Nabi saw bersabda:“ Fithrah itu ada lima : Khitan, Mencukur bulu kemaluan, Memotong kumis, Menggunting kuku dan Mencabut bulu ketiak” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6297), Muslim (3/257 - Nawawi), Malik dalam Al-Muwatha (1927), Abu Daud (4198), At-Tirmidzi (2756), An-Nasa’i (1/14-15), Ibnu Majah (292), Ahmad dalam Al-Musnad (2/229).
Dalam riwayat yang lain juga diberitakan Dari Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya kakeknya datang kepada Nabi sw dan berkata. “Aku telah masuk Islam”. Maka Nabi saw kepadanya.
“Artinya : Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah” [Hasan, Dikeluarkan Abu Daud (356), Ahmad (3/415) dan Al-Baihaqi (1/172). Dalam riwayat lain dari Abu hurairah Nabi juga bersabda: “Nabi Nabi Ibrahim as berkhitan setelah beliau berusia 80 tahun” (Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (6298), Muslim (2370), Al-Baihaqi (8/325), Ahmad (2/322-418).
D. Ibrahim (Abraham): Titik Temu Dan Titik Tengkar
Berpijak dari gambaran dalam tradisi agama-agama Nabi Ibrahim as khususnya Kristen (Alkitab) dan Islam (Islam) agaknya banyak terdapat titik temu dan kesamaan dalam banyak diantara keduanya.
1) Titik temu/ kesamaan (common flatform)
Pertama, Nabi Ibrahim (Abraham) secara geneologis, baik dalam Alkitab maupun Al-Quran, adalah “Bapak Pertama” bagi kedua agama Besar Kristen dan Islam. Karena Ismail adalah anak Nabi Ibrahim dari istrinya Hajar. Dari nabi Ismail lah kemudian lahir keturunannya Nabi Muhammad saw. Sementara Nabi Ishak as juga adalah anak Ibrahim dari istrinya Sarah. Dari Ishak lahirlah bangsa Yahudi yang kemudian juga melahirkan Isa (Yesus) sebagai sosok sentral bagi lahirnya agama Nasrani. sekaligus ne sosok manusia yang beriman yang memercayai Tuhan yang Maha Esa. Hal ini dapat dilihat secara jelas baik dalam Alkitab maupun Al-Quran dimana ayat-ayat ataupun surat yang membicarakan Ibrahim didominasi oleh tema tentang tauhid atau kepercayaan kepada Allah.
Kedua, Ibrahim (Abraham) merupakan Bapak bagi orang Beriman (father of faiths) baik bagi Muslim maupun Kristiani. Kedua agama, baik melalui Alkitab maupun AlQuran, sama-sama menceritakan bahwa Ibrahim adalah sosok hamba Tuhan yang percaya kepada Tuhan yang Esa. Tidak hanya sekedar beriman, Ibrahim juga diuji keimanannya dengan berbagai perintah dan larangan seperti perintah Hijrah dari negeri asalnya, perintah mengungsikan Istri dan ananya sampai ujian yang paling berat yakni perintah untuk menyembelih anaknya.
Ketiga, Nabi Ibrahim as merupakan figur universal yang tidak hanya menjadi milik salah satu agama, namun menjadi titik pertemuan nenek moyang tiga agama besar: Yahudi, Nasrani dan Islam. Siapapun yang mengikuti ajaran Nabi Ibrahim as maka ia adalah “anak cucu Nabi Ibrahim as yang sesungguhnya”. Konsep dalam Alkitab tersebut tampaknya juga sejalan dengan statement Al-Quran:
  ••   •  •       
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Nabi Ibrahim as ialah orang-orang yang mengikutinya dan nabi Ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman.

Ayat tersebut di atas sebenarnya dapat dipahami sebagai sebuah statement yang jelas dari Al-Quran bahwa Ibrahim sebagai sosok universal bukanlah termasuk mereka yang pandangan kebeagamaannya sektarian dan komunal, dengan klaim-klaim eksklusif sebagai pemegang satu-satunya jalan kebenaran dan pemegang otoritas keselamatan.
Sikap inklusif tersebut juga ditegaskan dalam Al-kitab:
4:16 Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, --

Berangkat dari hal di atas, kita dapat melihat bahwa baik alkitab maupun al-Quran sangat menghargai pluralitas agama dan masingmasing juga bersikap inklusif, tanpa mengkalim sebagai pihak pemegang otoritas kebenaran yang tunggal.
Dalam kaitan ini pula, menarik untuk dikemukakan hasil suatu konferensi yang bertajuk “Children of Abraham: A Trialogue of Civilization” yang diselenggarakan oleh Harvard University pada 21-24 Okotber 2007. dalam konferensi yang dihadiri oleh seluruh ilmuwan dari agama Yahudi, Nasrani dan Islam tersebut disebutkan bahwa ketiga agama semit (yahudi, Nasrani dan Islam) memiliki banyak kesamaan dan afinitas walaupu masing-masing memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing. Dengan adanya dialog bahkan trialog, diharapkan tersimpulnya titik temu (kalimat al-sawa’) yang dapat menumbuhkan saling pengertian dan toleransi yang pada gilirannya mendatangkan perdamaian.
Mendiang Paus Johanes Paulus dalam satu kesempatan di Casablanca tahun 1985 konon pernah berkata:
Tuhan kalian dan Tuhan Kami pada hakikatnya adalah sama, kita adalah bersaudara dalam agama Abraham (Nabi Ibrahim as)”

Dalam konteks kekinian, statement mendiang Paus Yohannes Paulus II tersebut setidaknya menjadi poin penting dalam membangun peradaban yang penuh toleransi. Disamping itu, upaya mencari titik temu dan persamaan (kalimah al-sawa’) dalam tradisi agama-agama Ibrahim (Abrahamic religions) akan mempersempit jurang perbedaan dan sikap keberagamaan yang sempit dan eksklusif.
2) Titik Tengkar dan Titik Pisah
Salah satu keunikan antara Kristen dan Islam terletak pada ‘ayah’ mereka Ibrahim sendiri. Dikatakan unik karena disamping sebagai “tempat pertemuan”, Ibrahim sekaligus juga adalah “titik tengkar dan titik pisah” di antara keduanya. Titik perpisahan itu sendiri muncul pada keturunan Ibrahim, Ismail dan Ishak yang kemudian melalui keturunan masing-masing menjadi pembawa agama yang berbeda. Sebagaimana telah diketahui, Ishak adalah nenek moyang bagi umat Kristiani yang menjadi nenek moyang juga bagi Yesus. Sementara di sisi lain, Ismail adalah nenek moyang Nabi Muhammad, pembawa agama Islam.
Masih terkait dengan hal di atas, salah satu titik tengkar antara Alkitab dan Al-Quran adalah dalam hal “siapakah anak yang dikorbankan”? Di satu sisi, Secara jelas, Alkitab mengatakan bahwa Ishak lah anak yang dikorbankan oleh Ibrahim (Abraham) , sementara di sisi lain dalam Al-Quran, sebagaimana menjadi pendapat mayoritas ahli tafsir, dinyatakan bahwa Ismail lah anak yang dikorbankan meskipun dalam bahasa yang tersirat tanpa menyebut secara eksplisit nama Ismail.
Disamping tema pokok di atas, diantara kedua Kitab suci itu juga memiliki perbedaan-perbedaan yang lain. Misalnya saja, dalam Alkitab tidak disinggung peristiwa pembangunan Ka’bah dan ibadah Haji yang menjadi salah satu rukun bagi orang Islam. Namun demikian beberapa perbedaan dalam narasi Ibrahim dalam kedua Kitab Suci tidak mengurangi semangat untuk mencari titik persamaan dalam kerangka pluralitas agama.
E. Kesimpulan
Berpijak dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan sosok Ibrahim menempati posisi yang penting dan unik baik dalam Alkitab (Bible) maupun Al-Quran. Ibrahim adalah ‘titik temu’ sekaligus titik pisah/ titik tengkar bagi kedua agama besar: Kristen dan Islam.
Titik Pertemuan itu terjadi ketika Ibrahim, baik oleh Alkitab maupun Al-Quran, sama-sama dianggap sebagai nenek moyang sekaligus sosok universal orang-orang yang beriman (father of faiths). Dalam hal ini, Ibrahim pula lah yang melahirkan Ismail dan Ishak, dua Nabi yang kemudian melalui keturunan mereka keduanya melahirkan dua (2) agama besar, yaitu Kristen dan Islam.
Disamping sebagai titik pertemuan, Ibrahim sekaligus adalah “tempat perpisahan” bagi kedua agama tersebut. Titik perpisahan itu terletak pada sosok Ismail dan Ishak, dua anak Ibrahim yang melahirkan dua agama yang berbeda melalui anak cucu mereka masing-masing.





DAFTAR PUSTAKA

A.Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1989)
Al-Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah, program CD tahun 1997

Azyumardi Azra, Trialog Peradaban dalam Resonansi Republika edisi 8 Nopember 2007.
George B. Grose, The Abraham Connection: A Jew, Christian and Muslim in Dialog, terjemah oleh Santi Indra Astuti (Bandung: Mizan, 1998)

http//:www. wikipedia Indonesia
Ibn Jarir Al-Thabari, Jami’ al-bayan An-Ta’wil Al-Quran (Beirut: dar el Fikr, 1999)
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa Al-Nihayah (Beirut: dar el Fikr, 1997)
Karl-Josef Kuschel, Abraham: Sig of Hope for Jews, Christians and Muslims (New York: Contimuum Publishing Library, 1995)

Merriam webster, Encylopedia of World Religion (USA: Library of Congress Cataloging, 1999)
Mun’im A Sirry (ed.), Fikih Lintas Agama (Jakarta, Paramadina:2004)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera, 2005)
Norman Solomon, Richard Harries dan Tim Winter Abraham’s Children: Jews, Christians and Muslim in Conversation (London: T & T clark, 2006)

Nur Khalik Ridwan, Detik-Detik Pembongkaran Agama (Yogyakarta: Arruzz: 2003)
Program Alkitab versi 2.7
Sholah Al-Khalidi, Ardhu waqa’I wa tahlili ahdats, (Damaskus: Darul Qalam: 1997)




loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar