CORAK FILSAFAT AR-RAZI

Admin Monday, December 06, 2010

CORAK  FILSAFAT AR-RAZI

Untuk mengetahui karakter serta watak seorang tokoh perubahan tentunya kita membutuhkan metode untuk mempermudah mengenal serta menganalisis cara piker dari suatu tokoh. Dua metode yang fundamental untuk memperoleh pengetahuan tentang sejarah orang-orang besar dan kedua metode itu harus dipergunakan secara bersama-sama untuk memperoleh hasil yang maksimal.[1] Cara yang pertama adalah dengan mempelajari dan meneliti karangan-karangan intelektual dan ilmiah dari orang yang kita teliti, teori-teorinya, kuliyah-kuliyahnya, kitab-kitab yang ditulisnya atau dengan kata lain meneliti pikiran serta keyakinannya. Adapun cara yang kedua adalah penelitian tentang biografinya sejak dari pertumbuhan sampai akhirnya.

Kita harus berterimakasih kepada Filusuf Muslim masa silam yang telah menghasilkan pemikiran-pemikiran cemerlang pada masanya, dan kita harus bisa menghargai dan menempatkan pada tempat yang semestinya hasil-hasil dari pemikiran mereka, namun kita harus ingat bahwa Filsafat bukanlah hal yang mutlak, kita wajib mengkaji warisan pemikiran filosop teradahulu dengan kritis dan mampu memilah dan memilih mana yang islami dan mana yang tidak. Al-Quran adalah sumber Filsafat Islam yang Universal dan tidak akan pernah kering sepanjang zaman. Al-Qur’an sebagai tolak ukur untuk bisa menilai baik dan buruk, benar dan salah serta al-Qur’an tidak akan pernah bertentangan dengan akal yang salim (sehat), Setiap akal yang sehat, akan bersih dari syubhat, karena sesunguhnya akal tersebut bersesuaian dengan naql (teks wahyu) yang shohih dan sharih.[2]

Di sini kami akan berusaha menghadirkan beberapa pembahasan, baik mengenai biografi, karya-karya, dan juga corak filsafat ar-Razi. Semoga dengan tulisan ini dapat menambah khazanah keilmuan kita.

PEMBAHASAN CORAK  FILSAFAT AR-RAZI

A.    Biografi

Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria Ibn Yahya  al-Razi atau  akrab disapa dengan nama Al-Razi, di Barat dikenal dengan nama Rhazes yang dilahirkan dan di besarkan di daerah Rayy (suatu daerah dekat Taheran persia) dan sekaligus tempat dimana dia meninggal. Ia di lahirkan  pada tanggal 1 sya’ban 251  H/865 M, pada zaman kejayaan Abbasiyah dan meninggal dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H/ 7 Oktober 925 M.   waktu mudanya ia adalah seorang tukang intan dan suka akan music (kecapi).  Selain itu ia juga sangat respek untuk mendalami dan mengeluti berbagai khasanah keilmuan seperti ilmu kimia, ilmu kedokteran(obat-obatan), yang sangat tekun ia pelajari dari sseorang dokter dan filosuf yang lahir di Merv pada tahun 192 H/808 M yang bernama Ali Rabban Attabari[3]. Dia juga tertarik untuk bergelut dibidang Filsafat Agama, dan dengan latar belakang pendidikan serta khazanah keilmuan yang dalam dan luas terutama dalam bidang kedokteran, didaerah kelahirannya Al-razi dikenal sebagai dokter yang sekaligus dipercayakan untuk  memimpin Rumah sakit di Rayy. Ar-razi memiliki penemuan-penemuan besar dibidang dokter dan kimia, ia menguasai masalah-masalah kedokteran, dan dia juga diaku bahwa dia tidak hanya mempelajari kedokteran Arab, Yunani serta ilmu-ilmu muslim lainnya, melainkan ia menambah pengalamannnya dengan mempelajari kedokteran india.[4]

Dengan latar belakang itulah ar Razi di kota kelahirannya terkanal sebagai dokter, sehingga ia di percayakan untuk memimpin sebuah pumah sakit di Ravy oleh Mansur bin Ishaq Ibn Ahmad Ibn Asad, ketika beliau menjadi gubernur. Ar Razi menulis suatu buku yang berjudul Al Tibb Al Mansur. Buku ini dipersembahkan kepada gubernur tersebut. Pada waktu pergi ke Bagdad, di masa khalifah Muhtafi, tahun 829 H, ia diserahi untuk memimpin sebuah rumah sakit. Ia menjabat kepemimpinan ini selama enam tahun, sebab setelah meninggalnya al Muktafi pada tahun 295 H, ia kembali ke Ravy.

Adapun metode pengembangan penyampaian pemikirannya adalah bersisitem pengembangan daya intelektual, ketika ada pertanyaan maka pertanyaaan itu tidak langsung dijawabnya melainkan dilempar kepada murid-murid yang lain yang terbagi menjadi beberapa kelompok. Apabila kelompok pertama tidak bisa memecahkannya, maka ia lempar kepada klelompok yang kedua, dan begitu seterusnya. Sehingga apabila tidak ada yang sanggup, maka ar Razi sendiri yang menjawabnya.[5] Al-Razi termasuk orang yang aktif  berkarya dan telah mendalami banyak bidang ilmu, adapun  buku-buku yang pernah ditulisnya mencangkup ilmu kedokteran, Ilmu Fisika, logika, matematika dan astronomi, komentar-komentar, ringkasan dan ikhtisar, filsafat dan banyak lainnya.[6]

Philip Hitti adalah seorang ilmuan  yang pernah memberikan komentar  kepada al-Razi dalam “History of The Arab”; bahwa al-Razi adalah seorang dokter  yang paling besar  dan paling orisinal dari seluruh dokter muslim  dan juga seorang penulis yang produktif. Selain sebagai ahli dalam ilmu kedokteran Al-Razi memiliki cara berfikir dan pendapat yang berlainan  dengan filusuf-filusuf Islam lainnya, dan perbedaaan yang paling ekstrim yang dimiliki Al-Razi adalah tidak mengakui adanya wahyu dan adanya nabi. Dengan  tidak mengakui sumber-sumber pengetahuan lain seperti wahyu dan adanya nabi maka tidak heran kalau karya-karyanya lebih banyak mendapat kecaman dari pada dipelajari oleh filusuf-filusuf islam yang lain.[7]

Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya. Ar Razi meninggal pada tanggal 5 sya’ban 313 H./7 Oktober 925 M.[8]

B.     Karya-karya Al Razi

Al Razi termasuk orang yang aktif berkarya, buku-bukunya sangat banyak, bahkan ia sendiri mempersiapkan sebuah katalog yang kemudian diproduksi oleh Ibnu al-Nadim.[9] Adapun buku-buku yang ditulisnya mencakup ilmu kedokteran, ilmu fisika, logika, matematika dan astronomi, komentar- komentar, ringkasan dan filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis, atheisme dan campuran.[10]

Diperkirakan karya ar Razi mencapai 200 judul dalam berbagai bidang keilmuan, tetapi banyak karya tersebut yang hilang. Karya-karya ar Razi yang dimaksud adalah :
a.       Kitab al-Asrar (bidang kimia, diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Geard of Cremon)
b.      Al-Hawi (merupakan ensiklopedia kedokteran sampai abad ke 16 di Eropa, setelah diterjamahkan ke dalam bahasa Latin tahun 1279 dengan judul Continens)
c.       Al Mansuri Liber al-Mansoris (bidang kedokteran, 10 jilid)
d.      Kitab al-Judar wa al-Hasbah(tentang analisa penyakit cacar dan campak serta pencegahannya), sedangkan dalam bidang filsafat.

e.       Al-Thibb al-Ruhani
f.       Al-Shirah al-Falsafiyyah
g.      Amarah al-Iqbal al-Da’wah
h.      Kitab al-Ladzdzah
i.        Kitab al-‘Ilm al-Ilahi
j.        Maqalah fi ma ba’d al-Thabi’iyyah, dan
k.      Al-Shukuk ‘ala Proclus[11]

C.     Filsafatnya

a)      Metafisika
Pokok–pokok pendirian ar Razidalam pemikiran ini adalah pertama, tuhan kedua dan ketiga kekekalan gerak. Ia menolak mereka yang berpendapat bahwa alam adalah prinsip gerak terutama Aristoteles dan para pengulasnya, seperti philosoponas, Alexander dari aphrodisias dan porphiry. Ia menolak ketidakperluan membuktikan keberadaan alam, karena ia tidak terbukti dengan sendirinya. Jika alam itu satu dan sama, maka mengapa ia dapat menimbulkan berbagai akibat pada batu dan manusia. Jika alam menenbus tubuh, bukankah ini berarti bahwa dua benda dapat menempati satu tempat yang sama?  Mengapa pengikut-pengikut pendapat itu mengatakan bahwa alam ini mati, tidak dapat dirasakan,lemah, bodoh, terkekang, dan pada saat yang sama mereka menganggap bahwa alam mempunyai nilai yang sama dengan Tuhan. Dalam menolak porphery. Ia mengatakan, anda setuju bahwa adanya alam karena adanya sesuatu, bahkan kebetulan belaka, kemudian mengapa anda mengatakan bahwa alam itu matidan bukannya suatu wakil yang hidup.[12]

Pemikiran yang dikemukakan itu banyak meragukan tentang keasliannya. Hal ini disebabkan dalam mengikuti periode lain. Perkembangan dan pemikiranya yang hanya berisi kutipan historis tanpa menulis sumbernya. Namun terlepas dari semua anggapan itu bahkan ar Razi ingin menolak ingi menolak semua ajaran yang reranggapan bahwa alam adalah prinsip gerak dan penciptaan dengan menunjukkan kontradiksi-kontradiksi ajaran-ajaran itu. Baginya tidak ada tempat untuk mengakui alam sebagai prinsip aksi dan gerak.[13]

Dengan demikian nama pemikiran filsafat al Razi yang nampak ke permukaan. Pemikiran al Razi sebenarnya oleh doktrinnya tentang lima kekekalan yaitu :

1.      Allah Ta’ala
2.      Jiwa universal
3.      Materi pertama
4.      Ruang absolut
5.      Masa absolut[14]

Dalam pada itu ia membedakan antara waktu dan keberlangsunan dimana ia mengatakan bahwa angka berlaku bagi satu dan bukan yang lain, karena keterbatasan berkaitan dengan keangkaan, karena itu para filosuf mendefinisikan waktu sebagai keberlangsungan yang berawal dan berakhir. Disamping itu bahwa kemanjuran hal berikut adalah tidak perlu kesadaran bahwa materi terbebtuk oleh susunan, ia berkaitan dengan ruang. Karena itu harus ada ruang pergantian bentuknya merupakan kekhasan waktu, karena ada yangdahulu dan ada yang berikut dan karena waktu maka ada yang dahulu dan ada yang baru, ada kelebih tuaan dan ada kelebihmudaan, karenanya waktu itu perlu. Di dalam kemajuan terdapat kehidupan, karena itu pasti ada ruh, dan hal ini, pasti ada yang dimengerti dan hukum yang mengaturnya haruslah sepenuhnya sempurna karena itu dalam kenyataan ini harus ada pencipta, yang bijaksana, maka tahu melakukan segala sesuatu sesempurna mungkin dan memberikan akal sebagai bekal mencari keselamatan.[15]

Dua dari lima kekekalan itu, hidup dan bergerak yaitu Tuhan dan ruh, sedangkan yang pasif dan tidak hidup yaitu materi pembentuk setiap wujud dan dua lagi tidak hidup, tidak bergerak dan tidak pasif yaitu kehampaan(khala’) disamping ruang (makan), dan keberlangungan dalam pengertian yang terbatas (muddah)[16],

Berikut ini uraian singkat mengenai lima kekekalan itu:

1)    Tuhan
Allah adalah Maha Pencipta da Pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan Allah bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada. Karena itu, alam semestinya tidak kekal, sekalipun materi pertamanya kekal, sebab penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Penciptaan dari yang tiada, bagi ar Razi tidak dapat dipertahankan secara logis. Pasalnya, dari satu sisi bahan alam yang tersusun dari tanah, udara, air, api dan benda-benda langit berasal dari materi pertama yang telah ada sejak azali.[17]

Timbulnya doktrin adanya yang kekal selain Allah, dalam filsafat ar Razi ini, agagnya disebabkan adanya filsafat adanya Allah yang merupakan sumber Yang Esa yang tetap. Namun demikian, kekalnya yang lain, tidak sama dengan kekalnya Allah.[18]

2)      Ruh
Menurut ar Razi, Tuhan tidak menciptakan dunia lewat desakan apapun, tetapi Ia memutuskan untuk menciptakannya setelah ada mulanya tidak berkehendak menciptakannya. Siapakah yang membuat-Nya melakukan yang demikian itu? Harus ada keabadian lain yang membuat ia memutuskan hal ini.[19]

Keabadian yang lain adalah ruh yang hidup, tetapi ia bodoh. Materi juga kekal. Karena kebodohannya ruh mencintai materi dan membuat dirinya untuk memperoleh kebahagiaan materi. Tetapi materi menolak, sehingga Tuhan campur tanganmembantu ruh. Dengan bantuan inilah Tuhan membuat dunia dan menciptakan di dalamnya bentuk-bentuk yang kuat yang di dalamnya ruh dapat memperoleh kebahagiaan jasmani. Kemudian menciptakan manusia guna menyadarkan ruh dan menunjukkan kepadanya bahwa dunia ini bukanlah dunia yang sebenarnya dalam arti hakiki.[20]

Manusia tidak dapat mencapi dunia yang hakiki kecuali dengan filsafat. Mereka mempelajari filsafat dan mengetahui dunia sejatinya dan memperoleh pengetahuan akan selamat dari keadaan buruknya. Ruh-ruh tetap ada di dunia ini sampai mereka disadarkan oleh filsafat akan rahasia dirinya dan diarahkan kepada dunia sejati[21]

3)      Materi
Materi pertama menurut ar Razi adalah substansi yang kekal yang terdiri dari atom-atom. Setiap atom-atom itu mempunyai volume. Tanpa volume, pengumpulan atom-atom itu tidak bisa menjadi suatu yang berbentuk. Bila dunia dihancurkan, maka ia juga terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Materi itu kekal karena tidak mungkin menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan. Materi yang padat sekali menjadi substansi bumi, yang lebih renggang dari unsur bumi menjadi unsur air, yang lebih renggang lagi adalah udara, dan yang tarenggang adalah api.[22]

Ar Razi memberikan dua bukti untuk menperkuat pendapatnya tentang kekekalan meteri. Pertama penciptaan adalah bukti, dengan demikian pasti ada Penciptanya. Apa yang diciptakan itu adlah materi yang terbentuk. Tetepi mengapa kita membuktikan bahwa Pencipta ada terlebih dahulu dari yang dicipta? Dan bukannya yang yang diciptakan itu yang lebih dahulu ada? Bila benar bahwa wujud tercipta atau dibuat dari sesuatu dari kekuatan agen, maka kita dapat mengatakan, apabila agen ini kekal dan tak dapat diubah dengan kehendak-Nya, maka yang menerima tindak kekuatan ini tentu kekal sebelum ia menerima tindak tersebut, penerimanya adalah materi jadi materi itu kekal.[23]

Sedangkan bukti kedua adalah berlandaskan ketidakmungkinan penciptaan dari ketiadaan. Penciptaan misalnya yang membuat dari sesuatu dari ketiadaan lebih mudah dari pada menyusunnya. Diciptakanya manusia oleh Tuhan dalam sekejao lebih mudah dari pada menyusun mereka dalam empat puluh tahun. Inilah premis pertama. Pencipta yang bijak tidak lebih menghendaki melaksanakan apa yang lebih jauh dari tujuan-Nya dari pada yang lebih dekat, kecuali apabila Dia tidak mampu melakukan apa yang lebih muadah dan lebih dekat. Ini adlah premis kedua. Dari premis-premis ini maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan segala sesuatu pasti disebabkan oleh pencipta dunia lewat penciptaan dan bukan lewat penyusunan. Tetapi apa yang kita lihat terbukti sebaliknya. Segala sesuatu di dunia ini dihasilkan oleh susunandan bukan oleh penciptaan. Bila demikian, maka ia tidak mampu menciptakan dari ketiadaan dunia maujud melalui susunan sesuatu yang asalnya adalah materi.[24]

Ini sebagai bukti kekekalannya materi, karena sesuatu tidak ada di dunia ini, kecuali bila ada sesuatu yang lain. Maka alam ini dibuat dari sesuatu yang lain. Dan inilah materi

4)      Ruang
Telah disebutkan bahwa materi bersifat kekal karena ia menempati ruang, maka ruang juga kekal. Ruang dipahami oleh ar-Razi sebagai konsep yang abstrak, yang berbeda dengan Aristoteles yang mengatakan “tempat” tidak bisa dipisahkan secara logis dari tubuh yang menempatinya.

 Oleh sebab itu, ruang menurut ar-Razi, dapat dibedakan menjadi dua macam: ruang partikular(al-makan al-juz’i) dan ruang universal (al-makan al-kulli). Ruang yang pertama terbatas dan terikat dengan sesuatu wujud yang menempatinya. Ruang tersebut tidak akan ada kecuali dengan adanya maujudsehingga ia tidak bisa dipahami secara terpisah dengan maujud. Ruang partikular ini akan terbatas dengan terbatasnya maujud, berubah dan lenyap sesuai dengan keadaan maujud yang ada di dalamnya. Sementara yang kedua tidak terikat dengan maujud dan tidak terbatas. Ruang bagi ar-Razi bisa saja berisi wujud atau yang bukan wujud karena adanya kehampaan bisa saja terjadi. Sebagai bukti ketidakterbatasan ruang, ar-Razi mengatakan bahwa wujud (tubuh) memerlukan ruangdan ia tidak mungkin ada dengan tanpa adanya ruang. Tetapi ruang bisa ada tanpa adnya maujud tersebut. Ruang universal ini sering pula disebut dengan al-khala(kosonga) dan ruang inilah yang dikatakan ar-razi sebagai ruang yang kekal[25]

5)      Waktu
Menurut al-Razi, waktu itu kekal. Ia merupakan substansi yang mengalir (jauhar yajri)[26]. Al-Razi menentang mereka (aristoteles dan para pengikutnya) yang berpendapat bahwa waktu adalah jumlah gerak benda, karena jika demikian, maka tidak mungkin bagi dua benda yang bergerak untuk bergerak dalam waktu yang sama dengan dua jumlah yang berbeda.

Ar Razi membagi waktu menjadi dua macam yaitu : waktu mutlak dan waktu relatif (terbatas). Waktu mutlak adalah keberlangsungan. Ia kekal dan bergerak. Sedang gerak relatif adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang gemintang. Apabila anda berpikir tentang gerak keberlangsungan itulah maka waktu itu kekal. Namun jika membayangkan gerak sebuah planet (matahari) maka hal ini berarti membayangkan waktu terbatas (relatif).


D.    Rasio dan agama
Al-Razi adalah seorang rasionalis yang hanya percaya pada kekuatan akal dan tidak percaya pada wahyu dan perlunya nabi-nabi. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui yang baik serta apa yang buruk, untuk tahu kepada Tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Manusia, dalam pendapatnya, pada dasarnya mempunyai daya berpikir yang sama besarnya, dan perbedaan timbul karena berlainan pendidikan dan berlainan suasana perkembangannya.

Nabi-nabi, menurut pendapatnya, membawa kehancuran bagi manusia, dengan ajaran mereka yang saling bertentangan. Bahkan ajaran-ajarannya itu menimbulkan perasaan benci-membenci di antara umat manusia yang terkadang meningkat menjadi peperangan agama.

Orang tunduk pada agama, menurut pendapatnya, karena tradisi, kekuasaan yang ada pada pemuka agama, dan karena tertarik pada upacara-upacara yang mempengaruhi jiwa rakyat yang sederhana dalam pemikiran.

Qur’an baik dalam bahasa dan gaya maupun dalam isi merupakan tidak mukjizat. Al-Razi lebih mementingkan buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan dari pada buku-buku agama. Tetapi sungguhpun ia menentangn agama pada umumnya, ia bukanlah seorang ateis, malahan seorang monoteis yang pecaya pada adanya Tuhan, sebagai Penyasun dan Pengatur alam ini.[27]

Dalam filsafatnya mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ia dekat dengan filsafat Pythagoras, yang memenadang kesenangan manusia sebenarnya ialah kembali kepada Tuhan, denag meninggalkan materi ini. Untuk kembali ke Tuhan roh harus terlebih dahulu disucikan dan yang dapat mensucikan roh ialah ilmu pengetahuan dan berpantang mengerjakan beberapa hal. Bagi ar-Razi sebagaimana dilihat, jalan mensucikan roh adalah filsafat. Dalam paham Pythagoras ada transmigation of souls dan ini dalam paham al-Razi tidak jelas. Al-Razi dengan demikian dekat menyerupai zahid dalam hal hidup kebendaan. Tetapi ia menganjurkan, moderasi jangan terlalu bersifat zahid, tetapi jangan pula terlalu mencaari kesenangan. Manusia harus menjauhi kesenangan yang dapat diperoleh hanya dengan menyakiti orang lain atau yangbertentangan dengan rasio. Tetapi sebaliknya manusia jangan pula sampai tidak makan atau berpakaian, tetapi makan dan berpakaian sekedar untuk memelihara diri.

Ar-azi adalah filosof yang penberani mengeluarkan pendapat pendapat sungguh pun itu bertantantangan dengan paham yang dianut oleh umat islam, yaitu:

1.      Tidak  percaya kepada wahyu
2.      Qur’an tidak mu’jizat
3.      Tidak percaya pada nabi-nabi
4.      Adanya hal-hal yang kekal dalam arti tidak bermula dan tidak berakhir selain Tuhan.[28]

C.    Kesimpulan dan Penutup
Dari pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa Al-Razi mengakui akan adanya Tuhan namun tidak mengakui adanya wahyu serta nabi yang diutusnya, dan sebaliknya dia mempercayai kemajuan dan pemikiran manusia dan menjadikan akal sebagai tolak ukuran untuk menilai baik dan buruk,  benar dan jahat, atau berguna dan tidak berguna. A. Mustofa dalam bukunya “filsafat Islam” menjelaskan bahwa Sehubungan dengan adannya penolakan terhadap wahyu dan kenabian serta tidak mengakui adanya semua agama, maka dia dipandang dari segi teologi Islam adalah belum muslim karena keimanan yang dipeluknya tidak konsekuen. Dan tidak juga dikatakan seorang atheis karena ia masih tetap menyakini akan adanya Tuhan yang maha kuasa dan pencipta dan ia lebih tepat disebut seorang “ Rasionalis murni”.  Dalam banyak kitab, kita temukan bahwa al-Razi termasuk diantara pemikir-pemikir islam dan dokter-dokter orang islam yang tiada tanding. Dalam bidang filsafat dia dikenal sangat kritis terhadap pandangan-pandangan dan tradisi orang lain dilingkungannya, dengan kritisnya dalam pandangan filsafat dia digolongkan sebagai muslim yang memproduksi filsafat Islam. Dalam karya yang lain yang berjudul “baar al-sa’ah dan sirr al-asrar”, al-Razi menulis sebuah ungkapan “ Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada ciptaannya yang terbaik, Muhammad dan keluarganya”, dan masih ada lagi catatan-catatan yang lain, yang mana dari catatan ini menunjukkan bahwa al-Razi benar-benar seorang Filusuf Muslim.[29]

DAFTAR PUSTAKA

Ali,H.A.Mukti, Metode memahami Agama Islam, Jakarta : Bulan Bintang, Cet ke1, 1991

 Drajat, Amroeni. Filsafat Islam, Jakarta : Erlangga, cet ke 1

M. M. Syarif ,Para filosof Muslim. Bandung: Penerbit Mizan,1992

Nasution, Harun. Filsafat Islam dan Mistisisme, Jakarta: Bulan Bintang, 2008

Nasution, Hisyim Syah, Filsafat islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005

Zar,  Sirajuddin, Filsafat Islam. Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: Rajawali Pers, 2009

[1] Ali,H.A.Mukti, Metode memahami Agama Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, Cet ke1, 1991) , hal 33

[2] Perkataan Ibnu Taymiyah yang dikutip dalam kitab al-Manhaj al-Ma’rifi ‘inda ibnu Taymiyah, yang di ambil dari: http://makalah-stid.blogspot.com/2009/12

[3] H. A. Mustofa, filsafat islam (Bandung: Pustaka Setia,1997) hlm. 115

[4] http://firman94.multiply.com/journal/item/47 di ambil pada 23 Desember 2009

[5] H. A. Mustofa, filsafat islam hlm. 116

[6] Sulhar akbar, Ar Razi dengan corak filsafatnya(http://makalah-stid.blogspot.com/2009/12/ar-razi-dengan-corak-filsafatnya.html)
[7] Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat pengetahuan Islam, (Jakarta : UI Press, Cet ke 1, 1985) hlm.46

[8] H. A. Mustofa, filsafat islam hlm. 116

[9] M. M. Syarif ,Para filosof Muslim(Bandung: Penerbit Mizan,1992)hlm 36

[10] H. A. Mustofa, filsafat islam hlm. 116

[11] Hisyim Syah Nasution, Filsafat islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005) hlm .25-26

[12] H. A. Mustofa, filsafat islam hlm. 119

[13]  M. M. Syarif ,Para filosof Muslim hlm.39

[14] Hasyim Syah Nasution, Filsafat islam 26

[15] H. A. Mustofa, filsafat islam hlm. 119-120

[16]  M. M. Syarif ,Para filosof Muslim hlm.39

[17] Sirajuddin Zar, filsafat islam. Filosof dan filsafatnya(Jakarta: Rajawali Pers, 2009) hlm 117

[18] Sirajuddin Zar, filsafat islam. Filosof dan filsafatnya. Hlm 117

[19] M. M. Syarif ,Para filosof Muslim hlm.43

[20] H. A. Mustofa, filsafat islam hlm. 121

[21] M. M. Syarif ,Para filosof Muslim hlm.43

[22] Hasyim Syah Nasution, Filsafat islam  hlm.27

[23] M. M. Syarif ,Para filosof Muslim hlm.44

[24] H. A. Mustofa, filsafat islam hlm.122

[25] Sirajuddin Zar, filsafat islam. Filosof dan filsafatnya. Hlm119-120

[26] Hasyim Syah Nasution, Filsafat islam  hlm.29

[27] Harun Nasution, filsafat islam dan mistisisme,(Jakarta: Bulan Bintang, 2008) hlm 14

[28] Harun Nasution, filsafat islam dan mistisisme,(Jakarta: Bulan Bintang, 2008) hlm 15

[29] Amroeni Drajat, Filsafat Islam, Jakarta : Erlangga, cet ke 1, hal 25
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar