ILMUAN WANITA & DISKURSUS SAINS (ILMU PENGETAHUAN).

Monday, May 07, 2018

ILMUAN WANITA & DISKURSUS SAINS (ILMU PENGETAHUAN).

Menurut penelitian sementara, komisi Eropa melaporkan bahwa tahun ini walaupun jumlah wanita yang memperoleh gelar Ph.D (doktor) mencapai 40 % bahkan lebih untuk bidang life sciencse, hanya 15 % di antara peneliti industri Eropa adalah wanita. Terutama di Amerika Latin didapati 60 % wanita bergelar doktor dalam iptek dan 59 % di Argentina. Wanita ternyata masih memainkan peranan yang kurang signifikan dalam pengambilan keputusan tentang ketentuan yang bersifat ilmiah. Misalkan saja pada tahun 1998 di National Science Foundation Board di Amerika Serikat, hanya delapan wanita dari 24 anggotanya atau 33 % ditempati wanita. Dengan demikian, sosok wanita sebetulnya masih terus harus disuport di dalam hal pengembangan keilmuan yang mereka sebenarnya juga berhak memperolehnya. Selain memfokuskan pembahasan diskurus ilmu pengetahuan dengan melihat asal-usul serta perkembangannya sampai sekarang yang dapat menghasilkan masa abad keemasan Islam, tulisan ini juga akan mengupas beberapa ilmuan wanita dunia yang tentunya telah sangat banyak memberikan andil besar di dalam usahaya merespon keilmuan dewasa ini. Kajian ini tidak dimaksudkan untuk mengimpikan kejayaan yang pernah dicapai pada masa lalu, namun untuk menyadarkan umat Islam baik laki-laki maupun perempuan untuk bahu membahu dalam memikirkan pentingnya sebuah keilmuan dan sesegera mungkin memperhatikan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan & teknologi pada masa sekarang.
Kata Kunci: pengetahuan, ilmu pengetahuan, wanita, Islam.

A.        Pendahuluan
Ilmu dan manusia merupakan sesuatu yang sangat erat kaitannya. Sejak awal keberadaan manusia pertama[1] telah diajarkan oleh Tuhan tentang berbagai ilmu.[2] Perekaman sejarah yang menandai keberadaan manusia yang lebih beradab juga terkait erat dengan ilmu betapapun sederhananya sosok ilmu tersebut. Biasanya, ada keterkaitan yang erat antara kehidupan manusia dengan geografis masing-masing wilayah yang ada pada tataran awal dan yang berada di lembah-lembah sungailah yang dapat mengantarkan hidup dan berpikir.[3] Berbeda dengan apa yang berkembang di Barat. Ilmu pengetahuan di dalam Islam memiliki kekhasan tersendiri walaupun jika diruntut ke belakang apa yang dihasilkan Islam juga merujuk perkembangan awal ilmu pengetahuan di Barat yakni melalui pengetahuan Yunani Kuno.[4]

Islam pada masa kejayaannya telah menguasai ilmu pengetahuan berabad-abad lamanya sementara Barat mengalami masa kegelapan. Ali Kettani menjelaskan masa Islam merupakan masa yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang ditandai dengan lima ciri pokok yaitu universalisme, toleransi, pasar yang bertaraf internasional, penghargaan terhadap ilmu dan ilmuwan serta tujuan dan sarana ilmu yang bersifat Islami. [5] Dengan demikian, tidak heran kalau muncul adagium di kalangan masyarakat Islam, al-Isla>m ya'lu wa la> yu'la 'alayh (Islam adalah unggul dan tak tertungguli oleh yang lain).

Artikel ini akan memfokuskan pembahasan diskurus ilmu pengetahuan di Islam dengan melihat asal-usul serta perkembangannya sampai sekarang yang dapat menghasilkan masa keemasan Islam pada abad pertengahan dan mengupas beberapa ilmuan wanita dunia yang tentunya telah sangat banyak memberikan andil besar di dalam usahaya merespon keilmuan dewasa ini. Untuk mengkritisi data yang ada maka dilakukan data pembanding dengan melihat kemajuan ilmu pengetahuan di  Barat yang saat ini telah terjadi boming ilmu pengetahuan plus teknologi berikut perempuan-perempuannya yang tak tinggal diam dalam menggali keilmuan. Kajian ini tidak dimaksudkan untuk mengimpikan kejayaan yang pernah dicapai pada masa lalu, namun untuk menyadarkan umat Islam baik laki-laki maupun perempuan untuk bahu membahu dalam memikirkan pentingnya sebuah keilmuan dan sesegera mungkin memperhatikan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan & teknologi pada masa sekarang.[6]

B.        Pengertian & Perkembangan Ilmu; Beberapa Ilmuan Wanita & Perannya
Ada suatu yang spesifik terjadi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Islam. Ilmu pengetahuan yang selama ini dipahami di Barat, di dalam Islam tidak selamanya dimaknai dengan pegetahuan yang didapatkan melalui penelaah secara terukur melalui metode tertentu.[7] Dalam sejarahnya, ilmu muncul ketika adanya interaksi manusia dengan gejala-gejala yang ditemuinya dalam kehidupan keseharian. Manusia primitif memaknai sesuatu dikaitkan dengan dewa-dewa tertentu. Pada masa ini yang berkembang adalah mitologi. Kenyataan tersebut berkembang sampai pada akhirnya manusia dapat menjelaskan sebab-akibat atas gejala alam. Segala sesuatu diukur dengan logika yang sifatnya abstrak dan empiris. Perkembangannya, terdapat penihilan eksistensi manusia itu sendiri, manusia ada karena bahasa. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa epsitemologi ilmu di Barat kering dari nuansa spiritualitas.

Dalam Islam ditemukan gagasan yang paling komprehensip dan canggih yang ditemukan dalam al-Qur’an adalah tentang konsep ilmu.[8] Tingkat kepentingan ilmu hanya berada di bawah konsep tauhid, yang menjadi tema sentral al-Qur’an. Pandangan Islam berbeda dengan ideologi lainnya tentang ilm dengan tidak adanya pandangan dunia lain yang menjadikan pencarian ilmu sebagai kewajiban individual dan sosial yang mempunyai dimensi moral dan religius sebagai suatu ibadah. Oleh karena itu, cakupan ilmu tidak hanya pengetahuan an sich. Ilmu identik dengan ibadah, hikmah, khilafah,  dan akhirah.

Fazlur Rahman[9] menggambarkan konsep evolutif syari’ah yang dalam tataran generasi awal setelah Rasulullah saw. dikenal dua sumber atau metode dalam memahami syari’ah. Sumber tradisional yang mencakup al-Qur’an dan hadis merupakan sumber pertama dan sumber kedua adalah akal dan pemahaman manusia diperlukan seiring dengan perkembangan zaman dan seiring dengan kebutuhan manusia. Sumber pertama disebut dengan ilmu dan sumber kedua disebut dengan fiqh. Walaupun keduanya dibedakan, namun keduanya identik dalam pokok pembahasannya. Secara umumn keduanya diterapkan sebagai ilmu pengetahuan, seperti  ilmu bahasa Arab dan ilmu agama. Ilmu dan fiqh pada awalnya merupakan suatu yang komplementer.

Pada perkembangannya, ketika studi-studi masalah agama telah meluas, maka fiqh hanya terbatas dalam persoalan keagamaan tertentu saja. Fiqh sebagai suatu yang identik dengan ilmu hukum setelah kumpulan pengetahuan yang terkait distandarisasi dan dimapankan sebagai sebuah sistem yang obyektif. Demikian demikian, fiqh berkembang menjadi suatu ilmu yang sebelumnya hanya sebatas pemahaman atas al-Qur’an dan hadis. Hal tersebut terjadi pada saat masyarakat membutuhkan pranata hukum dalam mengakomodasi kehidupannya yang terus berkembang.

Klasifikasi ilmu dilakukan oleh Frans Rosenthal tentang defenisi-defenisi Muslim tentang ilm adalah: sebuah proses mengetahui yang identik dengan yang diketahui dan yang mengetahui, suatu bentuk kognisi (ma’rifah), sinonim dengan pemahaman, suatu proses persepsi mental, suatu cara penjelasan, pernyataan dan keputusan, suatu konsep atau aturan yang tunduk pada keyakinan, suatu atribut, suatu agen memori atau imajinasi, gerakan (motion), suatu istilah yang relative, terbatas dalam kaitan dengan tindakan, dan suatu produk intropeksi[10] Berbagai penjelasan di atas, nampak bahwa istilah ilmu pengetahuan di dalam Islam tidak monolitik melainkan dapat bermacam arti.

Adapun sejarah perjalanan Islam dalam pandangan Harun Nasution dapat dikategorikan dalam tiga bagian besar, era klasik, pertengahan dan modern..[11] Awal perjalanan dimulai sejak masa Rasulullah saw. sampai dinasti Umayah yang merupakan dikategorikan dalam kemajuan bidang ekspansi Islam ke luar Jazirah Arab.[12] Kemudian diikuti oleh kemajuan yang significant dalam bidang peradaban dengan munculnya berbagai ilmu pengetahuan yang dimotori oleh para pemimpin Bani Abbasiyah. [13]

Perkembangan ilmu pengetahuan masa tersebut dimotori oleh Mu’tazilah yang dijadikan anutan resmi dalam bidang kenegaraan.[14] Al-Makmun (813-833 M.) adalah seorang raja yang sangat berjasa dalam hal ini. [15] Alasan lain yang dapat dijadikan argumen atas kemajuan yang dicapai pada masa tersebut adalah doktrin keagamaan Islam, al-Qur’an dan hadis yang menempatkan posisi yang tinggi. Dan oleh karenanya, pemerintahan Abbasiyah sangat disibukkan oleh kegiatan-kegitan dalam menempa ilmu pengetahuan, seperti yang dilakukan di masjid, al-kuttab, majlis al-munadarat dan sebagainya.[16] Di samping itu, banyak perpustakaan yang didirikan dalam rangka menunjang aktifitas keilmuan, seperti perpustakaan al-Waqidi, Bait al-Hikmah, perpustakaan sekolah tinggi Nizamiyah dan sebagainya. [17]

Di lain pihak, terjadi penyerapan ideologi non-muslim ke dalam ilmuwan-ilmuwan Islam. Hal ini tidak dapat dipungkiri akibat adanya ekspansi dan perang, serta pluralisme keberagamaan. Dalam perspektif demikian, membawa faham Hellinistik dan filsafat Yunani ke Islam. Peluang tersebut dibuka oleh al-Makmun dengan cara mempkerjakan Hunayn ibn Ishaq (809-879 M.) seorang Kristen ahli menerjemahkan berbagai keilmuan seperti kedokteran, matematika, geografi, fisika, astronomi, sejarah dan filsafat sebagai kordinator[18] yang anggotanya antara lain Juhana ibn Musawaih seorang Siryani yang beragama Nasrani sebagai penerjemah buku-buku dan Ibn Nubuh seorang Persia yang ditugaskan untuk menerjemahkan buku-buku filsafat Persia.[19] Mereka dihargai besar dengan memberi gaji 500 dinar perbulan dan hasilnya (kitab-kitab yang diterjemahkan) ditimbang dan dinilai dengan emas seberat timbangan buku tersebut. Bahkan, al-Makmun pernah ke Bizantium untuk mencari naskah.[20] Apa yang dilakukan tersebut diyakini dapat mengantarkan kepada bentuk masyarakat ilmiah.

Cakupan bidang-bidang kemajuan ilmu pengetahun adalah sangat luas, tidak hanya dalam bidang ilmu keagamaan saja melainkan telah merambah ke pemikiran luas dan mendalam seperti filsafat dan ilmu-ilmu lain berupa sains yang dapat mensejahterakan umat manusia. Keilmuan yang disandingkan dengan al-Qur’an mulai muncul yakni dengan adanya ilmu qira>’at dengan memunculkan berbagai ahli tentang hal tersebut seperti Isa ibn Umar al-Saqafi (w. 149 H.) dari Basrah dan Abu Ja’far al-Kisa’i dari Kufah.[21] Demikian juga terhadap sumber kedua dari ajaran Islam, hadis. Pembukuan kitab-kitab hadis pada masa ini mengalami masa keemasan dengan ditandai lahirnya kitab-kitab hadis terkenal seperti S}ah}i<h} al-Bukha>ri, S}ah}i<h} Muslim dan kitab hadis lainnya. [22]

Pada masa ini pula telah bermucullan berbagai ahli ilmu pengetahuan di antaranya di bidang kedokteran al-Razi (865-925) dan Ibn Sina (980-1037), keduanya mengarang buku kedokteran yang dijadikan standar kajian di Barat. Ahli alkemi dan Jabir ibn Hayyan seorang ahli obat-obatan dan Jabir ibn al-Haitam (965-1038) seorang ilmu optik.[23] Masih banyak lagi ilmuwan Islam yang menghasilkan karya emasnya dalam peradaban umat manusia. Munculnya berbagai ilmuwan muslim tersebut menandai masa keemasan ilmu pengetahuan di dalam Islam. Keberadaan dan perkembangan ilmu pengetahuan tersebut didukung oleh pemerintah. [24]

Kemajuan ilmu pengetahuan di Islam tidak hanya menghasilkan karya-karya monumental dalam bidang-bidang keilmuan di atas saja melainkan juga menghasilkan berbagai filosof seperti al-Kindi (796-873M.) dan al-Farabi (870-950M.). [25] Di samping itu, ilmu keagamaan juga berkembang dengan baik seperti dalam bidang tafsir, hadis, fiqh, ilmu kalam, dan sastra. [26]

Gambaran kejayaan ilmu pengetahuan dalam masa pemerintahan Islam selama berabad-abad yang ketika itu Eropa atau Barat dalam masa kegelapan tidak banyak diakui para pakar dari kalangan mereka. Padahal, apa yang dikembangkan oleh Islam berbeda dengan apa yang dikembangkan di Barat. Oleh karena itu, masa peralihan ilmu pengetahuan ke Islam tidak hanya ditandai dengan penerjemahan karya-karya berbahasa Yunani saja. Barat juga pernah berguru ke Islam. Kesepatan tersebut dijadikan Barat sebagai upaya penyadaran diri dari keterbelakangan yang berlarut-larut lamanya dan menapak masa depannya. Hal inilah yang nampaknya disembunyikan oleh Barat dalam sejarah keberhasilan ilmu pengetahuan yang spektakuler sampai saat ini. [27]

Apa yang dihasilkan Bani Abbasiyah tidak terus berjalan dengan mulus. Dalam perkembangannya, setelah Bagdad diserang oleh Hulagu Khan pada tahun 1258 M. [28] tidak saja meruntuhkan Bagdad melainkan menjadi awal kemunduran Islam. Kemajuan Islam pada masa sesudahnya antara tahun 1500-1700 M. hanyalah sebatas kemajuan di bidang politik yang dimotori oleh tiga kerajaan besar Islam yakni Turki Usmani (1342-1924 M.),[29] Safawi di Persia (1145-1723 M.)[30] dan Mughal di India (1526-1857 M.). [31]
Setelah keruntuhan ketiga kerajaan tersebut, pada tahun 1700-1800 M. Islam terus mundur[32] dan sampai akhirnya menapak ke era modern dengan ditandai adanya perjumpaan Islam dengan Barat dalam artian Islam mengaca ke Barat yang ditandai dengan adanya ekspedisi Napolen ke Mesir. [33]

Islam berjaya dalam membentuk peradaban dunia dengan ilmu pengetahuan selama beberapa abad lamanya. Keniscayaan tersebut setidaknya dimulai dengan adanya renaissance dalam Islam pada abad ke-9 sampai abad ke-11 M. dan mencapai puncak klimaksnya pada abad ke-12 M.[34] Islam merupakan bagian yang terpenting dari sejarah dunia yang memberikan kesempatan besar bagi masyarakat Barat untuk belajar banyak ketika mereka mengalami abad kegelapan.

Catatan penting dalam perjalanan historis peradaban Islam adalah pertemuan ilmu pengetahuan Yunani dan hellenisme yang disebabkan oleh faktor-faktor adanya pemisahan antara Kristen ortodoks dengan gereja induk (mother chruch), [35] penaklukan oleh Alexsander Agung, adanya Akademi Jundi-Shapur di Persia dan karya ilmiah Yahudi. [36] Pertemuan dua budaya Arab-Islam dan Yunani Roma tersebut di samping akibat adanya proses penerjemahan juga disebabkan oleh pertemuan dalam bentuk kontak senjata, Perang Salib. [37]

Perjalanan panjang umat Islam dalam sejarah pentas dunia telah menghasilkan peradaban yang tinggi bagi kemanusiaan. Paling tidak hal tersebut terjadi pada masa kejayaan umat Islam yang berlangsung tujuh abad lamanya. Pada masa itu, Barat masih dalam abad kegelapan. Oleh karena itu, kiblat ilmu pengetahuan dalam dunia adalah Islam. Namun, sekarang kejayaan tersebut sudah lama berakhir dan Islam atau Timur berbalik arah dengan cara mencontoh Barat dalam mengembangkan segala ketertinggalannya. Kemerosotan peradaban Islam disebabkan oleh penyimpangan dalam konsep ilm.[38] Umat Islam lebih cenderung kembali ke masalah-masalah yang abstrak dengan ditandai munculnya tasawuf. Hal tersebut diperparah oleh kejadian-kejadian politik seperti pertentangan-pertentangan, friksi, sektarian serta kejumudan. Apalagi setelah kejatuhan khilafah Usmaniyah dengan ditandainya kolonialisasi Barat atas dunia Islam.

Pada masa-masa tersebut tidak nampak suatu yang baru dalam kaitannya dengan konsep ilmu.
Dalam perkembangan keilmuan sebagaimana diuraikan di atas, peran kaum perempuan terasa semakin terasa, itu terjadi di Indonesia bahkan juga di negara lain. Di Indonesia misalkan, pasca rezim Orde Baru, banyak bermunculan gerakan-gerakan perempuan. Mereka mulai berani merespon berbagai situasi, terutama terkait ketidakadilan gender dan berbagai ketimpangan yang terjadi dalam relasi antara laki-laki dan perempuan. Namun, peran itu kemudian sering menjadi “liar” ketika terjadinya kedangkalan pemahaman terhadap teks-teks agama (Islam) seperti pemahaman bias terhadap sumber-sumber hukum dari Alquran dan hadis. Di sinilah sebenarnya dituntut tanggungjawab ulama perempuan untuk meluruskan segala persoalan yang muncul. Misalnya, meluruskan masalah-masalah yang berkaitan dengan penciptaan perempuan, kepemimpinan perempuan, warisan, mahar dan hak perwalian serta kedudukan dan peranan laki-laki dan perempuan.

Dominasi laki-laki dalam kehidupan keagamaan terlihat perlu untuk direvisi. Ini dapat dilakukan melalui upaya pencerdasan intelektual muslimah secara berkesinambungan dengan adanya perkembangan sebuah keilmuan. Lebih dari itu memberi ruang bagi kaum perempuan untuk berekspresi di ranah umat, sangat memberi point penting bagi umat khususnya bagi perempuan. Karena selama ini peluang dan pembinaan intelektual muslimah kurang mendapat support, termasuk dari penguasa.

Paradigma berdalih melanggar “kodrat” itu, jika memang selama ini terasa,  harus direvisi dan dikembalikan pada tuntunan Islam kaffah Dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan juga munculnya pemikiran tentang kaum perempuan, sudah tidak tepat lagi kaum perempuan hanya dipandang sebagai “pelengkap penderita”. Perlu perhatian dan solusi atas realitas hari ini, sehingga perempuan dapat terberdaya dan mengembangkan diri mereka setataran kaum laki-laki. Tidak ada yang paling mulia di sisi Allah Swt, kecuali tingkat ilmu dan ketaqwaannya.

Sebagaimana diungkapkan Dr Ines Atmosukarto ketika menerima penghargaan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan Sri Redjeki Soemaryoto sekaligus peluncuran forum ilmuan sains perempuan Indonesia dan peluncuran program Indonesia L'Oreal-Unesco for Women in Science yang dilansir oleh koran Pelita,[39] ia mengatakan;
“Komisi Eropa ETAN, sebuah badan yang memfokuskan diri pada masalah wanita dan ilmu pengetahuan melaporkan bahwa pada 2001 tercatat hanya kurang dari tujuh persen ilmuan wanita yang meraih gelar profesor, lima persen sebagai anggota akademis dan sangat sedikit yang memegang jabatan pada tingkat yang lebih senior”.

Menurutnya, Komisi Eropa melaporkan tahun ini walaupun jumlah wanita yang memperoleh gelar Ph.D (doktor) mencapai 40 % bahkan lebih untuk bidang life sciencse di masyarakat Eropa, hanya 15 % dari peneliti industri di Eropa adalah wanita.[40] Menurut Ines, hasil riset baru dari Institut Statistik UNESCO yang berbasis in Montreal, Kanada melengkapi penemuan-penemuan ini dengan membandingkan persentase wanita bergelar S1, S2, dan doktor dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di 70 negara.
Sebagai contoh di Jepang, sebagaimana diungkapkan Dr Ines Atmosukarto, bahwa 18 % dari doktor iptek adalah wanita, 18 % di Slandia Baru, dan 38 % di Turki. Walaupun angka yang rendah adalah hal yang lumrah, ditemukan pengecualian yang mengejutkan, terutama di Amerika Latin di El Salvador bahwa didapati 60 % wanita begelar doktor dalam iptek dan 59 % di Argentina.

Ines menjelaskan, wanita masih memainkan peranan yang kurang signifikan dalam pengambilan keputusan tentang ketentuan yang bersifat ilmiah. Contohnya, pada tahun 1998, hanya delapan wanita dari 24 anggota atau 33 % National Science Foundation Board di Amerika Serikat, juga dari 118 anggota yang mengikuti The European Science Foundation's Associated Committees, hanya empat orang atau 3,4 % adalah wanita, dan dari 124 anggota yang mengikuti European Science Foundation's Standing Committees, hanya 14 orang atau 11,4 % adalah wanita.[41]

Jelas sudah bahwa keberadaan peran ilmuan wanita sangat penting selain sebagai penyeimbang kehidupan satu sisi, di sisi lain sebagai wujud ekspresi bahwa wanita bisa sejajar dalam hal berpikir sebagaimana peran laki-laki dalam keilmuan yang selama ini diunggulkan. Seperti berita yang diungkapkan dalam portal unesco, ada beberapa bahkan lebih ilmuan wanita yang pada tahun 2007 ini telah menerima award dari UNESCO Headquarters the UNESCO-L ORAL International.[42] Mereka di antaranya adalah; dari negara Afrika diwakili oleh Christine OUINSAVI (Benin) di bidang ilmu Forest Biology, Mestawet Taye ASFAW (Ethiopia) di bidang ilmu Food science, Khady Nani DRAM (Senegal) di bidang Plant Biotechnology.
Adapun dari negara Latin America – Caribbean diwakili oleh Laura ECHARTE (Argentina) di bidang Crop Physiology, Venetia BRIGGS (Belize) di bidang Behavioral Ecology, Nancy CHANDIA (Chile) di bidang Organic Chemistry. Dari wilayah Asia-Pacific, diwakili oleh Fenny DWIVANY (Indonesia) di bidang keilmuan Molecular Biology, Barno SULTANOVA (Uzbekistan) di bidang Biotechnology, Chawanee THONGPANCHANG (Thailand) di bidang Medicinal Chemistry. Sedangkan dari negara Arab diwakili oleh Rhimou BOUHLAL (Morocco) dalam bidang Marine Biology, Fatima ABBAS (Sudan) dalam bidang Plant molecular Biology dan Sarrah BEN M’BAREK (Tunisia) dalam bidang ilmu Plant Biotechnology.[43]

D.        Sumber & Klasifikasi Ilmu Pengetahuan.
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa ilmu pengetahuan dalam Islam mempunyai ciri yang spesifik yang membedakan dengan Barat. Kemajuan ilmu pengetahuan di Barat disokong oleh berbagai pengalaman mereka dalam sejarah panjang perkembangan ilmu pengetahuan. Mereka mendapatkan ilmu pengetahuan melalui inderawi dan akal budi manusia. Dari keduanya muncul berbagai usaha penelitian yang sifatnya ilmiah dan terukur dengan baik. Kenyataan tersebut menghasilkan keilmuan yang sekuler dengan menyisihkan perbedaan yang tajam antara ilmu pengetahuan dengan keagamaan. Padahal, masalah tersebut merupakan sesuatu yang penting karena pelaku dari ilmu pengetahuan tersebut kebanyakan merupakan umat yang beragama.

Di dalam Islam, sumber ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui dasar ideal yang ada, yakni al-Qur’an dan hadis. Kedua sumber tersebut menjadikan inspirasi berbagai keilmuan yang banyak ragamnya dan telah diklasifikasikan oleh berbagai pakar. Pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui membaca dan pengalaman kesehariannya. Pembacaan manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara baik terhadap ayat-ayat Allah swt. sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an dan ayat-ayat lain di sekitarnya melalui alam semesta. Terkhusus ilmu keagamaan,[44] telah menjadi kesepakatan di antara para pemikir bahwa al-Qur’an dan hadis merupakan sumber pokoknya. Untuk memperluas cakupan dan pemahaman yang fleksibel dan dinamis maka diperlukan ijtihad. Cara ini digunakan sebagai sarana dalam menentukan  perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini.

Apa yang dilakukan para ilmuwan dalam menggali persoalan agama juga sama seperti  yang dilakukan oleh para ilmuwan lainnya. Al-Qur’an di dalamnya terdapat berbagai macam ilmu pengetahuan dan teori ilmiah. Banyak ilmuwan yang membenarkan informasi tentang ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an.[45] Informasi yang tersebut dalam al-Qur’an  tentang isyarat ilmiah dalam kaca mata studi ilmu al-Qur’an sering disebut dengan sebagai salah satu bentuk dari kemukjizatan al-Qur’an.[46] Di samping sumber ideal di atas, dalam khazanah keilmuan dalam Islam juga ditemukan adanya penggunaan indrawi dalam pengamatan yang ada atas fenomena yang terjadi dan melalui akal yang sehat. Kedua sumber tersebut sama halnya dengan yang berkembang di Barat telah mengalami perkembangan yang baik dari masa ke masa.

Dalam  keilmuan khusus, seperti tasawuf[47] ada sumber ilmu pengetahuan lain yakni qalbu (hati nurani).[48] Sumber yang demikian dijadikan para ilmuwan untuk mencari pengetahuan (ma'rifat) yang sesungguhnya. Dalam pandangan mereka, pengetahuan yang sesungguhnya adalah pengetahuan Tuhan. Untuk sampai pada hal tersebut tidak mudah untuk dilaksanakan dan masih membutuhkan adanya latihan-latihan.

Adapun klasifikasi konsep ilmu dalam sejarah panjang umat Islam dapat dilihat dalam beberapa buku yang mengkhususkan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Atau dalam kajian-kajian kitab lain yang tidak secara spesifik menjelaskan tentang konsep ilmu dalam Islam namun di dalamnya nampak sekilas ada bab khusus yang membicarakannya. Apa yang disebut terakhir merupakan suatu fenomena awal dalam sejarah Islam yang berubah setelah terdapat perkembangan yang significant dalam perkembangan studi keilmuan di dalam Islam. Karya-karya yang dapat dirujuk dan membahas masalah ilmu pengetahuan adalah kitab al-Fihrsis karya al-Nadim, Ikhwa>n al-Safa dan Mafa>tih al-‘Ulu>m karya Yusuf al-Khatib. [49]
Klasifikasi ilmu pengetahuan dalam Ikhwa>n al-Safa adalah: studi-studi keduniaan seperti membaca, menulis, leksiografi dan tata bahasa, pertanian dan sebagainya, studi-studi religius seperti pengetahuan tentang kitab suci al-Qur’an dan hadis serta stdui lain yang erat dengan keduanya seperti fiqih dan tasawuf dan studi-studi filosofikal seperti matematika, logika, ilmu berhitung, astronomi, perkembangan jiwa, doktrin teologi-isoterik Islam dan pesan-pesan dari dunia gaib dan ruh. [50]

Sedangkan dalam Mafa>tih al-‘Ulu>m karya Abu Abdullah Muhammad ibn Yusuf al-Khatib[51] megklasifikasikan ilmu dalam dua hal: ilmu-ilmu pengetahuan orisinil (usuliyyah) dan ilmu pengetahuan eksotik.[52] Masuk dalam ilmu-ilmu pengetahuan orisinil adalah ilmu-ilmu yang berasal dari sumber al-Qur’an dan hadis serta pertautan dengan keduanya ditambah dengan ilmu-ilmu lain yang berasal dari Islam murni.  Sedangkan ilmu pengetahuan eksotik antara lain filsafat, ilmu kedokteran, ilmu matematika, dan kimia.

Tokoh lain yang amat menekuni bidang ilmu pengetahuan adalah al-Gazali (1058-1111). Salah satu karyanya yang sangat terkait dengan permasalahan ilmu adalah Fatihat al-Ulu>m (introductions to sciences)[53] dan al-Risalah al-Laduniyah. [54] Di dalamnya dibahas tentang persoalan pendidikan yang merupakan koreksi pendidikan ala Eropa masa itu. Isi lain dari kitab tersebut adalah prsoalan tentang keutamaan dan klasifikasi ilmu pengetahuan. Karya lain al-Gazali yang banyak menyebut tentang ilmu adalah Ihya’ Ulu>m al-Din (The Vivification of Faith). [55] Dalam kitab tersebut dijelaskan tentang keutamaan ilmu dan mempelajarinya dan klasifikasi ilmu dalam dua kategori yaitu ilmu yang terpuji dan ilmu yang tercela serta ilmu wajib ain dan ilmu wajib kifayah.[56]

Ibn Khaldun dalam kitabnya al-Muqaddimah yang diterjemahkan oleh Franz Rosenthal dengan judul The Muqaddimah an Introduction to History[57] menyebutkan tentang ilmu dalam bagian keenam. Dalam kupasannya, Ibn Khaldun menjelaskan tentang berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang dalam dunia muslim dan cara memperolehnya yang dapat mengantarkan umat manusia tetap eksis di dunia.
Klasifikasi ilmu yang dapat diperoleh dalam karya Ibn Khaldun adalah pembagian ilmu berdasarkan subyeknya. Ilmu terbagi dalam beberapa kelompok seperti ilmu nabi, ilmu malaikat, ilmu manusia biasa. [58] Di sisi lain, al-Qadi Abu Bakar bin al-‘Arabiy dalam kitab Qa<nu<n al-Ta’wi<l mengungkap bahwa di dalam al-Qur’an mengandung 77.450 ilmu.[59]  Senada dengan temuan di atas, al-Suyuti juga berupaya memberikan kontribusi terhadap masalah ilmu pengetahuan. Dalam kitabnya al-Itqa<n fi< ‘Ulu<m al-Qur’a<n, al-Suyuti berupaya mengklasifikasikan berbagai ilmu yang terdapat dalam al-Qur’an. Cakupan bahasan al-Suyuti tersebut dapat dilihat dalam bagian al-‘Ulu<m al-Mustanbat}ah min al-Qur’a<n. Di dalamnya terdapat berbagai macam dasar-dasar semua ilmu seperti ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum.[60] Berdasarkan banyaknya ragam keilmuan dalam kalsifikasi di atas menunjukkan bahwa telah berkembang pesat ilmu pengetahuan dalam Islam.

E.        Kesimpulan
Islam mencapai masa keemasannya di saat ilmu pengetahuan berkembang pesat di dalam Islam. Kejayaan tersebut digapai pada masa Dinasti Abbasiyah dan berlangsung selama lima abad lamanya. Walaupun dalam kesejarahannya, prestasi penting tersebut tidak banyak diekspos terutama di Barat, namun Islam telah memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam ilmu pengetahuan dengan tidak hanya menerjemahkan karya-karya pemikir Yunani saja melainkan telah mampu mengembangkan dan memberikan ciri yang khusus dari ilmu pengetahuan. Selain itu juga di satu sisi gerakan wanita feminis dalam upaya mengembangkan keilmuan tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena itu dalam uraian di atas bisa disimpulkan bahwa;
Pertama, dalam perkembangan keilmuan sebagaimana diuraikan di atas, peran kaum perempuan terasa semakin terasa, itu terjadi di Indonesia bahkan juga di negara lain. Di Indonesia misalkan pasca rezim Orde Baru, banyak bermunculan gerakan-gerakan perempuan. Mereka mulai berani merespon berbagai situasi, terutama terkait ketidakadilan gender dan berbagai ketimpangan yang terjadi dalam relasi antara laki-laki dan perempuan. Karena itu, upaya pencerdasan intelektual muslimah secara berkesinambungan dengan adanya perkembangan sebuah keilmuan sangat pentinguntuk diperhatikan. Lebih dari itu memberi ruang bagi kaum perempuan untuk berekspresi di ranah umat, sangat memberi point penting bagi umat khususnya bagi perempuan. Karena selama ini peluang dan pembinaan intelektual muslimah kurang mendapat support, termasuk dari penguasa.

Kedua, telah terdeteksi tahun 2007 ini bahwa banyak di antara ilmuan yang tercatat mendapatkan a ward di bidang keilmuan di antaranya adalah wanita. Ilmuan-ilmuan wanita tersebut adalah; Christine OUINSAVI (Benin) di bidang ilmu Forest Biology, Mestawet Taye ASFAW (Ethiopia) di bidang ilmu Food science, Khady Nani DRAM (Senegal) di bidang Plant Biotechnology. Laura ECHARTE (Argentina) di bidang Crop Physiology, Venetia BRIGGS (Belize) di bidang Behavioral Ecology, Nancy CHANDIA (Chile) di bidang Organic Chemistry. Fenny DWIVANY (Indonesia) di bidang keilmuan Molecular Biology, Barno SULTANOVA (Uzbekistan) di bidang Biotechnology, Chawanee THONGPANCHANG (Thailand) di bidang Medicinal Chemistry. Rhimou BOUHLAL (Morocco) dalam bidang Marine Biology, Fatima ABBAS (Sudan) dalam bidang Plant molecular Biology dan Sarrah BEN M’BAREK (Tunisia) dalam bidang ilmu Plant Biotechnology.
***
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Syed Ameer. The Spirit of Islam. Delhi: Idarah Adabiyat Delhi, 1978.
Amin, Ahmad. Dha al-Islam, jilid II. sir: Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, t.th.
Anees, Munawar Ahmad. “Menghidupkan Kembali Ilmu” dalam Jurnal al-Hikmah, Jurnal Studi-studi Islam, No. 3 Dzulhijjah 1411-Rabiul Awal 1412/Juli-Oktober 1991.
Attar, Farid al-Din. Muslim Saints and Mystics terj. A.J. Aubery. London: Routledge & Kegan Paul, 1966.
Baiquni, Ahmad. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Alam. Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1996.
---------, Al-Qur’an Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Bucaille, Maurice. Asal Usul Manusia Menurut Bible, al-Qur’an dan Sains Terj. Rahmani Astuti. Bandung: Mizan, 1998.
Franz, Roshenthal, A History of Muslim Historiography. Leiden: E.J. Brill, 1968.
Al-Gazali, Buat Pencinta Ilmu Hirarkhi Ilmu dalam kehidupan terj. Ma'ruf Anshori. Surabay: Pustaka Progressif, 2002.
----------, Ilmu Laduni terj. M. Yaniyullah. Jakarta: Hikmah, 2003.
----------, Mukhtasar Ihya’ Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Fikr, 1993.
Gibb, H.A.R. (ed.), Encyclopaedia of Islam. Lebiden: E.J. Brill, 1961.
Hamdan, Iwan Kusuma dkk. (ed.), Mukjizat al-Qur’an dan al-Sunnah tentang IPTEK, jilid I dan II. Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Hasauddin AF, Anatomi al-Qur’an: Perbedaan Qira'at dan Pengaruhnya terhadap Istinbat Hukum dalam al-Qur’an. Jakarta: Rajawali Press, 1995.
Hodson, Masrshal G.S. The Venture of Islam, vol III. hichago: the University of Chicago Press, 1981. 
Honer, Stanley M. dan Thomas C. Hunt, "Metode dalam Mencari Pengetahuan: Rasionalisme, Empirisme, Metode Keilmuan", dalam Jujun S. Sumantri, Ilmu dalam berbagai Perspektif. Jakarta: Gramedia, 1994.
http://www.hupelita.com/baca.php?id=24601.
http://portal.unesco.org/sc_nat/ev.php?URL_ID=5213&URL_DO=DO.
Al-Hujwiri, Ali ibn Usman. Kasful Mahjub: Risalah Persia Tertua tentang Tasawuf terj. Abd Hadi W.M. Bandung: Mizan, 1993.
Al-Kalabazi, al-Tasawuf li Mazhab al-Tasawuf. Mesir: Dar al-Qahirah, t.th.
Kettani, Ali. "Science and Technology in Islam: the Underlying Values System" dalam Ziauddin Sardar, Thouch of Midas: Science, values and Environmrnt in Islam and the West. Manchester University Press, 1984.
Khaldun, Ibnu. Muqaddimah Ibn Khaldun, terj. Ahmadie Thoha. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
Ma'arif, A. Syafi'i.  Islam Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.
Madjid, Nurcholish. Kaki Langit Pradaban Islam. Jakarta: Paramadina, 1997.
Madkour, Ibrahim. Aliran dan Teori Filsafat Islam terj. Yudian W. Asmin. Jakarta: Bumio Aksara, 1995.
Mouly, George J. "Perkembangan Ilmu" dalam  Jujun S. Sumantri, Ilmu dalam berbagai Perspektif. Jakarta: Gramedia, 1994.
Nakosten, Mehdi. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Diskripsi Analisis Abad Keemasan Islam terj. Joko S. Kahlar dan Supriyanto Abdullah. Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1995
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid  I. Jakarta: UI Press, 1985.
Qadir, C. A. Filsafat dan Ilmu pengetahuan dalam Islam terj. Hasan Basari. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002.
Rahman, Fazlur. Islam  terj. Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka, 1994.
Raziq, Mustafa Abd.Tarikh al-Falsafah al-Islamiyyah. iro: Maktabah Lajnah al-Ta’lif, 1959.
Sahin, Abdu Sabur. Penciptaan Nabi Adam Mitos atau Realitas terj. Hanif Anwari. Yogyakarta: eLSAQ Press, 2004.
Sastrahidayat, Ika Rrochjatun. Paradigma Kesamaan Ilmu Pengetahuan dan Agama menurut al-Qur’an Karim" dalam Iwan Kusuma Hamdan, dkk. Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah tentang Iptek, jilid II. Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Shihab, M. Quraish. Mukjizat al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1997.
Sounders, J.J. A. History of Medievial Islam. London: Routledge and Kegan Paul ltd., 1965 .
Stooddard, L. Dunia Baru Islam. Jakarata: Panitia Penerbitan, 1966.
Suryadilaga, Muhammad Alfatih. "Klasifikasi Kitab-kitab Hadis dalam Sejarah Perkembangan Hadis" dalam Esensia, Vol 3, No. 2, Juli 2002. 
Al-Suyuti, Jalaluddin Abd al-Rahman. Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, juz II. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 2001. 
Syalabi, Ahmad. al-Mawsu’at al-Tarikh al-Islami wa al-Hadarat al-Islamiyat, jilid III. Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, 1978.
Al-Syatibi, Abu Ishaq. Muwafaqat fi Usul al-Syari'ah, jilid III, IV. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, t.th.
Wallbank, T. Walter, Alastar M. Taylor, Civilization Past and Present, Vol I. New York: Scott Foresman and Company, 1949.
Watloly, Aholiab. Tanggung Jawab Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Watt, W. Montgomery. Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam terj. Umar Basalim. Jakarta: P3M, 1987.
***

[1]Adam sebagai sosok manusia pertama masih diperdepatkan para ilmuwan. Lihat Abdus Sabur Syahin, Penciptaan Adam Mitos atau Realitas, terj. Hanif Anwari (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2004) atau kajian lain yang dilakukan oleh Maurice Bucaille, Asal Usul Manusia Menurut Bible, al-Qur’an dan Sains Terj. Rahmani Astuti (Bandung: Mizan, 1998).
[2]Lihat Q.S. al-Baqarah (2): 31-32. Pengetahuan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya termasuk malaikat Allah. Walaupun Adam telah dikarunia pengetahuan yang baik pada masa hidupnya, namun bentuk operasional dari pengetahuan Adam as. tidak dapat diketahui sebagaimana yang dilakukan oleh Nuh as. dalam mengembangkan teknologi perahu yang sama spektakulernya dengan kapal yang ada di era sekarang yaitu kapal induk dan supertanker. Lihat Q.S. Yunus (11): 37, 40.
[3]Temuan-temuan yang diperoleh para ahli antara lain alat-alat dari batu, tulang belulang hewan, sisa-sisa beberapa tanaman, gambar-gambar di Gua, tempat-tempat penguburan dan tulang belulang manusia purba. Lihat T. Walter Wallbank, Alastar M. Taylor, Civilization Past and Present, Vol I (New York: Scott Foresman and Company, 1949), 29-57. Pelacakan jauh pada tahun sebelumnya tidak mungkin dilakukan kecuali dengan bantuan aproksimasi dari sejarah dan agama. Apabila piranti tersebut digunakan maka sangat mudah untuk melacaknya, yakni sejak keberadaan manusia pertama di dunia. Lihat Ika Rrochjatun Sastrahidayat, Paradigma Kesamaan Ilmu Pengetahuan dan Agama menurut al-Qur’an Karim" dalam Iwan Kusuma Hamdan, dkk. Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah tentang Iptek, jilid II (Jakarta: Gema Insani Press, 1997),  46.
[4]Lihat gerakan penrjemahan karya Yunani sebagai masa awal kemajuan Islam dalam C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu pengetahuan dalam Islam terj. Hasan Basari (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002),  34-36.
[5]Ali Kettani, "Science and Technology in Islam: the Underlying Values System" dalam Ziauddin Sardar, Thouch of Midas: Science, values and Environmrnt in Islam and the West (Manchester University Press, 1984), 85.
[6] Lihat Nurcholish Madjid, Kaki Langit Pradaban Islam (Jakarta: Paramadina, 1997), 21-22.
[7]Lihat Aholiab Watloly, Tanggung Jawab Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 141-163.  Lihat juga George J. Mouly, "Perkembangan Ilmu" dalam  Jujun S. Sumantri, Ilmu dalam berbagai perspektif (Jakarta: Gramedia, 1994), 91-98. dan Stanley M. Honer dan Thomas C. Hunt, "Metode dalam Mencari Pengetahuan: Rasionalisme, Empirisme, Metode Keilmuan", dalam Jujun S. Sumantri, Ilmu dalam…., 99-109.
[8]Munawar Ahmad Anees, “Menghidupkan Kembali Ilmu” dalam Jurnal al-Hikmah, Jurnal Studi-studi Islam, No. 3 Dzulhijjah 1411-Rabiul Awal 1412/Juli-Oktober 1991, 72.
[9]Lihat Fazlur Rahman, Islam  terj. Ahsin Muhammad  (Bandung: Pustaka, 1994), 141-142.,
[10]Lihat Munawar Ahmad Anees, “Menghidupkan…., 75.
[11]Ulasan lengkap tentang pembagian pada setiap periodenya dan hal-hal yang terjadi di dalamnya lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid  I (Jakarta: UI Press, 1985), 56-89. Bandingkan dengan pembagian yang dilakukan oleh A. Syafi'i Ma'arif. Lihat A. Syafi'i Ma'arif,  Islam Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 34-37.
[12]Lihat Harun Nasution, Islam…, 58-62.
[13]Ibid., 67-75.
[14]Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam (Delhi: Idarah Adabiyat Delhi, 1978), 415. Berkenaan dengan sejarah Mu'tazilah lihat Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam terj. Yudian W. Asmin (Jakarta: Bumio Aksara, 1995), 46-48.
[15]Lihat Harun Ansution, Islam…., 68.
[16]Lihat Ahmad Amin, duha al-Islam, jilid II (Mesir: Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, t.th.), 66.  Lihat juga organisasi pendidikan muslimpada masa tersebut dalam Mehdi Nakosten, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Diskripsi Analisis Abad Keemasan Islam terj. Joko S. Kahlar dan Supriyanto Abdullah (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), 60-70.
[17]Ibid.,  93-97.
[18]Lihat Harun Nasution, Islam…., 70.
[19]Lihat Ahmad Amin, duha…., 62.
[20]Mustafa Abd al-Raziq, Tarikh al-Falsafah al-Islamiyyah (Kairo: Maktabah Lajnah al-Ta’lif, 1959), 16.
[21]Tentang berbagai macam qira'at serta asal usul dan hal-hal lain dapat dilihat dalam Hasauddin AF, Anatomi al-Qur’an: Perbedaan Qira'at dan Pengaruhnya terhadap Istinbat Hukum dalam al-Qur’an (Jakarta: Rajawali Press, 1995), 13-130. Lihat juga Ahmad Syalabi, al-Mawsu’at al-Tarikh al-Islami wa al-Hadarat al-Islamiyat, jilid III (Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, 1978), 241-261.
[22]Lihat Muhammad Alfatih Suryadilaga, "Klasifikasi Kitab-kitab Hadis dalam Sejarah Perkembangan Hadis" dalam Esensia, Vol 3, No. 2, Juli 2002, 219-221. 
[23]Berbagai ilmu pengetahuan yang dihasilkan dalam masa awal sampai keemasannya dapat dilihat dalam Ahmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu pengetahuan Alam (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1996), 68-72.
[24]C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan….,  28.
[25]Lihat  Ahmad Baiquni, Al-Qur’an dan…, 68-69.
[26]Berbagai ilmuwan dan karyanya yang berkembang sejak tahun 700-1350 M. dapat di peroleh dalam pembahasan Mehdi Nakosten, Kontribusi Islam….  bagian apendik, 315-392.
[27]Berbagai persoalan seputar kontribusi Islam atas dunia intelektual Barat terutama tentang kebangkitan intelektual Barat dapat dilihat dalam Mehdi Nakosten, Kontribusi Islam…..,  255-284.
[28]Harun Nasution, Islam…., 80.
[29]Pada masa pemerintahan Turki Usmani kemajuan yang paling penting adalah di bidang militer, sementara di bidang lain seperti ilmu pengetahuan tidak dapat disejajarkan dengan masa sebelumnya. Lihat L. Stooddard. Dunia Baru Islam )Jakarata: Panitia Penerbitan, 1966), 25. Oleh JJ. Saunders menyebutnya disebabkan oleh tidak melibatkan bangsa Arab. Lihat J.J. Sounders, A. History of Medievial Islam (London: Routledge and Kegan Paul ltd., 1965), 201.
[30]Di samping kemajuan dalam bidang politik, dinasti ini juga berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan. Lihat Syed Ameer Ali, The Spirit…., 400. Masrshal G.S. Hodson, The Venture of Islam, vol III (hichago: the University of Chicago Press, 1981), 40. 
[31]Harun Nasution, Islam…., 85-86.
[32]Ibid., 87-89.
[33]Ibid., 88.
[34]Mehdi Nakosten, Kontribusi…., 212.
[35]Ilmu pengetahuan yang tersebar melalui metode ini mempunyai tipe dasar sebagai berikut: (1) seluruh materi diterjemahkan secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, (2) materi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Pahlevi divampur dengan pemikiran Zoroastrian dan Hindu dan baru diebarkan melalui penerjemahan ke dalam bahasa Arab, (3) adapun materi yang dari Hindu diterjemahkan dulu ke bahasa Pahlevi dan baru kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Syiria, Hebrew dan Arab, (4) materi yang ditulis pada periode Islam tetapi dari sumber non muslim yang melalui jalur yang tidak jelas (5) meteri yang hanya berupa berupa ikhtisar dari karya Greco-Persian, (6) materi yang dikembangkan dalam pra Islam kecuali materi dasar-dasar ilmu pengetahuan Hellenistik , Syirian, Zoroastrian, dan Hindu pra Islam, (7) materi-materi dari prseorangan, nasional dan regional yang berkembang tanpa melihat dan memperhatikan ilmu pengetahuan pra Islam.  Ibid., 19.
[36]Ibid., 18-20.
[37]Lihat W. Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam terj. Umar Basalim (Jakarta: P3M, 1987), 54, dan 114.
[38]Lihat kenyataan tersebut juga dipengaruhi dengan adanya pelarangan secara serius ilmu pengetahuan dan falsafah dilarang seiring dengan munculnya aliran Asy'ariyah. Lihat Syed  Ameer Ali, The Spirit…., 432.
[39] Lihat. http://www.hupelita.com/baca.php?id=24601.
[40] Lihat. http://www.hupelita.com/baca.php?id=24601.
[41] Lihat. http://portal.unesco.org/sc_nat/ev.php?URL_ID=5213&URL_DO=DO.
[42] 50 peneliti di bidang ilmu pengetahuan sebagaimana dilansir homepage portal ini telah menerima beberapa penghargaan atau award dari UNESCO Headquarters the UNESCO-L ORAL International. Lihat. http://portal.unesco.org/sc_nat/ev.php?URL_ID=5213&URL_DO=DO.
[43] Lihat. http://portal.unesco.org/sc_nat/ev.php?URL_ID=5213&URL_DO=DO.
[44]Lihat  Abu Ishaq al-Syatibi, Muwafaqat fi Usul al-Syari'ah, jilid III, IV (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, t.th).
[45]Lihat Ahmad Baiquni, al-Qur’an Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995). Berbagai seminar pun diselenggarakan guna menguak ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an, seperti Seminar Internasional VI, Mukjizat al-Qur’an dan al-Sunnah tentang IPTEK di IPTN Bandung tanggal 29 Agustus 1994-1 September 1994. Hasil seminar tersebut dapat dilihat dalam Iwan Kusuma Hamdan, dkk. (ed.), Mukjizat al-Qur’an dan al-Sunnah tentang IPTEK, jilid I dan II (Jakarta: Gema Insani Press, 1997).
[46]Lihat  M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1997).
[47]Lihat al-Kalabazi, al-Tasawuf li Mazhab al-Tasawuf (Mesir: Dar al-Qahirah, t.th.), 158-159.  Seperti istilah ma'rifat yang dikembangkan oleh Zu al-Nun al-Misri. Lihat Farid al-Din al-Attar, Muslim Saints and Mystics terj. A.J. Aubery (London: Routledge & Kegan Paul, 1966), 87. H.A.R. Gibb (ed.), Encyclopaedia of Islam (Lebiden: E.J. Brill, 1961), 77. Ali ibn Usman al-Hujwiri, Kasful Mahjub: Risalah Persia Tertua tentang Tasawuf terj. Abd Hadi W.M. (Bandung: Mizan, 1993), 242.
[48]Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 70.
[49]Mehdi Nakosten, Kontribusi…, 73.
[50]Lihat Franz Roshenthal, A History of Muslim Historiography (Leiden: E.J. Brill, 1968), 34
[51]Kitab tersebut ditulis tahun 976 M. dan disunting oleh van Vloten tahun 1895 di Leiden.
[52]Mehdi Nakosten, Kontribusi…., 73-74.
[53]Lihat al-Gazali, Buat Pencinta Ilmu Hirarkhi Ilmu dalam kehidupan terj. Ma'ruf Anshori ((Surabay: Pustaka Progressif, 2002), 99-129.
[54]Lihat al-Gazali, Ilmu Laduni terj. M. Yaniyullah (Jakarta: Hikmah, 2003), 23-33.
[55]Lihat al-Gazali, Mukhtasar Ihya’ Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Fikr, 1993),
[56]Ibid., 20-23.
[57]Buku tersebut juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Lihat Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, terj. Ahmadie Thoha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), 521-837.
[58]Ibid., 337-338.
[59]Jalaluddin Abd al-Rahman al-Suyuti, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, juz II (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 2001),  265. 
[60]Ibid.,  258-270.
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar