ABID AL-JABIRI[1]
A. BIOGRAFI
1) Al-jabiri lahir di Figuig, selatan Maroko pada tahun 1936.
2) Pendidikan :
a. Pend. Ibtidaiyah di madrasah hurrah wathaniyyah
b. Pend. Menengah, tahun 1951-1953 di Casabalanca, gelar Diploma High School
c. Universitas Damaskus, Syiria tahun 1958 (memulai pend. filsafatnya)
d. Universitas Rabat, Maroko
e. Meraih gelar master pada tahun 1967, dengan tesis falsafah al-Tarikh’inda ibnu khaldun dibawah bimbingan N. Aziz Lahbabi (seorang pemikir Arab Maghrib yang banyak di pengaruhi oleh Bergson dan Saster)
f. Meraih gelar Doktor Falsafah pada tahun 1970 dibawah bimbingan Najib Baladi. Desertasi Doktornya juga berkisar seputar pemikiran Ibnu khaldun.
3) Jabiri juga merupakan seorang aktifis politik berideologi sosialis
4) Aktif dalam politik, pada tahun 1975 dia menjadi anggota biro politik USPF(Union Nationale des Forces Populaires)
5) Aktif dalam bidang pendidikan. Dari tahun 1964 ia telah mengajar filsafat di Sakolah Menengah dan aktif terlibat dalam program pendidikan nasional.
6) Jabiri juga merupakan tokoh kontroversial. Banyak ide dan konsep yang dilontarkannya sangat provokatif sehingga mendorong orang untuk bereaksi. Diantara ide barunya adalah seperti epistemological rupture (al-qati’ah al-ibistimulujiyyah) yang di ambilnya dari Gaston Bachelard, trilogi bayani, ‘irfani, dan burhani nya dan lain sebagainya.
B. Pendekatan Abid al-Jabiri
Dalam melakukan penelitianya, Abid al-Jabiri menggunakan pendekatan historis-reformatif. Hal ini akan terlihat ketika melakukan beberapa pemikirannya yang berpangkal pada pembacaan terhadap fakta maupun realita yang ada kemudian merujuk kepada analisis sejarah. Setelah itu dilakukan sebuah reformasi pada wilayah tradisi. Hal ini selaras dengan pemikiran Luthfi as-Syaukani yang mengatakan bahwa kebanyakan bahkan hampir keseluruhan, pemikir Muslim Maghribi adalah penganut paham strukturalisme, yang kemudian teraktualisasikan berupa pembacaan atas tradisi dan realita.
C. Metode Abid al-Jabiri
Adapun metode yang digunakan Abid al-Jabiri adalah dekonstruktif yaitu mengubah tradisi yang kurang relevan dengan realitas dan bersikap eksis terhadap tradisi yang relevan. Tradisi tidak seluruhnya di konstruksi ulang akan tetapi dilakukan konstruksi terhadap tradisi yang tidak relevan lagi. Ini menunjukkan bahwa al-Jabiri menolak kelompok transformatif serta idealistik yang secara realita keduanya tidak dapat menjawab modernitas.
D. Pemikiran al-Jabiri
1. Turas dan Modernitas
Dalam hal ini Abid memulianya dengan pengertian turas itu sendiri. Menurutnya yang dinamakan turas adalah produk periode tertentu yang berasal dari masa lalu yang kemudian dari masa sekarang oleh jarak dan waktu tertentu. Setelah itu dia melakukan penjembadanan terhadap turas di arab dengan modernitas di barat. Dari sini terlihat bahwa turas yang kemudian lahir sebagai realita sekarang tidak mampu dugunakan untuk melawan modernitas sehingga perlu dilakukan dekonstruksi, sehingga hal ini dapat menjadi sebuah pesan maupun dorongan dalam rangka menghidupkan mentalita serta seluruh apresiasi maupun aplikasinya.
2. Episteologi; Burhani, Bayani, Irfani
a. Epistemologi Burhani.
Yaitu pendekatan dengan cara menganalis teks. hal ini berarti sumber yang digunakan adalah teks yaitu:
1. Al-Qur’an
2. Hadis
Objek kajian yang umum digunakan
1. Gramatika
2. Hukum
3. Filologi
4. Teologi
5. Beberapa kasus dalam bidang ilmu quran maupun hadis
Kritik yang muncul:
1. Dogmatik
2. Defensif
3. Apolegetik
4. Polemis
b. Epistemologi Burhani
Yaitu, bahwa untuk mengukur benar ataupun tidaknya sesuatu adalah dengan berdasarkan komponen kemampuan alamiyah manusia berupa pengalaman dan akal tanpa dasar teks wahyu suci.
c. Epistemologi ‘Irfani
Yaitu pendekatan yang bersumber dari intuisi. Dari sini muncul istilah illuminasi. Prosedur penggunaan adalah:
1. Takhliyah (mengkosongkan perhatian dari makhluk).
2. Tahliyah (memperbanyak amal saleh).
3. Tajliyah (menemukan jawaban batiniyah terhadap masalah yang dihadapi).
Teknik yang digunakan.
1. Riyadah (latihan).
2. Tariqah (mengikuti aliran tasawuf).
3. Ijazah (pembimbing/guru).[2]
3. Akal Arab
Menurut al-Jabiri, akal arab berisi kumpulan prinsip dan kaidah sebagai landasan memperoleh pengetahuan, atau aturan epistemologi. Abid al-jabiri membagi akal arab manjadi dua: pertama, akal Mukawwin (akal murni). Kedua akal Mukawwan (akal budaya). Dalam hal ini kemudian Abid mengulas tentang titik awal akal arab dan pengaruhnya pada masa-masa setelahnya.
[1] Ringkasan ini penulis sarikan dari beberapa artikel serta buku dan pengalaman kuliah.
[2] Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA., Pengantar Study Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA+TAFAZZA, 2009). Hal. 43-46.
loading...
Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar