MAKALAH PERAN DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahAl Islam dan Kemuhammadiyahan
Yang Diampu oleh Prof. Dr. H.Dailamy, S.P.
Oleh : MUSLIKH NIM 1020104030
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTON 2011
BAB I PENDAHULUAN
Latar BelakangPeran dan kedudukan perempuan menjadi pembahasan di setiap zaman. Peran dan kedudukan perempuan sangat dipengaruhi oleh pandangan masyarakat terhadap perempuan. Setidaknya ada tiga pandangan masyarakat terhadap perempuan yang terbagi atas tiga fase yaitu fase menghinakan, fase mendewakan, fase menyamaratakan ( Alfan, tanpa tahun: 10)
Pada fase menghinakan perempuan dianggap seperti hewan bahkan lebih rendah. Perempuan dianggap menjijikkan, hina dan diperjualbelikan di toko, pasar-pasar, dan warung-warung. Perempuan dianggap pelayan laki-laki. Pada fase mendewakan perempuan dipuja-puja, dimuliakan tetapi untuk memuaskan hawa nafsu berahi kaum lelaki. Pada fase menyamaratakan wanita diberi kebebasan seluas-luasnya tanpa terikat pada batasan baik norma adat maupun agama. Wanita harus memiliki hak dan peran yang sama dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan.
Dalam kenyataan perempuan berbeda dengan laki-laki terutama dalam struktur anatominya. Secara fisik perempuan dan laki-laki berbeda. Secara biologis perempuan dilengkapi dengan alat-alat reproduksi sehingga dapat berperan sebagai ibu mampu mengandung dan melahirkan anak, sedangkan laki-laki tidak memiliki potensi untuk itu.
Dengan perbedaan ini tentunya perempuan dan laki-laki memilki kedudukan dan tugas atau peran yang saling melengkapi. Oleh karena itulah penulis mencoba mengupas Peran dan kedudukan perempuan dalam pandangan Islam. Karena yang berhak menentukan peran dan kedudukan perempuan adalah sang pencipta perempuan itu sendiri, yang telah mengutus rasul Muhammad dan menurunkan kitab Al-Quran sebagai petunjuknya bagi manusia supaya ber-Islam ( berserah diri ).
BAB II KERANGKA TEORETIS
Membahas peran dan kedudukan perempuan dalam pandangan Islam tidak terlepas dari sumber hukum Islam. Sebuah hadits dapat kita nukil untuk memberikan keyakinan pada kita tentang sumber hukum yang harus digunakan yaitu : “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, di mana kalian tidak akan tersesat selama berpegang dengan keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa’ kitab Al-Qadar III)Al Quran sebagai sumber hukum umat Islam sudah tidak ada yang menyangkal, namun hadis sebagai sumber hukum masih ada yang berkeberatan terutama kelompok Inkar Al Sunnah (Dailamy SP,2008:2) dengan alasan bahwa Al Quran adalah kitab yang sempurna, terinci, tugas Nabi Muhammad semata-mata menyampaiakan Al- Quran, Hadis merupakan pandangan dan pendapat manusia yang tidak terjamin kebenarannya, ibadah salat, puasa zakat dan haji adalah amalan turun-temurun sejak zaman Nabi Ibrahim, bukan disampaikan melalui hadis.
Namun demikian dalam tulisan ini penulis akan menggunakan kerangka teoretis Al Quran dan hadis sebagai sumber pengambilan hukum dalam pembahasan peran dan kedudukan perempuan dalam pandangan Islam. Dengan pertimbangan “ Kedudukan hadis begitu dominan dalam pandangan ulama jumhur. Hadis dengan beragam ilmunya telah dibahas dan dikupas sedemikian rupa sehingga seakan tidak tersisa lagi buat umat Islam mendatang untuk ikut urun rembug dalam urusan hadis dengan bermacam-macam ilmunya itu.”( Dailamy SP,2008:3)
Oleh karena itulah penulis berkeyakinan bahwa membahas peran dan kedudukan perempuan menurut pandangan Islam berarti membahas dengan menggunakan Al-Quran dan hadis, tentu saja melalui pendapat-pendapat para ulama penafsir Al-Quran dan hadis.
BAB III PEMBAHASAN PERAN DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PANDANGAN ISLAM
A. Peran Perempuan dalam Pandangan Islam
Perempuan dan laki-laki berbeda dalam kodratnya. Allah menegaskan dalam Al Quran pada peristiwa kelahiran Maryam dalam Surat Ali Imron ayat 3636. Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata: "Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk."
Perbedaan secara kodrati ini tidak membedakan perempuan dan laki-laki dalam hal kedudukan namun menentukan perannya dalam kehidupan. Dari segi fungsi reproduksi perempuan memungkinkan mengandung calon keturunannya karena perempuan memiliki rahim yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Demikian juga dalam hal pengasuhan dan keberlangsungan bayi saat masih kecil, perempuan dianugerahi kemampuan untuk menyusui dan perasaan kasih sayang dan ketahanan tubuh yang lebih dibandingkan dengan laki-laki. Menurut al-‘Allamah al- Nasafi dalam Munawar, “ kelebihan pria atas wanita adalah pada: akalnya, keteguhan hati, pola pikir, kekuatan fisik, kemampuan perang, kesempurnaan puasa dan shalat, adzan, khutbah, jama’ah, takbir pada hari tasyrik , kesaksian dalam kasus pidana dan qishas dua kali lipat dalam bagian waris, hak nikah dan talak. ( 2004:214 )
Dari perbedaan itulah maka perempuan dan laki-laki memiliki peran yang saling melengkapi. Dalam perbedaan peran ini bukan berarti perempuan harus menggantikan peran laki-laki ataupun sebaliknya, karena masing-masing memiliki proporsi yang berbeda sesuai dengan kodratnya.
Sesunguhnya perempuan dan laki-laki diciptakan untuk diuji siapa yang paling baik amalnya. Dengan beramal perempuan akan memperoleh pahala. Selain itu perempuan adalah separoh dari masyarakat. Apabila perempuan tidak melakukan amalan niscaya dunia ini akan beku ( Qardhawy dalam http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Qardhawi/ kontemporer/WanitaKerja.html).
Al-Quran berbicara tentang perempuan dalam berbagai ayatnya. Pembicaraan tersebut menyangkut berbagai sisi kehidupan. Ada ayat yang berbicara tentang hak dan kewajibannya, ada pula yang menguraikan keistimewaan-keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah agama atau kemanusiaan ( Shihab, 2004:272 )
Secara garis besar perempuan memiliki dua peran yaitu peran sebagai anggota keluarga dan peran sebagai anggota masyarakat.
1. Perempuan sebagai Anggota Keluarga
Di dalam keluarga perempuan dapat berperan sebagai ibu, istri, anak. Semua peran tersebut menuntut adanya tugas sesuai dengan perannya.a. Perempuan sebagai Ibu
Sebagai ibu tugas perempuan yang pertama dan utama yang tidak diperselisihkan lagi ialah mendidik generasi-generasi baru. Mereka memang disiapkan oleh Allah untuk tugas itu, baik secara fisik maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak boleh dilupakan atau diabaikan oleh faktor material dan kultural apa pun. (Qardhawy dalam http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Qardhawi/ Kontemporer/WanitaKerja.html).
Selain itu tugas perempuan adalah Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Tinggalnya ia di dalam rumah merupakan alternatif terbaik karena memang itu perintah dari Allah subhanahu wata’ala dan dapat beribadah dengan tenang. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
b. Perempuan sebagai Istri
Perempuan sebagai istri memiliki peran yang sangat penting. Istri yang bijaksana dapat menjadikan rumah tangganya sebagai tempat yang paling aman dan menyenangkan bagi suami. ( Alfan, tanpa tahun: 25) Istri dapat berperan sebagai teman baik, tempat suami mencurahkan perasaan hatinya. Mendinginkan suasana ketika hati sedang panas. Sehingga suami memperoleh motivasi baik dalam hal mencari nafkah maupun beribadah.
Telah termaktub dalam Al Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia yang datang dari Rabbull Alamin Allah Yang Maha Memilki Hikmah:
“Dan tetaplah kalian (kaum wanita) tinggal di rumah-rumah kalian.” (Al Ahzab: 33)
Maha benar Allah subhanahu wata’ala dalam segala firman-Nya, posisi perempuan sebagai sang istri atau ibu rumah tangga memilki arti yang sangat urgen, bahkan dia merupakan salah satu tiang penegak kehidupan keluarga dan termasuk pemeran utama dalam mencetak “tokoh-tokoh besar”. Sehingga tepat sekali ungkapan: “Dibalik setipa orang besar ada seorang wanita yang mengasuh dan mendidiknya.”
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah (http://www.assalafy.org/al-ilmu.php?tahun3=8) berkta: “Perbaikan masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara:
Pertama: perbaikan secara dhahir, di pasar-pasar, di masjid-masjid dan selainnya dari perkara-perkara dhahir. Ini didominasi oleh lelaki karena merekalah yang bisa tampil di depan umum.
Kedua: perbaikan masyarakat dilakukan yang di rumah-rumah, secara umum hal ini merupakan tanggung jawab kaum wanita. Karena merekalah yang sangat berperan sebagai pengatur dalam rumahnya. Sebagaiman Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat Al Ahzab ayat 33 di atas.
Dengan peran perempuan sebagai istri maka ada beberapa kewajiban istri terhadap suami. Kewajiaban pertama, adalah taat sempurna kepada suaminya dalam perkara yang bukan maksiat bahkan lebih utama daripada melakukan ibadah-ibdah sunnah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak boleh seorang wanita puasa (sunnah) sementara suaminya ada di tempat kecuali setelah mendapat izin suaminya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini menunjukkan lebih ditekankan kepada istri untuk memenuhi hak suami daripada mengerjakan kebajikan yang hukumnya sunnah. Karena hak suami itu wajib sementara menunaikan kewajiban lebih didahulukan daripada menunaikan perkara yang sunnah.’ (Fathul Bari 9/356)
Menjaga rahasia suami dan kehormatannya dan juga menjaga kehormatan diri sendiri di saat suaminya tidak ada di tempat. Sehingga menumbuhkan kepercayaan suami secara penuh terhadapnya.
Menjaga harta suami. Rasulullah bersabda:
خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ : أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ، وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ
“Sebaik-baik wanita penunggang unta, adalah wanita yang baik dari kalangan quraisy yang penuh kasih sayang terhadap anaknya dan sangat menjaga apa yang dimiliki oleh suami.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Mengatur kondisi rumah tangga yang rapi, bersih dan sehat sehingga tampak menyejukkan pandangan dan membuat betah penghuni rumah.
2. Perempuan sebagai Anggota Masyarakat
Peranan perempuan dalam masyarakat merupakan pokok persoalan. Oleh karena kecenderungan penilaian bahwa normativitas Islam menghambat ruang gerak perempuan dalam masyarakat. Hal ini didukung oleh pemahaman bahwa tempat terbaik bagi perempuan adalah di rumah, sedangkan di luar rumah banyak terjadi kemudharatan.Pandangan yang paling umum adalah bahwa keluarnya perempuan dari rumah untuk maksud tertentu dihukumi dengan subhat, antara diperbolehkan dan tidak. Dalam bahasan fiqh ibadah, jika subhat lebih baik ditinggalkan. Sedangkan dalam fiqh muamallah bisa dijalankan dengan rukhshah darurat. Akan tetapi menurut pandangan Qardhawy (1997:231) bahwa keluarnya perempuan dari rumah untuk keperluan tertentu adalah diperbolehkan. Bahkan menahan perempuan di dalam rumah hanyalah bentuk perkecualian dalam jangka waktu tertentu sebagai bentuk penghukuman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قَدْ أَذِنَ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ
“Allah telah mengijinkan kalian untuk keluar rumah guna menunaikan hajat kalian.” (Muttafaqun ‘alahi)
Perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dari umat mendapat perlakuan yang sama persis dengan laki-laki. Baik dalam urusan ibadah dan Muamallah, tiada kelebihan laki-laki atas perempuan. Dengan demikian perempuan mempunyai hak yang sama dalam usaha melakukan perbaikan (ishlah) dalam masyarakat.
Namun demikian ada profesi yang masih menjadi perdebatan diantara para ulama, bahwa perempuan tidak bisa menduduki dua profesi yaitu sebagai pemimpin dalam pengertian al-wilayatul-kubra atau al-imamatul-uzhma (pemimpin tertinggi) dan qodhi.
Dalam bidang kepemimpinan Islam bertolak dari status manusia sebagai khalifah di muka bumi. Akhir Surat Al Ahzab mempertegas kekhalifahan manusia di muka bumi ini sebagai pengembang amanat Allah SWT untuk mengolah, memelihara dan mengembangkan bumi. Inilah tugas pokok manusia tidak berbeda antara perempuan dan laki-laki. Ini yang dalam hukum Islam disebut taqlidiyyah ( Munir, 1999:69)
Namun kepemimpinan perempuan merupakan persoalan pelik yang sampai saat ini terus menjadi perbincangan. Lingkup perbincangan tersebut bermula dari tatanan syari'ah yang memberikan barrier berupa sinyalemen hadits bahwa tidak akan beruntung suatu masyarakat jika kepemimpinan diserahkan kepada wanita. (Hr. Bukhari)
Menurut Yusuf Qardhawy, hadits ini adalah Shahih sebab periwayatannya dari Abu Bakrah yang kemudian dikutip Bukhari. Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari termasuk ke dalam hadist yang shahih. Sedangkan dari pertimbangan matan, ada yang difahami secara tekstual, ataupun difahami secara kontekstual. Pemahaman secara tekstual akan menyimpulkan bahwa haram hukum wanita menjadi kepala pemerintahan. Sedangkan pemahaman secara kontekstual, bahwa hadits tersebut berkaitan dengan diangkatnya seorang wanita Persia menjadi pemimpin meski disekitarnya terdapat banyak calon pemimpin yang memadai, hanya karena hukum kerajaan menghendaki demikian. (Qardhawy,1997:246)
Jumhur ulama sepakat akan haramnya perempuan memegang kekuasan dalam al-wilayatul-kubra atau al-imamatul-uzhma (pemimpin tertinggi). Di mana perempuan berperan sebagai pemimpin tertinggi dalam urusan pemerintahan. Sebab dalam matan hadits tersebut terdapat kata "Wallu Amrahum" (Yang Memerintah Kamu Semua), yang ditafsirkan sebagai Khalifah dalam sistem politik Islam. Sehingga jumhur ulama memberikan pengharaman pada wanita. Hampir ulama klasik memandang perlu untuk mengetengahkan hawa hak menjadi khalifah adalah haq laki-laki, bukan wanita. Ini diungkapkan baik oleh Al-Ghazali, Al-Mawardi, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Khaldun(Azhar:1996)
Sedangkan dalam hal Qadhi atau yudikatif perempuan tidak diperbolehkan menduduki jabatan tersebut, Adapun pendapat yang mendukung penolakan perempuan menjadi hakim secara mutlak mengatakan bahwa perempuan dilarang menjadi qodhi ( yudikatif) menurut syara’sebab profesi ini menuntut kesempurnaan pendapat ( olah pikir ), pada hal perempuan umumnya lemah akalnya, di mana Rasulullah menafsirkan sifat ketidak sempurnaan akalnya ini bahwa kesaksian perempuan nilanya setengah dari kesaksian laki-laki. (Bahnasawi.1996: 293-204)
B. Kedudukan Perempuan dalam Pandangan Islam
Kedudukan perempuan sangat terkait erat dengan asal-usul penciptaan, pengakuan Allah atas kemuliaan perempuan, hak kehormatan yang dimiliki perempuan dan hak imbalan yang didapatkan perempuan dari Allah..a. Kedudukan Perempuan dari Sudut Pandang Penciptaannya
Berdasarkan penciptaanya perempuan dan laki-laki berasal dari satu jenis yang sama seperti yang tercantum dalam Surat An Nisa ayat 1 :
1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain , dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu
Demikian Al-Quran menolak pandangan-pandangan yang membedakan (lelaki dan perempuan) dengan menegaskan bahwa keduanya berasal dari satu jenis yang sama dan bahwa dari keduanya secara bersama-sama Tuhan mengembangbiakkan keturunannya baik yang lelaki maupun yang perempuan.
Memang dalam hadits shahih disebutkan bahwa “Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.” (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah). (Shihab,2004:270) Sedangkan Ibnu Katsir menukil hadist yang artinya “ Sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk jika engkau hendak meluruskan tulang yang bengkok akan patahlah ia, tetapi engkau dapat menimatinya dalam keadaan bengkok ( Ibnu Katsir Jilid II : 303)
Menurut Quraish Shihab “ pengertian tulang rusuk yang bengkok harus dipahami secara majazi dalam arti bahwa hadits tersebut memperingatkan pada laki-laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana” (2004:271) Dengan demikian berarti mengakui kepribadian perempuan sesuai dengan kodratnya
b. Kemuliaan Perempuan Berdasarkan Penciptaannya
Kemuliaan-kemuliaan perempuan yang diberikan oleh Allah atas dasar penciptaannya juga terdapat dalam surat Al-Isra' ayat 70 :
70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Tentu, kalimat anak-anak Adam mencakup lelaki dan perempuan, demikian pula penghormatan Tuhan yang diberikan-Nya itu, mencakup anak-anak Adam seluruhnya, baik perempuan maupun lelaki. ( Shihab, 2004:271)
Demikian juga yang tercantum dalam Surah Ali Imron 195 :
195. Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
Kalimat “Sebagian kamu adalah bagian dari sebagian yang lain, dalam arti bahwa "sebagian kamu (hai umat manusia yakni lelaki) berasal dari pertemuan ovum perempuan dan sperma lelaki dan sebagian yang lain (yakni perempuan) demikian juga halnya." Kedua jenis kelamin ini sama-sama manusia. Tak ada perbedaan antara mereka dari segi asal kejadian dan kemanusiaannya
Mahmud Syaltut, mantan Syaikh (pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhar di Mesir, menulis:
"Tabiat kemanusiaan antara lelaki dan perempuan hampir dapat (dikatakan) sama. Allah telah menganugerahkan kepada perempuan sebagaimana menganugerahkan kepada lelaki. Kepada mereka berdua dianugerahkan Tuhan potensi dan kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum maupun khusus. Karena itu, hukum-hukum Syari'at pun meletakkan keduanya dalam satu kerangka. Yang ini (lelaki) menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum, menuntut dan menyaksikan, dan yang itu (perempuan) juga demikian, dapat menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum serta menuntut dan menyaksikan."(Syaltut,1959: 193)
Kemuliaan perempuan juga ditegaskan oleh Allah dengan menunjukkan bahwa sebenarnya yang menjadikan Adam dan Hawa keluar dari surga bukanlah Hawa melainkan keduanya. hal ini dapat kita pahami dari ayat-ayat berikut :
20. Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk Menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".
Dari ayat-ayat Al-Quran tersebut ditemukan bahwa godaan dan rayuan Iblis tidak hanya tertuju kepada perempuan (Hawa) tetapi juga kepada lelaki. Ayat-ayat yang membicarakan godaan, rayuan setan serta ketergelinciran Adam dan Hawa dibentuk dalam kata yang menunjukkan kebersamaan keduanya tanpa perbedaan ( Shihab: 2004 : 272)
36. lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu[38] dan dikeluarkan dari Keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (QS 2:36).
Kalaupun ada yang berbentuk tunggal, maka itu justru menunjuk kepada kaum lelaki (Adam), yang bertindak sebagai pemimpin terhadap istrinya, seperti dalam firman Allah:
Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya (Adam) dan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan punah?" (QS 20:120).
Dengan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa kedudukan perempuan bukan sebagai penyebab Adam dan Hawa terusir dari surga. Dan perempuan bukanlah makhluk yang menyebabkan malapetaka. Islam memandang bahwa perempuan memiliki kedudukan yang sama baik dari asal penciptaan, kemuliaan, maupun dalam hal memperoleh imbalan dari usaha amal dan ibadahnya dari Allah SWT.
BAB IV SIMPULAN
Dalam pandangan Islam perempuan memiliki kedudukan yang sama dibandingkan dengan laki-laki. Dari sudut penciptaan, kemuliaan, dan hak mendapatkan balasan atas amal usahanya perempuan memiliki kesetaraan dengan laki-laki. Sedangkan dalam hal peran perempuan memiliki perbedaan dengan laki-laki. Peran perempuan yang wajib adalah sebagai anggota keluarga yaitu sebagai istri dari suami dan ibu bagi anak-anaknya. Sedangkan peran perempuan sebagai anggota masyarakat dalam urusan muamalah mendapatkan profesi (pekerjaan) dihukumi dengan rukhshah darurat. Meskipun diperbolehkan namun harus selalu mementingkan segi kemaslahatan baik bagi rumah tangga maupun bagi masyarakat. Apabila lebih banyak kemudaratannya bagi keluarga maka profesi di luar rumah harus ditinggalkan mengingat sesuatu yang darurat tidak boleh meninggalkan hal yang wajib.
DAFTAR PUSTAKA
Alfan,Jundy. Tanpa tahun. Agenda Shalihah, Panduan Hidup Wanita Sholihah. Pustaka Al- Wustho:Solo
Al Munawar, Said Aqil Husin. 2004. Al- Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta : Ciputat Press
Azhar, Muhammad .1996. Filsafat Politik: Perbandingan Islam dan Barat, Jakarta: RajaGrafindo Persada
Bahnasawi, Salim Ali .1996.Wawasan sistem Politik Islam. Jakarta: Pustaka Kautsar
Bahreisy, H Salim dan H Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir. Surabaya : PT Bina Ilmu
Dailamy SP, Muhammad,2008, Empat Persoalan Perempuan dalam Agama. Untuk kalangan sendiri.
Munir, Lily Zakiyah.1999. Memposisikan Kodrat Perempuan dan Perubahan dalam Prespektif Islam, Bandung :Mizan
Qardhawy, Yusuf. 1997. Fiqh Daulah Dalam Perspektif al-Qur'an dan Sunnah, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,
Shihab, Quraish.2004. Membumikan Al Quran,Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,.Bandung : Mizan
.Syaltut,Mahmud, Prof. Dr., 1959. Min Taujihat Al-Islam, Kairo : Al-Idarat Al-'Amat lil Azhar
http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Qardhawi/ Kontemporer/WanitaKerja.html).
(http://www.assalafy.org/al-ilmu.php?tahun3=8)
loading...
Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar