Salat dan Pengaruhnya Terhadap Etika Seorang Muslim

Admin Friday, December 17, 2010
“ Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadat-ibadat lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al Ankabut, 29:45)

SHALAT: Definisi dan Pengertiannya Secara Umum
Salat, merupakan salah satu rukun Islam ke dua dari lima rukun yang harus dikerjakan oleh umat Islam diseluruh penjuru dunia, sejak diturunkannya hingga menjelang hari kiamat. Dan jika kita mau menteliti lebih jauh tentang praktek solat yang kita kerjakan setiap hari, maka pasti akan kita temukan bahwa, shalat pada dasarnya mengandung bebagai macam do’a dan permohonan yang ditujukan kepada penguasa jagad raya, namun dalam pelaksanaannya ia mempunyai sarat-sarat khusus yang harus dipenuhi demi mencapai kesempurnaan. Adapun penggunaan kata salat yang berarti do’a dapat kita temukan didalam al-qur’an:
(وصل عليهم ان صلاتك سكن لهم) أى أدع لهم
“berdoalah kamu untuk mereka karna sesungguhnya do’amu adalah ketenangan bagi mereka”.
Sehingga, secara etimologi shalat bisa diartikan sebagai do’a, seperti contoh yang sudah kami kemukakan diatas. Selain bermakna do’a salat juga mempunyai banyak arti diantaranya; rahmat, barokah, dan ta’dzim yang contoh-contohnya banyak kita temukan dalam al-qur’an.
Sedangkan pengertian salat dalam hukum Islam, adalah praktek ibadah wajib, yang didalamnya mengandung ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan, yang diawali dengan takbir (takbiratul ihram) bersamaan dengan niat, dan diakhiri dengan salam .


Kedudukan dan Posisi Salat
Salat adalah tiangnya agama
Syiar Islam yang utama





















SHALAT: Hikmah dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Mental

Secara garis besar “hikmah” adalah, mengenal dan memahami apa rahasia dari segala sesuatu yang ada di dunia ini. Sehubungan dengan pengertian hikmah tersebut dalam pembahasan ini kita akan meneliti tentang apa sebenarnya rahasia yang terkandung didalam shalat serta pengaruhnya kepada musalli. Namun perlu di fahami bahwa tidak semua orang yang sudah melaksanakan shalat akan selalu mendapatkan hikmah yang sudah di janjikan oleh Allah kepadanya (musalli), karna berhasil atau tidak seorang musalli dalam meraih hikmah shalat, sebenarnya tergantung kepada kesungguhan dan usaha mereka dalam mengerjakan shalat itu sendiri. Oleh karenanya mengapa al-qur’an ataupun hadist-hadis Nabi yang sahih dalam menyerukan perintah untuk shalat tidak pernah menggunakan istilah “ kerjakanlah shalat” melainkan “dirikanlah shalat”?. Hal ini karena memang terdapat perbedaan yang significan (penting) diantara kedua istilah tersebut. Dengan memilih istilah dirikanlah shalat, Allah telah memberikan isyarat kepada setiap musalli dalam pelaksanaan shalat, agar bisa membuahkan hasil nyata dalam kehidupan riil sehari-hari, janganlah berpedoman hanya sekedar formalitas untuk menggugurkan kewajiban agama, melainkan harus kita tanamkan kesungguhan dan komitment yang tinggi dalam hati, yaitu dengan memenuhi segala syarat, rukun sunnah, larangan shalat secara sempurna, serta segala sesuatu yang merupakan bagian dari kesempurnaan shalat.
I. Menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran
Dalam dunia ini tuhan yang maha pengasih telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, ini sudah menjadi sunnatullah yang sudah tidak bisa di ingkari kebenarannya. Separti halnya di ciptakannya siang pasti ada juga malam, ada yang kaya dan ada pula yang miskin, ada yang tampan ada juga yang jelek. Begitu pula manusia dalam mengarungi kehidupan ini pasti akan senantiasa dihadapkan kepada dua jalan yang harus kita pilih; jalan yang benar, dan jalan yang sesat. Akan tetapi permasalahanya setan dan sekutunya tidak akan pernah membiarkan kita menapaki jalan yang benar, mereka akan selalu menggoda kita melalui berbagai macam daya dan upaya agar manusia terjerumus dalam lubang kenistaan. Namun bagi kamu muslimin yang ingin menghindarinya, Allah sudah menyiapkan penangkalnya, yaitu dengan cara berserah diri kepada Allah, dengan cara melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Diantaranya dengan mendirikan shalat, Allah s.w.t berfirman:
“ dan dirikanlah shalat, karena sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari yang keji dan mungkar”. (QS. Al-Ankabut ……….)
“jadikanlah sabar dan shalat sebagi penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusy’. (Al-Baqarah 2:45)
“sesungguhnya telah mendapat kemenangan orang-orang yang beriman. Yaitu orang yang khusu’ dalam shalat mereka. Dan orang yang berpaling dari perkara-perkara yang tidak berguna”. (Al-Mu’minun 23: 1-3)
Dari ayat-ayat diatas dapat kita ketahui bahwa salah satu kunci kebehasilan untuk bisa terhindar dari perbuatan keji dan mungkar adalah dengan mendirikan shalat, yaitu memenuhi sunnah-sunnahnya, rukun-rukunnya, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kesempurnaan shalat, maka sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang telah mendapatkan kemenangan. Akan tetapi tuhan juga mengingatkan bahwa kunci keberhasilan itu sulit di lakukan kecuali bagi mereka yang serius(khusyu’) dan berkomitmen tinggi, sehingga mereka dalam melakukan shalat bisa bersungguh-sungguh dan menjadi ringan dalam beribadah tanpa ada hambatan sedikitpun. Nah apabila seorang muslim sudah mampu mendirikan shalat secara benar dan istiqomah (terus-menerus), maka tanpa disadari sedikit demi sedikit mereka akan menghilangkan atribut apapun yang ada dipundaknya (pangkat, jabatan maupun kekayaan), ego-nyapun yang selama ini merupakan pusat kendali anggota tubuh, akan serta-merta terkikis habis. Ia akan sadar bahwa satu-satunya julukan yang pantas bagi mereka, yaitu sebagai bagian dari alam yang bernama manusia, yang mempunyai segala bentuk kelemahan dan kekurangan. Oleh karenanya segala perbuatan yang hedak dilakukannya secara naluri akan terfilter dengan sendirinya, karna dirinya selalu sedang diawasi oleh yang maha Esa, dia akan selalu ingat bahwa Allah lebih dekat dari pada urat nadi dan mengetahui segala sesuatu yang ia kerjakan .
Secara logika, apabila hati dan nurani terus menerus diasah oleh rasa tawadlu, rendah diri, dan menyadari bahwa mereka adalah hamba Allah yang hina dina dan tercipta hanya semat-mata untuk beribadah kepada-Nya, maka hati kita akan menjadi sangat tajam dan bersih dari kotor karat yang bisa memudarkan kejernihannya. Maka begitu shalat selesai, musalli telah memiliki kekuatan baru yang di peroleh dari hasil kerja ruhani yang didirikannya. Dan nur cahaya ilahi akan segera membias ke seluruh tubuh musalli, jiwanyapun akan tercerahkan olehnya. Ia akan merasa ringan dan mantap dalam mengerjakan segala hal yang menjadi keinginannya, kemantapan inilah yang membantunya meraih kesuksesan dalam hidup dan berimplikasi kepada semua tindakan dan perbuatan yang akan dilakukannya, tanpa bisa terbujuk oleh rayuan setan yang menyesatkan. Prof.H. A. Rivay Siregar dalam bukunya Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme menjelaskan bahwa, apabila hati sudah bersih dari noda dan sifat tercela, maka berarti manusia telah kembali kepada kemanusiaannya yang hakiki sehingga ia akan merefleksikan kebenaran sebagaimana adanya. Karena kata hati dan mata hati telah terbebas dari pernghalang antara dia dan realitas, maka ia akan dapat “menangkap kebenaran” dari sumber aslinya. Wawasannya akan terbebas dari kepentingan diri sendiri dan terhindar dari kekeliruan.
Kalau kita amati lebih jauh, kiranya dapat kita fahami bahwa apabila aqidah sudah kita tanamkan dalam lubuk hati yang paling dalam, dan ibadah kita laksanakan secara benar, maka akan melahirkan akhlak (moral) yang terpuji. Hal ini terbukti bahwa sistimatik pengajaran Islam yang diterapkan oleh rasulullah s.a.w, terutama pengajaran yang dimulai di kota makkah dan kemudian dilanjutkan di madinah, beliau mulai dengan pembersiahan akidah terlebih dahulu dari segala gejala syirik, kurafat dan takhyul. Kemudian dibarengi dengan pembinaan mental dan pemurnian akhlak. Kurang lebih dua tahun lagi menjelang hijrah kemadinah, ketika beliau di isra’/mi’rajkan, maka datanglah perintah shalat lima waktu dalam sehari semalam. Dari penjelasan diatasa kiranya dapat kita fahami bahwa antara akidah, ibadah, dan akhlak merupakan tiga serangkai yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pemantapan dan pemurnian akidah akan mendorong manusia untuk dapat melaksanakan ibadah secara ikhlash hanya kepada Allah, sehingga melahirkan akhlak yang mulia.

II. Memberikan ketenangan jiwa
Pada dasarnya jiwa manusia akan dilanda kehampaan fikiran dan keletihan jiwa setelah begitu lama dihadapkan dengan urusan-urusan dunia, hatinyapun sering kali merasa gelisah dalam menghadapi cobaan yang datang silih berganti. Mereka tidak tahu harus bagaimana menghadapinya karna keterbatasan akal fikiran yang dimiliki, sehingga mereka membutuhkan tempat mengadu, mencari ketenangan, serta jalan keluarnya. Ibarat seorang pengembara, maka pada suatu saat dia akan berhenti sejenak untuk bertanya arah yang benar sehingga ia bisa sampai kepada tempat yang diinginkan, ataupun berhenti untuk sekedar beristirahat menghilangkan segala penat dan melengkapi bekal perjalanan yang ia butuhkan. Begitulah kiranya gambaran jiwa dan raga kita, pada suatu masa membutuhkan tempat untuk beristirahat dan menenangkan diri setelah sekian lama bergelut dengan urusan-urusan duniawi.
Oleh karenanya Allah mewajibkan Salat sebanyak lima kali dalam sehari, sebagai tempat peristirahatan jiwa dan raga kita. Karna pada hakikatnya shalat adalah sarana yang tepat untuk memenuhi kebutuhan jiwa kita, sehingga ia akan terlepas dari belenggu yang disebabkan oleh hal-hal yang bersifat duniawi (materi). Jika dalam sehari semalam kita hanya disibukkan oleh urusan-urusan duniawi saja, tanpa memperhatikan kebutuhan rohani sehingga tidak ada keseimbangan diantara keduanya, maka pada saat itulah kita sudah menggadaikan ketenangan dan ketentraman jiwa kita yang sebenarnya merupakan kekayaan hakiki yang tidak bisa di di tandingi oleh kekayaan materi. Kondisi kita akan terbelenggu oleh hasrat duniawiah; seperti tamak akan harta benda, ambisi mendapatkan kedudukan yang tinggi, dan keinginan untuk selalu mengikuti hawanafsu yang hanya menjanjikan kesenangan dan kebahagiaan semu. Untuk mengembalikan keseimbangan jiwa dan raga seperti sedia kala dan menempatkan ruhani kembali kepada hakikatnya, maka kita harus banyak mengingat dan beribadah kepadan-Nya, karna dengan mengingat-Nya hati kita akan menemukan sebuah ketenangan dan kedamaian, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah,sesungguhnya dengan mengingat Allah hatimu akan menjadi tentram. ( Arra’d 13:28)
Secara garis besar dalam pelaksanaannya, salat akan sangat berma’na jika terpenuhi tiga hal berikut ini:
1. Hati yang khusu’, serta jiwa yang bersih, dalam menghadap Ilahi
2. Lisan tak henti-hentinya memanjatkan dzikir dan do’a
3. Anggota badan merealisasikan bentuk pengagungan kita kepada Ilahi dengan gerakan-gerakan yang sudah di tentukan oleh Nabi
Tiga persyaratan diatas, merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan oleh musalli, dan tidak boleh terpisah-pisahkan. Didalam shalat kita harus benar-benar memusatkan fikiran kepada satu objek(Allah), dan mencoba untuk berserah diri secara utuh, bahwa kita adalah seorang hamba yang hina yang sedang menghadap Tuhannya, lisan kitapun melakukan dzikir dan doa, diiringi dengan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh anggota tubuh, seperti melaksanakan takbir, ruku’, sujud duduk iftirasy, dan sebagainya. Keadaan inilah yang sering kita kenal dengan istilah “khusu’”(berserah diri seutuhnya), sehingga kita akan merasakan kekosongan pikiran, terlepas dari semua beban yang ada, rasa benci, sakit hati, iri, dengki, dan sifat-sifat buruk lainnya akan sirna, karna ruh kita hanya tertuju kepada Allah semata. Sehingga jiwa kita akan kembali fitrah, dan tidak akan mudah terpengaruh oleh dorongan hawa nafsu. Allah telah mencerakan hatinya, menyegarkan jiwnya, dan menurunkan hidayah kepadanya, sebagai bekal untuk menghadapi berbagai tantangan dalam arena kehidupan ini.
Proses inilah yang akan menghantarkan seorang muslim mencapai satu titik, dimana jiwa dan raga kita akan sambung kepada Dzat yang maha tinggi, dan berserah diri dengan sepenuh hati. Kita akan serta-merta terlepas dari semua beban dan masalah yang sedang kita hadapi, karna jiwa, lisan, dan tubuh, terpusatkan sepenuhnya untuk berserah diri dihadapan Ilahi. Sehingga setelah menyelesaikan salat, musalli akan mendapatkan suasana yang sama sekali baru; dia akan selalu mantap dan percaya diri dalam melanjutkan aktivitasnya, fikirannya akan kembali jernih seperti baru bangun dari tidur, dan tubuhpun akan terasa segar kembali, karna jiwa dan raganya sudah tercerahkan oleh nur Ilahi, kondisi inilah yang sering kita kenal dengan “Nafs muthmainnah” (jiwa yang tenang). Dilihat dari psikologi manusia, maka jiwa yang tenang dapat dikatakan sebagai “klimaks dari kebahagiaan”, puncak dari kenikmatan hidup manusia di dunia dan merupkan wilayah tertinggi dari perkembangan rohani manusia dan kemanusiaan. Dalam suasana dan kondisi yang demikianlah manusia menemukan rasa kebebasan rohaniahnya, merdeka dari segala godaan, bahagia sentosa dalam suasana aman dan damai tanpa kekhawatiran dan duka cita. ....”barang siapa menyerahkan jiwa raganya kepada Allah seraya ia berbuat kebaikan, baginya pahala dari sisi Tuhannya. Mereka tidak ada rasa kekhawatiran dan tiada pula dukacita” (QS. 2:122)
Abu Sangkan dalam bukunya”pelatihan shalat khusyu’”menjelaskan, bahwa shalat merupakan suatu aktivitas jiwa yang termasuk dalam kajian ilmu psikologi transpersonal, karna shalat adalah proses perjalanan spiritual yang penuh makna yang dilakukan seorang manusia untuk menemui Tuhan semesta alam. Salat dapat menjernihkan jiwa dan mengangkat pesolat untuk mencapai taraf kesadaran yang lebih tinggi, dan pengalaman puncak.
Maka benarlah kiranya ketika al-Qur’an menjelaskan bahwa:
“sesungguhnya manusia itu dijadikan(bersifat) loba dan kikir. Mengeluh apabila kesusahan menimpanya, dan kikir apabila dianugerahi oleh kebaikan (keuntungan). Kecuali orang-orang yang shalat. yang kepada shalat mereka selalu mendirikannya”.(Al-Ma’aarij:19-23)
“ٍان صلاتي ونسكي ومحياى ومماتى لله رب العالمين ”
(Sesungguhnya, salatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanya untuk Allah semata) (Al-An’am:162)
Sebab itulah orang yang beriman dan selalu menjaga kesempurnaan shalatnya akan selalu ingat akan firman Allah:
”supaya kamu tidak berputus asa karena ada yang luput daripadamu dan supaya jangan terlalu gembira dengan apa yang datang kepadamu, dan Allah tidak suka kepada orang-orang yang angkuh lagi sombong”(Al-Hadist:23)
“karena sesungguhnya beserta kesukaran itu ada kelapangan” (Al-Insyirah:5-6)

III. Melatih Kedisiplinan
Akhir-akhir ini banyak sekali kita temui berbagai macam tindakan yang tidak mencerminkan kedisiplinan terjadi diberbagai bidang lini kehidupan, hal ini mempunyai faktor penyebab yang bervariatif. Sehingga berimplikasi kepada kemunduran etika dan moral masyarakat yang tercermin dalam tindakan nyata sehari-hari, maupun profesialisme didalam segala bidang; ibadah, pekerjaan, pemerintahan dan sebagainya. Untuk memulihkan rasa disiplin tersebut sepatutnya kita harus mempunyai kesabaran, kesadaran, dan pendirian yang tinggi terhadap segala sesuatu yang telah menjadi tanggung jawab dan kewajiban yang harus kita kerjakan sesuai dengan aturan main yang telah ditentukan.
Salah satu hikmah shalat selain dari dua perkara yang sudah kita bahas di atas adalah, mendidik musalli untuk selalu disiplin dalam menjalankannya, sesuai dengan waktu dan bilangannya yang dipraktekkan melalui gerakan-gerakan tubuh, lisan (bacaan shalat) dan hati(niat). Itulah sebagian dari kewajiban seorang musalli dalam melaksanaan shalat yang menuntut kedisiplinan. Dan apabila ia berhasil memenuhinya dengan tulus dan ikhlas semata-mata mencari ridla Tuhan, secara umum akan dapat dipastikan bahwa ia akan bisa mencerminkan sikap disiplin dalam kehidupannya.
“Maka hendaklah kamu mendirikan shalat, karena sesungguhnya shalat itu atas orang-orang mukmin adalah merupakan kewajiban yang telah ditentukan waktunya”(An-Nisa’ :103)
“Jadikanlah sabar dan Shalat sebagi penlongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka kembali kepada-Nya” (Al-Baqarah 2: 45-46)
Dari ayat-ayat diatas mencerminkan pengertian bahwa sesungguhnya melaksanakan shalat dengan sempurna begitu sulit dan berat untuk dilaksanakan, kecuali bagi mereka yang beriman dan mempunyai kesadaran yang tinggi bahwa kepada Dia-lah kita semua akan kembali dan mempertanggung jawabkan segala sesuatu yang telah kita lakukan di atas bumi ini. Didalam shalat musalli dituntut untuk bisa melaksanakan semua gerakan-gerakan; badan, jiwa, dan akal fikiran sesuai dengan perintah Allah yang didemonstasikan oleh Nabi di depan para sahabat-sahabatnya “ Shalatlah kamu sebagaimana kamu lihat aku shalat” ( H.R. Bukhari dan Muslim). Nabi s.a.w juga pernah ditanya oleh sahabat Ibnu Mas’ud r.a:
“Apakah amalan yang paling disukai leh Allah s.w.t?
Rasul menjawab : mendirikan shalat di awal waktunya.
Saya bertanya lagi : sesudah itu apa?
Rasul menjawab : berbuat baik kepada ibu dan bapa
Saya bertanya lagi : sesudah itu apa lagi?
Rasul menjawab : jihad dijalan Allah
(H.R. Bukhari dan Muslim)

Jelaslah kiranya bahwa dengan menjalankan ibadah shalat, sekaligus kita sudah melatih kedisiplinan kita dalam mentaati semua peraturan yang berlaku, yang akan di representasikan dalam kehidupan nyata, sehingga didalam setiap gerak langkahnya akan tercermin kedisiplinan yang tinggi. Adapun cermin kedisiplinan dalam praktek ibadah shalat seluruhnya tersimpul didalam syarat-syarat, rukun-rukun dan segala sesuatu yang merupakan bagian dari kesempurnaan shalat dapat kita cermati sebagai berikut:

Cermin kedisiplinan musalli sebelum memasuki shalat

1. memperhatikan waktu shalat
“Sesungguhnya shalat itu atas orang mukmin adalah merupaakan kewajiban yang telah ditentukan”(An-Nisa’ :103)
2. menyempurnakan wudlu’
“ Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mau mendirikan shalat, hendaklah cuci mukamu, dan tanganmu sampai ke siku dan usaplah kepalamu, dan cucilah kakimu sampai dua mata kaki dan jika kamu dalam keadaan junub, maka hendaklah kamu bersuci (mandi)” (Al-Maidah :6)
“Allah tidak menerima shalat seseorang di antara kamu apabila ia berhadast, sehingga ia berwudlu” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3. memakai pakaian yang bersih serta suci dari najis
(Carikan dalilnya )
4. menutup aurat secara sempurna
(Carikan dalilnya )
5. menghadap ke arah kiblat
“Sesungguhnya kami telah melihat mukamu berpaling-paling ke langit, lamu kamu palingkan engkau ke arah qiblat yang engkau rida’i, karena itu palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana-mana saja kamu berada, hendaklah kamu palingkan mukamu ke arah fihaknya” (Al-Baqarah :144)
“Apabila engkau hendak mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudlu’mu, kemudian menghadaplah ke arah kiblat” (H.R. Muslim)
6. menyempurnakan perbuatan yang di anjurkan untuk dikerjakan sebelum memasuki praktek shalat, seperti bersiwak, berwangi-wangian, dsb.
“ Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: seandainya tidak (takut) memberatkan kepada umatku, maka saya memerintahkan mereka untuk ber-siwak setiap akan melaksanakan shalat” (H.R. Muslim)
7. Didalam praktek shalat berjamaah kita harus meluruskan barisan, karna hal itu merupakan bagian dari kesempurnaan shalat
“Luruskanlah barisanmu, karena meluruskan barisan merupakan bagian dari kesempurnaan shalat” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Cermin kedisiplinan musalli ditengah-tengah shalat

1. Bagi seorang ma’mum dilarang untuk mendahului daripada gerakan imam
“ Wahai manusia, aku adalah imam kamu semua. Maka janganlah kamu mendahului aku diwaktu ruku’ dan janganlah kamu mendahului aku di waktu sujud, juga jangan waktu berdiri , duduk, maupun salam(H.R. Ahmad dan Muslim).
2. Niat
“ Sesungguhnya segala perbuatan itu hendaklah disertai dengan niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3. Diwajibkan berdiri bagi yang mampu dalam setiap shalat fardlu
“ Berkata ‘Amran Bin Husain: saya berpenyakit bawazir, maka saya menanyakannya kepada Nabi: shalatlah dengan berdiri, kalau engkau tidak sangup, shalatlah dengan duduk, apabila masih tidak mampu, maka shalatlah dengan berbaring” (H.R. Bukhari)
4. Takbiratul ihram. Membaca fatihah, ruku’, i’tidal serta tuma’ninah, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk akhir
“ Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Sesungguhnya Nabi s.a.w. pernah masuk kedalam masjid, kemudian bersabda: apabila kamu berdiri shalat bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah bagimu, kemudian ruku’lah sehingga tuma’ninah dalam keadaan ruku’, lalu bangkitlah sehingga i’tidal dalam keadaan berdiri, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sujud, kemudian bangkitlah sehingga tum’aninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sudud, kemudian berbuatlah demikian dalam semua shalatmu” (H.R. Bukhari dan Muslim)
5. Membaca tasyahhud akhir
6. Membaca salawat atas Nabi Muhammad s.a.w
7. Salam
“ Aku melihat Nabi s.a.w memberi salam ke kanan dan ke kiri sehingga kelihatan putih pipinya” (H.R. Ahamad, Muslim, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah)
8. Tertib dalam pelaksanaan semua rukun-rukun shalat.
“Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Jelaslah, bahwa shalat merupakan sebuah kewajiban bagi semua kaum muslimin, yang telah ditentukan waktu dan tatacara mengerjakannya. Dengan demikian meskipun kita telah mahir di bidang agama sekalipun, akan tetapi tidak ada hak sedikitpun bagi kita untuk menciptakan sendiri gerakan –gerakan shalat ataupun bacaannya, karna semuanya sudah menjadi hak mutlak Allah sedangkan kewajiban kita adalah mentaati dan menjalankannya dengan baik dan sempurna. Tentunya untuk mencapai taraf pelaksanaan yang baik dan sempurna diatas maka diperlukan kedisiplinan yang tinggi dalam menjalankannya.
T.A. Lathief Rousydy dalam bukunya Ruh Shalat dan Hikmahnya menjelaskan bahwa shalat sekaligus melatih musalli supaya berdisiplin dan patuh kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan. Beliau juga menjelaskan bahwa mulai dari yang bersifat gerakan badan, sampai kepada bacaan, serta niat yang diucapkan oleh hati, semuanya haruslah sesuai dengan sunnah yang telah di diskribsikan dan di praktekan langsung oleh beliau Muhammad pembawa risalah Ilahi.
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar