MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mid Semester Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam Indonesia
Dosen Pengampu Sukawi Hasan,
S.Ag, S.H
Disusun Oleh:
Nama : Khoirul Untsa
NIM :
110150
Kelas / Semester : E / IV
PERAN
PARPOL ISLAM DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MASA REFORMASI
A.
PENDAHULUAN
Gagasan untuk membuat partai politik
pasca Soeharto merupakan salah satu dampak semangat reformasi yang sedang
berlangsung. Dorongan ke arah sistem politik yang memiliki banyak partai sangat
kuat sebagai reaksi terhadap pengebirian parpol di bawah rezim orde baru.
Kendatipun pada masa sebelum reformasi sistem multi partai juga diakui tetapi
dalam kenyataannya yang ada (Golkar, PPP dan PDI) tidak dapat sepenuhnya
disebut sebagai multi partai karena ketergantungannya pada negara dan
ketidakmampuannya dalam melakukan kompetisi secara wajar dan adil untuk membentuk
pemerintahan.
Dengan runtuhnya rezim Soeharto maka
dimungkinkan perombakan menyeluruh terhadap sistem partai politik di negeri
ini. Munculnya berbagai organisasi sosial politik yang berorientasi aliran
seperti yang terjadi belakangan ini, bisa mengganggu proses kohesivitas bangsa
dan menunjukkan betapa masih ringkihnya bangunan sosial dalam batang tubuh
masyarakat Indonesia termasuk didalamnya dapat mempengaruhi lembaga- lembaga
pendidikan di Indonesia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Sesuai dengan abstraksi di atas maka
pemakalah akan membahas beberapa masalah diantaranya:
1.
Apa
pengertian partai politik?
2.
Apa
pengertian pendidikan Islam?
3.
Bagaimana
peran partai politik dalam pendidikan Islam di Indonesia masa reformasi?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Partai Politik
Secara etimologis, kata politik berasal
dari bahasa Yunani yaitu polis
yang berarti kota atau komunitas secara keseluruhan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) partai politik berarti perkumpulan yang didirikan untuk
mewujudkan ideologi politik tertentu.[1]
Machiavelli melihat politik sebagai
aktivitas dan metode untuk mempertahankan serta merebut kekuasaan absolut.
Moralitas dan etika politik menurut Machiavelli hanya akan bisa
diterapkan apabila metode tersebut efektif dalam mencapai dan mempertahankan
kekuasaan absolut.
Menurut Max Weber, partai politik
didefinisikan sebagai organisasi publik yang bertujuan untuk membawa
pemimpinnya berkuasa dan memungkinkan para pendukungnya (politisi) untuk
mendapatkan keuntungan dari dukungan tersebut.[2]
Sedangkan menurut Ranney dan Kendall
mengemukakan bahwa partai politik sebagai “autonomous groups that make
nominations and contest elections in the hope of eventually gaining and
exercise control of the personnel and policies of government” (partai
politik adalah grup atau kelompok masyarakat yang memiliki tingkat otonomi
tinggi untuk mencalonkan dan terlibat dalam pemilu dengan harapan mendapatkan
serta menjalankan kontrol atas birokrasi dan kebijakan publik).[3] Carl
Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai kelompok manusia yang
terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan
kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan kekuasaan
itu akan memberikan kegunaan materil dan idil kepada para anggotanya.[4]
Menurut Seiler mendefinisikan partai
politik sebagai organisasi yang bertujuan untuk memobilisasi individu- individu
dalam suatu aksi kolektif untuk melawan kelompok lain, atau melakukan koalisi
dengan pihak yang tengah duduk dalam pemerintahan.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa partai
politik adalah suatu kelompok yang terorganisir dimana
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai- nilai dan cita- cita yang sama
dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik atau
pemerintahan.
2.
Pengertian
Pendidikan Islam
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
kata pendidikan terdiri dari kata didik yang mendapat awalan pe- dan akhiran
–an yang berarti perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik.[5]
Sedangkan dalam bahasa Arab istilah
pendidikan disebut tarbiyah, yang disebut juga Rabb karena Ia
Yang Memperbaiki, Yang Mengatur, Yang Berkuasa Mutlak, Yang Tegak, Yang Menjadi
sandaran, Yang Memelihara. Dalam bahasa Inggris, pendidikan dikenal dengan
istilah education. Baik kata tarbiyah maupun education memiliki arti
pendidikan sekaliggus pengajaran. Istilah pengajaran bahasa Arab dikenal juga
istilah ta’lim.[6]
Syekh Naquib al- Attas menyatakan bahwa pendidikan
berasal dari kata ta’dib. Memang terdapat kata lain yang berkaitan
dengan pendidikan selain ta’dib yakni tarbiyah. Akan tetapi tarbiyah
lebih menekankan pada mengasuh, menanggung, memberi makan, memelihara dan
menjadikan bertambah dalam pertumbuhan. Selanjutnya Naquib menyatakan bahwa
penekanan pada “adab” yang mencakup dalam amal pendidikan dan proses pendidikan
adalah untuk menjamin bahwa ilmu dipergunakan secara baik dalam masyarakat.
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan
dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan
tetapi mengarah pada perjuangan.[7]
Tokoh pendidikan lain yang menyoroti pendidikan adalah
Soegarda Purbakawaca. Menurutnya, pendidikan dalanm arti umum mencakup segala
usaha dan perbuatan generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuan
serta keterampilannya kepada generasi muda dalam pergaulan bersama sebaik-
baiknya. Kedua pengertian pendidikan
baik yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara maupun Soegarda Purbakawaca
masih bersifat umum, belum menyentuh aspek- aspek yang bersifat spiritual yang
dilandasi oleh ajaran Islam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh H.M. Arifin
dengan mengutip rumusan dari hasil seminar pendidikan Islam se- Indonesia di
Cipayung Bogor tanggal 17- 11 Mei 1960, ia menyatakan bahwa pendidikan Islam
adalah sebagai bimbingsn terhadap pertumbuhsn rohani dan jasmani menurut ajaran
Islam dengan hikmah mengarahkan, melatih, mengasuh dan mengawasi semua
berlakunya ajaran Islam.
Setidaknya ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari
definisi pendidikan di atas, yaitu: pertama, pendidikan Islam menyangkut
aspek jasmani dan rohani. Kedua, pendidikan Islam mendasarkan konsepnya
pada nilai- nilai religius. Ketiga, adanya unsur takwa sebagai tujuan
yang harus dicapai.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar dapat
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
3.
Peran Partai Politik Islam
Dalam Pendidikan Islam di Indonesia Masa Reformasi
Lahirnya masa reformasi ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto
pada taggal 21 Mei 1998, yang disebabkan oleh demonstrasi massa yang sangat
besar yang menuntut perubahan dalam segala bidang termasuk bidang kebebasan
politik, kebebasan pers serta pemberantasan Korupsi , Kolusi dan Nepotisme.
Presiden B.J.Habibie yang menggantikan Soeharto pada masa itu membuka kesan
demokrasi ini dengan seluas-luasnya yaitu dengan membuka dan menjamin kebebasan
pers serta membebaskan berdirinya partai-partai politik yang baru di Indonesia.
Untuk itu tidak mengherankan jika di tahun 1998 terdapat 181 partai politik
baru dan 48 dari jumlah tersebut dinyatakan sah untuk mengikuti pemilu tahun
1999. Menjelang tahun 2004 terdapat 268 partai politik di Indonesia dan hanya
24 saja yang mengikuti pemilu.[8]
Pemilu tahun 2004 yang diikuti oleh 24 partai politik saja yang
dinyatakan memenuhi syarat. Besarnya jumlah ini tentunya sangat berbeda dengan
masa orde baru yang hanya diikuti oleh tiga partai (PPP, PDI dan Golkar).
Besarnya jumlah partai yang mengikuti pemilu jelas akan menambah nuansa dan
tekanan persaingan. Seringkali koalisi antar partai dibentuk untuk meningkatkan
posisi tawar- menawar dan memperbesar kemungkinan untuk memenangkan pemilihan
kepala daerah. Tidak hanya masyarakat, partai politik sebagai suatu organisasi
perlu belajar dan memahami konsep persaingan ini.
Penguduran diri Presiden Soeharto membuktikan bahwa muslim merupakan
aspek yang berpengaruh dalam politik Indonesia. Pada masa reformasi muslim
masih tetap memainkan peran penting yang akan mewarnai bentuk politik
Indonesia. Munculnya Islam sebagai kekuatan politik berarti menegakkan Islam di
arena politik.[9]
Kuntowijoyo menggambarkan tiga fase
perkembangan Islam di Indonesia. Pertama, pada awal kedatangan Islam di
Indonesia, Islam meleburkan dirinya kepada karakteristik yang dominan dan
berbasis mitologi agama yang ada di kepulauan ini. Kedua, pada abad ke-
20 Islam menjadi lebih teroganisir secara politik dari 1930-an sampai 1960-an, ketika itu
terdapat beberapa partai Islam menganjurkan agar Islam dijadikan dasar negara. Ketiga,
adalah fase perkembangan Islam di Indonesia yaitu “Islam sebagai ide”.[10]
Dalam fase terakhir ini Islam menyediakan basis intelektual bagi
pendekatan kultural kepada Islam di Indonesia. Pada 1970-an pendekatan kultural
ini banyak disuarakan mahasiswa muslim baik dari Universitas Islam atau yang
lainnya. Pada 1980-an sejumlah pusat agama didirikan di Indonesia yang
memberikan pengajaran Islam.
Di antara maraknya partai- partai baru yang muncul pada masa reformasi
ini ialah lahirnya partai- partai yang menamakan diri sebagai partai Islam,
pada masa reformasi tercatat kurang lebih 13 partai politik Islam yang telah
berdiri. Namun hanya 8 partai yang mendaftar dan lolos seleksi untuk ikut dalam
pemilihan umum 1999. Partai- partai tersebut adalah Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Partai Serikat Islam Indonesia 1905 (PSII 1905)
dideklarasikan pada 21 Mei 1998, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
didirikan 29 Mei 1998, Partai Umat Islam (PUI) pada tanggal 26 Juni 1998, Partai
Bulan Bintang (PBB) tanggal 17 Juli 1998, Partai Keadilan (PK) 20 Juli 1998,
Partai Politik Islam Masyumi pada tanggal 28 Agustus 1998, dan Partai Persatuan
(PP) tanggal 3 Januari 1999.[11]
Semua partai tersebut secara formal mencantumkan Islam sebagai asasnya,
akan tetapi tidak satupun dari partai ini yang bertujuan untuk mendirikan
negara Islam. Disamping partai- partai di atas, lahir pula partai politik Islam
yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Isma’il, Msc diangkat sebagai presiden Partai
Keadilan (PK) sejak tanggal 9 Agustus 1998. Nur Mahmudi dan kawan- kawannya
yang tergabung dalam komunitas halaqah dan usrah dengan didirikannya partai ini
adalah demi memperluas horizon dakwah. Baginya keterbukaan politik itu harus
dimanfaatkan guna memperluas cakrawala dakwah. Maka kehadiran partai politik
yang dipimpinnya itu adalah pelengkap dari aktivitas gerakan sosial, pendirian
lembaga- lembaga sosial dan pendidikan yang merupakan langkah yang harus dilakukan
dalam kerangka pembinaan umat secara lebih meluas dan lebih terstruktur.[12]
Partai keadilan mencoba menghidupkan kembali prinsip kejamaahan di
antara para aktivisnya sesuai dengan perintah Allah SWT dan tuntunan Rasul-Nya.
Mereka berupaya saling mengenal, memahami, menolong dan hidup sepenanggungan
dalam berbagai keadaan yang menyertainya. Eksperimen membangun komunitas jamaah
dalam suatu partai politik itu diwujudkan adalah adanya struktur Dewan Syariah
dalam organisasi partai yang mengontrol seluruh sepak terjang partai.
Sementara itu pada masa orde baru Amin Rais disuruh untuk memimpin Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) selalu mengalami tekanan politik karena pendirian
PPP pada awal tahun 1970-an (dengan tekanan politik pemerintah yang kuat) adalah
fusi dari partai- partai politik Islam yang ada saat itu. Maka di luar PPP,
Amin Rais disarankan oleh kalangan aktivis “Islam Politik” yang
tergabung dalam organisasi MARA (Majelis Amanat Rakyat) untuk memimpin partai
baru yang dinamai Partai Bulan Bintang (PBB).[13]
Namun Amin Rais mengundurkan diri karena Partai Bulan Bintang merupakan
embrio atau rancangan dari BKUI (Badan Organisasi Umat Islam). Lembaga ini
adalah semacam forum bagi tokoh- tokoh
ormas Islam dalam menanggapi berbagai isu. Maka Partai Bulan Bintang (PBB)
resmi didirikan pada tanggal 17 Juli 1998, yang kemudian dideklarasikan kepada
publik pada tanggal 26 Juli 1998. Yusril Ihza Mahendra adalah ketua umum pertama PBB.
Nama Bulan Bintang dipakai dalam partai ini karena dimaksudkan sebagai
simbol kesinambungan perjuangan Islam. Tujuan dari partai ini adalah menimba
sebanyak- banyaknya kaidah dari ajaran Islam untuk kepentingan seluruh
masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan Partai Amanat Nasional (PAN) yang diketuai oleh Amin Rais
dideklarasikan pada tanggal 23 Agustus 1998. Partai ini dilahirkan dengan misi
dan cita- cita yang berakar pada moral agama, kemanusiaan dan penghargaan yang
tulus kepada kemajemukan sebagai ciri utama bangsa Indonesia. Dan kemajemukan
itu diperlukan guna membangun kerja sama lintas etnik, agama, dan golongan guna
mencapai cita- cita bangsa yang ditandai dengan peran negara yang dibatasi
dalam hal melindungi martabat warganya atau perlindungan masyarakat sipil.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) didirikan pada tanggal 23 Juli 1998.
Partai politik yang merupakan wadah aspirasi politik warga Nahdliyyin (NU)
dideklarasikan oleh para kyai yaitu K.H. Ilyas Ruchiyat, K.H. Munawir Ali, K.H.
Musthofa Bisri, K.H. Muchit Muzadi dan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Gus Dur mendesain PKB sebagai partai terbuka disebabkan Gus Dur dapat
dikelompokkan sebagai pendukung aliran Islam Substansialis yang
berlawanan dengan Islam formalis atau Islam Politik. Aliran Islam
politik ini berusaha mewujudkan ajaran Islam terutama dalam kehidupan politik
secara lebih lugas.[14] Menurut
Matori, PKB lahir sebagai partai yang inklusif dan terbuka. Sebab itulah PKB
diarahkan pada penerimaan realitas pluarisme agama secara optimis. Dengan
adanya kesadaran mendalam di kalangan NU untuk secara riil dan terus- menerus
menggelorakan semangat keterbukaan dalam beragama demi mencapai cita- cita
demokrasi dan persaudaraan bangsa, maka sikap keterbukaan yang menjadi
prasyarat demokrasi mempunyai akar- akar yang kuat yaitu substansi ajaran agama
itu sendiri.
Pada pemilu 1999 tidak satupun partai politik Islam tampil sebagai
pemenang. Pada pemilu kedua setelah pemilu 1955, partai Islam mengalami
kekalahan, namun ada beberapa yang masuk dalam tujuh besar dalam perolehan
suara.[15] Diantaranya
PDI-P 33,76 %, Golkar 22,46%, PKB 12,62 %, PPP 10,72 %, PAN 7,12 %, PBB 1,94 %,
dan PK 1,36 %. Kekalahan partai- partai Islam tidak hanya terjadi pada pemilu
1999, tetapi pada pemilu 2004 parpol Islam juga mengalami nasib yang sama.
D.
SIMPULAN
1.
Partai politik
adalah suatu kelompok yang terorganisir dimana
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai- nilai dan cita- cita yang sama
dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik atau
pemerintahan.
2.
Pendidikan Islam adalah
bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar dapat berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam.
3.
Masa
reformasi ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto pada taggal 21 Mei
1998. Pada tahun 1998 terdapat 181 partai politik baru dan 48 dari jumlah
tersebut dinyatakan sah untuk mengikuti pemilu tahun 1999 sedangkan menjelang
tahun 2004 terdapat 268 partai politik di Indonesia dan hanya 24 saja yang
mengikuti pemilu. Namun hanya 8 partai yang mendaftar dan lolos seleksi untuk
ikut dalam pemilihan umum 1999. Partai- partai tersebut adalah Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Partai Serikat Islam Indonesia 1905 (PSII 1905) Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Umat Islam (PUI), Partai Bulan Bintang
(PBB), Partai Keadilan (PK), Partai Politik Islam Masyumi, dan Partai Persatuan
(PP). Beberapa parpol Islam tersebut membentuk wadah tersendiri dalam
pencapaian tujuan masing- masing partai Islam, diantaranya dengan mendirikan
lembaga- lembaga baik sosial keagamaan maupun memberikan kontribusi terhadap
pendidikan untuk mendapat dukungan yang penuh terhadap masing- masing partai.
DAFTAR PUSTAKA
Firmanzah.
2008. Mengelola Partai Politik; Komunikasi Dan Positioning Ideologi Politik
di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Forrester,
Geoff. 2002. Indonesia Pasca Soeharto. Yogyakarta: Tajidu Press
H.D,
Kaelany. 2000. Islam Dan Aspek- Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Nata,
Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu
Novianto,
Kholid. 1999. Era Baru Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Poerwantana,
P.K. 1994. Partai Politik di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Surbakti,
Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo
Yusuf,
Mundzirin, dkk. 2006. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta:
Fakultas Adab UIN
[1] P.K.
Poerwantana, Partai Politik di Indonesia (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1994), hal. 6.
[2]
Firmanzah, Mengelola Partai Politik; Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik
di Era Demokrasi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hal. 66.
[3] Ibid,
hal. 68.
[4]
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT. Grasindo, 1992),
hal. 116.
[5] Abuddin
Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 4.
[6]
Kaelany H.D, Islam dan Aspek- Aspek Kemasyarakatan (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2000), hal. 240.
[7]
Abuddin Nata, Op.Cit, hal. 9.
[8]
Firmanzah, Op.Cit, hal. 350.
[9] Geoff
Forrester, Indonesia Pasca Soeharto (Yogyakarta: Tajidu Press, 2002),
hal. 335.
[10] Ibid, hal. 336.
[11] Mundzirin Yusuf, dkk, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia (
Yogyakarta: Fakultas Adab UIN, 2006), hal. 279.
[12] Kholid Novianto, Era Baru Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1999), hal. 106.
[13] Ibid, hal. 36.
[14] Ibid, hal. 83.
[15] Mundzirin Yusuf, dkk, Op.Cit, hal. 281.
loading...
Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar