Hadis Tentang Fenomena Hair Dying Atau Menyemir Rambut dan Hukumnya

Admin Saturday, December 25, 2010

Semir Rambut dalam Lintas Sejarah

Dalam sejarahnya, semir rambut tidak hanya dilakukan oleh umat manusia pada era modern seperti sekarang ini, akan tetapi, bahkan oleh umat manusia yang hidup empat ribu tahun silam, kebiasaan menyemir rambut telah ada dan dipraktekkan.

Adalah bangsa Mesir Kuno yang hidup sekitar empat ribu tahun yang lampau, telah membiasakan menyemir rambut mereka, dengan bahan-bahan yang masih sangat sederhana, yakni dari tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan berbagai macam warna. Ratu Ses dari Dinasti II Mesir Kuno (2700-2650 SM), telah menyemir rambutnya dengan semir rambut dari jenis tanaman henna yang bisa menghasilkan warna merah keemasan. Ada kemungkinan bahwa bangsa Mesir Kuno menyusai warna dari jenis henna yang menghasilkan warna kuning keemasan karena mereka adalah penyembah Dewa Ra, Dewa Matahari, dan warna sinar matahari adalah keemasan. Ratu Cleopatra pun tak ketinggalan, diceriterakan bahwa ia menggunakan semir rambut berwarna biru indigo.[1]
image / pixabay.com
Sedangkan Ibn Hajar al-Atsqalani menyatakan bahwa orang yang pertama kali menyemir rambutnya, terkhusus dengan warna hitam, adalah Fir’aun yang hidup pada masa Nabi Musa as. Sedang, orang Arab yang pertama kali menyemir rambut dengan warna hitam adalah Abdul Muthalib, yang hidup pada masa Nabi Muhammad saw.[2]

Adapun bagi umat Kristiani Eropa, semula semir rambut, khususnya henna, tidak begitu populer di kalangan mereka. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa Judas Eskariot, yang dalam kitab Injil dinyatakan sebaai pengkhianat Nabi Isa, memiliki rambut yang berwarna merah. Akan tetapi, pewarna ini kembali menjadi populer di Eropa dan Amerika pada tahun 1895, dengan kemunculan berbagai penyanyi dan public figure yang menggunakan sejumlah pewarna rambut, khususnya merah, pada rambutnya.[3]

Tren Semir Rambut di Indonesia Sampai 2009
Di Indonesia, semir rambut sebenarnya sudah lama membudaya, di Jakarta sudah sejak tahun 1978 muncul Johnny Andrean Salon (pelopor bisnis salon dan salon terbesar di Indonesia dengan 170 cabang di sejumlah kota besar di Indonesia). Tren rambut berwarna menjadi tambah mencolok sejak awal abad millenium 2008. Dengan semakin semaraknya tren semir rambut di kalangan para remaja, ABG dan anak-anak jalanan, pada tahun 2008 Johnny Andrean Salon menciptakan servis pewarnaan rambut terbaru untuk menyambut 2008 bertajuk 'What Color Are You??' yang menekankan pewarnaan rambut sesuai dengan kepribadian seseorang.

Menarik ternyata, Semir rambut di Inonesia tidak hanya dimaksudkan sebagai tren masa kini yang membudaya, lebih dari itu semir rambut juga dapat dimaksudkan untuk memahami kepribadian dan karakter seseorang. Sehingga berangkat dari pemahaman bahwa ‘‘Warna tertentu dapat menentukan karakter seseorang[4]’’ itulah Johnny Andrean Salon (tahun 2008) mengangkat tema warna-warna yang dianggap dapat mewakili karakter dan kepribadian seseorang. Mulai dari Sexy Cherry atau warna merah dari buah cherry[5], warna coklat muda[6] dari Vintage Cinnamon, dan warna kuning[7] dari Sweet Honey atau madu.

Tidak hanya itu, akhir-akhir ini budaya semir juga merambah luas di kalangan artis kita, ambil contoh saja Rambut Mbah Surip yang Gimbal, dalam pengakuannya di Kompas, penyanyi lagu Tak Gendong ini ternyata menyemir rambutnya, "Pasti dikira wig ya. Ini dikerjain sama teman-teman saya, pelukis Pasar Seni Taman Impian Jaya Ancol,", lebih lanjut Mbah surip mengatakan “"Jadi, ini disiram cat, lalu digulung gimbal, terus diikat tali. Talinya, dari yang harganya 50 perak sampai 700 perak”.[8]

Dalam ajang Bali Fashion Week (BFW) 2008, beberapa desainer dan pemerhati dunia fashion terkemuka dari berbagai negara berkumpul dan membahas mengenai proyeksi tren fashion 2009. Dalam event tersebut, para desainer menyepakati untuk tren warna 2009 akan kembali ke warna-warna alam, seperti warna ungu muda, coklat tanah dan hitam. Warna-warna tersebut menurut Angelia Teo (Kepala Divisi Asia Pasific WGSN), akan lebih menguatkan aura Pemakainya. Berbagai unsur dalam perpaduan warna hitam putih, ditambahkan dengan aksen merah dan biru juga diprediksi masih menjadi mode tren untuk tahun 2009. Akan tetapi perubahan tren fashion tak hanya berlaku dalam satu tahun kedepan, namun dapat berganti di setiap pertengahan tahun. Pergantian warna dalam tren fashion di dunia internasional selalu mengikuti empat musim yang berlaku di masing-masing negara yaitu musim panas, gugur, hujan dan musim dingin. Namun karena Indonesia hanya memiliki dua musim yaitu panas dan hujan, maka perkembangan tren pun mengikuti perubahan iklim tersebut.[9]

Dalam kontek ke Indonesiaan, ternyata semir rambut lebih identik dengan pengecatan rambut menggunakan warna-warna selain warna asli wambut orang Indonesia, yakni hitam. Bahkan hampir semir hitam tidak diekspos oleh media. Dalam perkembangannya ketika semir-semir menggunakan selain warna hitam (warna kuning, merah, biru dan sebagainya) selalu menjadi bahan perbincangan serius dikalangan masayarakat kita lantara image negative yang melekat dalam semir-semir tersebut ~lebih parah lahi ia dapat menggoncang Nusantara lantaran ekspresi yang terkadang tidak sesuai dengan karakter NKRI~ justru pewarnaan rambut dengan menggunakan semir hitam bukan menjadi hal yang meresahkan masyarakat, rambut asli masyarakat Indonesia yang berwarna hitam menjadikan pewarnaan satu warna tersebut menjadi hal yang tidak memunculkan banyaknya perbincangan dikalangan masyarakat.

Hadis Tentang Semir Rambut
Pembahasan hadits tentang semir menjadi salah satu kajian yang penting. Informasi yang sampai kepada kita, baik itu perkataan, perbuatan maupun penetapan Nabi Muhammad SAW sangatlah beragam. Jika diperhatikan lebih lanjut, akan ditemukan beberapa teks hadits yang tampak bertentangan. Bahkan terkadang hadits-hadits tersebut dapat dikatakan problematis.

Sejauh pencarian yang dilakukan, terdapat beberapa hadis yang secara lahiriah melarang seseorang untuk mewarnai rambut dengan warna hitam. Larangan tersebut lahir dari ucapan langsung Rasulullah SAW. Hadis tersebut adalah:

Hadis riwayat Imam Muslim nomor: 3925. Adapun kualitas hadis ini adalah hasan.

و حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أُتِيَ بِأَبِي قُحَافَةَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَاد

Diriwayatkan kepadaku dari Abu al-Thahir, dari Abdullah bin Wahab, dari Ibnu Juraij, dari Abi Zubair, dari Jabir bin Abdillah berkata, didatangkan dengan Abu Quhafah pada hari fathul Mekah dan kepala serta jenggotnya seperti tumbuhan yang buahnya putih maka Rasulullah SAW. Bersabda: Ubahlah (rambut) ini dengan sesuatu dan jauhilah warna hitam.

Ketika ditakhrij dan mencari teks-teks lain, ditemukan hadis-hadis yang hampir sama baik dari lafadz maupun maknanya. Dan hadis-hadis tersebut terdapat pada:

1. Imam Al-Nasa’i hadis no. 4989 dan 5147
2. Imam Abu Dawud hadis no. 3672
3. Imam Ibnu Majah hadis no. 3614
4. Imam Ahmad hadis no. 13882

Secara keseluruhan, kualitas para perawi yang meriwayatkan hadis tersebut mempunyai kredibilitas dan integritas yang mumpuni. Meskipun terdapat beberapa rawi yang belum masuk dalam kategori shahih, kategori hasan patut disandangkan pada mereka. Ketersambungan sanadnya juga dalam kategori muttashil yaitu sampai kepada Rasulullah SAW. Sehingga, jika mardud ataupun maqbul menjadi pertanyaan, maka hadis-hadis tersebut merupakan hadis yang maqbul. Dengan demikian, sebagai konsekuensi logis, pemaknaan dan pemahaman hadis perlu didalami lebih serius untuk dapat mengamalkannya pada kehidupan sehari-hari.

Hal yang menarik adalah penemuan bahwa ternyata terdapat hadis yang tidak mengharamkan secara tidak langsung. Terdapat dua hadits riwayat Imam Muslim dan Imam Ahmad yang didalamnya tidak mencantumkan pengecualian hitam dalam pewarnaan rambut. Kedua hadis itu adalah:

1. Imam Muslim hadis no. 3924

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ أُتِيَ بِأَبِي قُحَافَةَ أَوْ جَاءَ عَامَ الْفَتْحِ أَوْ يَوْمَ الْفَتْحِ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ مِثْلُ الثَّغَامِ أَوْ الثَّغَامَةِ فَأَمَرَ أَوْ فَأُمِرَ بِهِ إِلَى نِسَائِهِ قَالَ غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ

Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya, dari Abu Khaitsamah, dari Abu Zubair, dari Jabir berkata, didatangkan dengan Abu Quhafah atau dia datang pada hari fathul Mekah yang kepala dan dan rambutnya seperti tumbuhan yang putih buahnya maka dia disuruh kepada perempuan-perempuannya berkata, ubahlah (rambut)ini dengan sesuatu.

2. Imam Ahmad hadis nomor. 14114
حَدَّثَنَا حَسَنٌ وَأَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ قَالَا حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ أَحْمَدُ فِي حَدِيثِهِ حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَبِي قُحَافَةَ أَوْ جَاءَ عَامَ الْفَتْحِ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ مِثْلُ الثَّغَامِ أَوْ مِثْلُ الثَّغَامَةِ قَالَ حَسَنٌ فَأَمَرَ بِهِ إِلَى نِسَائِهِ قَالَ غَيِّرُوا هَذَا الشَّيْبَ قَالَ حَسَنٌ قَالَ زُهَيْرٌ قُلْتُ لِأَبِي الزُّبَيْرِ أَقَالَ جَنِّبُوهُ السَّوَادَ قَالَ لا

Diriwayatkan dari Hasan dan Ahmad bin Abdil Malik, dari Abi Zubair, dari Jabir, Ahmad berkata dalam haditsnya, dari Abu Zubair, dari Jabir berkata, didatangkan kepada Rasulullah SAW. dengan Abu Quhafah atau datang pada hari fathul Mekah yang kepala dan jenggotnya seperti........Hasan berkata kemudian menyuruh dengannya kepada perempuan-perempuannya, Ubahlah uban ini. Dari Hasan, dari Zuhair, aku berkata kepada Abi Zubair, apakah dia telah mengatakan jauhilah warna hitam?, dia berkata: tidak.

Hadis tentang Bahan Semir Rambut
Setelah melakukan penelusuran melalui berbagai kitab hadis, diperoleh dua macam semir rambut yang dianjurkan penggunaannya oleh Rasulullah SAW.

Hadis riwayat Imam Al-Tirmidzi no. 1675

حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ الْأَجْلَحِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَحْسَنَ مَا غُيِّرَ بِهِ الشَّيْبُ الْحِنَّاءُ وَالْكَتَمُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَأَبُو الْأَسْوَدِ الدِّيلِيُّ اسْمُهُ ظَالِمُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ

Diriwayatkan dari Suaid bin Nashr, dari Ibnu Mubarak, dari al-Ajlahi, dari Abdullah bin Buraidah, dari Abi al-Aswadi, dari Abi Dzar, dari Nabi SAW bersabda: sesungguhnya sebaik-baik bahan untuk menyemir uban adalah dengan hina’ dan katam. Abu Isa berkata: ini adalah hadits hasan shahih, dan Abu al-Aswadi al-Daili namanya adalah Dzalim bin Amr bin Sufyan.

Ketika hadis tersebut ditakhrij, ditemukan hadis-hadis lain dengan variasi matan yang tidak begitu signifikan. Berikut hasil takhrijnya:

1. Imam Ahmad, hadis no. 20345
2. Imam Al-Nasa’I, hadis no. 4990, 4991, 4992, 4993
3. Imam Abi Dawud, hadis no. 3673
4. Imam Ibnu Majah, hadis no. 3612

Hadis Pendukung

1. Hadis riwayat Bukhari no. 3203

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ

Diriwayatkan dari Abdul Aziz bin Abdillah, dari Ibrahim bin Sa’ad, dari Sholih, dari Syihab, Abu Salamah bin Abdirrahman berkata, sesungguhnya Abu Hurairah RA. Berkata, Rasulullah SAW. bersabda: bahwasanya orang Yahudi dan Nasrani menyemir rambut maka hendaklah kalian berbeda dengan mereka.

2. Hadis riwayat Al-Nasa’i no. 4983

أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا عَمِّي قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ أَبُو سَلَمَةَ إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قَالَ أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى لَا تَصْبُغُ فَخَالِفُوهُمْ أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ

Diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin Sa’ad bin Ibrahim berkata, dari pamanku ‘Ubay, dari Shalih, dari Ibnu Syihab berkata, dari Abu Salamah sesungguhnya Abu Hurairah berkata: bahwasanya Rasulullah SAW. Bersabda: diriwayatkan dari Yunus bin Abdi al-A’la, dari Ibnu Wahb, dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Abi Salamah bin Abdirrahman, dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW. Bersabda: orang Yahudi dan Nasrani tidak menyemir rambutnya maka berbedalah dengan mereka. Diriwayatkan dari Ishaq bin Ibrahim, dari Abdu al-Razzaq, dari Ma’mar, dari al-Zuhri, dari Abi Salamah, dari Abi Hurairah, dari Rasulullah SAW. bersabda seperti itu.

Dari hadis di atas, bisa kita dapatkan keterangan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk menyemir rambut, karena orang Yahudi dan Nasrani tidak memperkenankan menyemir rambut atau merombaknya, dengan anggapan bahwa berhias dan mempercantik diri itu dapat menghilangkan arti beribadah dan beragama, seperti yang dikerjakan oleh para rahib dan ahli-ahli Zuhud yang berlebih-lebihan. Dengan kata lain, di zaman Rasulullah SAW dulu, orang Yahudi dan Nasrani cenderung ‘cuek’ dengan rambutnya. Mereka tidak mengurus rambutnya dengan baik. Namun Rasulullah SAW melarang taqlid pada suatu kaum dan mengikuti jejak mereka, apalagi mengikuti adat kebiasaan orang Yahudi dan Nasrani, melainkan supaya selamanya kepribadian umat Islam itu berbeda, lahir dan batin.

Sabab al-Wurud
 Diriwayatkan dari sahabat Jabir bahwa suatu ketika seorang sahabat nabi yang bernama Abu Quhafah datang kepada rasul, sedang rambut dan jenggotnya berwarna putih maka kemudian Rasulullah SAW memerintahkannya untuk merubah warna rambutnya. Riwayat ini menunjukkan bahwa hadis ini dikhitabkan kepada Abu Quhafah yang datang menemui Rasul, Abu Quhafah bernama Utsman beliau merupakan ayah dari Abu Bakar al-Shiddiq dan masuk Islam pada saat Fath al-makkah[10].
 Dalam satu riwayat pula dikatakan: ”Sesungguhnya seorang Yahudi dan Nasrani tidak mewarnai rambut mereka, maka berbedalah dari mereka.” Riwayat ini mengindikasikan adanya pertautan antara penampilan orang yahudi dan Nasrani dengan penampilan orang Islam.
Term-Term Penting
 Memahami hadis-hadis tentang semir rambut, kita tidak dapat terlepas dari term-term dibawah ini:
خضب bisa juga dikatakan الخضاب adalah sesuatu yang digunakan untuk mewarnai baik dari pohon pacar, jenis tumbuh-tumbuhan ataupun yang lainnya.[11] Pada dasarnya, term tersebut berlaku bagi setiap jenis bahan yang dipakai untuk mewarnai. Dan juga tidak terbatas hanya pada satu warna tertentu baik warna hitam, kuning dan sebagainya. Sinonim dari kata ini adalah صبغ akan tetapi kata ini lebih identik dengan mewarnai pakaian, hal ini dapat dipahami dari kata الصباغ atau الصابغ yang berarti tukang celup.[12]

الحناء, yang dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan pohon inai, yaitu pohon yang biasa digunakan untuk mewarnai rambut, dikenal juga dengan sebutan pacar. Hinna’ menghasilkan warna merah pada rambut. Pada beberapa literatur ditemukan kandungan tannin serta materi seperti perekat pada hinna’, yang memiliki efek menghentikan perdarahan dan antiseptik. Konon dengan mengoleskan bubuk daun henna pada luka maka perdarahan dapat berhenti dengan sendirinya. Hinna’ juga tidak mengandung ammonia, zat kimia yang bersifat basa, terdapat dalam perwarna rambut, berperan sebagai pembuka cuticle dan membiarkan pewarna rambut masuk ke dalam bagian cortex rambut.

الكتم, merupakan pohon Yaman yang mengeluarkan zat pewarna hitam kemerah-merahan, yang dapat digunakan untuk mewarnai rambut. Akan tetapi, tumbuhan ini hanya tumbuh di dataran tinggi padang pasir, sehingga sangat sedikit dan sulit untuk mendapatkannya.

Dikatakan, jika kedua bahan di atas dicampurkan, warna yang dihasilkan adalah hitam, jika komposisi katam lebih banyak dari hinna’. Dan jika sebaliknya, maka warna kemerahanlah yang akan muncul.[13]

Analisia Sosio-Historis Masa Nabi
 Pemahaman mengenai hadis akan dirasa lebih lengkap manakala pemahaman tersebut disertai oleh konteks sosio-historis yang terjadi. Situasi dan kondisi yang terjadi sangat mempengaruhi pola dan gaya suatu hadis. Untuk dapat memahami arti dan makna suatu hadis, pembawaan hadis terhadap kondisi sosial yang berkembang menjadi hal yang fundamental untuk dipahami. Selain untuk memahami situasi masyarakat yang terjadi pada saat itu, upaya ini juga dilakukan sebagai batu pijakan dalam memaknainya dalam konteks kekinian.

 Dalam memahami hadis tentang semir, informasi tentang diri Nabi secara pribadi menjadi data yang penting untuk dikaji dan kemudian dihubungkan dengan hadis yang tertera diatas. Seperti yang diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khattab, beliau menginformasikan bahwa rambut Rasulullah SAW tidak disemir. Pendapat ini juga dilontarkan oleh Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab dan beberapa sahabat yang lain.[14] Suatu hadis menyebutkan bahwa rambut Nabi Muhammad tidaklah beruban kecuali beberapa helai darinya dan tidak pernah disemir. Hadis tersebut adalah:

وَعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ قَالَ : سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ خِضَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : { إنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ شَابَ إلَّا يَسِيرًا وَلَكِنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ بَعْدَهُ خَضَّبَا بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ } مُتَّفَقٌ عَلَيْه[15]ِ

Dan diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin berkata, Anas bin Malik ditanya tentang warna(rambut) Rasulullah SAW. Maka dia berkata: sesungguhnya Rasulullah SAW tidak mewarnainya kecuali sedikit, namun Abu Bakar dan Umar setelah itu mewarnai(rambut) dengan hina’ dan katam.(Muttafaq ‘alaih)

Hadis diatas juga menginformasikan bahwa khalifah Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a mewarnai keduanya mewarnai rambut mereka masing-masing. Kemudian, diriwayatkan juga bahwa mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW mewarnai rambut mereka dengan warna kuning seperti Ibnu Umar, Abu Hurairah dan para sahabat yang lain.[16]

Tidak hanya warna kuning, beberapa riwayat menyebutkan bahwa terdapat beberapa sahabat Nabi yang ternyata juga mewarnai rambutnya dengan warna hitam beliau adalah Uqbah bin Amir. Nama kunyahnya adalah Abu Amir, Beliau adalah sahabat besar salah satu penulis al-Qur’an yang mushafnya tersebar di Mesir. Wafat diusianya yang ke-58 pada masa pemerintahan Muawwiyah bin Abu Sufyan.[17] Dilihat dari sejarahnya yang dipandang bagus, jika perbuatannya dalam mewarnai rambut adalah salah maka seharusnya dia telah mendapat teguran dari Nabi ataupun sahabat yang lain.

Hal yang mengejutkan datang dari kedua cucu Nabi SAW, diriwayatkan bahwa keduanya mewarnai rambutnya dengan warna hitam. Sama halnya dengan kasus Uqbah bin Amir, cucu seorang rasul, Hasan dan Husain, yang notabene merupakan garis keturunan seorang rasul juga melakukan hal yang sama, yaitu dengan menyemir rambut mereka dengan warna hitam.[18] Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya besar mengenai dilarangnya menyemir atau mewarnai rambut dengan warna hitam. Jika memang pewarnaan rambut dengan warna hitam dilarang, apakah mungkin cucu Nabi “ingkar” terhadap larangan tersebut?

Problem Pengetahuan Nabi
 “Ucapan maupun sikap Nabi Muhammad haruslah dipilah-pilah terlebih dahulu.” Kiranya itulah yang diungkapkan oleh Imam al-Qarafi. Upaya ini –lanjutnya– tidak terlepas dari posisi Nabi yang terkadang berperan menjadi hakim (qadhi), mufti, pemimpin masyarakat, bahkan manusia biasa.[19] Hal ini yang kemudian dikembangkan dan dikonsepsikan oleh Muhadditsun untuk memahami posisi dan kedudukan sunnah yang tidak dapat terpisah dari pengetahuan Nabi.

 Pengetahuan Nabi tentang semir dan segala yang terkait denganya hanyalah terbatas pada masa Nabi dan pada kaum sebelumnya. Jika Nabi memberikan penjelasan tentang semir yang berhubungan dengan masa setelahnya, maka terdapat dua kemungkinan yang dapat ditangkap. Pertama, penjelasan itu merupakan keyakinan dan pengetahuan Nabi diluar kapasitas dirinya sebagai manusia, pengetahuan itu bisa datang dari Allah sebagai wahyu yang diberikan kepadanya. Kedua, penjelasan itu merupakan spekulasi Nabi terhadap kondisi masa akan datang sesuai pengetahuan pada zaman dimana Nabi hidup.

 Terdapat beberapa hadis yang menjelaskan ucapan Nabi Muhamad SAW tentang keadaan kaum pada akhir zaman perihal semir rambut. Hadis tersebut adalah:

حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الْجَزَرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لَا يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ

Diriwayatkan dari Abu Taubah, dari Ubaidillah, dari Abdi al-Karim al-Jazry, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah SAW. bersabda: suatu kaum yang menyemir rambut mereka dengan warna hitam pada akhir zaman seperti anak-anak burung merpati mereka tidak akan mencium bau surga.

 Hadis ini merupakan hadis dengan mukharrij Imam Abu Daud nomor: 3678. Hadis tersebut juga terdapat pada Imam Ahmad nomor: 2341 dan Imam al-Nasa’i nomor: 4988.

 Dalam kitab Bayan Musykil Atsar al-Tahawi dijelaskan bahwa larangan pewarnaan rambut hitam tidak terlepas dari pengetahuan Nabi. Pada saat itu salah satu perbuatan kaum yang tercela adalah mengecat rambut mereka dengan warna hitam. Kemudian, warna rambut hitam pada saat itu identik dengan Fir’aun. Sehingga, pada dasarnya larangan semir hitam bukanlah dikarenakan semir hitam itu sendiri, tetapi larangan itu disebabkan perbuatan itu dianggap rutinitas orang-orang yang tercela terlebih Fir’aun.[20]

Hal yang menarik dari hadis diatas adalah perumpamaan semir rambut hitam dengan حَوَاصِلِ الْحَمَامِ yang artinya seperti anak-anak burung merpati. Simbol seorang berambut hitam adalah anak-anak burung merpati. Jika diperhatikan, kondisi anak-anak burung merpati memang jelek dan berantakan. Simbol tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang yang rambutnya tidak tertata rapi. Logikanya, jika seseorang yang tidak dapat menjaga kerapian dan kebersihan rambutnya maka dia dapat diidentifikasi sebagai seorang yang tidak memperdulikan agama. Mandi ataupun wudhu saja tidak dilakukan, bagaimana dia melaksanakan shalat. Jelaslah bahwa yang dimaksud dari perumpamaan hadis diatas adalah orang-orang yang tidak memperdulikan agama.

Adapun Sa’ad bin Abi Waqash dan sahabat lain yang menyemir rambut mereka dengan warna hitam mengatakan ungkapan tersebut tidak menunjukkan dilarangnya pewarnaan rambut dengan warna hitam, akan tetapi, ungkapan tersebut menunjukkan sifat prilaku kaum pada akhir zaman nanti. Sedangkan, untuk masalah hadis yang berbunyi وَاجْتَنِبُوا السَّوَاد -lanjutnya- itu hanya berlaku bagi orang-orang yang rambutnya sudah beruban, sehingga hadis tersebut tidak berlaku bagi semua orang secara keseluruhan.[21]

Semir dengan Warna Hitam, Dilarangkah?
 Berangkat dari kontroversi hadis dari Jabir mengenai batasan warna semir yang diperbolehkan oleh Rasulullah saw, timbullah pertanyaan: Atas dasar apa Rasulullah melarang menyemir rambut dengan warna hitam? Berikut akan dipaparkan mengenai berbagai pendapat ulama’ tentangnya.

 Mengenai pelarangannya, dalam Fathul Bari dijelaskan bahwa orang arab yang pertama-tama menggunakan semir hitam adalah Abdul Muthalib. Selain itu, orang yang biasa memakai semir hitam adalah Fir’aun. Analisis kami, Rasulullah saw memerintahkan sahabat menjauhi warna hitam adalah agar umatnya tidak tampak menyerupai penampilan Fir’aun.

 Dalam kitab syarah Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’ al-Tirmidzi disebutkan tiga riwayat yang dha’if berkaitan dengan pelarangan warna hitam. Pertama, riwayat Abi Darda’ dari Ibnu Luhai’ah disebutkan bahwa orang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam, maka Allah akan menghitamkan wajahnya di hari kiamat. Tetapi ia (Ibnu Luhai’ah) dipandang dha’if oleh Imam al-Hafidz. Kedua, riwayat Thabrani dan al-Hakim dari Ibnu Umar: Kuning adalah warna semir untuk orang mu’min, merah untuk muslim, dan hitam untuk orang kafir”. Al-Manawi mengatakan dalam Taisir-nya: Dia (Ibnu Umar) itu seorang yang munkar. Ketiga, riwayat dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya: “Barang siapa yang merubah warna putih menjadi hitam, Allah tidak akan memandangnya.” Hadis ini dha’if karena adanya rawi yang dha’if bernama Muhammad bin Muslim Al-‘Anbariy, sebagaimana disebutkan dalam Mizan Al-I’tidal dan Lisan Al-Mizan.

 Adapun hadis tentang umat akhir zaman yang tidak akan dapat mencium wangi surga, kita dapat memandangnya dengan dua pemahaman. Pertama, bahwa penyebabnya bukan dikarenakan mereka gemar menyemir rambut mereka dengan warna hitam, akan tetapi dikarenakan perbuatan mereka sendiri yang amat tercela. Kedua, bisa jadi, sewaktu menyatakan hadits tersebut, image rambut bercat hitam di mata Rasulullah saw itu buruk. Maka, kemudian beliaupun menganalogikan umat yang berprilaku tercela itu sebagai orang-orang yang bercat rambut hitam.

Al-Zuhri pernah berkata: “Kami menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut.”[22] Pernyataan ini mengindikasikan bahwa orang-orang yang tidak terlalu tua tidaklah berdosa baginya jika menyemir rambut dengan warna hitam. Sedang bagi orang yang sudah tua, ubannya sudah merata baik di kepalanya ataupun jenggotnya, tidaklah layak menyemir dengan warna hitam. Dalam banyak riwayat juga disebutkan bayak sahabat, seperti: Saad bin Abu Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain, yang menyemir hitam rambutnya. Dan dapat kita prediksikan, usia mereka (para sahabat menyemir rambut dengan warna hitam) tidaklah setua usia Abu Quhafah. Maka kebolehan menyemir rambut dengan warna hitampun masih berlaku bagi mereka. Sedang, dari kalangan para ulama ada yang berpendapat tidak boleh menyemir dengan warna hitam kecuali dalam keadaan perang, dengan alasan agar dapat menakutkan musuh, sehingga jika mereka melihat tentara-tentara Islam, semuanya masih nampak lebih muda.[23]

Relevansi Teks dan Konteks Hadis Semir Rambut; Upaya Menemukan “Idelal Moral”
 Dari penghimpunan berbagai analisis di atas, hal yang dapat kita tangkap dari teks-teks hadis tersebut yang merupakan signifikansi adalah adanya anjuran untuk menjaga kerapian dan kebersihan rambut, serta untuk membedakan identitas orang Islam dengan umat Yahudi dan Nasrani. Sebagaimana tergambar pada masa Nabi, orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak pernah memperhatikan dan merawat rambutnya sehingga nampak berantakan dan tidak tertata.

 Namun, ketika melihat kondisi masyarakat yang sudah berubah, dimana saat ini orang-orang Yahudi dan Nasrani tak lagi berpenampilan seperti itu –dalam artian, telah banyak dari mereka yang menyemir rambutnya, baik itu dengan warna kuning, merah, hitam, hijau, dan lain-lain. Selain itu, menyemir rambut dengan warna-warna yang mencolok sudah menjadi identitas bagi sekelompok orang yang cenderung perilaku dan perbuatannya tidak mencerminkan orang-orang yang memahami ajaran agama Islam, seperti halnya komunitas punker. Selain itu, pada umumnya, di berbagai tempat umum seringkali ditemukan orang-orang yang memakai semir dengan beragam warna mencolok adalah anak-anak muda, seperti pengamen, kernet bis, dan anak-anak jalanan lainnya.

Adapun kaitannya dengan bahan yang digunakan untuk menyemir, terdapat beberapa perbedaan antara bahan semir yang ada pada masa Nabi (hinna’ dan katam) dengan bahan pewarna pada masa sekarang ini. Umumnya, bahan yang digunakan untuk menyemir rambut pada saat ini telah dicampur dengan berbagai macam bahan kimia, sehingga kiranya perlu dipertimbangkan akan dampak dan efek samping yang dapat timbul dari penggunaan bahan semir tersebut. Pada tahun 1910, terdapat banyak sekali alergi yang ditimbulkan dari penggunaan semir rambut dengan campuran bahan kimia, diantaranya adalah paraphenylenediamine (PPD).[24]

 Kondisi semacam ini sangat jauh berbeda dengan budaya arab (khususnya zaman Nabi), hadits yang memperbolehkan semir rambut dengan warna selain hitam berlaku pada masyarakat arab pada waktu itu. Dan akan sulit direalisasikan di negeri Indonesia terlebih jika uban orang tua harus berganti warna menjadi kuning ataupun merah. Hal ini menunjukkan bahwa hadits tersebut lebih bersifat temporal dan bukan universal.

Kesimpulan
 Setelah dikaji dengan mendalam dapat disimpulkan bahwa hadits yang melarang menyemir rambut dengan warna hitam hanyalah bersifat temporal dan lokalistik (tidak universal), sehingga tidak dapat dipakai dasar dalam seluruh lini kehidupan manusia. Di samping itu, “ideal moral” dari hadits tersebut bukanlah larangan menyemir melainkan anjuran untuk menjaga kerapian dan kebersihan rambut, serta untuk membedakan identitas orang Islam dengan umat Yahudi dan Nasrani.

Daftar Pustaka

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Semarang: Thaha Putra, tt.

CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah. Abd al-Hadi, Nuruddin bin Abu al-Hasan al-Sanadi. Hasyiah al-Sindi ‘ala al-Nasa’i. Halab: Maktab al-Matbuat al-Islamiyah,tt.

_____________________________ Abd ar-Rahman, Muhammad bin Abd al-Rahim al-Mubarakfuri Abu al-‘Ala. Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jami’ al-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt.

______________________________ Abdurrahman, Abu Ahmad bin Syuaib al-Nasa’i. Sunan al-Nasa’i. Beirut: Dar al-Ma’rifah,tt.

______________________________ al-Asy’at, Sulaiman bin Abu Dawud al-Sijistani al-Azdi. Sunan Abi Dawud. Beirut: Daral-Fikr,tt.

______________________________ al-Hajaj, Muslim bin Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi,tt.

______________________________ Ali, Ahmad bin Hajar Abu al-Fadl al-Asqalani al-Syafi’i. Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Makrifah,tt.

______________________________ Al-Thahawi. Bayan Musykil al-‘Atsar. Beirut: Dar al-Makrifah,tt.

______________________________ Hambal, Ahmad bin Abu Abdullah al-Syaibani. Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal. Kairo: Muassasah Qurtubah,tt.

_______________________________ Isa, Muhammad bin Abu Isa al-Tirmidzi al-Silmi. Al-Jami’ al-Shahih Sunan al-Tirmidzi. Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi,tt.

________________________________ Isma’il, Muhammad bin Abu Abdullah al-Bukhari.al-Jami’ al-Mukhtashar Shahih Bukhari. Beirut: Dar Ibn Katsir al-Yamamah,1987.

______________________________ Mukram, Muhammad bin Mandzur al-Afriqi al-Mishri. Lisan al-Arab. Beirut: Dar Shadir,tt.

______________________________ Syam al-Haq, Muhammad al-Adhim Abadi Abu al-Tayyib. Aun al-Ma’bud fi Syarh Sunan Abi Dawud. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt.

______________________________ Yazid, Muhammad bin Abu Abdullah al-Qazwaini. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar al-Fikr,tt.

______________________________ Zakariya, Abu Yahya bin Syarf al-Nawawi. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajaj. Beirut: Dar ihya’ al-turath al-Arabi,tt.

Dewi, Kusuma. Rambut Anda dan Penataannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2003.

Ghazali, Muhammad al. al-Sunnah al-Nabawiyah baina Ahli al-Fiqh wa ahli al-Hadits, terj. Muhammad al-Baqir, Studi Kritis Atas Hadits Nabi SAW. Bandung: Mizan. 1994.

Kompas edisi Senin, 29/6/2009

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir, cetakan II. Surabaya: Pustaka Progressif. 2002.

Qardhawi, Yusuf. Kaifa Nata’ammal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah, terj. Muhammad al-Baqir, Bagaimana Memahami Hadits NabiSAW. Bandung: Karisma. 1993.

Raharjo dkk, Pengetahuan dan Seni Tata Rambut Modern. Jakarta: Institut Andragogi Indonesia. 1986.

Zuhri, Muhammad. Tela’ah Matan Hadits. Yogyakarta: LESFI. 2003.

http: dermnetnz.org/dermatitis/paraphenylenediamine-allergy.html

http://www.iptek.net.id/ind/berita/berita_lst.php?id=61.html

www.achiles-punyablog.blogspot.com. Diakses pada tanggan 20 Oktober 2009

[1] Kusumadewi, Rambut Anda dan Penataannya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 56-57.

[2] Ahmad bin Ali bin Hajar al-Atsqalani, Fath al-Barri bi Syarhi Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Fikr), hlm. 548.

[3] Raharjo dkk, Pengetahuan dan Seni Tata Rambut Modern (Jakarta: Institut Andragogi Indonesia, 1986), hlm. 163.

[4] Bagi yang berjiwa sportif atau gaya sportif dapat mewarnai rambut dengan waran merah kecoklatan. Dan warna merahnya lebih terang cenderung agak orange. Wanita karir, dapat memadukan warna merah keunguan atau ruby. Sedangkan ibu rumah tangga yang modis tetapi tetap ingin tampil tidak mencolok, dapat memilih warna kecoklatan atau keunguan yang gelap.

[5] Warna merah dari buah cerry dianggap mewakili karakter yang perfeksionis mengikuti kata hati, mengejar kata hati, ambisius, berani, penuh kehangatan, dan selalu ingin jadi pusat perhatian.

[6] Warna coklat muda dari Vintage Cinnamon sangat cocok untuk seseorang yang tidak begitu berani bermain dengan warna rambut. Warna ini cocok dengan mereka yang berkarakter loyal, ramah, dan feminim.

[7] Sementara warna kuning yang terinspirasi dari warna madu dianggap mewakili karakter seseorang yang periang, optimis, dan spontan.

[8] Lihat Kompas edisi Senin, 29/6/2009

[9] www.achiles-punyablog.blogspot.com. Diakses pada tanggan 20 Oktober 2009

[10] CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah, Abu Zakariya Yahya bin Syarf al-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajaj, (Beirut: Dar ihya’ al-turath al-Arabi,tt)

[11] CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah, Muhammad bin Mukram bin Mandzur al-Afriqi al-Mishri, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Shadir,tt)

[12] Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, cetakan II, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), hlm.762.

[13] CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah, Muhammad bin Abd ar-Rahman bin Abd al-Rahim al-Mubarakfuri Abu al-‘Ala, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jami’ al-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,tt) , (4/450)

[14] CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah, Abu Zakariya Yahya bin Syarf al-Nawawi. Al-Minhaj...no. 3925.

[15] Hadits ini ditemukan pada kitab Nail al-Authar, CD ROM. Al-Maktabah al-Syamilah. Hadits no. 139.

[16] CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah, Abu Zakariya Yahya bin Syarf al-Nawawi. Al-Minhaj...no. 3925.

[17] Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib, CD ROM. Maktabah al-A’lam wa Tarajim al-Rijal.

[18] CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah, Al-Thahawi, Bayan Musykil al-‘Atsar, (Beirut: Dar al-Makrifah,tt), Hadits Nomor: 3699

[19] Pengantar Prof. Dr. M. Quraisy Syihab dalam Muhammad al-Ghazali, al-Sunnah al-Nabawiyah baina Ahli al-Fiqh wa ahli al-Hadits, terj. Muhammad al-Baqir, Studi Kritis Atas Hadits Nabi SAW, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 9.

[20] CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah, Al-Thahawi, Bayan... Hadits Nomor: 3699.

[21] CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah, Muhammad Syam al-Haq al-Adhim Abadi Abu al-Tayyib. Aun...bab. Ma Ja’a fi Khidhab al-Sawad. hadits no. 3679.

[22] CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah, Muhammad bin Abd ar-Rahman bin Abd al-Rahim al-Mubarakfuri Abu al-‘Ala, Tuhfah... ,(4/450)

[23] CD-ROM al-Maktabah al-Syamilah, Muhammad bin Abd ar-Rahman bin Abd al-Rahim al-Mubarakfuri Abu al-‘Ala, Tuhfah...(4/449)

[24] Bahan campuran paraphenylenediamine (C6H4(N2)2) pertama kali ditemukan oleh Hohman pada tahun 1883 di London. Bahan campuran ini menghasilkan warna hitam, yang memiliki efek samping antara lain reaksi alergi pada kulit, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan jika mengenai mata. Di berbagai negara di Eropa dan Amerika, penggunaan bahan campuran ini dilarang, dan, sebagai gantinya adalah bahan Paratoulenediamine, yang diyakini efek sampingnya tidak terlalu membahayakan. Bahan ini ditemukan oleh Dr. Ralph Evans dari Universitas Columbia, AS pada 1926. Lihat: Raharjo (dkk), Pengetahuan dan Seni Tata Rambut Modern, hm. 168-169.

loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar