Hadis Tentang Neraka

Admin Saturday, December 25, 2010

Abstract
”Three of  five that must be believed by moeslem (to declare their faith) were based on metaphysics concept. The Concept of God, angels, here after, heaven or hell needed to be understood by the hearth and faithfull not brain and rasionality. In other to realize that purpose, and to run away from the deviating trusty, having a right information was very necessary. People had to see what the prophet informed. This paper will describe especially hell in the Islamic tradition’s views.”
Kata Kunci : ghoib, neraka, hadis.   
Pendahuluan dan Metodologi Penulisan
Sebagaimana diketahui, elastisitas ilmu pengetahuan meniscayakan improvisasi pemahaman – pemahaman di dalamnya. Sehingga dalam diskursus ilmu – ilmu hadis yang terus menerus berkembang dari waktu ke waktu (baca : dinamis), kemunculan beragam pemikiran yang terkadang nyeleneh bukanlah hal yang tak seharusnya.
Ini juga terjadi dalam rangkaian pemahaman muslimin tentang hadis hadis eskatologi. Banyaknya informasi Nabi SAW tentang sifat hal – hal ghoib yang kesemuanya tak bisa disurvey, namun harus (dan memang seharusnya) diimani oleh kaum mukminin meniscayakan perlunya eksplorasi mendalam tentang sifat dan hakikat benda – benda maya tersebut dalam perspektif hadis nabi SAW. Tujuannya, membedakan antara kabar yang bersumber dari riwayat yang jelas dan yang merupakan sempalan dari  interpretasi para interpretator. Untuk itulah makalah ini dibuat, Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah “kajian kontemporer atas hadis” ampuan Dr. Agung Danarto, M.Ag, juga demi memenuhi kehausan penulis akan samudra keilmuan sunnah nabawiyyah.
Dalam penyusunan makalah tentang neraka ini, penulis membatasi kajian pada deskripsi sifat dan hal ihwal neraka serta beberapa hal penting lain yang berkaitan dengannya. Di saat menemukan sebuah hadis£, penulis berusaha (sesuai kadar kemampuannya) untuk meneliti otentisitas hadis dengan melakukan takhrij, untuk selanjutnya dirujukkan makna teks tersebut dengan beberapa pendapat ulama’ terdahulu, dan jika memungkinkan, akan disimpulkan sebuah konklusi dari peneliti dengan bingkai ke-kini-annya. Metodologi ini disamping untuk mempermudah penelitian, juga untuk memfokuskan pembahasan sehingga tak terlalu melebar. Adapun sumber utama yang digunakan adalah CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, (Global Islamic Software, 1997).
Pada akhirnya, penulis berharap, apa yang menjadi hasil penelitian sederhana ini nantinya, dapat diambil manfa’atnya oleh para akademisi yang sedang menyelami dalamnya lautan keilmuan hadis nan elok.
Memahami Hadis – hadis eskatologis
Menjadi sebuah kebijaksanaan dalam metodologi ”menerangkan”, bahwa untuk mengungkapkan sesuatu yang abstrak dan tak terindera, diperlukan metafora – metafora terlacak yang telah ada padanan gambarnya dalam otak. Dalam ilmu pendidikan, Kita mengenal kaidah ”minal majhul ilal ma’lum”, penyerupaan sesuatu yang tak diketahui dengan standard sesuatu yang telah diketahui, atau ”minal ma’qul ilal mahsus”, dengan menyamakan hal – hal yang hanya bisa dirasio dengan perkara – perkara yang inderawi, untuk memudahkan pemahaman tentangnya.
Apa yang digambarkan Rasulullah mengenai alam ghaib, sering kali harus menggunakan bentuk – bentuk kata yang manifestasinya telah tergambarkan dalam pikiran. Hal ini pada akhirnya menuju pada dualisme pemahaman, apakah penyebutan itu haqiqi (benar demikian adanya), ataukah hanya majazi, yang berarti harus dimengerti sebagai sebuah usaha penyerupaan yang tidak mewajibkan untuk dipahami sebagaimana formulasi kalimat yang dipakai, tetapi cukup diimani dan diambil esensinya.
Dalam menjawab permasalahan ini, dengan sikap yang moderat, penulis mengutip pernyataan Imam Al Nawawy dalam penjelasannya tentang bagaimana memahami hadis nabi tentang tertutupnya pintu neraka di hari – hari ramadhan. Menurutnya, antara maknanya sebagai penggambaran hakiki tentang benar-benar tertutupnya pintu – pintu neraka dengan makna kiasan atas terbelenggunya nafsu manusia sehingga terjauhkan dari hal – hal yang mengarah pada neraka, kedua kemungkinan makna ini bisa digunakan dalam penafsiran.[1]
Alasannya, penerapan kedua makna ini tak akan berimplikasi negatif dalam konstruk pemahaman yang dihasilkan. Asalkan tak menyimpang dari kaidah – kaidah bahasa dan penafsiran, makna – makna lain akan semakin memperkaya nalar eskatologis, sehingga tak melahirkan pemahaman yang sempit dan absurb. Di sisi lain, kompleksitas keadaan masyarakat yang menerima hadis, menghajatkan ke-luwesannya agar dapat dipahami dengan lebih tepat.*
Karenanya, dalam mensikapi hadis – hadis yang bercerita tentang rentetan peristiwa ghaib, antara Tuhan, Muhammad, Nabi – nabi terdahulu, malaikat, umat muhammad, dan manusia pada umumnya, serta keadaan – keadaan surga dengan nikmatnya, dan neraka dengan beragam siksa dan perihnya, tidak salah jika itu semua dianggap sebuah ramalan ilahy, ataukah sebagai upaya penanaman keimanan oleh Nabi SAW dalam posisinya sebagai pelaku tabsyir wal indzar.   

Hakikat neraka
Dalam bahasa arab, dikenal istilah al nar yang mempunyai makna dasar “elemen ringan yang (bisa) membakar”[2]. Akar katanya adalah fi’il mujarrod nawaro. Ia memiliki satu rumpun kata dengan nar yang berarti api, dan nur yang berarti cahaya atau sinar. ** Inilah (mungkin) sebab dari penggambaran identik neraka dengan api.
Secara istilah, banyak versi tentang definisi neraka, Muhammad al syafahy menggambarkannya sebagai sebuah penjara di akhirat, didalamnya terdapat siksa – siksa dan berbagai macam bencana yang tak tergambarkan (dahsyatnya) pada akal manusia... dan tak memiliki sebesar atompun kesenangan.[3]
Al ghazaly mendiskripsikan neraka sebagai tempat  dengan jalan – jalan yang gelap dan bayang – bayang kemalangan. Di sana manusia dipenjara dan selamanya api dinyalakan. Minuman mereka adalah api yang mendidih. Tempat tinggal mereka adalah api yang bergolak... di depan mereka hanya terbayang kehancuran tanpa jalan keluar.[4]
Pastinya, Tak ada yang tahu bagaimana bentuk sebenarnya neraka. Beragam penggambaran (bahkan oleh kita sendiri) pastilah berdasarkan dengan informasi yang pernah didapat, dan sesuai dengan pengalaman – pengalaman yang pernah dilakukan. Tapi satu hal yang sama, jika ditanya tentang neraka, tak kan ada yang mengingkari bahwa ia adalah tempat pembalasan dan siksa bagi orang – orang yang ketika di dunianya tidak taat kepada tuhannya.
Proses penciptaan Neraka
Dalam memahami bagaimana neraka diciptakan, beberapa ulama’[5] bersandarkan pada sebuah riwayat dalam sunan al tirmidzy. Matan beserta sanad hadis tersebut adalah sebagai berikut :
حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ الدُّورِيُّ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ عَاصِمٍ هُوَ ابْنُ بَهْدَلَةَ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُوقِدَ عَلَى النَّارِ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى احْمَرَّتْ ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى ابْيَضَّتْ ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ فَهِيَ سَوْدَاءُ مُظْلِمَةٌ[6]
“Api neraka dipanaskan selama seribu tahun, sehingga ia me-merah, kemudian seribu tahun lagi sampai ia me-mutih, lalu seratus tahun lagi, sampai meng-hitam. Karenanya api neraka itu hitam kelam”
Keterangan al tirmidzi mengenai “nilai” hadis tersebut, menunjukkan bahwa dari sekian riwayat yang serupa matannya dengan hadis ini, hanya jalur transmisi inilah (yahya bin abi bukair-syarik-‘ashim bin bahdlah-abu sholih-abu huroiroh), yang tersambung sampai Nabi SAW. Sedangkan lainnya, hanya merupakan hadis – hadis yang mauquf.
Jalur ini juga dapat ditemukan dalam sunan ibn majah tetapi dengan redaksi matan yang sedikit berbeda :
حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُوقِدَتْ النَّارُ أَلْفَ سَنَةٍ فَابْيَضَّتْ ثُمَّ أُوقِدَتْ أَلْفَ سَنَةٍ فَاحْمَرَّتْ ثُمَّ أُوقِدَتْ أَلْفَ سَنَةٍ فَاسْوَدَّتْ فَهِيَ سَوْدَاءُ كَاللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
Adapun kwalitas rawinya, adalah tsiqot yang terpercaya kecuali ‘ashim bin bahdlah yang dinilai oleh Muhammad bin sa’ad dan beberapa ulama’ jarh sebagai tsiqot yang sering melakukan salah. Karenanya, hadis ini termasuk kategori hadis ‘aziz hasan.
Pengarang kitab Tuhfatul Afwadzi menyebutkan : Neraka itu berlapis - lapis, dan yang dipanasi adalah kesemuanya, di mana satu lapisan dipanasi di bawah lapisan yang lain, dan seterusnya. Pemakaian wazn “if’alla” dalam penyebutan perubahan warna neraka menunjukkan betapa sangat panasnya ia (lil mubalaghoh). Sedang berubahnya api itu hingga menjadi hitam sebagaimana malam, mengandung makna tahdzir, jangan sampai umat Islam melakukan pekerjaan yang menuju ke arah yang gelap.[7]
Jika sampai saat sekarang, kita baru bisa menemukan api biru sebagai api terpanas, maka entah perlu ribuan atau bahkan jutaan kali lipat  usahakah, untuk menghasilkan api yang warnanya seperti tertulis dalam hadis tersebut.
Panas  Api  Neraka
Seberapa detail panasnya api neraka itu, jika diserupakan dengan api dunia yang biasa diketahui, adalah sebagaimana teriwayatkan : 
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَارُكُمْ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةً قَالَ فُضِّلَتْ عَلَيْهِنَّ بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا كُلُّهُنَّ مِثْلُ حَرِّهَا[8]
Apimu (api dunia yang biasaya kau jumpai) hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian api jahannam, seseorang bertanya : bagaimana jika seluruhnya ?, nabi menjawab : tambahlah 69 bagian yang masing – masing bagian sama panasnya”
Namun, dalam riwayat shahih lain, imam Ahmad menyebutkan sebuah hadis gharib, bahwa perbandingan api dunia dengan api neraka adalah 1 : 100 dan bukan 1 : 70.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَذِهِ النَّارُ جُزْءٌ مِنْ مِائَةِ جُزْءٍ مِنْ جَهَنَّمَ[9]
Mengenai dua perbedaan mencolok ini, Ibnu Hajar berkomentar : ”memahami dua hadis ini, kita harus menyatakan bahwa maksud utama dari hadis adalah untuk menyatakan ”banyak” tanpa harus dibatasi dengan jumlah riil (70 atau 100)”[10]
Sebuah Hadis terkenal lain yang merujuk pada makna ”sangat panasnya api neraka” dan yang maknanya sering dijadikan rujukan adalah yang diriwayatkan oleh ibn majah :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَيَعْلَى قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ عَنْ نُفَيْعٍ أَبِي دَاوُدَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ نَارَكُمْ هَذِهِ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ وَلَوْلَا أَنَّهَا أُطْفِئَتْ بِالْمَاءِ مَرَّتَيْنِ مَا انْتَفَعْتُمْ بِهَا وَإِنَّهَا لَتَدْعُو اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يُعِيدَهَا فِيهَا[11]
Selain menyebut nash matan seperti hadis sebelumnya, Ibn Majah menambah kalimat “ dan jika api itu dipadamkan dengan air dua kali maka, sungguh (pekerjaan itu) tak berguna sama sekali (dan api itu akn tetap menyala), sesungguhnya api itu memohon kepada Allah agar agar Ia tak bisa dipadamkan olehnya.”
Hanya saja, ternyata riwayat ini tak bisa dipegangi sanadnya, ia adalah hadis ‘aziz dho’if yang hanya diriwayatkan oleh imam Ibn majah.
Sesungguhnya membayangkan tujuh puluh (atau seratus) kali lipat rasa dari api yang pernah kita temui, sama dengan mengatakan :”jika hanya dengan satu (kali) api, rumah, kampung, dan hutan bias terbakar, maka tak akan sesuatu di dunia yang tak kan bisa bertahan dari api yang panasnya seratus kali lipat dari api – api dunia.” Barangkali inilah makna yang lebih dalam dari dzahir hadis tersebut.  
Klasifikasi neraka (tingkatan – tingkatan dan pintu – pintu Neraka)
Topik lainnya, berkenaan dengan hal – ihwal neraka adalah bahwa ia tak hanya memiliki satu pintu. makna ini secara eksplisit tersirat dalam banyak hadis shahih yang mengabarkan tertutupnya pintu – pintu neraka ketika bulan Ramadhan.[12]
Meskipun harus diakui ada beberapa ulama’ hadis yang menganggap hadis ini sebagai kiasan atas terbelenggunya nafsu manusia sehingga terjauhkan dari hal – hal yang mengarah pada neraka, namun ada juga yang memilih makna implisit dari dzahir teks hadis tersebut. An nawawy bahkan menganggap dua kemungkinan makna ini bisa digunakan dalam penafsiran.[13]
Al qur’an menjelaskan :
وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ , لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ (الحجر : 44)
”Jahannam itu memiliki tujuh pintu. Tiap – tiap pintu (telah ditetapkan untuk golongan yang tertentu”
Ke-tujuh pintu tersebut, disebut oleh Imam Ali bin Abi Tholib sebagai jahannam (yang paling bawah), di atasnya ada ladza, lalu hathomah, saqar, jahim, sa’ir, dan hawiyah.[14] Pernyataan ini, jika dipadankan dengan sebuah atsar dari Ali (sebagaimana yang dikutip oleh al thobary) :
حدثني يعقوب، قال: ثنا ابن علية، عن أبي هارون الغنوي، عن حطان بن عبد الله، قال: قال عليّ: تدرون كيف أبواب النار؟ قلنا: نعم كنحو هذه الأبواب ، فقال: لا ولكنها هكذا ، فوصف أبو هارون أطباقا بعضها فوق بعض
Menghasilkan pemahaman bahwa neraka bertingkat tujuh tingkatan, dan masing – masing tingkatan memiliki sebuah pintu.[15]
Keadaan manusia di dalam Neraka
Sebagai sebuah usaha penggambaran tentang keadaan manusia di dalam neraka, informasi – informasi seputarnya akan berkisar antara sebab dan proses ”perolehan siksa”, ”kekejaman para penjaganya”, dan atau ”kondisi – kondisi sangat tak bersahabat” di dalamnya. Ini berhubungan erat dengan, telah ditetapkannya neraka sebagai tempat ”pembagian siksa” sebagai balasan atas amal – amal jelek di dunia. Berikut penulis ketengahkan beberapa hadis tentang hal tersebut. Di bawah ini, adalah sebuah deskripsi, kenapa seorang wanita disiksa di dalam neraka :
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ بْنُ أَسْمَاءَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلَا سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ[16]
“Ada seorang wanita yang di’adzab karena seekor kucing yang ia belenggu sampai ia mati, lalu tempat (wanita)itu dipenuhi dengan api. Ketika dalam belenggu itu, kucing itu tak diberinya makan dan minum, ia juga tak membiarkan kucing itu makan dari serangga bumi”
Makna yang lebih jelas, bisa didapatkan dalam syarah ibn hajar :
“Wanita dalam hadis tersebut, dalam sebuah riwayat ia disebut Himriyyah, dan ada yang mensifatinya sebagai salah satu perempuan dari Bani Israil[17]makna fi hirroh : sebab ia suka menganiaya kucing dengan menarik – nariknya, sedang min khosyasy al ardh : serangga – serangga bumi seperti tikus dan sebagainya. Dzahir hadis ini menunjukkan ada seorang wanita dari Bani Israil yang disiksa (di neraka) dikarenakan ia pernah menyiksa kucing dalam kerangkeng. Banyak versi pemahaman tentang apakah wanita itu seorang kafir ataukah muslim, Imam nawawy berpendapat bahwa dia adalah seorang muslimah yang masuk neraka karena perbuatan ma’shiyahnya tersebut.[18]
Contoh kedua tentang bagaimana wujud siksa di neraka, dapat ditemukan dalam hadis semisal :
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَاقَ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَرَجُلٌ تُوضَعُ فِي أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَةٌ يَغْلِي مِنْهَا دِمَاغُهُ[19]
Sesungguhnya penghuni neraka yang paling rendah ‘adzabnya adalah seseorang yang diletakkan pada setiap dari lima jari di kedua kakinya bara api yang membakar (hingga) otaknya” 
Kehebohan siksa di neraka, juga dapat dibaca dari perumpamaan dalam al qur’an :
إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا (الفرقان : 12)
“Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara yang menyala – nyala”[20]
Bahkan sebelum orang – orang dimasukkan ke dalamnya pun, neraka telah menyambutnya dengan salam “panas” (tidak hangat), ayat ini seakan ingin mengatakan “kalau belum masuk saja telah terasa panasnya, bagaimana panas yang terasa jika kita benar – benar  di dalamnya“
Adapun ilustrasi tentang betapa tidak bersahabatnya kondisi neraka, dapat ditemukan dalam hadis :
حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ قِيلَ لِأُسَامَةَ لَوْ أَتَيْتَ فُلَانًا فَكَلَّمْتَهُ قَالَ إِنَّكُمْ لَتُرَوْنَ أَنِّي لَا أُكَلِّمُهُ إِلَّا أُسْمِعُكُمْ إِنِّي أُكَلِّمُهُ فِي السِّرِّ دُونَ أَنْ أَفْتَحَ بَابًا لَا أَكُونُ أَوَّلَ مَنْ فَتَحَهُ وَلَا أَقُولُ لِرَجُلٍ أَنْ كَانَ عَلَيَّ أَمِيرًا إِنَّهُ خَيْرُ النَّاسِ بَعْدَ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا وَمَا سَمِعْتَهُ يَقُولُ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ فَيَقُولُونَ أَيْ فُلَانُ مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا عَنْ الْمُنْكَرِ قَالَ كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَاكُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ رَوَاهُ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ[21]
“pada hari kiamat, seseorang akan dimasukkan ke dalam neraka, lalu keluar usus – usunya, usus itu kemudian berputar – putar sebagaimana keledai yang berguling dan berputar, kemudian para penghuni neraka berkumpul dan mereka bertanya : hai… ada apa denganmu, bukankah kau dulu menyeru kami pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ?, ia menjawab : aku menyeru yang ma’ruf dan aku tak melaksanakannya, (pun pula) aku mencegah manusia berbuat munkar namun aku sendiri melaksanakannya.”
Begitulah, keadaan manusia – manusia di dalamnya. Entahlah, barangkali jika kumpulan – kumpulan cerita tentang neraka dan siksa serta keadaan di dalamnya dibukukan, ia akan sangat lebih mengerikan dari buku ber-genre thriller horor manapun.
Syafa’at di neraka
Persoalan pelik, yang biasanya saling dipertanyakan antara ahli kalam, adalah bagaimana kelanjutan nasib dari pra penghuni neraka tersebut. Secara garis besar penulis membagi pendapat – pendapat yang beredar menjadi dua kelompok besar, yang mempercayai adanya syafa’at dari nabi Muhammad SAW, dan yang tidak. Bermuara dari hadis yang sama :
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا مَعْبَدُ بْنُ هِلَالٍ الْعَنَزِيُّ قَالَ اجْتَمَعْنَا نَاسٌ مِنْ أَهْلِ الْبَصْرَةِ فَذَهَبْنَا إِلَى أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ وَذَهَبْنَا مَعَنَا بِثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ إِلَيْهِ يَسْأَلُهُ لَنَا عَنْ حَدِيثِ الشَّفَاعَةِ فَإِذَا هُوَ فِي قَصْرِهِ فَوَافَقْنَاهُ يُصَلِّي الضُّحَى فَاسْتَأْذَنَّا فَأَذِنَ لَنَا وَهُوَ قَاعِدٌ عَلَى فِرَاشِهِ فَقُلْنَا لِثَابِتٍ لَا تَسْأَلْهُ عَنْ شَيْءٍ أَوَّلَ مِنْ حَدِيثِ الشَّفَاعَةِ فَقَالَ يَا أَبَا حَمْزَةَ هَؤُلَاءِ إِخْوَانُكَ مِنْ أَهْلِ الْبَصْرَةِ جَاءُوكَ يَسْأَلُونَكَ عَنْ حَدِيثِ الشَّفَاعَةِ فَقَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ مَاجَ النَّاسُ بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِإِبْرَاهِيمَ فَإِنَّهُ خَلِيلُ الرَّحْمَنِ فَيَأْتُونَ إِبْرَاهِيمَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُوسَى فَإِنَّهُ كَلِيمُ اللَّهِ فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِعِيسَى فَإِنَّهُ رُوحُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَأْتُونِي فَأَقُولُ أَنَا لَهَا فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي فَيُؤْذَنُ لِي وَيُلْهِمُنِي مَحَامِدَ أَحْمَدُهُ بِهَا لَا تَحْضُرُنِي الْآنَ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ الْمَحَامِدِ وَأَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيَقُولُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ لَكَ وَسَلْ تُعْطَ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أُمَّتِي أُمَّتِي فَيَقُولُ انْطَلِقْ فَأَخْرِجْ مِنْهَا مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ شَعِيرَةٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَنْطَلِقُ فَأَفْعَلُ ثُمَّ أَعُودُ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ الْمَحَامِدِ ثُمَّ أَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيُقَالُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ لَكَ وَسَلْ تُعْطَ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أُمَّتِي أُمَّتِي فَيَقُولُ انْطَلِقْ فَأَخْرِجْ مِنْهَا مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ أَوْ خَرْدَلَةٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجْهُ فَأَنْطَلِقُ فَأَفْعَلُ ثُمَّ أَعُودُ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ الْمَحَامِدِ ثُمَّ أَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيَقُولُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ لَكَ وَسَلْ تُعْطَ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أُمَّتِي أُمَّتِي فَيَقُولُ انْطَلِقْ فَأَخْرِجْ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ أَدْنَى أَدْنَى أَدْنَى مِثْقَالِ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجْهُ مِنْ النَّارِ فَأَنْطَلِقُ فَأَفْعَلُ فَلَمَّا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ أَنَسٍ قُلْتُ لِبَعْضِ أَصْحَابِنَا لَوْ مَرَرْنَا بِالْحَسَنِ وَهُوَ مُتَوَارٍ فِي مَنْزِلِ أَبِي خَلِيفَةَ فَحَدَّثْنَاهُ بِمَا حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ فَأَتَيْنَاهُ فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ فَأَذِنَ لَنَا فَقُلْنَا لَهُ يَا أَبَا سَعِيدٍ جِئْنَاكَ مِنْ عِنْدِ أَخِيكَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ فَلَمْ نَرَ مِثْلَ مَا حَدَّثَنَا فِي الشَّفَاعَةِ فَقَالَ هِيهْ فَحَدَّثْنَاهُ بِالْحَدِيثِ فَانْتَهَى إِلَى هَذَا الْمَوْضِعِ فَقَالَ هِيهْ فَقُلْنَا لَمْ يَزِدْ لَنَا عَلَى هَذَا فَقَالَ لَقَدْ حَدَّثَنِي وَهُوَ جَمِيعٌ مُنْذُ عِشْرِينَ سَنَةً فَلَا أَدْرِي أَنَسِيَ أَمْ كَرِهَ أَنْ تَتَّكِلُوا قُلْنَا يَا أَبَا سَعِيدٍ فَحَدِّثْنَا فَضَحِكَ وَقَالَ خُلِقَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا مَا ذَكَرْتُهُ إِلَّا وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أُحَدِّثَكُمْ حَدَّثَنِي كَمَا حَدَّثَكُمْ بِهِ قَالَ ثُمَّ أَعُودُ الرَّابِعَةَ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ الْمَحَامِدِ ثُمَّ أَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيُقَالُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ وَسَلْ تُعْطَهْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ ائْذَنْ لِي فِيمَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَيَقُولُ وَعِزَّتِي وَجَلَالِي وَكِبْرِيَائِي وَعَظَمَتِي لَأُخْرِجَنَّ مِنْهَا مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ[22]
 “… … Pada hari kiamat, orang – orang berbondong bondong mendatangi adam, dan berkata : mintakan syafa’at pada Allah untuk kami, Adam menjawab : aku tak berhak, cobalah minta ke Ibrahim dialah kholilullah, lalu mereka mendatangi Ibrahim, Ia menjawab : aku (pun) tak berhak, pergilah kalian ke Musa, ia adalah kalimullah, Kata Musa : aku (juga) tak berhak, menghadaplah ke Isa, dialah ruh Allah dan kalimahnya. Isa berkata : aku tak berhak, datangilah Muhammad SAW. Kemudian mereka mendatangiku, lalu (akan )ku jawab : aku berhak (atas apa yang kalian minta). Kemudian aku meminta izin kepada Allah dan Dia mengizinkanku, Ia mengilhamkan puja-puji kepadaku, aku memujiNya dengan itu, lalu aku bersujud hingga Allah berkata : wahai Muhammad, angkat kepalamu, katakanlah (permintaanmu) maka (permintaan itu) akan Kudengarkan, mintalah, dan kau akan diberi (dikabulkan pen.), berilah syafa’at, maka akan Ku kabulkan. Aku (Muhammad) lalu berkata : Tuhan, umatku, umatku, Allah menjawab : pergilah, dan keluarkan dari neraka (umatmu) yang di dalam hatinya terdapat iman seberat biji dzarroh, lalu aku pergi dan mengeluarkan mereka. Setelah itu aku kembali, dan memujiNya (lagi), lalu (kembali) bersujud hingga Allah berkata : wahai Muhammad, angkat kepalamu, katakanlah (permintaanmu) maka (permintaan itu) akan Kudengarkan, mintalah, dan kau akan diberi (dikabulkan pen.), berilah syafa’at, maka akan Ku kabulkan. Aku (Muhammad) lalu berkata : Tuhan, umatku, umatku, Allah menjawab :pergilah dan keluarkan mereka yang di hatinya ada setitik saja dari berat biji dzarroh, lalu aku mengeluakan mereka…(Abu sa’id) menambah) . Setelah itu aku kembali,(untuk kesekian kalinya) dan memujiNya (lagi), lalu (kembali) bersujud hingga Allah berkata : wahai Muhammad, angkat kepalamu, katakanlah (permintaanmu) maka (permintaan itu) akan Kudengarkan, mintalah, dan kau akan diberi (dikabulkan pen.), berilah syafa’at, maka akan Ku kabulkan. Aku (Muhammad) lalu berkata : Tuhan,izinkan aku mengeluarkan mereka yang pernah mengucapkan la ilaha illallah, Tuhan menjawab : demi kemuliaan dan keagunganKu, keluarkanlah mereka yang pernah mengucapkan la ilaha illalloh.”
Sebagian ulama’ (seperti al ghazaly) meyakininya sebagai dalil adanya syafa’at bagi kaum Muhammad SAW. Di mana pada saatnya, setelah mendapatkan balasannya, Muhammad akan menggiring umatnya pergi dari neraka. Sedangkan umat nabi lain, Tak bisa memperoleh syafa’at. Inilah kekhususan yang diberikanNya kepada Muhammad SAW.[23]
Sedang sebagian yang lain (di antaranya fazl el rohman), menganggap bahwa makna terpenting hadis ini adalah penanaman teologis atas nabi Muhammad SAW. Karen jika menganggap syafa’at ada, maka akan berimplikasi pada pengendoran keketatan nilai moral. Dengan meyakininya, seseorang dapat memodifikasi moralitas keagamaannya sesuai dengan kehendak yang ia kehendaki.[24]
Mencoba bersikap moderat, penulis mengatakan :”Meyakini syafa’at sebagai bagian dari kepercayaan aas kemuliaan nabi Muhammad bukanlah hal yang terlarang. Keyakinan ini harusnya diejawantahkan dalam sebuah upaya positif untuk senantiasa ber-ittiba’ dengan rambu – rambu Muhammad sebagai Rasul Allah. Hanya, jika pada akhirnya, timbul kemerosotan moral keagamaan sebagaimana kekhawatiran beberapa cendekia di atas. Seseorang seharusnya berpikir seribu kali meskipun hanya untuk ”berniat mencicipi bau amis neraka”
Beberapa hasil verifikasi hadis
Sebagaimana yang penulis paparkan pada awalnya, bahwa tujuan pembuatan makalah ini diantaranya adalah untuk menyaring informasi – informasi tentang neraka sehingga tidak bercampur antara yang berasal dari hadis dan yang bukan, dalam bab ini penulis berinisiatif untuk memaparkan hasil penelitian sederhana dari CD Rom Mausu’ah al kutub al tis’ah.
Sebuah hadis yang telah masyhur menyatakan ”jika sepotong pakaian dari pakaian – pakaian para ahli neraka dipajang antara langit dan bumi, pastilah binasa para penghuni bumi karena panas serta baunya”
"لو أن سربلا نت سرابيل أهل النار علق بين السماء و الأرض لمات أهل الأرض من رائحته ووهجه"
Sayangnya, dengan mencocokkan (hampir) semua kata dalam hadis tersebut, penulis tidak menemukannya dalam al kutub al tis’ah.
Begitu juga ketika mencari lafal zabaniyyah, untuk mencari informasi tentang bagaimana kekejaman malaikat penjaga neraka. Penulis hanya menemukan delapan buah hadis. Satu hadis bercerita tentang ifrit, dan satu lagi tentang tafsir firman Allah : sanad’u al zabaniyyah.
Ringkasan dan Penutup
Inti sari makalah ini kiranya dapat ditemukan dalam point – point berikut :
1.       Dalam memahami hadis – hadis eskatologis, harus difahami adanya usaha Muhammad SAW untuk untuk mengungkapkan sesuatu yang abstrak dan tak terindera, dengan metafora – metafora terlacak yang telah ada padanan gambarnya dalam otak. Sehingga makna yang terkandungpun ganda, hakiki dan majazy.
2.       Penerapan kedua makna ini tak akan berimplikasi negatif dalam konstruk pemahaman yang dihasilkan. Asalkan tak menyimpang dari kaidah – kaidah bahasa dan penafsiran, makna – makna lain akan semakin memperkaya nalar eskatologis, sehingga tak melahirkan pemahaman yang sempit dan absurb. Di sisi lain, bahasa doktrin keagamaan selalu diwarnai oleh realitas kultural di mana ia diturunkan.
3.       Dalam bahasa arab, dikenal istilah al nar yang mempunyai makna dasar “elemen ringan yang (bisa) membakar” Ia memiliki satu rumpun kata dengan nar yang berarti api, dan nur yang berarti cahaya atau sinar. Nar secara istilah adalah : tempat pembalasan bagi orang – orang yang ketika di dunianya tidak taat kepada tuhannya.
4.       Penciptaan api neraka dapat dibaca dari sebuah hadis shahih : “Api neraka dipanaskan selama seribu tahun, sehingga ia me-merah, kemudian seribu tahun lagi sampai ia me-mutih, lalu seratus tahun lagi, sampai meng-hitam. Karenanya api neraka itu hitam kelam”
5.       sedangkan hadis yang menggambarkan seberapa panas neraka itu : ”Apimu (api dunia yang biasaya kau jumpai) hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian api jahannam, seseorang bertanya : bagaimana jika seluruhnya ?, nabi menjawab : tambahlah 69 bagian yang masing – masing bagian sama panasnya”
6.       Merujuk ke beberapa atsar dan penafsiran dari Ali bin abi tholib, Neraka itu bertingkat tujuh tingkatan, dan masing – masing tingkatan memiliki sebuah pintu.
7.       Adapun keadaan manusia yang masuk ke dalam neraka, sangatlah menderita. Riwayat – riwayat seputar keadaan ini akan banyak menginformasikan kepada kita tentang : sebab dan proses ”perolehan siksa”, ”kekejaman para penjaganya”, dan atau ”kondisi – kondisi sangat tak bersahabat” di dalamnya. Ini berhubungan erat dengan, telah ditetapkannya neraka sebagai tempat ”pembagian siksa” sebagai balasan atas amal – amal jelek di dunia. Sehingga, barangkali jika kumpulan – kumpulan cerita tentang neraka dan siksa serta keadaan di dalamnya dibukukan, ia akan sangat lebih mengerikan dari buku ber-genre thriller horor manapun.
8.       Syafa’at menurut penulis :”boleh diyakini dan harus diejawantahkan dalam sebuah upaya positif untuk senantiasa ber-ittiba’ dengan rambu – rambu Muhammad sebagai Rasul Allah. Hanya, jika pada akhirnya, timbul kemerosotan moral keagamaan sebagaimana kekhawatiran beberapa cendekia di atas. Seseorang seharusnya berpikir seribu kali meskipun hanya untuk ”berniat mencicipi bau amis neraka”
9.       Bersikap hati – hati dalam menerima sebuah hadis, terutama yang menyangkut hal – hal yang harus diimani harus diterapkan oleh segenap akademisi ilmu – ilmu hadis. Tidak bersikap ceroboh akan mengantarkan kita pada pemahaman komprehensif yang bisa dipertanggungjawabkan.
Pada akhirnya, menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, saran dan kritik pembaca sangat diharapkan demi perbaikan karya semisal ke depan.


Wallohu a’lamu bishshowab
By : yang mengemis nyawa padahal ia hidup.























Daftar Pustaka

Ahmad, ‘Abdurrohin Bin,  daqoiq al akhbar fi dzikr al jannah wa al nar, Beirut : dar al kutub al’ilmiyyah, 1984
Al syahawy, Majdi Muhammad, Kemana kita melangkah : kiamat, surga, neraka menurut al qur’an dan al hadis terj. Achmad Sunarto dan Irwan kurniawan, Bandung : Pustaka Madani, 1998
CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Al jurjany, al ta’rifat, Kutub el-Barnamij fi lugoh wal ma’ajim.vol. 1
_________, Al-Thabari, Abu Ja’far. 'Tafsir al-Thabari'. Kutub el-Barnamij fi al-Tafsir, Vol 17
_________, al ‘asqolany, ibn hajar, fath al bary fi syarh al bukhory Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis. Vol 10
_________, Tuhwatul ahwadzy fi syarh al bukhory, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis. Vol 6
CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, (Global Islamic Software, 1997).
Munawwir, Ahmad Warson, kamus Al Munawwir, Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1997
Sibawaih, Eskatologi al ghazaly dan fazlur rahman : studi komparatif spistimologi klasik kontemporer, Yogyakarta : Islamika, 2004


£ dalam proses penemuan ini, banyak kalanya penulis bersikap aktif mencari hadis – hadis yang dimaksud, dengan bersandarkan pada asumsi – asumsi cerita yang telah ada dalam benakmya.
[1] Lihat : An nawawy, Syarh an nawawy ‘ala muslim CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis.vol. 4 hal. 464
* Apa yang penulis maksud adalah sebagaimana yang dapat dipelajari dari pen-sifatan surga dengan ”kebun yang mengalir di bawahnya sungai – sungai”,pada hakikatnya, pengungkapan doktrin agama secara kebahasaan selalu diwarnai oleh realitas kultural. Suasana kebun yang indah dengan sungai yang mengalir di bawahnya, misalnya, adalah symbol kehidupan ideal bagi masyarakat padang pasir, masyarakat muslim dominant kala ayat ini diturunkan di tanah tandus Arabia, dan (mungkin) tidak bagi muslim di daerah tropis. Baca :  Sibawaih, Eskatologi al ghazaly dan fazlur rahman : studi komparatif spistimologi klasik kontemporer (Yogyakarta : Islamika, 2004 ) hal 131
[2] Al jurjany, al ta’rifat, CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi lugoh wal ma’ajim.vol. 1 hal.79
** bukan nayaro. Bagi yang memperhatikan bentuk jama’ dari versi bahasa arab kata neraka yang kita kenal, akan ditemukan niron, dengan ya’ di antara nun dan ro’, dan ini sekilas akan membingungkan, tetapi dengan merujuk beberapa kamus, akan didapati bahwa nar yang berarti neraka adalah derivasi makna dari nawaro (lihat : Ahmad Warson Munawwir, kamus Al Munawwir (Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1997) hal 1474)
[3] Baca : Majdi Muhammad al syahawy, Kemana kita melangkah : kiamat, surga, neraka menurut al qur’an dan al hadis terj. Achmad Sunarto dan Irwan kurniawan ( Bandung : Pustaka Madani, 1998) hal 89
[4] Sibawaih, Eskatologi al ghazaly… (Yogyakarta : Islamika, 2004 ) hal140
[5] Lihat : ‘Abdurrohin Bin Ahmad,  daqoiq al akhbar fi dzikr al jannah wa al nar, (Beirut : dar al kutub al’ilmiyyah, 1984) hal. 62 Dalam kitab ini, pembaca akan menemukan banyak sekali cerita tentang hal ihwal alam ghaib. Termasuk neraka. Hanya saja, pengarang kitab tidak memberikan jeda dan menandai cerita mana yang bersumber dari hadis ataupun yang merupakan penjelasan atau interpretasi dari dirinya dan interpretator lain. Karenanya, untuk obyektivitas hasil, penulis hanya mencantumkan dalam makalah ini data – data yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu yang rujukannya melalui jalur riwayat yang terpercaya.
[6]CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, al tirmidzi, sunan al tirmidzi hadits k-2516 (Global Islamic Software, 1997).
[7] Dalam penafsiran ini, juga tampak usaha dari pengarang kitab untuk men-sinkretis-kan pemahaman secara dzahir dan bathin. Lihat : Tuhwatul ahwadzy fi syarh al bukhory, CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis. Vol 6, hlm 378
[8] Takhrij : Muslim : 5077/ Tirmidzi : 2514/7025/7778/9650/9811/ Malik : 1579/ Darimy : 2723. hadis ini shahih, walaupun satu dari sembilan sanadnya (yang diriwayatkan oleh Ibrohim bin Muslim dari ‘amr bin al aswad dari Abu huroiroh) bernilai dha’if  karena Ibrohim bin Muslim adalah seorang yang ceroboh dalam periwayatan hadis.Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Abu Abdillah Muhammad Ibn Isma'il al-Bukhari, Shahih Bukhari hadits k-3025 (Global Islamic Software, 1997).
[9] Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Ahmad bin hanbal, Musnad Ahmad, hadits k-8568 (Global Islamic Software, 1997).
[10] Ibn Hajar al ‘asqolany, fath al bary fi syarh al bukhory CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis. Vol 10, hlm 50
[11] Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Ibn Majah, sunan ibn majah, hadits k-4309 (Global Islamic Software, 1997).
[12]  Contoh : Menurut penulis, takhrij hadis ini tak perlu dicantumkan, karena dengan mudah (dalam CD mausu’ah) dapat dilihat banyaknya riwayat shahih tentangnya. Penggunaan kata abwab sebagai jama’ dari kita bab mnengindikasikan pluralitas maknanya. Adapun matan utamanya adalah :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ
Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Muslim bin Hajjaj, shahih muslim, hadits ke-1793 (Global Islamic Software, 1997)
[13] Lihat : An nawawy, Syarh an nawawy ‘ala muslim CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis.vol. 4 hal. 464
[14] Majdi Muhammad al syahawy, Kemana kita melangkah...( Bandung : Pustaka Madani, 1998) hal 92
[15] Lihat : Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amili, Abu Ja'far Al-Thabari. 'Tafsir al-Thabari'. CD ROM. al-Maktabah al-Shamilah. Kutub el-Barnamij fi al-Tafsir, Vol 17, hlm. 106
[16] Takhrij : Muslim : 4160/ 4739/ 4750/ Darimy : 2639 Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Al Bukhori, shohih al bukhory, hadits k-3223 (Global Islamic Software, 1997). Hadis ini shahih, dari 7 riwayatnya, tak ada yang diriwayatkan oleh rowi dho’if
[17] Tak ada pertentangan dalam dua riwayat ini, karena suku himyar telah masuk agama Yahudi, sehingga terkadang ia dinisbahkan kepada agamanya, dan terkadang kepada kabilah asalnya.
[18] Ibn Hajar al ‘asqolany, fath al bary fi syarh al bukhory CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis. Vol 10, hlm 96
[19] Takhrij : Muslim : 313/ 314/ Tirmidzi : 2529/ Ahmad : 17664/17687, nilainya shahih meskipun dalam thobaqoh sahabat hanya diriwayatkan oleh satu sahabat : nu’man bin basyir bin sa’d, lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Al Bukhori, shohih al bukhory, hadits ke-6076 (Global Islamic Software, 1997)
[20] Terjemahan ini sesuai dengan makna yang dipegangi oleh banyak ulama’ tafsir, al thobary misalnya menerangkan : jika neraka yang dijanjikan itu melihat kepada para pembohong (agama) dari tempat yang jauh, neraka itu akan menyala – nyala dan memanas. Lihat : Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amili, Abu Ja'far Al-Thabari. 'Tafsir al-Thabari'. CD ROM. al-Maktabah al-Shamilah. Kutub el-Barnamij fi al-Tafsir, Vol 19, hlm. 243
[21] Takhrij : Muslim : 5305/ Ahmad : 20785/20795/20801/ 20818, sanad shahih, dan hanya bersumber dari sahabat usamah bin zaid,  lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Al Bukhori, shohih al bukhory, hadits ke-3027 (Global Islamic Software, 1997)
[22] Takhrij : muslim : 284/ 285/ 286/ Tirmidzi : 2518/ Tirmidzi : 4302/4303/ Ahmad : 11710/12013/12310/13073/ 13100/ 13419/ darimy : 52, hadis ini shahih, semua jalurnya besumber dari imam malik bin anas. Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Al Bukhori, shohih al bukhory, hadits ke-6956 (Global Islamic Software, 1997).
[23] Sebagaimana tersirat dalam :  
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنِي أَخِي عَبْدُ الْحَمِيدِ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَلْقَى إِبْرَاهِيمُ أَبَاهُ آزَرَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَى وَجْهِ آزَرَ قَتَرَةٌ وَغَبَرَةٌ فَيَقُولُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ لَا تَعْصِنِي فَيَقُولُ أَبُوهُ فَالْيَوْمَ لَا أَعْصِيكَ فَيَقُولُ إِبْرَاهِيمُ يَا رَبِّ إِنَّكَ وَعَدْتَنِي أَنْ لَا تُخْزِيَنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ فَأَيُّ خِزْيٍ أَخْزَى مِنْ أَبِي الْأَبْعَدِ فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى إِنِّي حَرَّمْتُ الْجَنَّةَ عَلَى الْكَافِرِينَ ثُمَّ يُقَالُ يَا إِبْرَاهِيمُ مَا تَحْتَ رِجْلَيْكَ فَيَنْظُرُ فَإِذَا هُوَ بِذِيخٍ مُلْتَطِخٍ فَيُؤْخَذُ بِقَوَائِمِهِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ
Ini adalah hadis ghorib hasan, hanya diriwayatkan oleh bukhory, dan dalam sanadnya terdapat Isma’il bin ‘Abdillah yang dinilai oleh beberapa ulama’ jarh (Ahmad bin Hanbal, Abu Hatim Ar rozy) sebagai rowi yang tak tsiqoh. Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Al Bukhori, shohih al bukhory, hadits ke-3101 (Global Islamic Software, 1997)
[24] Baca : Sibawaih, Eskatologi al ghazaly dan fazlur rahman : studi komparatif spistimologi klasik kontemporer (Yogyakarta : Islamika, 2004 ) hal 293 - 294
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar