ISLAM DI BARAT (AFRIKA UTARA DAN ANDALUSIA)

Admin Monday, December 20, 2010

A.    Pendahuluan
Peradaban islam di Afrika Utara dan Andalusia dimulai dari serangkaian penaklukan bangsa Arab pada abad ketujuh dan delapan, pada abad duabelas dan tigabelas sebuah konfigurasi institusional yang menyerupai konfigurasi institusional imperium Saljuk di Iraq dan di Iran dan Imperium Mamluk di Mesir dan Syiria dibangun oleh beberapa pemerintahan muslim di Afrika Utara. Pada abad enambelas, sebagian besar wilayah Afrika Utara (kecuali Maroko) jatuh ketangan dominasi Usmani yang mengantarkannya ke Aljazair dan membantu mengkonsolidasikan bentuk-bentuk masyarakat Islam bangsa Afrika Utara. Pada abad delapanbelas dan sembilanbelas, beberapa masyarakat tersebut dihancurkan oleh kompetisi ekonomi bangsa Eropa dan ahirnya jatuh kedalam kekuasaan kolonial.[1]
Ketika Andalusia dibawah kepemimpinan Islam klasik, Andalusia merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, banyak orang Eropa Kristen yang belajar disana. Setelah berahirnya Islam klasik, ketika islam mengalami kemunduran, Eropa mengalami kebangkitan disemua bidang. Kemajuan ini tidak bisa lepas dari pemerintahan Islam di Andalusia, yang juga memberikan pegaruh terhadap renaisans di Eropa.

B.     Masuknya Islam di Afrika Utara
Sejak periode awal Islam sampai abad sembilanbelas, sejarah masyarakat Afrika Utara berlangsung dalam dua motif utama : pembentukan negara dan Islamisasi. Negara-negara yang berhasil membentuk identitas teritorial dan rezim negara sendiri yaitu Tunisia pada abad kedelapan, Maroko pada abad sebelas, dan Aljazair pada abad enambelas. Penaklukan tersebut juga memberikan pengaruh pada pelembagaan Islam pada masyarakat Afrika Utara, yaitu ditandai dengan berkembangnya madzhab hukum Maliki pada abad delapan sampai abad kesembilan dan bertahan sebagai administrasi hukum dan pendidikan. Dalam dua abad kemudian sufisme juga terlembagakan dan menjadi basis utama dalam pengorganisasian warga pedalaman. Dengan demikian, penaklukan bangsa arab memberikan Afrika Utara sebuah identitas Arab yang ditimbulkan oleh gelombang migrasi Arab, dan melahirkan negara yang didominasi oleh bangsa Arab. Walaupun demikian, sebagian besar wilayah slatan Tunisia, Aljazair, dan Maroko mayoritas adalah warga Berber.[2] Dalam sejarah yunani dan Romawi Timur Berber yakni non-Bizantium, tapi dalam proses sejarah ”berber”digunakan sebagai bangsa yang bertebaran di dataran Eropa sejak Abad ke-3 M. Asal mula bangsa ini dari tegah-tengah Asia.[3]
Sebagian besar wilayah Afrika Utara, mulai dari Maroko hingga ke Mesir pada mulanya masuk ke wilayah Abbasiah setelah jatuhnya kekuasaan Bani Umayyah. Tapi kemudian muncul dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari bagdad, dan ada yang menjadi wilayah otonom yang masih mengakui pusat dan memberi upeti tahunan kepada pusat pemerintahan karena lemahnya khalifah Abbasiah saat itu. Beberapa dinasti tersebut adalah :
  1. Dinasti Idrisiah di Maroko, didirikan oleh Idris ibn Abdullah, cucu dari Hasan ibn Ali, sebelumnya ia melakukan pemberontakan terhadap Abbasiah pada tahun 786M,  karna kalah maka ia lari ke Maroko dan mendirikan Dinasti Idrisiah dengan beraliran syiah. Wilayah Dinasti Idrisiah berahir setelah panglima dari HakamII di Andalusia melakukan aneksasi wilayah Idrisiah.
  2.  Dinasti Aglabiyah didirikan oleh Ibrahim Ibn Al- Aglab yang diberi otonomi wilayah oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid di Tunisia. Tujuan didirikannya ialah untuk meredam meluasnya kekuasaan Rustamiyah agar tidak meluas ke Timur[4]. Dinasti ini dilenyapkan oleh Dinasti Fatimiyah ketika menguasai ibukota Sijilmasa dengan mengalahkan penguasa terakhir Ziadatullah Al-Aglabi III tahun 909 M.[5]
  3. Dinasti Ibnu Toulun didirikan oleh Ahmad Ibn Toulun yang semula ditugaskan oleh penguasa Abbasiyah sebagai penguasa Mesir.
  4. Dinasti Ikhshid didirikan Muhammad Ibn Tughuz di Turki. Nama ikhshid diberikan oleh khalifah Al-Razi. Penguasa terakhir dari dinasti ini yaitu Abul Fawaris Ahmad yang dikalahkan oleh Jauhar, penglima perang dari dinasti Fatimiyah.

C.    Islam di Andalusia (Spanyol)
Nama lengkapnya adalah Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghasin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau. Ia  merupakan putra suku Ash-Shadaf, suku Barbar, penduduk asli daerah Al-Atlas, Afrika Utara. Ia lahir sekitar tahun 50 Hijriah. Ia adalah salah seorang Panglima Perang Islam pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik atau al-Walid I (705-715 M) dari bani Umayah.
Pada bulan Rajab 97 H atau Juli 711 M, ia mendapat perintah dari Gubernur Afrika Utara, Musa bin Nusair untuk mengadakan penyerangan ke semenanjung Andalusia (Semenanjung Iberia yang sekarang meliputi negara Spanyol dan Portugis). Bersama 7.000 pasukan yang dipimpinnya, Thariq bin Ziyad menyeberangi selat Gibraltar (berasal dari kata “Jabal Thariq” yang berarti “Gunung Thariq”) menuju Andalusia. [6]
Setelah armada tempur lautnya mendarat di pantai karang, ia berdiri di atas bukit karang dan berpidato. Ia memerintahkan anak buahnya untuk membakar kapal-kapal yang membawa seluruh awak pasukannya, kecuali kapal-kapal kecil yang diminta pulang untuk meminta bantuan kepada khalifah. Dalam pidatonya, ia mengatakan, “Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya dua pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini serta mengembangkan Islam, atau kita semua binasa (syahid)."
Pidato ini berhasil membakar semangat jihad pasukannya. Mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur pasukan kerajaan Visigoth, Spanyol, di bawah pimpinan Raja Roderick. Atas pertolongan Allah swt, 100.000 pasukan Raja Roderick tumbang di tangan pasukan muslim. Raja Roderick pun menemui ajal di medan pertempuran ini.
Sejak saat itu, satu per satu kota-kota di semenanjung Andalusia diduduki pasukan Thariq bin Ziyad, seperti Toledo, Elvira, Granada, Cordoba, dan Malaga. Lalu dilanjutkan Zaragoza, Aragon, Leon, Asturia, dan Galicia. Dan penyebaran Islam ke Eropa pun dimulai dari Andalusia.[7]
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemenangan Islam saat itu adalah faktor eksternal dan internal. Faktor eksternalnya yaitu suatu kondisi yang ada dalam tubuh negeri  Andalusia (Spanyol) itu sendiri. Kondisi sosial, politik dan ekonomi yang sangat menyedihkan pada saat penaklukan. Wilayah Andalusia terbagi menjadi beberapa negeri kecil, dan saat itu penguasa Ghotic tidak toleran terhadap penganut agama lain. Dalam situasi ini kaum tertindas menanti kedatangan juru selamat yang mereka temukan dari Islam. Disisi lain kerajaan juga dalam kemelut yang menyebabkan penderitaan pada rakyat. Kondisi terburuk dialami pada saat pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terahir yang dikalahkan Islam. Sedangkan faktor internalnya yaitu suatu kondisi yang terdapat dalam penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para prajurit Islam yang ikut berjuang dalam penaklukan Andalusia. Juga ajaran Islam yang mengajarkan toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong yang tercermin dalam jiwa kaum muslimin yang ahirnya membawa Islam diterima disana.[8]

D.    Perkembangan Islam di Spanyol
Sejarah panjang yang dilalui Umat Islam di Spanyol ini dapat dibagi menjadi enam periode, dimana tiap periode mempunyai corak pemerintahan dan dinamika masyarakat tersendiri.

1.      Periode Pertama (711-755 M).
Periode ini Spanyol dipimpin oleh para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini keadaan politik Spanyol belum stabil, gangguan dari dalam muncul akibat adanya peselisihan diantara elit penguasa akibat perbedaan etnis dan golongan, disamping itu terdapat juga perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling pantas memimpin Spanyol.
Sedang gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam Spanyol yang tinggal di pegunungan-pegunungan, setelah berjuang lebih dari 500 tahun mereka mampu mengusir islam dari Spanyol. Dalam periode ini Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan dibidang peradaban dan budaya. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd Al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138H/755H.[9]
2.      Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abdurrahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Kemajuan yang tercapai dalam periode ini diantaranya Abdurrahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah di kota-kota besar Spanyol.
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara mulai terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan.  Namun gangguan politik yang paling serius datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[10]
3.      Periode Ketiga (912-1013 M)
Dimulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar An-Nasir sampai munculnya "raja- raja kelompok" yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaij. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu Abdurrahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah Baghdad. Abdurrahman al-Nashir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Ibn Amir di tunjuk khalifah pemegang kekuasaan secara mutlak. Ia berhasil melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Setelah ia wafat digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.[11]
4.      Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Pada periode ini orang-orang kristen mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.[12]
5.      Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih exsis, terpecah dalam beberapa negara. Namun terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Dalam gerakannya itu, ia memadukan antara dakwah dengan akidah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun.
Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Untuk mendirikan pemerintahannya, ia melakukan perlawanan militer terhadap dinasti Murabithun dan merumuskan sebuah ideologi baru yang berseberangan dengan ideologi pemerintah sebelumnya. Ia sangat menggemari filsafat, dan membenci tasawuf pada saat dinasti Murtabithun sangat mengagungkan dua hal itu. Ia sangat anti Qias dalam berfikih dan ilmu kalam, dimana metode itu merupakan acuan para fuqoha' dan mutakalim dinasti Murabithun dan negara-ngera yanga ada di timur Islam. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan  tetapi pada tahun 1212 M Muwahhidun mengalami kemunduran, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuatan Islam.[13]
6.      Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Kekuasaan Islam di Spanyol berahir tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggal Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.[14]

E.     Pengaruh Peradaban Islam di Eropa
Penaklukan Islam atas Spanyol telah mengubah kondisi Spanyol secara umum. Penaklukan Islam telah berhasil menlenyapkan bangsa Ghatia dan berbagai pengaruhnya dari negeri tersebut sehingga bangsa Ghatia tidak lagi memiliki kekuatan, mereka berhasil melarikan diri ke pegunungan Jaliqiah yang terletak di barat laut Spanyol. Kerajaan dan harta kekayaan mereka telah berpindah tangan kepada bangsa Arab sebagai penakluk. Sejumlah besar dari penduduk lapisan bawah telah beralih menjadi pemeluk Islam yang taat. Perhatian mereka kini beralih terhadap Islam dari kehidupan masa lalu di bawah para pemimpin yang tidak pernah memperhatikan dan mengubah nasib buruk mereka serta kehidupan yang penuh penindasan dan perampasan terhadap rakyatnya. Dengan masuknya Islam ke Spanyol, merubah tatanan baru dan pencerahan terhadap bangsa Eropa dengan sebuah peradaban baru yakni peradaban Islam yang dibawa oleh bangsa Arab dan masuk melalui Spanyol. Karenanya, sulit dipungkiri kemajuan Eropa tidak bisa dilepaskan dari pemerintah Islam di Spanyol.
Bukti adanya peradaban Islam di Eropa dapat dilihat dengan berbagai buku yang diterjemahkan dari bahasa arab ke bahasa latin, bahasa Thalia dan Ibrani. Hal ini menunjukan majunya keilmuan Islam dengan segala cabangnya. Ibnu Sina dan Razi menjadi referensi kuliah kedokteran di Paris bahkan lebih dari itu teori-teori Ibnu Khaldun yang menjadi peletak dasar ilmu sosial masih dikenal di kampus-kampus Eropa sampai sekarang.
Bukti lain dari pengaruh peradaban Islam di Eropa adalah kata yang berasal dari bahasa Arab dan masih digunakan sampai sekarang. Bukti ini bisa dikatakan yang paling besar pengaruhnya di bangsa Eropa, kalimat-kalimat bahasa Arab ini dapat dijumpai dalam bahasa Spanyol, Portugis, Italia dan lainnya.[15]

F.     Kesimpulan
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Melewati beberapa periode kepemimpinan  dari awal masuknya Islam di Afrika Utara sampai jatuhnya kembali wilayah kekuasaan Isalm ke tangan Eropa. Dari Afrika Utara mereka melangkah ke Spanyol dan menguasai wilayah-wilayah Muslim yang berpusat di Seville dibawah pimpinan Abdul Mu’min.
Walaupun akhirnya Islam terusir dari negeri Spanyol, tetapi Islam telah membidangi gerakan kebangkitan di Eropa, yaitu kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula dari Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M.



[1]Ira.M.Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999) hal.562
[2] Ibid., hal. 629
[3] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Jogjakarta: Pustaka Book Publiser, 2007) hal.183
[4] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997) hal.111
[5] M. Abdul Karim, Sejarah., hal. 188
[6] http://faisalman.wordpress.com/2008/08/05/menyusuri-jejak-islam-di-andalusia/
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal.91
[9] Ibid., hal. 93
[10] Ibid., hal. 94
[11] Ibid., hal. 96
[12] Ibid., hal. 97
[13] Ibid., hal. 98
[14] Ibid., hal. 99
[15] http://fahmirusydi.multiply.com/journal/item/8
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

1 komentar:

Write komentar
August 11, 2016 at 8:54 PM delete

bagus info nya
terus update info lain nya

Reply
avatar

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar