MAKALAH PERAN PARTAI POLITIK ISLAM DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MASA REFORMASI

Admin Sunday, May 06, 2018
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mid Semester Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam Indonesia
Dosen Pengampu Sukawi Hasan, S.Ag, S.H




Disusun Oleh:
           
Nama                        : Khoirul Untsa
NIM                          : 110150
Kelas / Semester       : E / IV




PERAN PARPOL ISLAM DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MASA REFORMASI

A.      PENDAHULUAN
Gagasan untuk membuat partai politik pasca Soeharto merupakan salah satu dampak semangat reformasi yang sedang berlangsung. Dorongan ke arah sistem politik yang memiliki banyak partai sangat kuat sebagai reaksi terhadap pengebirian parpol di bawah rezim orde baru. Kendatipun pada masa sebelum reformasi sistem multi partai juga diakui tetapi dalam kenyataannya yang ada (Golkar, PPP dan PDI) tidak dapat sepenuhnya disebut sebagai multi partai karena ketergantungannya pada negara dan ketidakmampuannya dalam melakukan kompetisi secara wajar dan adil untuk membentuk pemerintahan.
Dengan runtuhnya rezim Soeharto maka dimungkinkan perombakan menyeluruh terhadap sistem partai politik di negeri ini. Munculnya berbagai organisasi sosial politik yang berorientasi aliran seperti yang terjadi belakangan ini, bisa mengganggu proses kohesivitas bangsa dan menunjukkan betapa masih ringkihnya bangunan sosial dalam batang tubuh masyarakat Indonesia termasuk didalamnya dapat mempengaruhi lembaga- lembaga pendidikan di Indonesia.

B.       RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan abstraksi di atas maka pemakalah akan membahas beberapa masalah diantaranya:
1.      Apa pengertian partai politik?
2.      Apa pengertian pendidikan Islam?
3.      Bagaimana peran partai politik dalam pendidikan Islam di Indonesia masa reformasi?



C.      PEMBAHASAN
1.      Pengertian Partai Politik
Secara etimologis, kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu  polis yang berarti kota atau komunitas secara keseluruhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) partai politik berarti perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu.[1]
Machiavelli melihat politik sebagai aktivitas dan metode untuk mempertahankan serta merebut kekuasaan absolut. Moralitas dan etika politik menurut Machiavelli hanya akan bisa diterapkan apabila metode tersebut efektif dalam mencapai dan mempertahankan kekuasaan absolut.
Menurut Max Weber, partai politik didefinisikan sebagai organisasi publik yang bertujuan untuk membawa pemimpinnya berkuasa dan memungkinkan para pendukungnya (politisi) untuk mendapatkan keuntungan dari dukungan tersebut.[2]
Sedangkan menurut Ranney dan Kendall mengemukakan bahwa partai politik sebagai “autonomous groups that make nominations and contest elections in the hope of eventually gaining and exercise control of the personnel and policies of government” (partai politik adalah grup atau kelompok masyarakat yang memiliki tingkat otonomi tinggi untuk mencalonkan dan terlibat dalam pemilu dengan harapan mendapatkan serta menjalankan kontrol atas birokrasi dan kebijakan publik).[3] Carl Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan kekuasaan itu akan memberikan kegunaan materil dan idil kepada para anggotanya.[4]
 Menurut Seiler mendefinisikan partai politik sebagai organisasi yang bertujuan untuk memobilisasi individu- individu dalam suatu aksi kolektif untuk melawan kelompok lain, atau melakukan koalisi dengan pihak yang tengah duduk dalam pemerintahan.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa partai politik adalah  suatu kelompok yang terorganisir dimana anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai- nilai dan cita- cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik atau pemerintahan.

2.      Pengertian Pendidikan Islam
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pendidikan terdiri dari kata didik yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an yang berarti perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik.[5]
Sedangkan dalam bahasa Arab istilah pendidikan disebut tarbiyah, yang disebut juga Rabb karena Ia Yang Memperbaiki, Yang Mengatur, Yang Berkuasa Mutlak, Yang Tegak, Yang Menjadi sandaran, Yang Memelihara. Dalam bahasa Inggris, pendidikan dikenal dengan istilah education. Baik kata tarbiyah maupun education memiliki arti pendidikan sekaliggus pengajaran. Istilah pengajaran bahasa Arab dikenal juga istilah ta’lim.[6]
Syekh Naquib al- Attas menyatakan bahwa pendidikan berasal dari kata ta’dib. Memang terdapat kata lain yang berkaitan dengan pendidikan selain ta’dib yakni tarbiyah. Akan tetapi tarbiyah lebih menekankan pada mengasuh, menanggung, memberi makan, memelihara dan menjadikan bertambah dalam pertumbuhan. Selanjutnya Naquib menyatakan bahwa penekanan pada “adab” yang mencakup dalam amal pendidikan dan proses pendidikan adalah untuk menjamin bahwa ilmu dipergunakan secara baik dalam masyarakat.
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi mengarah pada perjuangan.[7]
Tokoh pendidikan lain yang menyoroti pendidikan adalah Soegarda Purbakawaca. Menurutnya, pendidikan dalanm arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuan serta keterampilannya kepada generasi muda dalam pergaulan bersama sebaik- baiknya. Kedua pengertian pendidikan  baik yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara maupun Soegarda Purbakawaca masih bersifat umum, belum menyentuh aspek- aspek yang bersifat spiritual yang dilandasi oleh ajaran Islam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh H.M. Arifin dengan mengutip rumusan dari hasil seminar pendidikan Islam se- Indonesia di Cipayung Bogor tanggal 17- 11 Mei 1960, ia menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah sebagai bimbingsn terhadap pertumbuhsn rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, melatih, mengasuh dan mengawasi semua berlakunya ajaran Islam.
Setidaknya ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari definisi pendidikan di atas, yaitu: pertama, pendidikan Islam menyangkut aspek jasmani dan rohani. Kedua, pendidikan Islam mendasarkan konsepnya pada nilai- nilai religius. Ketiga, adanya unsur takwa sebagai tujuan yang harus dicapai.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.



3.      Peran Partai Politik Islam Dalam Pendidikan Islam di Indonesia Masa Reformasi
Lahirnya masa reformasi ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto pada taggal 21 Mei 1998, yang disebabkan oleh demonstrasi massa yang sangat besar yang menuntut perubahan dalam segala bidang termasuk bidang kebebasan politik, kebebasan pers serta pemberantasan Korupsi , Kolusi dan Nepotisme. Presiden B.J.Habibie yang menggantikan Soeharto pada masa itu membuka kesan demokrasi ini dengan seluas-luasnya yaitu dengan membuka dan menjamin kebebasan pers serta membebaskan berdirinya partai-partai politik yang baru di Indonesia.
Untuk itu tidak mengherankan jika di tahun 1998 terdapat 181 partai politik baru dan 48 dari jumlah tersebut dinyatakan sah untuk mengikuti pemilu tahun 1999. Menjelang tahun 2004 terdapat 268 partai politik di Indonesia dan hanya 24 saja yang mengikuti pemilu.[8]
Pemilu tahun 2004 yang diikuti oleh 24 partai politik saja yang dinyatakan memenuhi syarat. Besarnya jumlah ini tentunya sangat berbeda dengan masa orde baru yang hanya diikuti oleh tiga partai (PPP, PDI dan Golkar). Besarnya jumlah partai yang mengikuti pemilu jelas akan menambah nuansa dan tekanan persaingan. Seringkali koalisi antar partai dibentuk untuk meningkatkan posisi tawar- menawar dan memperbesar kemungkinan untuk memenangkan pemilihan kepala daerah. Tidak hanya masyarakat, partai politik sebagai suatu organisasi perlu belajar dan memahami konsep persaingan ini.
Penguduran diri Presiden Soeharto membuktikan bahwa muslim merupakan aspek yang berpengaruh dalam politik Indonesia. Pada masa reformasi muslim masih tetap memainkan peran penting yang akan mewarnai bentuk politik Indonesia. Munculnya Islam sebagai kekuatan politik berarti menegakkan Islam di arena politik.[9]
Kuntowijoyo menggambarkan tiga fase perkembangan Islam di Indonesia. Pertama, pada awal kedatangan Islam di Indonesia, Islam meleburkan dirinya kepada karakteristik yang dominan dan berbasis mitologi agama yang ada di kepulauan ini. Kedua, pada abad ke- 20 Islam menjadi lebih teroganisir secara politik  dari 1930-an sampai 1960-an, ketika itu terdapat beberapa partai Islam menganjurkan agar Islam dijadikan dasar negara. Ketiga, adalah fase perkembangan Islam di Indonesia yaitu “Islam sebagai ide”.[10]
Dalam fase terakhir ini Islam menyediakan basis intelektual bagi pendekatan kultural kepada Islam di Indonesia. Pada 1970-an pendekatan kultural ini banyak disuarakan mahasiswa muslim baik dari Universitas Islam atau yang lainnya. Pada 1980-an sejumlah pusat agama didirikan di Indonesia yang memberikan pengajaran Islam.
Di antara maraknya partai- partai baru yang muncul pada masa reformasi ini ialah lahirnya partai- partai yang menamakan diri sebagai partai Islam, pada masa reformasi tercatat kurang lebih 13 partai politik Islam yang telah berdiri. Namun hanya 8 partai yang mendaftar dan lolos seleksi untuk ikut dalam pemilihan umum 1999. Partai- partai tersebut adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Serikat Islam Indonesia 1905 (PSII 1905) dideklarasikan pada 21 Mei 1998, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) didirikan 29 Mei 1998, Partai Umat Islam (PUI) pada tanggal 26 Juni 1998, Partai Bulan Bintang (PBB) tanggal 17 Juli 1998, Partai Keadilan (PK) 20 Juli 1998, Partai Politik Islam Masyumi pada tanggal 28 Agustus 1998, dan Partai Persatuan (PP) tanggal 3 Januari 1999.[11]
Semua partai tersebut secara formal mencantumkan Islam sebagai asasnya, akan tetapi tidak satupun dari partai ini yang bertujuan untuk mendirikan negara Islam. Disamping partai- partai di atas, lahir pula partai politik Islam yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Isma’il, Msc diangkat sebagai presiden Partai Keadilan (PK) sejak tanggal 9 Agustus 1998. Nur Mahmudi dan kawan- kawannya yang tergabung dalam komunitas halaqah dan usrah dengan didirikannya partai ini adalah demi memperluas horizon dakwah. Baginya keterbukaan politik itu harus dimanfaatkan guna memperluas cakrawala dakwah. Maka kehadiran partai politik yang dipimpinnya itu adalah pelengkap dari aktivitas gerakan sosial, pendirian lembaga- lembaga sosial dan pendidikan yang merupakan langkah yang harus dilakukan dalam kerangka pembinaan umat secara lebih meluas dan lebih terstruktur.[12]
Partai keadilan mencoba menghidupkan kembali prinsip kejamaahan di antara para aktivisnya sesuai dengan perintah Allah SWT dan tuntunan Rasul-Nya. Mereka berupaya saling mengenal, memahami, menolong dan hidup sepenanggungan dalam berbagai keadaan yang menyertainya. Eksperimen membangun komunitas jamaah dalam suatu partai politik itu diwujudkan adalah adanya struktur Dewan Syariah dalam organisasi partai yang mengontrol seluruh sepak terjang partai.
Sementara itu pada masa orde baru  Amin Rais disuruh untuk memimpin Partai Persatuan Pembangunan (PPP) selalu mengalami tekanan politik karena pendirian PPP pada awal tahun 1970-an (dengan tekanan politik pemerintah yang kuat) adalah fusi dari partai- partai politik Islam yang ada saat itu. Maka di luar PPP, Amin Rais disarankan oleh kalangan aktivis “Islam Politik” yang tergabung dalam organisasi MARA (Majelis Amanat Rakyat) untuk memimpin partai baru yang dinamai Partai Bulan Bintang (PBB).[13]
Namun Amin Rais mengundurkan diri karena Partai Bulan Bintang merupakan embrio atau rancangan dari BKUI (Badan Organisasi Umat Islam). Lembaga ini adalah semacam forum  bagi tokoh- tokoh ormas Islam dalam menanggapi berbagai isu. Maka Partai Bulan Bintang (PBB) resmi didirikan pada tanggal 17 Juli 1998, yang kemudian dideklarasikan kepada publik pada tanggal 26 Juli 1998. Yusril Ihza Mahendra  adalah ketua umum pertama PBB.
Nama Bulan Bintang dipakai dalam partai ini karena dimaksudkan sebagai simbol kesinambungan perjuangan Islam. Tujuan dari partai ini adalah menimba sebanyak- banyaknya kaidah dari ajaran Islam untuk kepentingan seluruh masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan Partai Amanat Nasional (PAN) yang diketuai oleh Amin Rais dideklarasikan pada tanggal 23 Agustus 1998. Partai ini dilahirkan dengan misi dan cita- cita yang berakar pada moral agama, kemanusiaan dan penghargaan yang tulus kepada kemajemukan sebagai ciri utama bangsa Indonesia. Dan kemajemukan itu diperlukan guna membangun kerja sama lintas etnik, agama, dan golongan guna mencapai cita- cita bangsa yang ditandai dengan peran negara yang dibatasi dalam hal melindungi martabat warganya atau perlindungan masyarakat sipil.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) didirikan pada tanggal 23 Juli 1998. Partai politik yang merupakan wadah aspirasi politik warga Nahdliyyin (NU) dideklarasikan oleh para kyai yaitu K.H. Ilyas Ruchiyat, K.H. Munawir Ali, K.H. Musthofa Bisri, K.H. Muchit Muzadi dan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Gus Dur mendesain PKB sebagai partai terbuka disebabkan Gus Dur dapat dikelompokkan sebagai pendukung aliran Islam Substansialis yang berlawanan dengan Islam formalis atau Islam Politik. Aliran Islam politik ini berusaha mewujudkan ajaran Islam terutama dalam kehidupan politik secara lebih lugas.[14] Menurut Matori, PKB lahir sebagai partai yang inklusif dan terbuka. Sebab itulah PKB diarahkan pada penerimaan realitas pluarisme agama secara optimis. Dengan adanya kesadaran mendalam di kalangan NU untuk secara riil dan terus- menerus menggelorakan semangat keterbukaan dalam beragama demi mencapai cita- cita demokrasi dan persaudaraan bangsa, maka sikap keterbukaan yang menjadi prasyarat demokrasi mempunyai akar- akar yang kuat yaitu substansi ajaran agama itu sendiri.
Pada pemilu 1999 tidak satupun partai politik Islam tampil sebagai pemenang. Pada pemilu kedua setelah pemilu 1955, partai Islam mengalami kekalahan, namun ada beberapa yang masuk dalam tujuh besar dalam perolehan suara.[15] Diantaranya PDI-P 33,76 %, Golkar 22,46%, PKB 12,62 %, PPP 10,72 %, PAN 7,12 %, PBB 1,94 %, dan PK 1,36 %. Kekalahan partai- partai Islam tidak hanya terjadi pada pemilu 1999, tetapi pada pemilu 2004 parpol Islam juga mengalami nasib yang sama.


















D.    SIMPULAN
1.      Partai politik adalah  suatu kelompok yang terorganisir dimana anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai- nilai dan cita- cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik atau pemerintahan.
2.      Pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
3.      Masa reformasi ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto pada taggal 21 Mei 1998. Pada tahun 1998 terdapat 181 partai politik baru dan 48 dari jumlah tersebut dinyatakan sah untuk mengikuti pemilu tahun 1999 sedangkan menjelang tahun 2004 terdapat 268 partai politik di Indonesia dan hanya 24 saja yang mengikuti pemilu. Namun hanya 8 partai yang mendaftar dan lolos seleksi untuk ikut dalam pemilihan umum 1999. Partai- partai tersebut adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Serikat Islam Indonesia 1905 (PSII 1905) Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Umat Islam (PUI), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan (PK), Partai Politik Islam Masyumi, dan Partai Persatuan (PP). Beberapa parpol Islam tersebut membentuk wadah tersendiri dalam pencapaian tujuan masing- masing partai Islam, diantaranya dengan mendirikan lembaga- lembaga baik sosial keagamaan maupun memberikan kontribusi terhadap pendidikan untuk mendapat dukungan yang penuh terhadap masing- masing partai.








DAFTAR PUSTAKA

Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik; Komunikasi Dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Forrester, Geoff. 2002. Indonesia Pasca Soeharto. Yogyakarta: Tajidu Press
H.D, Kaelany. 2000. Islam Dan Aspek- Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu
Novianto, Kholid. 1999. Era Baru Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Poerwantana, P.K. 1994. Partai Politik di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo
Yusuf, Mundzirin, dkk. 2006. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Adab UIN




















[1] P.K. Poerwantana, Partai Politik di Indonesia (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), hal. 6.
[2] Firmanzah, Mengelola Partai Politik; Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hal. 66.
[3] Ibid, hal. 68.
[4] Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT. Grasindo, 1992), hal. 116.
[5] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997),   hal. 4.
[6] Kaelany H.D, Islam dan Aspek- Aspek Kemasyarakatan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), hal. 240.
[7] Abuddin Nata, Op.Cit, hal. 9.
[8] Firmanzah, Op.Cit, hal. 350.
[9] Geoff Forrester, Indonesia Pasca Soeharto (Yogyakarta: Tajidu Press, 2002), hal. 335.
[10] Ibid, hal. 336.
[11] Mundzirin Yusuf, dkk, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia ( Yogyakarta: Fakultas Adab UIN, 2006), hal. 279.
[12] Kholid Novianto, Era Baru Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999),    hal. 106.
[13] Ibid, hal. 36.
[14] Ibid, hal. 83.
[15] Mundzirin Yusuf, dkk, Op.Cit, hal. 281.
loading...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar