Hadis tentang takut kepada Allah

Admin Wednesday, December 15, 2010

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, atas kucuran karunia yang tiada habisnya, serta limpahan anugerah yang senantiasa penulis temukan di setiap ayat-ayatNya, sehingga penulisan makalah hadis sebagai tugas Ujian Akhir Sekolah (UAS) mata kuliah Hadis I bisa terselesaikan dengan baik.
Penulisan makalah ini merupakan satu dari sekian banyak kegiatan akademik yang ditugaskan dalam rangka memacu “kreativitas serta ketajaman analisis” terhadap dinamika kajian hadis khususnya dalam proses ekploitasi ma’ani al hadis. Penulisan makalah dilakukan oleh semua mahasiswa semester II Jurusan Tafsir dan Khusus jalur khusus Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan dikerjakan secara individual.
Penulis sampaikan banyak terima kasih kepada Bapak M. Yusuf selaku pengampu mata kuliah terkait atas bimbingan yang diberikan dalam proses penulisan makalah, kepada ikhwan dan akhawat penulis yang bersumbangsih besar dalam mendampingi proses penulisan, serta semua pihak yang membantu penulis menyelesaikan tugas termaksud.
Besar harapan penulis, semoga hasil penulisan yang masih sangat jauh dari kata sempurna ini, dapat diambil ibroh serta pelajarannya oleh segenap civitas akademika Fakultas Ushuluddin khusunya jurusan Tafsir Hadis, juga oleh seluruh pihak yang ber”kepentingan” dengannya.

Yogyakarta, 2 Juni 2008 M


Penulis
Daftar isi
Kata pengantar……………………………………………………………………    1
Daftar isi……………………………………………………………………..........   2

BAB I Pendahuluan ……………………………………………………………...   3
BAB II Pembahasan……………………………………………………………...    4
Hadis tentang takut kepada Allah…………………………………………..   4
Tahqiq al hadis……………………………………………………………..     4
Ma’na jumly………………………………………………………………..     5
Ayat Al Qur’an yang semakna …………………………………………….    6
Takut kepada Allah bagian dari iman………………………………………    8
Mereka yang beriman sempurna takut kepada Allah………………………     8
Keutamaan takut kepada Allah……………………………………………..   9
Meneladani Takutnya para salaf al shalih…………………………………..    10
Menjadi seorang yang khoif billah…………………………………………     11
BAB III Kesimpulan dan penutup………………………………………………… 15

Daftar Pustaka
















BAB I
Pendahuluan
Seorang ahli mengisyaratkan bahwa “Islam adalah seperti pokok kayu, rukun Iman adalah akarnya, sedang rukun Islam adalah batang, daun, rantingnya.[1]”. Tasybih semacam ini tidaklah berlebihan, mengingat memang benar, Islam terdiri dari dua unsur yang tidak bisa dipisahkan. Ia berdiri di atas enam kepercayaan dasar sebagai fundament (akar) agama, disertai dengan lima sakramen sebagai pengokoh, penghias, serta pengukuh enam kpercayaan dasar tadi.
Dalam aplikasinya, keberadaan iman sebagai salah satu dari kedua hal penting tersebut sering di anak tirikan pemahamannya. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh melekatnya sifat yang abstrak pada ranah keimanan. Sehingga ia menjadi sesuatu yang tidak kentara.
Sebagai bagian dari sebuah komunitas yang menyebut diri mereka “muslim”, konsep – konsep semisal khouf billah, tawakkul ‘ala allah, dan lain sebagainya pastilah tak lagi asing bagi kita. dalam kehidupan sehari – hari. Bukan hanya pemahaman yang haq tentangnya yang harus kita miliki, akan tetapi tindakan normatif-aplikatif tentang ragam konsep tersebut harus pula dilaksanakan.
Takut kepada Allah, adalah satu dari sekian banyak konsep keimanan yang disebutkan di atas. Pembahasan takut kepada Allah akan selalu menjadi tema yang up to date, dikarenakan posisinya yang sakral dalam ke”Islam”an seorang muslim. Terlebih jika dikaitkan dengan kondisi sekarang yang semakin semrawut. 
Karenanya tulisan ini disusun. Dengan tetap berpegang teguh kepada kyakinan penulis bahwa “Dialah Allah yang maha mengetahui segala, yang mengetahui apa yang telah terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi mulai awal hingga akhir[2]”.akan dipaparkan beberapa hal tentang konsp al khouf billah, sesuai dengan pemahaman penulis tentangnya.
Wallahu a’lamu bi al shawab




BAB II
Pembahasan
Hadis tentang salah satu jenis takut kepada Allah
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ سُوَيْدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدِيثَيْنِ أَحَدَهُمَا عَنْ نَفْسِهِ وَالْآخَرَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ فِي أَصْلِ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ وَقَعَ عَلَى أَنْفِهِ فَقَالَ لَهُ هَكَذَا فَطَارَ
“Berkata kepada kita Abu Mu’awiyah, tlah bercrita Al A’masy dari Ibrahim al taimy dari al harits bin suwaid, telah berkata kepada kami ‘Abdullah dua hadis, yang satu berasal dari dirinya sendiri (mauquf pen.)dan yang satunya lagi dari Rasulullah SAW (marfu’pen.) berkata ‘Abdullah : sesungguhnya seorang mukmin ketika melihat dosa-dosanya, maka ia melihat seakan-akan dirinya berada di kaki sebuah gunung, ia takut jika gunung itu ditimpakan di atasnya, dan sesungguhnya orang yang fajir ketika ia melihat dosanya, mka ia melihatnya seperti lalat yang berada di atas hidungnya, seperti ini rasulullah berkata kepadanya, kemudian lalat itu terbang.”

Tahqiq al hadis
Hadis termaksud dapat ditemukan di Musnad Ahmad dengan nomor hadis 3446, disebutkan 18 kali dalam al kutub al tis’ah dengan pengulangan atau 11 kali dengan tanpa pengulangan.
Walaupun hadis tersebut berderajat mauquf  tetapi masih termasuk kategori yuhtajju bihi. Kesimpulan ini trindikasikan dari qorinah-qorinah yang menguatkannya. Diantaranya, bahwa secara keseluruhan hadis ini diriwayatkan oleh ruwwat yang shahih dan hasan(hanya ada satu jalur yang diriwayatkan rawi dha’if) dan bahwa sahabat yang jalur hadis berhenti pada namanya (‘Abdullah) mengklaim bahwa hadis ini berasal dari nabi SAW.
Untuk memperkuat tahqiq hadis, brikut disertakan bagan sanad al hadis sesuai dengan yang termaktub di al kutub al tis’ah.

Ma’na jumly
Garízah diniyyah adalah satu-satunya hal yang merupakan batas pemisah antara makhluk Tuhan yang disebut manusia dan makhlukNya yang dinamakan binatang.[3]Dengan insting beragama (naluri taat dan patuh kepada Allah) ini, manusia menjadi makhluk yang pada dasarnya mengakui bahwa “Dialah Allah yang maha perkasa yang tak satupun kekuatan dapat mengalahkannya dan tak ada kekuatan di alam semesta ini yang mampu menghalangi kehendakNya[4].”
Hadis yang disebut dalam makalah ini, juga berkaitam erat dengan kenyataan tersebut. Rasulullah sebagai imam al mu’minin, mengingatkan umatnya agar senantiasa menjaga gharizah diniyyah basyariyyah yang mereka miliki. Beliau mengumpamakan seorang yang diliputi dengan iman yang kuat, akan melihat dosa-dosanya dengan takut, khawatir jika dosa-dosanya yang banyak tersebut berakibat buruk baginya (ditimpakan di atasnya).
Ketakutan semacam ini adalah salah satu bentuk ketakutan kepada sang kholiq. Yaitu ketakutan dengan penuh penghormatan dan penyerahan diri agar terbebas dari murka Allah akibat perbuatannya. Seorang mukmin seperti yang digambarkan oleh hadis tersebut akan terus merasa bahwa dosanya terlampau banyak, sehingga ketakutannya kepadaNya akan membawanya menuju penghambaan yang sebenarnya.
Sebaliknya, dalam hadis tersebut diceritakan, bahwa seorang pendosa tidak akan prnah mrasa takut kepada Allah, sehingga dosanya baginya tak lebih seperti seekor lalat yang hinggap dan pergi begitu saja darinya. Na’udzu billah

Ayat Al Qur’an yang semakna
Di dalam al qur’an pun banyak sekali ayat-ayat Allah yang membicarkan keutamaan takut kepada Allah. Kesemuanya pada intinya sama, yaitu menyerukan kalimah al haq lewat seruan agar kaum muslimin senantiasa menyibukkan dirinya dengan merasa takut kepada Allah, tentu saja takut yang berdasarkan ketaatan dan kepatuhan, bukan semata-mata takut karena kemurkaan Allah.
Ayat-ayat itu di antaranya :
“Alloh ridla terhadap mereka dan mereka pun ridla kepadaNya. Demikian itu bagi siapa saja yang takut kepada RabbNya (QS. Al-Bayyinah:8)
ô( zÓÅ̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã 4 y7Ï9ºsŒ ô`yJÏ9 zÓÅ´yz ¼çm­/u ÇÑÈ 
Alloh memerintahkan khauf , dan menjadikannya syarat iman. “Dan takutlah kalian kepadaKu, jika kalian benar-benar beriman. (QS. Ali Imran: 175).
 Èbqèù%s{ur bÎ) LäêZä. tûüÏZÏB÷sB ÇÊÐÎÈ  
 “Siapa saja yang taat kepada Allah dan rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS an-Nur [24]: 52)
`tBur ÆìÏÜム©!$# ¼ã&s!qßuur |·øƒsur ©!$# Ïmø)­Gtƒur y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrâͬ!$xÿø9$# ÇÎËÈ  
Wayaskhsyallâh wayattaqhi (takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya). Menurut al-Asfahani, kata khasyah berarti khauf (takut) yang disertai dengan ta‘zhîm (pengagungan). Kebanyakan sikap tersebut didasarkan pada pengetahuan terhadap perkara atau pihak yang ditakuti itu. Oleh karena itu, khasyah kepada Allah Swt. dikhususkan bagi ulama sebagaimana disebutkan dalam QS Fathir [35]: 28.10, sedang Al-Jazairi menjelaskan bahwa takut kepada Allah Swt. adalah takut yang disertai pengetahuan, lalu meninggalkan larangan dan menahan diri dari apa yang disenangi.[5]
Adapun at-taqwâ berasal dari kata wiqâyah. Makna at-taqwâ secara bahasa adalah menjadikan diri terlindung dari segala yang menakutkan. Karena itu, perasaan takut kadangkala juga disebutkan dengan kata takwa.
Menurut kebanyakan mufassir, antara yakhsya dan yattaqi terdapat kesamaan, yakni sama-sama takut terhadap perbuatan dosa. Bedanya, jika kata yakhsya menggambarkan sikap takut terhadap dosa-dosa yang telah lalu maka kata yattaqi takut terhadap dosa-dosa pada masa yang akan datang.[6]
Ayat lainnya adalah :
tbqèù$sƒs Nåk®5u `ÏiB óOÎgÏ%öqsù tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrãtB÷sム) ÇÎÉÈ  
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (QS Al-Nahl, 16: 50)
Bahkan Dalam al Qur'an, Allah memberikan contoh yang akan membantu kita meraih pemahaman yang lebih baik akan hal-hal ini, dan menarik perhatian kita kepada macam ketakutan yang paling diridaiNya, firmanNya :
öqs9 $uZø9tRr& #x»yd tb#uäöà)ø9$# 4n?tã 9@t6y_ ¼çmtF÷ƒr&t©9 $Yèϱ»yz %YæÏd|ÁtFB ô`ÏiB ÏpuŠô±yz «!$# 4 šù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $pkæ5ÎŽôØtR Ĩ$¨Z=Ï9 óOßg¯=yès9 šcrã©3xÿtGtƒ ÇËÊÈ  

“Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qu'ran kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS Al-Hasyr, 59: 21)
Sebagaimana dikatakan ayat di atas, ketakutan orang yang beriman mendalam kepada Allah itu kuat dan dalam. Ketakutan kepada Allah yang sangat kuat dirasakan mereka yang beriman sempurna sama sekali tidak menekan sebagaimana ketakutan palsu yang dialami mereka yang hidup tidak dengan nilai-nilai Qur'an. Ketakutan itu jenis ketakutan yang didasarkan pada penghormatan akbar dan cinta mendalam yang menyebabkan mukmin bersetia kepada Allah, Pencipta dirinya. Ini ketakutan yang memberi manusia semangat, kegembiraan, dan ketabahan. Ini, lebih lagi, jenis ketakutan yang membuat manusia menghindari perbuatan apa pun yang tidak disukai Allah. Ini ketakutan yang menghentak mukmin agar terlibat dalam perbuatan baik, mengilhaminya dengan akhlak mulia yang dianjurkan Islam dan karena itu, merupakan perasaan yang memberikan “kepuasan batiniah”. Ketakutan ini dapat dirasakan hanya melalui cinta mendalam yang dimiliki orang kepada Allah. Mereka yang beriman mencintai Allah sebanyak mereka takut kepadaNya. Kedua sikap ini bersanding bersisian di hati mukmin dan menetap sebagai dua tanda penting iman yang sempurna.

Takut kepada Allah bagian dari iman
Kesimpulan penulis di atas bukannya tanpa dasar dan landasan. Seorang mukmin yang kyat Imannya, pastilah merealisasikan khouf dalam setiap perbuatannya. Logikanya, tak mungkin seseorang mau bersusah – susah menjalankan perintah Allah, jikalau dalam hatinya tidak terdapat keimanan yang diliputi perasaan takut penghambaan yang sangat, perasaan cinta yang mendalam serta keikhlasan dan keridhaan yang hakiki.
Khouf sebagai bagian dari iman adalah cambuk Allah swt untuk menggiring hamba-hambaNya menuju ilmu dan amal agar mereka mendapatkan kedekatan dengan Alloh. Sebagaimana iman, Khouf mencegah diri dari perbuatan maksiat dan mengikatnya dengan bentuk-bentuk ketaatan. Kekurangan khouf akan mengakibatkan kealpaan dan keberanian untuk berbuat dosa. Sebaliknya terlalu berlebihan dalam khouf akan menyebabkan putus asa putus harapan.
Khouf kepada Alloh swt bisa lahir dari ma’rifah kepadaNya. atau dari perasaan banyaknya dosa yang telah diperbuat oleh seorang hamba. Senada dengan pesan di atas, apa yang pernah disampaikan oleh Yahya bin Mu’adz: “Jika seorang mukmin melakukan suatu kemaksiatan, ia pasti menindaklanjutinya dengan salah satu dari dua hal yang akan menghantarkannya ke surga; takut akan siksa dan harapan akan ampunan.”

Mereka yang beriman sempurna takut kepada Allah
Allah berfirman dalam (QS Al-Anbiya, 21: 28)
Ÿwur šcqãèxÿô±o žwÎ) Ç`yJÏ9 4Ó|Ós?ö$# Nèdur ô`ÏiB ¾ÏmÏGuŠô±yz tbqà)Ïÿô±ãB ÇËÑÈ  
“… mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.”. Mereka yang beriman sempurna yang meresapi keagungan, kekuatan dan kebijaksanaan abadi Allah, merasakan “takut penuh hormat” kepada Tuhan kita, hingga Allah pun meridhai mereka.
 Dengan selalu mengingat ayat Qur'an,
(#qà)¨?$$sù ©!$# $tB ÷Läê÷èsÜtFó$# ……… ÇÊÏÈ  
“Maka, bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…” (QS Al-Taghabun, 64: 16), mereka tidak menetapkan batas bagi ketakutan mereka. Setiap peristiwa yang mereka temui, semua yang mereka lihat di sekeliling, menarik mereka mendekat kepada Allah dan memperdalam keimanan dan juga ketakutan mereka.
Apa yang membuat mereka yang beriman sempurna takut kepada Tuhannya adalah penghargaan selayaknya mereka kepadaNya. Allah itu al-Qahhar (Maha Penakluk, Dia Yang, dengan Kekuatannya, mengalahkan apa pun yang Dia ciptakan dengan Kekuasaan dan KekuatanNya), al-Mu'adhdhib (Penyiksa), al-Muntaqim (Pembalas), as-Sa’iq (Dia Yang mendorong ke neraka), al-Muthil (Dia Yang merendahkan atau memperhinakan siapa pun yang Dia kehendaki). Mukmin, yang sadar akan sifat-sifat Allah ini, mengetahui bahwa Dia dapat menimpakan bentuk hukuman apa saja kepada siapa saja kapan pun Dia kehendaki. Mereka sadar bahwa hanya mereka yang menjalankan kewajiban dapat diselamatkan dari hukuman ini. Karena alasan ini, mereka takut tidak kepada siapapun kecuali Allah, Yang Maha Kuat.

Keutamaan takut kepada Allah
Jika seseorang telah takut kepada Allah dengan sebenarnya, maka ia akan mencintai Allah lebih daripada siapa pun dan apa pun, inilah keutamaan pertama al khouf billah. Karena orang yang takut kepadaNya adalah yang selalu mengingat kebesaran dan kemaha perkasaannya, dan sering mengingat Allah menandakan cinta kepadaNya dan Diapun juga mencintainya.[7]
Kemudian, takut kepadaNya juga akan menjadikan hamba tersebut  tidak mengangkat tuhan-tuhan lain selainNya. Karena ia mengetahui dengan pasti bahwa tidak ada yang mesti ditakuti selain Allah, sehingga tidak ada pula yang harus di-hamba-i selain Allah semata,”Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun denganKu. (QS Al-Nur, 24: 55)

Meneladani Takutnya para salaf al shalih
Ada banyak kisah serta riwayat mengenai generasi terdahulu yang sering kita sebut dengan al salaf al salí. Bagaimana ketakutan mereka menghiasi hidup mereka. Abdullah bin as-Syikhiir meriwayatkan bahwa Rasulullah saw jika memulai sholat terdenagrlah dari dada beliau gemuruh seperti suara air yang mendidih dalam bejana.
Abu Bakr as-Shiddieq pernah berkata, “Duhai, seandainya aku adalah sehelai rambut yang tumbuh di tubuh seorang mukmin.”# Adalah beliau bila berdiri sholat, tak ubahnya seperti sebatang kayu (tidak bergerak) karena takut kepada Alloh swt.
Diceritakan juga bahwa Umar bin Khatthab pernah membaca surat at-Thuur. Ketika sampai pada ayat:
¨bÎ) z>#xtã y7În/u ÓìÏ%ºuqs9 ÇÐÈ  
”Sungguh, adzab Rabbmu pasti benar-benar terjadi. (QS Ath-Thuur : 7), beliau menangis hebat sampai beliau sakit, dan pada wajah beliau ada dua garis hitam lantaran banyak menangis. Abdullah bin ‘Abbas berkata menghiburnya“ Allah telah meramaikan berbagai kota dan membukakan berbagai negri dengan tanganmu.” Mendengar itu Umar berkata, “Aku ingin kalau bisa meninggalkan dunia ini tanpa pahala dan tanpa dosa.”
Kisah lainnya, suatu pagi, seusai melaksanakan sholat shubuh, dengan bermuran durja dan membolak-balikkan telapak tangannya, ‘Ali bin Abu Thalib berkata, “Sungguh aku pernah melihat para sahabat Nabi. Pada hari ini aku tidak melihat sesuatu pun yang nenyerupai mereka. Di pagi hari mereka nampak kusut, pucat dan berdebu. Di antara dua mata mereka seperti ada lutut kambing. Mereka menghabiskan malam dengan bersujud dan berdiri membaca ayat-ayat Alloh swt. Gerakan mereka hanyalah antara kening dan kaki. Bila pagi tiba mereka pun berdzikir kepada alloh swt, bergemuruh seperti pepohonan tertiup angin yang kencang. Mata mereka bercucuran air mata sampai-samaoai pakaian mereka basah karenanya. Demi alloh hari-hari ini sepertinya aku menghabiskan malam bersama kaum ini dalam keadaanlalai.” Lantas beliau berdiri dan sejak itu beliau tidak pernah kelihata tertawa sampai dibunuh oleh Ibnu Muljam.
Begitulah gambaran dari ketakutan al salaf al shalih kepada Allah, ketakutan yang diiringi dengan taqwa dan kepatuhan menjalani penghambaan kepadaNya. Seseorang bercerita tentang sorang tokoh Sufi besar, Hasan al-Bashriy, “jika ia datang, seakan-akan ia datang dari menguburkan teman karibnya. Jika ia duduk, seakan-akan ia adalah seorang tawanan yang akan dipenggal lehernya. Jika berbicara tentang neraka, seakan-akan neraka itu hanya diciptakan untuknya.[8]
Abdullah bin Amr bin ‘Ash bertutur, “Menangislah ! Jika tidak bisa maka usahakan untuk menangis. Demi Alloh, jika salah seorang di antara kalian benar-benar mengerti, pastilah ia akan berteriak sekeras-kerasnya sampai hilang suaranya, dan akan sholat sampai patah tulang punggungnya.[9]

Menjadi seorang yang khoif billah
Menyadari bahwa “Sesungguhnya Allah lah pencipta langit dan bumi serta segala yang terkandung di dalamnya, dan Dialah satu-satunya yang berhak dijadikan tempat berlindung oleh hamba – hambaNya.[10]” seharusnya membawa kita menjadi pribadi yang takut kepada Allah.
Dalam makalah singkat ini akan dipaparkan beberapa hal (baca: tips) yang seyogyanya dikerjakan oleh mereka yang mengidamkan adanya sosok khoif billah dalam diri mereka.
1.Menjaga lisannya.
Seseorang yang takut kepada Allah mempunyai kekhawatiran atau ketakutan sekiranya lisannya mengucapkan perkataan yang mendatangkan murka Allah. Sehingga dia menjaganya dari perkataan dusta, ghibah (bergosip) dan perkataan yang berlebih-lebihan dan tidak bermanfaat. Bahkan selalu berusaha agar lisannya senantiasa basah dan sibuk dengan berdzikir kepada Allah, dengan bacaan Al Qur’an, dan mudzakarah ilmu.
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berbicara yang baik, atau (kalau tidak bisa) maka agar ia diam”.(HR. Al Bukhari dan Muslim).
2.Menjaga perutnya
Orang mukmin yang takut kepada Allah tidak akan memasukkan makanan ke dalam perutnya kecuali dari yang halal, dan memakannya hanya terbatas pada kebutuhannya saja. Firman Allah Ta’ala: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain diantara kamu dengan jalan yang batil”.(Al Baqarah: 188).
Memakan dengan cara batil ini ada dua jalan yaitu; Pertama dengan cara zhalim seperti merampas, menipu, mencuri, dll. Dan kedua dengan jalan permainan yng tidak halal seperti berjudi, taruhan dan lainnya. Harus senantiasa diingat bahwa harta yang diperoleh dengan cara haram selamanya tidak akan menjadi baik/suci sekalipun diinfaqkan di jalan Allah.
3. Menjaga tangannya
Orang mukmin yang takut kepada Allah akan menjaga tangannya agar jangan sampai dijulurkan kepada hal-hal yang diharamkan Allah,  melainkan selalu menggunakan tangannya untuk melakukan ketaatan, seperti bershadaqah, menolong orang lain (dengan tangannya), dan perbuatan-pebuatan terpuji lainnya, karena dia takut di akhirat nanti tangannya akan berbicara di hadapan Allah tentang apa yang pernah dilakukan-nya, sedangkan anggota badannya yang lain menjadi saksi atasnya.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
tPöquø9$# ÞOÏFøƒwU #n?tã öNÎgÏdºuqøùr& !$uZßJÏk=s3è?ur öNÍkÉ÷ƒr& ßpkôs?ur Nßgè=ã_ör& $yJÎ/ (#qçR%x. tbqç6Å¡õ3tƒ ÇÏÎÈ  
Artinya: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”.(Yasin: 65).
Dengan senantiasa mengingat bahwa “Dia memiliki semua kekuatan, Allah dapat mengatasi segala dan tak ada satupun yang dapat menyentuhNya. Bahwa dengan kekuatanNya yang kekal Ia melihat kepada keberlangsungan makhluk dan melindungi makhluk – makhluk itu serta membimbing perbuatan mereka.[11] Menjaga tangan kita dari kema’shiyatan adalah harga mati yang tak bisa ditawar lagi.
4. Menjaga penglihatannya
Penglihatan merupakan nikmat Allah Ta’ala yang amat besar. Orang yang takut kepada Allah selalu menjaga pandangannya dan merasa takut apabila memandang sesuatu yang diharamkan Allah
5.Menjaga pendengarannya
Ini perlu kita renungi bersama, sehingga seorang mukmin akan selalu menjaga pendengarannya untuk tidak mendengarkan sesuatu yang diharamkan Allah. Firman Allah Ta’ala:
4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ  
Artinya: “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai tanggung jawabnya”. (Al Israa’: 36).
6. Pada kakinya
Seseorang yang takut kepada Allah akan melangkahkan kakinya ke arah ketaatan, seperti mendatangi shalat jama’ah, majlis ta’lim dan majlis dzikir. Dan takut untuk melangkahkan kakinya ke tempat-tempat maksiat serta menyesal bila terlanjur melakukannya karena ingat bahwa di hari kiamat kelak kaki akan berbicara di hadapan Allah, ke mana saja kaki melangkah, sedang bumi yang dipijaknya akan menjadi saksi. Firman Allah Ta’ala:
$¯RÎ) ß`øtwU ÌÓ÷ÕçR 4tAöqyJø9$# Ü=çGò6tRur $tB (#qãB£s% öNèdt»rO#uäur 4 ¨@ä.ur >äóÓx« çm»uZøŠ|Áômr& þÎû 5Q$tBÎ) &ûüÎ7B ÇÊËÈ  
Artinya: “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”. (Yaasin: 12)
7. Pada hatinya
Seorang mukmin akan selalu menjaga hatinya dengan selalu berzikir dan istighfar supaya hatinya tetap bersih, dan menjaganya dari racun-racun hati. Seorang mukmin akan takut jika dalam hatinya muncul sifat jahat seperti buruk sangka, permusuhan, kebencian, hasad dan lain sebagainya kepada mukmin yang lain.
Ia akan menjaga hatinya dari kesombongan, karena ia mengerti bahwa dimanapun, kesombongan akan mengakibatkan kekalahan dan kehinaan, dan bahwa sikap percaya diri yang berlebihan akan menjadi boomerang bagi pemiliknya[12].bahkan dengan selalu mengingat bahwa “orang yang selalu berada di atas seringkali kehilangan kepkaan hati sehingga tak jarang ia menjadi sombong, tinggi hati, anti-sosial dan mau menang sendiri.[13]” ia akan tetap bersahaja meskipun kedudukannya di masyarakat tinggi. Ingatlah bahwa Dia telah memberikan karunia dan kemuliaanNya kepada kita, janganlah menisbahkan semua itu kepada kita dan membesar-besarkan diri kita sendiri. Kemuliaan yang diberikanNya kepada kita adalah agar kita melihat sang pemberi kemuliaan itu yang sesungguhnya maha mulia[14].















BAB III
Kesimpulan dan Penutup
Apa yang penulis paparkan dalam makalah ini, pada intinya ingin menyampaikan bahwa " Bagaimanapun juga, kita harus bisa mendidik diri kita untuk senantiasa mengingat Allah, serta dapat memelihara hubungan yang baik denganNya.[15]” dan diantara cara yang paling baik agar kita senantiasa berdzikir kepadaNya dan senantiasa memelihara hubungan baik dengannya adalah dengan menjadi pribadi yang takut kepadaNya.
“Allah bukan hanya menciptakan kita, tapi di setiap detik dari kehidupan kita, Allah selalu menghubungi kita dengan berbagai macam nikmat dan rahmat.[16]” karenanya seyogyanya kita menjadi hamba yang taat kepadaNya. Ketakutan kita haruslah diarahkan hanya kepadaNya sehingga penghambaan dengan penuh kekhusy’an dapat kita realisasikan.
Ada banyak keutamaan dalam bersikap takut kepadaNya, baik keutamaan itu disbutkan dalam al Qur’an, hadis maupun cerita-cerita orang beiman disekitar kita
Menjadi pribadi yang takut kepaha Allah dapat diwujudkan jika kita mau menjaga lisan, anggota badan, serta hati kita untuk senantiasa taat dan patuh dalam melaksanakan kewajiban yang Ia tetapkan. Serta sabar dan tawakkal menghadapi cobaan dariNya.
Pada akhirnya, penulis menydari bahwa apa yang penulis paparkan dalam makalah ini masihlah banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya. Karenanya, sumbangsih pembaca berupa sran dan kritik sangat penulis harapkan



Yogyakarta, 2 Juni 2008 M


PENULIS




Daftar Pustaka
al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim, Tazkiyah an-Nafs; Konsep penyucian jiwa menurut para Salaf : Pustaka arafah Solo)
Al- Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, vol 3, 382. (tt: Nahr al-Khair, tt)
Al Jerrahi, Syeikh Rasun Bayrak, Asma’ alHusna, makna dan khasiat (Serambi Ilmu semesta : Yakarta, 2004)
Arifin, Bey, mengenal Tuhan (PT Bina Ilmu : Surabaya, 1994)
Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, vol. 9, 241Katsir Ibn, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, vol. 3 (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1997), 372.
Masyah, Syarif held, lewti musibah, raih kebahagiaan; mengubah bencana menjadi kekuatan ( Penerbit Hikmah : Yakarta, 2007)
Syadi’, Khalid Abu, ketika Allah berbahagia ( Gema Insani : Jakarta, 3003)
Yasin, Muhammad Na’im, yang menguatkan dan yang membatlkan iman, kajian rinci dua kalimah syahadah ( Gem Insani Press : Yakarta, 2001)
http://tausyiah275.blogsome.com/2006/10/21/tanda-tanda-takut-kepada-allah/30-05-08


[1] Bey Arifin, mngenal Tuhan (PT Bina Ilmu : Surabaya, 1994) hal 12
[2] Syeikh Rasun Bayrak Al Jerrahi, Asma’ alHusna, makna dan khasiat (Serambi Ilmu semesta : Yakarta, 2004) lihat hal 74
[3] Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, pola kehidupan manusia beriman (Penerbit Diponegoro : Bandung, 2002) hal 78
[4] Syeikh Rasun Bayrak Al Jerrahi, Asma’ alHusna, makna dan khasiat (Serambi Ilmu semesta : Yakarta, 2004) lihat hal 50
[5] Al- Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, vol 3, 382. (tt: Nahr al-Khair, tt)
[6] Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, vol. 3 (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1997), 372.
[7] Bey Arifin, mngenal Tuhan (PT Bina Ilmu : Surabaya, 1994) hal 252
# ungkapan ini bukanlah karena ia menyesali kehidupannya dan juga bukan merupakan sebuah ungkapan yang skeptis akan Ramat Allah, akan tetapi dikarenakan ketakutannya, Abu Bakar lebih memilih supaya dia tidak terlahir menjadi manusia (tetapi menjadi bulu saja) sehingga ia tidak ada peluang untuk berbuat dosa kepadanya
[8] Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Tazkiyah an-Nafs; Konsep penyucian jiwa menurut para Salaf : Pustaka arafah Solo) hal
[10] Muhammad Na’im Yasin, yng menguatkan dan yang membatlkan iman, kajian rinci dua kalimah syahadah ( Gem Insani Press : Yakarta, 2001) hal 21
[11] Syeikh Rasun Bayrak Al Jerrahi, Asma’ alHusna, makna dan khasiat (Serambi Ilmu semesta : Yakarta, 2004) hal 159
[12] Syarif held Masyah, lewti musibah, raih kebahagiaan; mengubah bencana menjadi kekuatan ( Penerbit Hikmah : Yakarta, 2007) hal 241
[13] Syarif held Masyah, lewti musibah, raih kebahagiaan; mengubah bencana menjadi kekuatan ( Penerbit Hikmah : Yakarta, 2007) hal 237
[14] Syeikh Rasun Bayrak Al Jerrahi, Asma’ alHusna, makna dan khasiat (Serambi Ilmu semesta : Yakarta, 2004) hal 239
[15] Bey Arifin, mngenal Tuhan (PT Bina Ilmu : Surabaya, 1994) hal 183
[16] Bey Arifin, mngenal Tuhan (PT Bina Ilmu : Surabaya, 1994) hal 18
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar