PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN TENTANG METODOLOGI SUNNAH DAN HADIS

Admin Saturday, December 11, 2010
256 Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006
* Penulis adalah mahasiswa Program Doktor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN
TENTANG METODOLOGI SUNNAH
DAN HADIS
[Kajian Buku Islamic Methodology
in History]
Hujair AH. Sanaky
Abtract
Fazlur Rahman is one of an International Moselm scholar has paid attention
to the Islamic thought reforming in moslem world. Rahman had concerned on the
methodology of Islamic thought reform, and this concern can be understood from
one of his works ( book) Islamic Methodology in History (Indonesian translation
Membuka Pintu Ijtihad). This book tries to describe the development of four sources
of Islamic thought Alquran, Sunnah, Ijtihad and Ijma’ evolutively and historically.
According to Rahman as the founding of neomodernism in Islam that Moslem
now need to deconstruct and reconstruct the historical heritages of Islam in all
aspects.
Kata kunci: metodologi, sejarah, pemikiran, dan pembaharuan
I. Pendahuluan
Fazlur Rahman [selanjutnya ditulis Rahman] mengingatkan kaum
Muslimin yang berjiwa tradisional sudah tentu tidak akan gampang
menerima penemuan-penemuan yang dikemukakan dalam buku “Islamic
Methodology in History” ini. Buku ini tidak hanya mengandung nilai sejarah
Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006 257
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
yang murni tetapi juga mengandung nilai praktis yang amat penting dan dapat
menunjukkan jalan bagi perkembangan Islam di masa mendatang.
Buku Rahman, “Islamic Methodology in History” yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan judul “Membuka Pintu Ijtihad”, secara garis
besar merupakan serangkaian artikel-artikel yang terdapat di dalam jurnal
terbitan “Institut Islamic Studies”, sejak bulan Maret 1962 hingga Juni 19631.
Kumpulan artikel-artikel tersebut diterbitkan oleh “central Islamic Resarch
Institution, Karachi, 1965. Buku ini bertujuan untuk memperlihatkan evoluasi
historis dari aplikasi keempat prinsip pokok pemikiran Islam: Al-Qur’an,
Sunnah, Ijtihad dan Ijma, serta memperlihatkan peranan aktual dari prinsipprinsip
tersebut dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam2 sendiri.
Tujuan pembahasan isi buku ini lebih mengarah kepada evolusi keempat
prinsip tersebut, maka Rahman memberi judul buku ini dengan “Metodologi
Islam” di dalam Sejarah. Menurut Rahman, yang terpenting untuk kita
camkan adalah cara memadukan dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut.
Maka menurutnya perbedaan di dalam pemaduan dan penerapan prinsipprinsip
tersebut yang menyebabkan perbedaan di antara stagnasi dengan
gerakan dan di antara kemajuan dengan kebekuan. Perbedaan-perbedaan
tersebut telah terjadi antara masa awal dan akhir dari perkembangan
pemikiran Islam, dan kajian ini merupakan penemuan historis yang
teramat penting dan menurutnya para orientalis telah sedemikian banyak
memberikan sumbangan mereka yang tidak dapat disembunyikan di balik
teori konversional abad pertengahan mengenai prinsip-prinsip tersebut.
Dengan fenomena historis tersebut, maka menurut penulis masalah
yang menjadi perhatian akademis atau kegelisahan akademis Fazlur Rahman,
adalah: (1) Umat Islam mengalami krisis metodology yang tampaknya
sebagai penyebab kemunduran pemikiran Islam ke masa depan, karena
menurutnya metodology sebagai titik pusat penyelesaian krisis intelektual
Islam. (2) Pada zaman Sahabat awal periode I, umat Islam menggunakan
dua sumber pokok (al-Qur’an dan Hadits) yang sifatnya sangat dinamis dan
historis, tetapi pada akhir periode I dan awal periode II pemikiran keagamaan
umat Islam menjadi normatif yang sifatnya kaku dan formal, sehingga hasil
pemikiran Islam bersifat a hirtoris dan dokmatis. Fenomena ini disebabkan
oleh pengaruh (penetrasi) pemikiran Barat. (3) Fazlur Rahman, melihat ada
kekeliruan konsepsional pemikiran sarjana-sarjana Barat tentang konsep
Sunnah yang menyebabkan sarjana-sarjana Barat tersebut menolak konsep
Sunnah Nabi. (4) Rahman menyatakan bahwa ketidakserasian hubungan
antara “Sunnah - Ijtihad - dan ijma’” dan evolusi serta perkembangan Sunnah
Nabi menjadi Hadits, yang menurutnya pemikiran umat Islam akan menjadi
statis dan menghadap ke masa lampau. Melihat fenomena ini Rahman
1 Fazlur Rahman, 1995, Membuka Pintu Ijtihad, terj. Anas Mahyuddin, Pustaka,
Bandung, hal. ix
2 Fazlur Rahman, hal. ix
258 Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
menyatakan umat Islam memerlukan pemikiran secara metodologis tentang
Islam Normatif dan Islam Historis dengan membedakannya secara tegas.
Selain itu menurutnya Islam normatif sebagai kriteria untuk menilai Islam
historis. Untuk itu, Rahman menyarankan agar pemikir-pemikir Muslim perlu
melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi total atas warisan sejarah Muslim
dalam berbagai aspek.
Fazlur Rahman sebagai salah seorang pemikir neomodernis yang
serius dan produktif dewasa ini, ia memberikan sumbangan yang berarti
bagi pembicaraan mutakhir tentang citra Islam dengan berbagai temuan
dan karya-karyanya, terutama karyanya yang sedang dibahas ini. Suatu
yang paling menonjol dalam pembahasan isi buku ”Islamic Methodology in
History” adalah seputar Sunnah. Untuk itu penulis ingin mengkaji beberapa
permasalahan yang diungkapkan oleh Rahman sekitar Sunnah dan Hadits.
Pertama, pendekatan yang digunakan dalam mengkaji sunnah dan hadits,
kedua, pandangannya tentang sunnah, ketiga, pandangannya tentang
sunnah dan hadits, keempat, kritik Rahman terhadap kaum Orientalis dan
ulama Ortodok.
II. Sekilas tentang Fazlur Rahman
Rahman mungkin dapat dikategori sebagai salah seorang pemikir
neomodernis yang paling serius dan produktif dewasa ini. Ia dilahirkan
pada 1919 di daerah Barat Laut Pakistan, dan dibesarkan dalam keluarga
dengan tradisi mazhab Hanafi3, sebuah mazhab sunni yang lebih bercorak
rasional dari pada mazhab sunni lainnya. Sekalipun ia pengikut sunni,
namun pemikirannya pada masa belakangan sangat kritis terhadap Sunni
juga terhadap Syi’i. .... Rahman4 mempelajari ilmu-ilmu Islam secara
formal di madrasah. Selain itu, ia juga menerima pelajaran dari ayahnya,
seorang ulama dari Deoband. Setelah menamatkan pendidikan menengah
di madrasah. Rahman, melanjutkan studinya di Departemen Ketimuran,
Universitas Punjab. Pada 1942, ia berhasil menyelesaikan pendidikan
akademisnya di universitas tersebut dengan meraih gelar MA dalam
sastra Arab. Pada tahun 1951, Rahman menyelesaikan studi doktornya
di Oxford University dengan mengajukan disertasi tentang Ibnu Sina. Ia
3 Fazlur Rahman, 1987, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Penyunting: Taufik
Adnan Amal, Mizan Bandung,, hal. 13.
4 Fazlur Rahman, seorang tokoh intelektual Muslim yang memiliki latar belakang
yang menarik. Fazlur Rahman, memiliki latar belakang tradisi keilmuan yang bertentangan,
yaitu keilmuan madrasah India Pakistan yang tardisional dan keilmuan Barat yang liberal.
Keduanya kuat berpengaruh dalam membentuk intelektualismenya. Agaknya, demikianlah
yang dimaksud oleh Syafii Maarif, seorang yang pernah berguru kepadanya yang menyatakan
bahwa “dalam diri gurunya, Fazlur Rahman terkumpul ilmu seorang ‘alim yang ‘alim dan
ilmu seorang oientalis yang beken [Syafii Maarif, 1984, Fazlur Rahman, Al-Qur’an dan
Pemikirannya dalam Islam, Edisi Indonesia, Pustaka Bandung, hlm.vi].
Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006 259
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
pernah mengajar di Universitas Durham untuk beberapa waktu, kemudian
di Institute of Islamic Studic Research, Karachi. Di antara karya-karyanya
yang pernah dipublikasikan adalah: (1) Prophecy in Islam, London, 1958:
(2) Ibnu Sina, De Amina, (teks berbahasa Arab), Oxford, 1959: (3) Islam;
(4) Major Themes of the Qur’an, dan beberapa tulisan atau buku lainnya.
Sekarang Fazlur Rahman menjabat sebagai guru besar tentang pemikiran
Islam di University of Chicago5.
III. Metode Pendekatan
Dalam mengkaji karya-karya Fazlur Rahman, kita perlu mengetahui
metode-pendekatan yang digunakan dalam menulis karya-karyanya. Fazlur
Rahman, sering menyebutkan dua istilah metodik dalam buku-bukunya
yaitu Historico critical method dan Hermeneutic method. Kedua istlah
tersebut merupakan ”kata kunci” untuk menelusiri metode pemikiran Fazlur
Rahman.
a. Historico critical method (metode kritik sejarah), merupakan sebuah
pendekatan kesejarahaan yang pada prinsipnya bertujuan menemukan
fakta-fakta obyektif secara utuh dan mencari nilai-nilai (values) tertentu
yang terkandung di dalamnya. Jadi, yang ditekankan oleh metode
ini adalah pengungkapan nilai-nilai yang terkandung dalam sejumlah
data sejarah, bukan presitiwa sejarah itu sendiri. Jikalau data sejarah
dipaparkan sebatas kronologinya, maka model semacam ini dinamakan
pendekatan kesejarahan. ... ”Critical history” sebagai sebuah metode
penelitian sejarah Islam, pertama kali dikembangkan oleh studi-studi
orientalis (seperti : David S.Margolouth, Goldzhiher, Henry Lammen,
Josep Schact, H.R.Gibb, N.J.Coulson, dll), merpukan pendahulu
orientalis yang menerapkan metode critical history ini.
b. Hermeneutic method yaitu metode untuk memahami dan menafsirkan
teks-teks kuno seperti kitab suci, sejarah, hukum juga dalam bidang
filsafat. Metode ini diperlukan untuk melakukan interpretasi terhadap teks
kitab suci, penafsiran terhadap teks-teks sejarah yang menggunakan
bahasa yang rumit, atau bahasa hukum yang padat juga memerlukan
upaya penafsiran, agar mudah dipahami.
Menurut Fazlur Rahman, kedua metode ilmiah ”critical history” dan
Hermeneutic, merupakan dua buah metode yang berkaitan erat. Metode
”critical history” berfungsi sebagai upaya dekonstruksi metodologi, sedangkan
metode Hermeneutic difungsikan sebagai upaya rekonstruksinya. Sementara
dalam kajian normatif (penerapan metode Hermeneutic dalam menafsirkan
al-Qur’an) Fazlur Rahman menggunakan metode sosio-historis sebagai alat
bantu dalam menentukan konteks sosial yang terkait. Karena itu, Fazlur
5 Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, bagian sampul
260 Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
Rahman, menyadari kurangnya perpektif kesejarahan dalam kecendekiawan
Muslim yang pada gilirannya menyebabkan minimnya kajian-kajian historis
Islam. Menurut Fazlur Rahman, ummat Islam memerlukan kajian sejarah
agar mereka dapat menimbang lebih lanjut nilai-nilai perkembangan historis
tersebut untuk bisa melakukan rekonstruksi disiplin-disiplin Islam untuk
masa depan.
Sehubungan dengan ini, ”Fazlur Rahman membuat kategori Islam
menjadi dua, yaitu: Islam Normatif dan Islam Historis. Critical History sebagai
sebuah metode yang digunakan sepenuhnya oleh Fazlur Rahman dalam
mengkaji Islam historis dalam segala aspeknya. Pengembangan metode ini
oleh Fazlur Rahman tampak dengan jelas dalam kajian-kajian historisnya,
seperti dalam bukunya Islamic Methodology in History dan Islam and
Modernity Transformaton of an Intellectual Tradition. Critical history oleh
Fazlur Rahman selalu dikaitkan dengan fase perkembangan, kemajuan
dan kemunduran sejarah masyarakat Islam. Untuk itu, dalam menulis
karyanya Islamic Methodology in history ini, Fazlur Rahman menggunakan
metode ”Critical History” untuk mengkaji Sunnah dan Hadits dan melakukan
dekonstruksi.
IV. Pembahasan
A. Pandangan tentang Sunnah dan Hadits
Sunnah Nabi adalah sebuah ideal yang hendak dicontoh persis
oleh generasi Muslim pada zaman lampau, dengan menafsirkan teladanteladan
Nabi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan mereka yang baru dan
materi-materi baru yang mereka peroleh, dan penafsiran yang kontinu dan
progresif, walaupun berebada bagi daerah-daerah yang berbeda, disebut
pula sebagai Sunnah.
Fazlur Rahman menyatakan bahwa ”sunnah adalah sebuah konsep
perilaku baik yang diterapkan kepada aksi-aksi fisik maupun kepada aksi-aksi
mental. Dengan perkataan lain Sunnah adalah sebuah hukum tingkah laku,
baik terjadi sekali saja maupun yang terjadi berulangkali. Menurut Fazlur
Rahman sebuah Sunnah tidak hanya merupakan sebuah hukum tingkah
laku tetapi juga merupakan sebuah hukum moral yang bersifat normatif:
”Keharusan” moral adalah sebuah unsur yang tak dapat dipisahkan dari
pengertian konsep Sunnah. Sunnah adalah sebuah konsep perilaku maka
sesuatu yang secara aktual dipraktekkan masyarakat untuk waktu yang
cukup lama tidak hanya dipandang sebagai praktek aktual tetapi juga sebagai
”praktek yang normatif” dari masyarakat tersebut. Fazlur Rahman menyatakan
bahwa konsep ”tingkah laku normatif” atau teladan tersebut lahirlah konsep
tingkah laku standar atau benar sebagai sebuah pelengkap yang perlu. Maka
menurutnya unsur yang ada dalam pengertian yang melengkapi ”sunnah”
Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006 261
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
tersebut termasuk unsur ”kelurusan” dan ”kebenaran”.
Menurut Fazlur Rahman, pada dasarnya sunnah berarti tingkah laku
yang merupakan teladan dan bahwa kepatuhan yang aktual kepada teladan
tersebut bukanlah bagian integral dari dari pada arti sunnah, walaupun untuk
menyempurnakan sunnah tersebut perlu dipatuhi. Tetapi bahwa sunnah
sesungguhnya berarti memberikan sebuah teladan agar teladan tersebut
akan atau harus diikuti oleh orang-orang lain. Al-Qur’an juga berbicara
mengenai amal perbuatan Nabi yang patut dijadikan teladan, walaupun
kadang-kadang mengecam tindakan-tindakan Nabi dalam hal-hal tertentu,
tetapi al-Qur’an menjelaskan perilaku Nabi Muhammad dengan memiliki
watak yang mulia dan patut dijadikan teladan
Secara garis besar Fazlur Rahman mengatakan bahwa, Sunnah
Nabi lebih tepat jika dikatakan sebagai sebuah konsep pengayoman dan
mempunyai sebuah kandungan khusus yang bersifat umum (a general
umbrella concept), dari pada ia mempunyai sebuah kandungan khusus
yang dipegang apa adanya. Hal ini secara teoritis dapat disimpulkan secara
langsung dari kenyataan bahwa Sunnah adalah sebuah terma perilaku
(behaviral) yang bercorak situasional; karena di dalam prakteknya tidak
ada dua buah kasus yang benar-benar sama latar belakang situasionalnya,
secara moral, psikologis dan material, maka Sunnah Nabi tersebut
haruslah dapat dikembangkan, diinterpretasikan dan diadaptasikan. Farlur
Rahman menyatakan bahwa, Sunnah Nabi adalah sebuah ideal yang
hendak dicontoh. Hasan al-Bashri, menyatakan bahwa Sunnah Nabi lebih
merupakan petunjuk arah dari pada serangkaian peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan, bahwa pengertian ”Sunnah ideal” yang seperti inilah yang
dijadikan landasan pemikiran kaum Muslimin masa itu, dan bahwa ijtihad
dan ijma’ adalah pelengkap-pelengkapnya yang perlu sehingga Sunnah
semakin dapat disempurnakan.
Analisis historis Farlur Rahman terhadap al-Awza’i yang dalam
suatu kasus tidak sependapat dengan Abu Hanifah yang menyatakan
bahwa ”seorang yang menjadi Muslim di negeri non-Muslim meninggalkan
kampung halamannya untuk bergabung dengan Muslim-muslim lainnya
sedang negerinya kemudian jatuh ke tangan kaum Muslimin, maka harta
kekayaan yang berada di negerinya tidak dikembalikan kepadanya tetapi
dimasukkan ke dalam mal al-ghanimah. Al-Awza’i menentang pendapat Abu
Hanifah dengan mengemukakan bahwa ketika kota Mekkah jatuh ke kaum
Muslimin Nabi telah mengembalikan harta kekayaan orang-orang yang telah
meninggalkan kota untuk bergabung dengan kaum Muslimin di Madinah.
Menurut Abu Yususf, al-Awza’i berkata : ”Manusia yang pantas untuk diukuti
dan yang Sunnahnya paling patut untuk diikuti adalah Nabi” Abu Yusuf
dalam membela pendapat Abu Hanifah mengatakan bahwa praktek kaum
Muslimin adalah sesuai dengan pendapat Abu Hanifah sedang perlakuan
Nabi Muhammah di Mekkah merupakan kekecualian : ”Demikianlah Sunnah
262 Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
dan praktek Islam (walaupun) Nabi Nabi sendiri tidak melakukannya (ketika
di Mekkah)”. Kemudian Abu Yusuf mengemukakan Sunnah Nabi dengan
suku Hawazin yang berebeda. Suku Hawazin setelah mengalami kekalahan,
Banu Hawazin menghadap Nabi, memohon ampun serta kebebasan bagi
orang-orang mereka yang ditawan serta mengembalikan harta kekayaan
mereka. Nabi memenuhi harapan mereka dengan menyerahkan harta
rampasan yang merupakan bagian mereka dan perbuatan itu diikuti, kecuali
suku-suku tertentu diantara mereka. Oleh karena Nabi terpaksa memberi
ganti rugi kepada suku-suku tersebut, dengan demikian harta kekayaan dan
budak-dudak milik Banu Hawazin dapat dikembalikan semuanya.
Dengan analisis ini Fazlur Rahman menyatakan bahwa hal yang pertama
sekali harus kita perhatikan di dalam kasus di atas adalah pernyataan Awza’i
bahwa ”Manusia yang Sunnahnya paling patut untuk di diikuti adalah Nabi”.
Pernyataan ini menurut Fazlur Rahman mengandung pengertian bahwa,
Sunnah atau preseden yang otoritatif dapat bersumber dari setiap yang
kompoten, dan Sunnah Nabi jauh lebih tinggi daripada preseden-presedn
lainnya dan memiliki prioritas di atas preseden-preseden tersebut. Hal kedua
adalah penggunaan istilah Sunnah oleh Abu Yusuf dengan membedakan
sunnah sebagai praktik yang diterima oleh kaum Muslimin dan sunnah
sebagai tindakan Nabi Muhammad. Abu Yusuf memandang tindakan Nabi
Muhammad pada saat merebut kota Mekkah sebagai sebuah kekecualian
dan tidak dianggapnya sebagai sunnah. Sementara al-Awza’i memandang
tindakan Nabi tersebut merupakan sebuah sunnah. Menurut Fazlur Rahman
dari dua pendapat ini terlihat perbedaan penafsiran terhadap suatu kasus
yang dilakukan oleh Nabi, sehingga menghasilkan kesimpulan yang berbeda.
Dengan kasus yang dimukakan di atas, Fazlur Rahman menyimpulkan ;
pertama, walaupun jelas sunnah secara ideal bersumber dari teladan Nabi,
tetapi konsep sunnah yang dipergunakan oleh umat Islam di masa lampau,
secara aktual mencakup praktik yang dilakukan Ummat, kedua, bahwa
sunnah yang hidup merupakan sebuah proses yang sedang berjalan, karena
disertai ijtihad dan ijma’.
Fazlur Rahman, secara historis bahwa Hadits Nabi telah ada sejak awal
perkembangan Islam adalah sebuah kenyataan yang tak dapat diragukan
lagi. Semasa hidup Nabi Muhammad adalah wajar sekali jika kaum Muslimin
membicarakan apakah yang dilakukan dan yang dikatakan Nabi, terutama
sekali yang berkenaan dengan masyarakat. Suatu fenome yang diyakini oleh
Fazlur Rahman adalah karakter orang-orang Arab yang suka menghafal dan
menyampaikan syair, yang menurut Fazlur Rahman bahwa mereka sudah
tentu tidak lengah untuk mengisahkan kembali perbuatan dan ucapan dari
seseorang yang mereka akui sebagai Rasul Allah. Maka menurut Fazlur
Rahman apabila kita menolak fenomena yang wajar ini berarti kita sangat
tidak bersikap rasional dan telah melakukan kesalahan terhadap sejarah.
Analisis historis Fazlur Rahman, bahwa semasa hidup Nabi haditsAl-
Mawarid Edisi XVI Tahun 2006 263
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
hadits Nabi umumnya hanya dipergunakan di dalam ”kasus-kasus informal”
karena satu-satunya peranan hadis adalah memberikan bimbingan di
dalam praktek aktual kaum Muslimin dan kebutuhan ini telah terpenuhi
oleh Nabi sendiri. Tetapi setelah Nabi wafat tampaknya hadis mengalamai
perkembangan sehingga hadis memiliki status yang ”semi-formal”, karena
adalah wajar sekali jika generasi awal sedang bangkit tersebut mempelajari
kehidupan Nabi. Sunnah Nabi diinterpretasi untuk tujuan praktis, yaitu
sebagai sesuatu yang dapat menciptakan dan dapat dikembangkan menjadi
praktek kaum Muslimin. Karena itu hadis-hadis secara bebas ditafsirkan
oleh ummat Islam sesuai dengan situasi yang sedang mereka hadapi, dan
dinamakan sebagai ”Sunnah yang hidup”. Maka, pada pase ketiga dan
keempat dari abad pertama melalui proses penafsiran secara bebas demi
praktik yang aktual, ”sunnah yang hidup” berkembang dengan pesat di
kalangan ummat Muslimin dan karena perbedaan di dalam praktik ”sunnah
yang hidup”, maka hidits pun berkembang menjadi sebuah disiplin yang
formal.
Pada awal sejarah Islam, sebagian besar hadits-hadits yang ada
tidak ber sumber dasi Nabi, hal ini bukan disebabkan karena Hadits Nabi
jumlahnya sedikit tetapi karena disebabkan oleh ulah generasi-generasi
kemudian. Pada abad kedua Hijriah, hampir semua hadits-hadits hukum
bahkan hadits-hadits moral tidak bersumber dari Nabi, tetapi kalau ditelusuri
hadits-hadits tersebut bersumber dari para sahabat, para ”penerus”, dan
generasi Muslim yang ketiga. Setelah muncul gerekan pemurnian hadis
untuk mengembalikan hadis kepada sumber yang paling wajar, yaitu
pribadi Nabi Muhammad, maka mazhab-mazhab hukum masa lampau lebih
menggunakan dan bersandar kepada ”sunnah yang hidup” dan berkembang
dari pada sekumpulan pernyataan-pernyataan yang dikatakan bersumber
dari Nabi. Karena konsep Sunnah yang dipergunakan oleh ahli-ahli hukum
di masa lampau, secara aktual mencakup praktek yang dilakukan Ummat.
Walaupun konsep Sunnah yang hidup tersebut masih merupakan sebuah
proses yang sedang berjalan - karena disertai ijtihad dan ijma’.
Menurut Fazlur Rahman, sesungguhnya sebagian besar kandungan
dari keseluruhan hadits adalah tidak lain dari Sunnah-ijtihad dari generasi
pertama kaum Muslimin. Ijtihad ini bersumber dari ide individu, dengan
perkataan lain Sunnah yang hidup di masa lampau terlihat di dalam cermin
hadits yang disertai dengan rantai perawi. Namun di antara Sunnah dengan
Hadits ada perbedaan di antaranya; yaitu apabila secara garis besar Sunnah
merupakan sebuah fenomena praktis yang ditujukan kepada norma-norma
behavioral, sedangkan Hadits tidak hanya menyampaikan norma-norma
hukum tetapi juga keyakinan-keyakinan dan prinsip relegius.
264 Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
B. Temuan dan Kritik Fazlur Rahman
Islamic Methodologi in history, merupakan kajian Fazlur Rahman
tentang evolusi historis konsep Sunnah dan Hadits sejak awal Islam
sampai sekarang ini. Fazlur Rahman dalam melakukan upaya dekonstruksi
metodologi sunnah dan hadits, menurut penulis tidak terlepas dari temuan
dan pendapat-pendapat yang telah ada, sebagai berikut : (1) Pendapat
sarjana Barat modern (orientalis) yang mempelajari evolusi Sunnah dan
Hadits, menyatakan bahwa begitu Nabi Muhammad tampil maka segala
perbuatan dan tingkah lakunya merupakan Sunnah bagi masyarakat Muslim
yang masih baru dan idealitas sunnah dari orang-orang Arab sebelum Islam
(Ignaz Goldziher), kaum muslimin sendiri menambah-nambahi Sunnah Nabi,
sehingga semua hasil pemikiran dan praktek Muslim dianggap sebagai
Sunnah Nabi (Snouck Hurgronje), Sunnah semata-mata sebagai karyakarya
orang Arab baik sebelum kedatangan Islam maupun sesudahnya (
Lammens dan Margoliouth), Sunnah Nabi hanya timbul di kemudian hari,
bagi generasi-generasi Muslim masa lampau sunnah berarti praktek kaum
Muslimin itu sendiri ( Joseph Schacht). Jadi sebenarnya sarjana-sarjana
Barat menolak konsep Sunnah Nabi baik secara eksplisit maupun secara
implisit. (2) Ulama Klasik (Ortodok), Surat Hasan al-Basri untuk ‘Abdul Malik
b. Marwan (65-85 H) Hasan berbicara tentang Sunnah Nabi berkenaan
dengan kemerdekaan-kemerdekaan manusia, walaupun ia mengakui bahwa
di dalam masalah ini tidak ada tradisi formal dan verbal yang bersumber dari
Nabi. ‘Abdul Malik b.Anas (65-85 H) dengan karya ekstensif - Muwaththa
- yang paling awal mengenai Sunnah dan Hadits. Malik, sebelum menulis
setiap masalah hukum, biasanya Malik mengutif sebuah hadits, baik dari
Nabi (jika dapat diketemuinya) meupun dari para Sahabat, khususnya
dari keempat khalifah yang pertama. Ibn al-Muqaffa (meninggal 140 H)
mendeklarasikan bahwa Sunnah Nabi yang disepakati secara bersama
tidak ada dan menyarankan agar khalifah harus melaksanakan ijtihadnya
sendiri. al-Syaybani (meninggal 189 H) Hadits-hadits Nabi yang dikutif sangat
sedikit jumlahnya. Ia sering mengutif hadits-hadits dari para sahabat dan
lebih sering lagi dari para tabi’in.
Dari temuan para sarjana-sarjana Barat (orientalis) dan pendapatpendapat
Ulama klasik (ortodok) tentang Sunnah dan Hadits, menurut
penulis Fazlur Rahman ”menjadikan dasar” untuk melakukan dekonstruksi
metodologi pemikiran tentang Sunnah dan Hadits. Dalam kajian Islamic
Methodology in History, Fazlur Rahman membahas evolusi sunnah - hadits
dan praktek ijtihad secara panjang lebar. Temuan Fazlur Rahman dalam
penelitian karya ini adalah : (1) bahwa dalam perjalanan sejarah telah
terjadi penggeseran dari otoritas sunnah Nabi menjadi sunnah yang hidup
dan akhirnya menjadi hadist. (2) Sunnah Nabi merupakan sunnah yang
ideal, sunnah yang hidup merupakan interpretasi dan implementasi kreatif
para sahabat dan tabi’in terhadap sunnah ideal tersebut. Sedang hadits
Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006 265
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
merupakan upaya penuturan sunnah dalam suatu catatan. (3) Sunnah dan
Hadits ada perbedaan yang sangat penting : secara garis besara Sunnah
merupakan sebuah fenomena praktis yang ditujukan kepada norma-norma
behavioral, sedangkan Hadits tidak hanya menyampaikan norma-norma
hukum tetapi juga keyakinan-keyakinan dan prinsip-prinsip relegius. (4)
Kandungan aktual sunnah dari generasi-generasi Muslim di masa lampau
secara garis bersarnya adalah produk ijtihad apabila ijtihad ini, melalui
interaksi pendapat secara terus menerus, akhirnya dapat diterima oleh
semua ummat atau disetujui secara konsensus (ijma’). Karena sebagian
besar kandungan dari keseluruhan hadits adalah tidak lain dari Sunnahijtihad
dari generasi pertama kaum muslimin.
Dari temuan tersebut, Fazlur Rahman berusaha membangun kembali
mekanisme ”Sunnah - Ijtihad - Ijma’”. Karena menurut Fazlur Rahman,
mekanisme tersebut telah dikacaukan dalam metodologi klasik menjadi
”Sunnah - Ijma’ - Ijtihad. Pendapat Fazlur Rahman tentang ”Sunnah, - Ijtihad,
- Ijma’, dapat penulis gambarkan sebagai berikut :
Sunnah diinterpretasikan dengan Ijtihad, karena ijtihad merupakan
sarana untuk meninterpretasi sunnah, sedangkan ijma’ merupakan produk
ijtihad. Menurut Fazlur Rahman, Ijma’ merupakn produk antipasi atau
proyeksi kemasa depan, dengan demikian kreatifitas dan orginalitas ummat
berkembang. Tetapi menurut Fazlur
Rahman, apabila membalikan
urutan ijtihad-ijma’ yang wajar
menjadi ijma’ - ijtihad, hubungan
organis di antara ijma’ dengan
ijtihad menjadi rusak. Ijma’ tidak
lagi merupakan sebuah proses
yang menghadap ke masa depan
sebagai produk dari ijtihad secara
bebas. Ijma’ menjadi statis dan
menghadap ke masa lampau.
Dengan demikian segala sesuatu
yang harus dilaksanakan saat
ini seolah-olah telah terlaksana
di masa lampau. Fazlur Rahman
mengakui kegeniusan al-Syafi’i berhasil menciptakan suatu mekanisme
yang menjamin kestabilan kepada struktur sosial-relegius kaum Muslimin
pada zaman pertengahan, tetapi dalam jangka panjang akan menghilangkan
kreativitas dan originalitass mereka.
Evolusi historis dari sunnah Nabi menjadi hadits digambarkan Fazlur
Rahman sebagai berikut. Adalah suatu kenyataan bahwa Sunnah Nabi
telah melewati proses yang panjang sebalum ia dibukukan (tadwin) menjadi
riwayat-riwayat hadits. Pada saat itu, yakni ketika hadits belum dibukukan
266 Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
(tadwin), para sahabat dan tabi’in, khususnya mereka yang berprofesi sebagai
hakim, ahlu hukum, teoritisi, politikus dan lain-lain, berusaha menjabarkan
dan menafsirkan sunnah Nabi demi kepentingan kaum Muslimin saat itu.
Hasil penjabaran dan pemahaman tersebut juga dianggap sebagai sunnah,
dengan pengertian sebagai praktek yang disepakati bersama atau sunnah
yang hidup. Sedangkan evolusi konsep sunnah Nabi menjadi sunnah yang
hidup terjadi melalui interaksi ijtihad, yakni suatu upaya penjabaran dan
penafsiran sunnah Nabi menjadi sunnah yang hidup. Dengan demikian
terdapat dua substansi yang bersatu dalam sunnah yang hidup, yaitu (1)
sunnah atau teladan Nabi, dan (2) penafisran para sahabat terhadap sunnah
Nabi tersebut. Analisis proses evolusi sunnah Nabi menjadi sunnah yang
hidup dan kemudian diformulasikan menjadi hadits adalah bahwa sebagian
besar dari hadits tidak lain merupakan sunnah hasil ijtihad generasi pertama
kaum Muslimin. Ijtihad tersebut berasal dari ide individu, tetapi setelah lama
berinteraksi akhirnya menjadi praktik yang disepakai di kalangan mereka,
atau menjadi ijma’. Dengan perkataan lain sunnah yang hidup di masa awal
tersebut terlihat sebagai hadits dengan disertakan rangkaian perawi.
Untuk mendukung eksistensi sunnah yang hidup, Fazlur Rahman
menunjukkan beberapa bukti sejarah, seperti kebiasaan berargumentasi
di bidang hukum pada saat itu adalah “demikianlah praktek kaum Muslimin
atau pemimpin Muslim; upaya Imam Malik mengumpulkan riwayat-riwayat
untuk mempertahankan sunnah kaum Muslimin Madinah, bahkan oleh
Imam Malik sunnah ahli Madinah dipegang lebih kuat daripada riwayat
hadits ahad. Itulah sebabnya mengapa istilah Sunnah dengan pengertian
sebagai praktek yang disepakati secara bersama, yaitu praktek yang aktual,
oleh Malik dipergunakan sebagai ekuivalen dari istilah al-amar al-mujtama’
‘alayhi atau dari istilah ijma’.
Selanjutnya Fazlur Rahman, menunjukkan Hadits-hadits teknis, tidak
historis, yang berbeda dari hadits-hadits historis dan biografis, tetapi tetap
harus dipandang bersifat normatif di dalam suatu pengertian dasar. Untuk
menjawab pengertian dasar, Fazlur Rahman mengemukan beberapa hal
sebagai berikut (1) Bahwa hadits-hadits teknis secara garis besarnya
tidak bersifat historis di dalam formulasi-formulasinya yang aktual. Contoh
pertama, adalah hadits-hadits fundamental, yaitu hadits-hadits yang
berkepentingan dengan metodologi Islam itu sendiri. Jika Hadits-hadits
mengenai prinsip-prinsip fundamental dari ijma’ dan Hadits terbukti tidak
historis, maka bukti-bukti yang terlihat sekilas (prima facie) bagi historis dari
hampir semua Hadits-hadits yang lain menjadi gugur. Kedua, urutan perawi
yang merupakan jaminan terhadap validitas Hadits. Menurut Fazlur Rahman,
Isnad juga telah meminimalkan usaha-usaha pemalsuan terhadap Hadits.
Karena menurutnya sudah banyak sekali Hadits-hadits palsu yang telah
dihilangkan karena aktivitas yang tak henti-hentinya dari ahli-ahli hadits kita
berdasarkan Isnad. Tetapi walaupun Isnad ini penting di dalam meminimalkan
Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006 267
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
pemalsuan Hadits, tetapi menurutnya Isnad tidak dapat dijadikan sebuah
argumentasi yang bersifat positif dan final. Isnad, sebagai argumentasi
positif dan final adalah karena Isnad itu berkembang di belakang hari yaitu
menjelang akhir abad pertama hijriah. Tetapi menurut Fazlur Rahman
Hadits-hadits yang dinyatakan bersifat predektif mengenai gejolak-gejolak
politik di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim mempunyai Isnad-isnad
yang mengagumkan, namun jika kita benar-benar jujur kepada sejarah
Hadits-hadits ini tidak dapat diterima. (2) Tesa Fazlur Rahman mengenai
non-historitas Hadits-hadits. Keberatan fundamental Fazlur Rahman yang
menurutnya tidak bersifat ilmiah, tetapi regius, yaitu misalnya hadits-hadits
yang merupakan usaha penghianatan. Tetapi yang sesungguhnya menjadi
masalah adalah apakah Ahlul Hadits memandang aktivitas mereka benarbenar
berdasarkan landasan historis. (3) Menurut Fazlur Rahman, walaupun
tidak benar-benar bersifat historis namun jelas sekali bahwa Hadits tidak
terpisah dari Sunnah Nabi. Menurutnya, sesungguhnya ada sebuah
hubungan erat yang tak dapat dilepaskan di antara Hadits dengan Sunnah
Nabi. (4) Landasan yang utama adalah teladan Nabi. Hadits merupakan
hasil karya dari generasi-generasi Muslim di masa lampau berdasarkan
teladan tersebut. Sesungguhnya Hadits adalah keseluruhan aphorisme
yang diformulasikan dan dikemukakan seolah-olah dari Nabi, oleh kaum
Muslimin sendiri; walaupun secara historis tidak terlepas dari Nabi. Tetapi
menurutnya, sifat yang aphoristik menunjukkan bahwa Hadits tersebut tidak
bersifat historis. Secara lebih tepat dapat dikatakab Hadits tersebut adalah
komentar yang monumental mengenai Nabi oleh Ummat Muslim di masa
lampau.
Dalam pembahasan selanjutnya, Fazlur Rahman melakukan kritik
terhadap landasan-landasan berpikir bagi perkembangan studi-studi Islam di
Barat dan Fazlur Rahman mencoba menerangkan kekeliruan konsepsional
sarjana-sarjana (orientalis) mengenai Sunnah. Fazlur Rahman menyatakan
bahwa hal yang menyebabkan sarjana-sarjana Barat tersebut menolak
konsep Sunnah Nabi adalah karena mereka menemukan (1) sebagian dari
kandungan Sunnah merupakan kontinuasi langsung dari kebiasaan dan adat
istiadat Arab dari masa sebelum Islam, (2) sebagian besardari kandungan
Sunnah adalah hasil pemikiran ahli-ahli hukum Islam yang dengan Ijtihad
pribadi mereka telah menarik kesimpulan-kesimpulan dari Sunnah atau
praktek yang ada - yang terpenting di antara semuanya - telah mamasukkan
unsur-unsur luar, terutama sumber-sunber Yahudi dan praktek-praktek
pemerintahan Bizantium dan Parsi, (3) Hadits berkembang menjadi sebuah
gerakan yang besar dan berubah menjadi fenomena massal pada akhir
abad kedua, dan pada akhir abad ketiga Hijriah, seluruh kandungan Sunnah
pada masa itu dikatakan bersumber dari Nabi Muhammad sendiri di bawah
perlindungan konsep ”Sunnah Nabi”.
Fazlur Rahman, menyatakan bahwa kisah perkembangan Sunnah
268 Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
di atas pada dasarnya benar sehubungan dengan kandungannya, tetapi
menurutnya tidak sehubungan dengan konsepnya yang menyatakan
bahwa ”Sunnah Nabi” tetap merupakan konsep yang memiliki validitas dan
operatif sejak awal sejarah Islam hingga masa kini, kandungan Sunnah
yang bersumber dari Nabi tidak banyak jumlahnya dan tidak dimaksudkan
untuk bersifat spesifik secara mutlak, konsep Sunnah sesudah Nabi wafat
tidak hanya mencakup Sunnah dari Nabi tetapi juga penafsiran-penafsiran
terhadap Sunnah dari Nabi, Sunnah dalam pengertian terakhir ini sama
luasnya dengan ijma’ yang pada dasarnya merupakan sebuah proses
yang semakin meluas secara terus-menerus, gerekan pemurnian Hadits
yang besar-besaran hubungan organis di antara Sunnah, ijtihad, dan ijma’
menjadi rusak.
Menurut Fazlur Rahman, sepanjang mengenai evolusi dan
perkembangan muatan Sunnah yang berkembang dari waktu ke waktu,
tidak bersikeras menyangkal tesa-tesa yang dikemukan oleh orientalis,
tetapi menurut Fazlur Rahman, kesalahan para sarjana-sarjan orientalis
disebabkan oleh pandangan mereka yang mencampuradukan antara
pengertian sunnah sebagai sebuah praktik yang hidup dan sebagai praktek
yang bersifat normatif. Kesalahan memahami pengertian ini mengantarkan
para sarjana orientalis menyimpulkan konseptualisasi temuan hidtoris,
bahwa Nabi tidak meninggalkan sunnah (praktik normatif), karena datadata
historis yang mereka kumpulkan menunjukkan adanya perubahan
dan perkembangan praktik aktual dari generasi awal setelah Nabi sampai
dengan generasi akhir menjelang perumusan konsep hadits (sekitar abad
ke-2H/8M.).
Sedangkan kritiknya terhadap ulama klasik terutama Imam al-Syafi’i,
bahwa Fazlur Rahman disatu pihak mengakui kegeniusan al-Syafi’i yang
berhasil menciptakan suatu mekanisme yang menjamin kestabilan kepada
struktur sosial-relegius kaum Muslim pada zaman pertengahan. Tetapi
sekaligus juga Fazlur Rahman mengkritik pola pikir al-Syafi’i yang membalikan
urutan Sunnah-ijma’-ijtihad, dalam jangka panjang akan menghilangkan
kreativitas dan orginalitas pemikiran Muslim. Karena menurutnya ijma’ tidak
lagi merupakan sebuah proses yang menghadap ke masa depan, sebagai
produk dari ijtihad secara bebas, tetapi ijma’ menjadi statis dan menghadap
ke masa lampau. Maka menurut Fazlur Rahman, keberhasilan perumusan
al-Syafi’i menyebabkan hubungan yang hidup dan organis di antara ijtihad
dengan ijma’ menjadi rusak.
Kritik Fazlur Rahman, dapat penulis gambar sebagai berikut:
Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006 269
Hujair AH. Sanaky: Pemikiran Fazlur Rahman …
V. Penutup
Berdasarkan analisis teoritis dan analisis data historis, Fazlur Rahman
menyimpulkan sifat otoritas Sunnah Nabi lebih cernderung dikatakan sebagai
sebuah konsep pengayoman dan mempunyai sebuah kandungan khusus
yang bersifat umum (a general umbrella concept), dari pada ia mempunyai
sebuah kandungan khusus yang dipegangi apa adanya. Hal ini secara
teoritis dapat disimpulkan secara langsung dari kenyataan bahwa Sunnah
adalah sebuah terma perilaku (behaviral) yang bercorak situasional; karena
di dalam prakteknya tidak ada dua buah kasus yang benar-benar sama latar
belakang situasionalnya - secara moral, psikologis dan material - maka
Sunnah Nabi tersebut haruslah dapat dikembangkan dengan semangat
interpretasi dan adaptasi. Semangat ini telah dipertunjukkan dan dilakukan
oleh generasi awal Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, Terj. Anas Mahyuddin. 1995.
Membuka Pintu Ijtihad. Bandung: Pustaka.
_______. 1987. Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam. Penyunting
Taufik Adnan Amal. Bandung: Mizan.
_______, 1997. Islam, Terj. Ahsin Mohammad. Bandung: Pustaka.
Ghufron A.Mas’adi. 1997. Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metodologi
Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syafi’i Ma’arif, Fazlur Rahman. 1984. Al-Qur’an dan Pemikirannya dalam
Islam. Edisi Indonesia.Bandung: Pustaka.
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar