AL-MAUT DALAM AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Ayat-Ayat tentang Maut)

Admin Tuesday, December 21, 2010

AL-MAUT DALAM AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Ayat-Ayat tentang Maut)

Oleh: Khalilah Mukarromah
BAB  I
PENDAHULUAN
Kematian adalah ketentuan setiap makhluk yang ada, baik manusia, hewan, dan tumbuhan. Dalam al-Qur’an Allah berfirman  dalam Q.S. al-Ankabut : 57, yang artinya “ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan”. Walaupun mengenai waktu terjadinya kematian hanya Allah lah yang mengetahuinya, perlu lah kita untuk selalu waspada untuk mempersiapkan diri menunggu datangnya kematian.
 Bagi sebagian orang , kematian merupakan sesuatu yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Karena anggapan bahwa mereka akan berpisah dengan kesenangan hidup di dunia. Tetapi, pada hakekatnya tidaklah demikian, kematian yang sering diartikan dengan berpisahnya ruh dari jasad, sebenarnya merupakan salah satu tahapan menuju kehidupan yang abadi. Kematian yang difahami kebanyakan orang merupakan tahap yang berlangsung setelah adanya proses kehidupan di dunia. Tetapi, sebenarnya proses kehidupan itu memiliki beberapa tahap yang telah digambarkanNya dalam al-Qur’an dalam Q.S. al-Mu’min ayat 11 : “Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan Kami dua kali dan telah menghidupkan Kami dua kali (pula)” serta dalam Q.S. al-Baqarah ayat 28 yang artinya:”Mengapa kamu kafir kepada Allah, Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”.
Meskipun demikian, lafadz al-maut yang digunakan dalam al-Qur’an tidak hanya diartikan dengan berpisahnya ruh dari jasad, melainkan memiliki arti-arti lain secara majazi. Setidaknya ada lima makna yang dapat penulis kemukakan dalam makalah singkat ini , yang berdasarkan kitab “Mufradat fi Gharib al-Qur’an”. Pemahaman terhadap makna-makna yang dikandung dalam lafadz al-maut sendiri, merupakan salah satu hal yang penting dalam kaitannya dengan penafsiran al-Qur’an.  Karena lafadz-lafadz al-maut  datang dengan berbagai macam bentuknya dalam al-Qur’an. Untuk menambah pemahaman, penulis mencoba untuk memasukkan beberapa tafsiran terhadap beberapa ayat yang bersangkutan dengan lafadz al-maut. Selanjutnya, pemahaman terhadap hal yang kecil ini , diharapkan dapat lebih mendekatkan diri kita kepada sang Khalik, selaku pencipta manusia, pemberi kehidupan dan sekaligus pencabut nyawa . Karena hanya kepadaNya lah kita semua akan kembali.
B. Rumusan Masalah
Pembahasan lafadz “al-maut” beserta macam-macam bentuknya dalam al-Qur’an tentunya membutuhkan  penjelasan yang panjang lebar. Untuk mempertahankan wilayah kajian pembahasan, maka penulis membatasinya dalam poin-poin di bawah ini:
1.      Apa saja makna-makna lafadz “al-maut” dalam al-Qur’an menurut “Mu’jam alfadzi al-Qur’an al-Karim”?
2.      Bagaimana penafsiran terhadap lafadz-lafadz “al-maut” menurut tafsir al-Khazin?
3.      Bagaimana penggambaran al-Qur’an tentang kematian?













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Makna  Lafadz الموت   menurut Mufradat Alfadzi al-Qur’an al-Karim. [1]
Berdasarkan kitab “Mufradat fi Gharibil Qur’an” Lafadz الموت dalam al-Qur’an mempunyai beberapa makna yang akan dijelaskan dibawah ini dengan sedikit penjelasan dari tafsir al-khazin, diantaranya adalah:
1)      Mati karena hilangnya kekuatan namiyah (tidur) yang ada pada manusia, hewan, dan tumbuhan.
19. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. dan seperti Itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur). (Q.S. ar-Ruum : 19 )
 Sesuatu yang hidup disini dipahami seperti adanya “nuthfah”(air mani) yang berasal dari manusia yang notabene adalah makhluk (sesuatu yang telah hidup), dan adanya makhluk (sesuatu yang telah hidup) tersebut tidak lain berasal dari “nuthfah”(air mani). Seperti halnya anak ayam yang keluar dari telur, dan telur sendiri keluar dari ayam. Selain itu , dalam keadaan yang hampir serupa, yakni (menghidupkan bumi sesudah matinya),kata mati yang digunakan merupakan penyebutan untuk tanah (bumi) yang tandus.atau perumpamaan yang lain, yakni Allah menjadikan orang yang mukmin setelah kekafirannya, dan menjadikan kafir setelah menjadi mukmin. Dimana keadaan kafir diidentikkan dengan “mati”, karena hati seseorang tersebut sedang tersesat dari hidayah Allah. Kematian yang dimaksudkan di sini merupakan keadaan mati sementara yang terjadi karena hilangnya kekuatan “namiyah”. Dan kemudian akan hidup kembali atas anugerah dan rahmat dari Allah s.w.t. 
. untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). seperti Itulah terjadinya kebangkitan.(Q.S. Qaaf : 11)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa bumi (tanah) yang tandus akan hidup ditumbuhi berbagai macam tumbuhan lagi dengan rahmat dari Allah s.w.t berupa air hujan, atau  kebangkitan manusia setelah kematiannya di alam kubur pada hari pembalasan atas kehendak Allah s.w.t. [2]

2)      Mati karena hilangnya kekuatan al-hasah (perasaan, pengetahuan).
23. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, Dia berkata: "Aduhai, Alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan".(Q.S.Maryam : 23)
Keadaan lemah yang dialami oleh Maryam , karena keadaan yang merasa lemah karena akan melahirkan dan menghadapi ejekan dan cercaan dari orang lain menyebabkannya berpikir bahwa mati adalah keadaan yang lebih baik dan aman.
66. dan berkata manusia: "Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?"(Q.S.Maryam : 66)
Ayat ini mengemukakan tentang pengingkaran orang kafir (Ubay  bin Khalaf al-Jamhi) terhadap hari kebangkitan. Keadaannya yang seperti itu diserupakan dengan keadaan  “mati”, karena hilangnya perasaan atau pengingkaran terhadap pengetahuan tentang penciptaannya , bahwa sesungguhnya Allah-lah yang telah menciptakannya .[3]

3)      Mati karena hilangnya kekuatan akal.
122. dan Apakah orang yang sudah mati[502] kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.(Q.S. Al-An’am : 122)
Penyebutan untuk “orang yang sudah mati” dalam ayat tersebut ditujukan untuk orang kafir. Hal tersebut karena orang kafir tidak mempunyai keimanan dalam hatinya. Padahal iman itulah yang akan menunjukkan seseorang ke jalan yang benar, kehidupan yang selamat, dan tujuan yang benar. Dikatakan juga bahwa “an-nuur” di atas adalah agama Islam, karena Islamlah yang telah mengeluarkan umat dari ke-jahiliyah-an, dan zaman kegelapan. [4]
           
4)      Mati dalam arti kehawatiran atau ketakutan.
17. diminumnnya air nanah itu dan hampir Dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi Dia tidak juga mati, dan dihadapannya masih ada azab yang berat.(Q.S. Ibrahim : 17)
Ayat ini menggambarkan adanya adzab bagi orang kafir, yakni siksa yang menyakitkan seperti datangnya kematian. Karena kematian bagi mereka adalah musibah, sesuatu yang mengkhawatirkan dan menakutkan.[5]
               
5)      Mati dalam arti tidur.
Mati mempunyai dua makna, yaitu tidur sebagai mati ringan ( al-maut al-khafif) dan mati dalam arti yang sebenarnya ( al-maut al-tsaqiil). Mati dalam arti tidur digambarkan dalam ayat-ayat di bawah:
42. Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.( Q.S.al-Zumaar:42)
Ayat ini menjelaskan bahwasanya Allah  menahan (memegang) nafs (jiwa atau roh-roh)  manusia dari dunia fana’ ketika telah tiba ajal manusia tersebut, dan kematian yang seperti ini merupakan kematian  jasad-jasad ( kematian yang sebenarnya). Sedangkan  jiwa (roh-roh) yang dimatikan Allah s.w.t ketika tidur itu adalah jiwa yang berhubungan dengan akal pikiran . Karena sebenarnya manusia itu mempunyai dua jiwa, yakni jiwa yang berhubungan dengan kehidupan dan akan terpisah ketika datangnya maut  dan akan hilang seiring dengan hilangnya kehidupan manusia tersebut dari dunia. Jiwa yang kedua adalah jiwa yang  berhubungan dengan akal pikiran, yang terpisah ketika tidur dan tidak akan hilang dengan hilangnya jiwa-jiwa (roh-roh).Maka ketika Allah menetapkan kematian seseorang, maka dia akan menahan roh-roh tersebut untuk tidak kembali kepada jasadnya. Dan dalam kondisi yang lain Allah akan melepaskan roh tersebut kembali kepada jasadnya, ketika kematian tidak ditetapkan atasnya, hingga datang saat ajal kematiannya.
Dikatakan juga bahwa sesungguhnya manusia itu mempunyai   nafs (jiwa), dan ruh. Ketika tidur keluarlah nafs (jiwa) dan tetaplah ruhnya . ‘Ali bin Abi Thalib berkata :” Ruh akan keluar  ketika tidur dan menetaplah nafs (jiwa) pada jasad. Kemudian, ketika manusia terbangun dari tidurnya , kembalilah ruh tersebut kedalam jasad  dengan segera. Dikatakan juga bahwa sesungguhnya ruh itu terdiri dari ruh yang hidup dan ruh yang mati, keduanya akan bertemu ketika tidur, , maka keduanya akan mengetahui apa yang dikehendaki Allah s.w.t, yakni ketika ruh tersebut ingin kembali pada jasadnya , maka Allah akan menahan ruh-ruh yang mati di sisi-Nya, dan melepaskan ruh – ruh yang hidup pada jasadnya hingga tiba masa kematiannya.   .
169. janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup[248] disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.(Q.S.Ali Imran : 169)
Sedangkan kehidupan setelah kematian itu sendiri , menempati suatu dimensi lain yang berbeda dengan dunia. Manusia yang dimatikan dari dunia, sejatinya hidup dalam dunia yang berbeda dengan kita. Mereka akan mendapatkan kenikmatan-kenikmatan dari Allah sebagai balasan atas amal baik yang mereka lakukan di dunia. Tentang bagaimana keadaan kehidupan tersebut, hanya  Allah-lah yan Mengetahuinya.[6]

B.     Mengenai Datangnya Kematian
1.   Kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindarkan diri terhadap resiko-resiko kematian . Sebagaiman firman Allah s.w.t yang artinya : Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154)
2.   Kematian akan mengejar siapapun , meskipun ia berlindung di balik benteng yang kokoh dan berlindung di balik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik yang ada di muka. Kematian juga dating tanpa mengenal tempat di mana kita berada.Meskipun kita berada pada benteng tinggi dan kokoh, dan jika mereka mendapatkan kebaikan , mereka.Sebagaiman firman Allah s.w.t yang artinya :Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan[319], mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun) . ( Q.S.an-Nisaa’,4: 78)
3.   Kematian akan mengejar siapapun , walaupun ia lari menghindar. Sebagaiman firman Allah s.w.t yang artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".) (Q.S. al-Jumu’ah , 62: 8)
4.   Kematian datang secara tiba-tiba. Sebagaiman firman Allah s.w.t yang artinya :  Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.  dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S. Luqmaan , 31: 34)
5.   Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat. Sebagaiman firman Allah s.w.t yang artinya : Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, Al-Munafiqun, 63:11)
6.   Al-Qur’an mensifati kematian sebagai nikmat yang di berikan Allah kepada orang-orang mukmin yang baik amalnya, Sebagaiman firman Allah s.w.t yang artinya :  janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup  disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.(Q.S.Ali Imran : 169). Tetapi kematian bersifat musibah bagi orang-orang kafir, karena mereka akan mendapatkan azab yang pedih, Sebagaiman firman Allah s.w.t yang artinya:  kalau kamu melihat ketika Para Malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri)  (QS Al-Anfal : 50).[7]
7.   Tafsiran dari para ulama bahwa kematian dan kehidupan  itu memiliki beberapa tahap,Kematian pertama terjadi ketika berada di alam rahim, sedangkan kematian kedua terjadi ketika manusia meninggalkan dunia fana. Kehidupan pertama dimulai ketika manusia mulai menghembuskan nafas di dunia, sedangkan kehidupan kedua terjadi ketika manusia dibangkitkan pada hari kiamat,  Sebagaiman firman Allah s.w.t yang artinya : . mengapa kamu kafir kepada Allah, Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?(Q.S.al-Baqarah : 28[8])

C.  Hikmah Adanya Ayat-Ayat Maut dalam al-Qur’an
Ø  Agama-agama samawi mengajarkan tentang adanya kehidupan setelah kematian. Kematian dianggap sebagai awal mula perjalanan manusia menuju kehidupan yang abadi dengan segala kenikmatan atau berbagai ragam siksaan dan kenistaan.
Ø  Kematian mempunyai peranan yang besar dalam memantapkan akidah serta menumbuhkembangkan semangat perjuangan pengabdian. Tanpa kematian , manusia tidak akan berpikir tentang apa sesudah kematian,dan tidak akan mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Rasulullah s.a.w bersabda “ Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan duniawi (kematian)
Ø   Al-Qur’an menerangkan tentang kehidupan yang dijelaskan bermacam-macam dan bertingkat-tingkat. Ada kehidupan tumbuhan, binatang, manusia, jin, dan malaikat. Sampai ke tingkat tertinggi yaitu kehidupan Yang Maha Hidup dan Pemberi kehidupan. Selain itu, terdapat kehidupan di dunia (al-hayat al-dunya) dan kehidupan di akhirat( al-hayah al-hayawan), yang bias dilalui setelah kematian.
Ø  Kematian sebagai berita gembira bagi orang-orang mukmin dengan segala amal kebaikan dan peringatan bagi orang-orang kafir.[9]
D.    PERBEDAAN LAFADZ “AL-MAUT” DENGAN “WAFAT”.
Lafadz “al-maut” dan al-wafat sama-sama bias dugunakan untuk makna tidur dan makna mati itu sendiri. Sebagaimana dalam ayat   
Karena kematian dalam al-Qur’an ditunjukkan dengan beberapa istilah, antara lain dengan  lafadz al-wafat dan imsak (menahan). Sedangkan perbedaan antara keduanya dapat dibandingkan dalam ayat Q.S. at-Taubah : 111. Lafadz “Aufaa” di sini berarti menepati janji.
 Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.[10]
Sedangkan perbedaan antara lafadz “mayyit” dengan lafadz “mauta” yakni, mayyit lebih menunjuk pada jasadnya orang yang meninggal, sedangkan mauta tertuju pada orang yang mau meninggal

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
§ Makna  Lafadz الموت   menurut Mufradat Alfadzi al-Qur’an al-Karim ada lima, diantaranya adalah:
a)      Mati karena hilangnya kekuatan namiyah (tidur) yang ada pada manusia, hewan, dan tumbuhan (Q.S. Qaaf : 11 ; Q.S. ar-Ruum : 19 ).
b)      Mati karena hilangnya kekuatan al-hasah (perasaan, pengetahuan). (Q.S.Maryam : 66 ; Q.S.Maryam : 23).
c)      Mati karena hilangnya kekuatan akal.(Q.S. Al-An’am : 122).
d)     Mati dalam arti kehawatiran atau ketakutan (Q.S. Ibrahim : 17.)
e)      Mati dalam arti tidur( Q.S.al-Zumaar:42; Q.S.Ali Imran : 169).
§ Mengenai Datangnya Kematian
a)      Kematian bersifat memaksa dan akan menghampiri siapa saja ((QS Ali Imran :154).
b)      Kematian tidak dapat dihentikan, walau kita berlindung di tempat yang kokoh, atau berlindung kepada dokter-dokter professional, dan akan datang tanpa mengenal waktu,dan tempat ( Q.S.an-Nisaa’: 78).
c)      Kematian akan mengejar siapapun , walaupun ia lari menghindar  (Q.S. al-Jumu’ah , 62: 8).
d)      Kematian datang secara tiba-tiba (Q.S. Luqmaan , 31: 34).
e)      Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat. (QS, Al-Munafiqun, 63:11)
f)        Al-Qur’an mensifati kematian sebagai nikmat yang di berikan Allah kepada orang-orang mukmin yang baik amalnya (Q.S.Ali Imran : 169) Tetapi kematian bersifat musibah bagi orang-orang kafir, karena mereka akan mendapatkan azab yang pedih   (QS Al-Anfal : 50).
g)      Manusia mengalami dua kali kematian dan dua kali kehidupan (Q.S.al-Baqarah : 28).
§   Hikmah Adanya Ayat-Ayat Maut dalam al-Qur’an :
a.       Semua agama mengajarkan kehidupan setelah kematian
b.      Kematian dapat memantapkan aqidah dan menumbuhkembangkan semangat perjuangan pengabdian.
c.       Mengenal tingkatan kehidupan, terdapat kehidupan sementara (al-hayat al-dunya), dan kehidupan akhirat (al-hayat al-hayawan).
d.      Kematian sebagai berita gembira dan peringatan.
§  Persamaan antara lafadz “al-maut” dan “wafat” yaitu sama-sama bias digunakan untuk makna tidur ataupun mati dalam arti sebenarnya.
§  Perbedaannya, lafadz “wafat” diartikan juga menepati janji.
§  Lafadz mayyit digunakan untuk jasad orang yang meninggal, sedangkan “mauta” digunakan untuk menunjuk orang yang mau meninggal.

DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin ‘Umar  al-Syaihi .  Tafsir al-Khazin. Mauqi’ al-Tafasir. al- Maktabah al-Syamilah. Solo :  Ridwana Press.  2005.
Al-Ashfahāni, Abu al-Qasim. Mufradāt al-Fadhi al-Qur’an Naskhuhu wa Muhaqqiquhu. Damaskus: Dār al-Qalam. CD ROM al-Maktabah asy-Syāmilah. Pustaka Ridwana, 2008.
Baqi,Muhammad Fuad ‘Abdul. Mu’jam  Mufahras li al-Fadhi al-Qur’an al-Karim. Qahirah : Dar al-Hadis.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : CV Darus Sunnah, 2002)
Shihab ,M. Quraish.  Wawasan Al-Quran. Bandung : Mizan.1996.


________________________________________
[1] Abu al-Qasim  al-Ashfahāni, Mufradat Alfadzi al-Qur’an al-Karim, CD Maktabah Kamilah ,(Klaten: Wafa Press ,2009).
[2] Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin ‘Umar  al-Syaihi, Tafsir al-Khazin,mauqi’ al-Tafasir, al- Maktabah al-Syamilah, (Solo: Ridwana Press, 2005).

[4] Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin ‘Umar  al-Syaihi, Tafsir al-Khazin,mauqi’ al-Tafasir, al- Maktabah al-Syamilah, (Solo: Ridwana Press, 2005).
[5] Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin ‘Umar  al-Syaihi, Tafsir al-Khazin,mauqi’ al-Tafasir, al- Maktabah al-Syamilah, (Solo: Ridwana Press, 2005).
[6] Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin ‘Umar  al-Syaihi, Tafsir al-Khazin,mauqi’ al-Tafasir, al- Maktabah al-Syamilah, (Solo: Ridwana Press, 2005).
[7] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: Mizan,1996), hlm. 68-69.

[8]Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin ‘Umar  al-Syaihi, Tafsir al-Khazin,mauqi’ al-Tafasir, al- Maktabah al-Syamilah, (Solo: Ridwana Press, 2005).
[9] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: Mizan,1996), hlm.71-79.
[10] Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, Mu’jam  Mufahras li al-Fadhi al-Qur’an al-Karim,(Qahirah : Dar al-Hadis) hlm.757

loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar