Makalah Ini Dipresentasikan
Pada Mata Kuliah Fiqih Munhakat
Oleh:
M. Nailuddin
Hermanto
Riyan
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena Dia senantiasa memberiksn nikmat-Nya, sehingga
penyusunan karya tulis ini dapat selesai dengan baik.
Dengan membaca
karya tulis ini penulis berharap dapat membantu pembaca sekalian mengetahui tentang
cara pembuatan susu maupun yang lainnya. Untuk para pembaca umumnya, karya
tulis ini kiranya dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan yang
telah ada.
Walaupun penulis telah berusaha sesuai kemampuan, namun penulis
yakin bahwa manusia itu tak ada yang sempurna ibaratnya tak ada gading yang tak
retak. Seandainya dalam penyususnan
karya tulis ini ada yang kurang, maka itulah bagian dari kelemahan penulis.
Mudah-mudahan dari kelemahan itulah yang akan membawa kesadaran kita akan
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang telah meluangkan
waktunya untuk membaca karya tulis ini.
Untuk itu penulis selalu menantikan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca demi perbaikan penyusunan karya tulis ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………..
DAFTAR
ISI………………………………………………………
Bab II
……………………………………………………………...
Pembahasan………………………………………………………..
A. PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM
B. YANG BERHAK MELAKUKAN
PEMELIHARAAN ANAK
C. SYARAT-SYARAT HADHINAH
DAN HADHIN
D. MASA HADHANAH
E. UPAH HADHANAH
Bab III………………………………………………………………………..
Kesimpulan…………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
BAB II
PEMBAHASAN
PEMELIHARAAN ANAK “HADHANAH”
A. PENGERTIAN
DAN DASAR HUKUM
1 . Pengertianya
Pemeliharaan anak
dalam bahasa Arab disebut Hadhanah,
namun hadhanah menurut bahasa berarti “meletakan sesuatu didekat tulang rusuk
atau di pangkuan”, karma ibu menyusukan anaknya dipangkuanya, seakan-akan ibu
melindungi dan memelihara anaknya, sehingga hadhanah di jadikan istilah yang
dimaksud.
Akan tetapi para
ulama fiqih mendefinisikan Hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang
masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan ataupun sudah besar namun belum
mumayyiz, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya sehingga mampu
berdiri sendirib menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab.[1]
Di dalam buku
lain (H. Sulaiman Rasyd) juga di kemukakan
bahwa Hadhanah diartikan “mendidik”, mendidik disini dapat di artikan bahwa
menjaga , mendidik, memimpin serta mengatur dalam kehidupanya sehingga anak
tersebut dapat mengatur dirinya sendiri sesuai pengertian Hadhanah tersebut.[2]
2. Dasar Hukumnya.
Dasar hukum
pemeliharaan anak, tercantum dalam surat
at-Tahrim:6 yang berbunyi :
ﯿﺂﺃﯾﻬﺎﺍﻟﺬﻳﻦﺁﻤﻧﻭﺍﻘﻭﺍﺃﻨﻓﺳﻛﻡ
ﻮﺃﻫﻟﻳﻛﻡ ﻨﺎﺮﺍﻭﻘﻭﺩﻫﺎﺍﻟﻨﺎﺲﻭﺍﺤﺟﺎﺮﺓ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu.
Pada ayat ini orang
tua di tuntut untuk memelihara keluarganya agar terpelihara dari api neraka,
agar seluruh anggota keluarganya ,elaksanakan perintah dan meninggalkan
laranganya, termasuk anggota keluarga disini yakninya anak.[3]
Betapa banyaknya
ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan
kita (ibu-bapak) untuk memelihara serta menjaga dan bertanggung jawab dalam
memelihara keluarganya.
B. YANG BERHAK
MELAKUKAN PEMELIHARAAN ANAK
Seseorang anak dari permulaan hidupnya sampai pada umur tertentu
memerlukan orang lain untuk membantunya dalam kehidupanya, baik seperti makan
minum dll. Oleh karena itu orang yang menjaganya perlu rasa kasih saying,
kesabaran, serta mempunyai keinginan agar anak itu baik di kemudian hari. Dan
memiliki syarat-syarat tersebutyakninya wanita. Oleh karena itu agama menetapkan
bahwa wanitalah yang pantas dalam pemeliharaan ini. Sebagaimana di sebutkan
dalam hadist, yang berbunyi :
ﻋﻥﻋﺑﺪﺍﻠﻟﻪﺍﺑﻥﻋﻣﺭﺃﻦﺃﻣﺭﺓﻘﺎﻠﺕﻴﺂﺮﺴﻭﻞﺍﻠﻟﻪﻫﺫﺍﻜﻥﺒﻁﻧﻲﻠﻪﻮﻋﺎﺀﻮﺤﺟﺭﻱﻠﻪﺤﻭﺍﺀ
Arinya : Dari Abdullah Bin Umar bahwasanyaseorang wanita berkata : ya
rasulullah, bahwasanya anakku ini perutkulah yang mengandungnya, asuhankulah
yang mengawasinya, air susukulah yang diminumnya. Bapaknya hendak mengambilnya
dariku. Maka berkatalah rasulullah: engkau lebih berhak atasnya selama engkau
belum menikah lagi dengan laki-laki lain.[4]
Serta didalam
riwayat lain Abu Bakar berkata : Ibu lebih cenderung kepada anaknya, lebih
halus, lebih pemurah, lebih baik dan penyayang. Ia lebih bverhak atas anaknya
selama ia belum kawin dengan laki-laki lain.
Dan juga didalam
buku lain dikatakan, bahwa “Ibu adalah
satu-satunya yang dapat memberikan anaknya yng dapat mengarahkan kepribadianya.[5]
Dalam hal ini
betapa banyaknya hadist-hadist Rasulullah yang menguatkan tentang hak asuh anak
ini, bahwasanya anaknya lebih cenderung keibunya, namun apabila si Anak telah
menginjak dewasa/baligh maka diantara kedua bellah pihak menanyakan kepadanya
tanpa ada rasa penekanan, sebagaimana hadist rasulullah “Artinya : bahwasanya nabi S.A.W telah menyuruh seorang
anak yang sudah sedikit mengerti untuk memilih tinggal bersama bapak ibunya
(H.R. Ibnu majah dan tarmidzi).[6]
Menurut
hadist-hadist diatas dapatlah diteapkan bahwa sib u dari anak adlah orang yang
paling berhak melakukan hadhanah, baik masih terikat perkawinan, ataupun masa
iddahnya, namun ia belum kawin dengan laki-laki lain. Sebagaimana hadist
Rosulullah S,A,W :
Artinya : Rosulullah s,a,w bersabda : barang siapa yang memisahkan antara
seorang ibu dengan anaknya niscaya Allah akan memisahkan anatara orang itu
dengan kekasihnya di hari kiamat.[7]
Oleh karena itu
hakim, mantan suami, wali, ataupun orang lain dalam memisahkan anak dengan
ibunya sebagaimana ancaman Rosull dalam hadistnya tadi.
Jika ibunya telah
meninggal ataupuntidak ada maka yang menjadi hadhanah ibu dari ibunya anak itu
teerus keatas, begitupun sebaliknya ibu dari bapaknya hingga keatas. Jika ada
yang melakukan hadhanah yaitu pemerintahnya.
Dasar urutan
orang-orang yang berhak melakukan dalam hadhanah yaitu :
- Kerabat pihak ibu didahulukan atas
kerabat pihak bapak jika tinggkatannya dalam kerabat adalah sama.
- kerabat sekandung didahulukan dari
kerabat yang bukan sekandung dan kerabat seibu lebih didahulukan atas
kerabat bapaknya, dll.
Namun dalam hal ini untuk menjadi seorang hadhanah harus mempunyai
syarat-syarat yakni :
v Berakal
v Merdeka
v Menjalankan Agama
v Dapat menjaga Kehormatan dirinya
v Orang yang dipercay
v Orang yang menetap didalam negri anak yang di
didiknya
v Keadaan perempuan tidak bersuami, kecuali
bersuami denga keluarga dari anak yang memang berhak pula yang untuk mendidik
anak itu, maka haknya tetap.[8]
C. SYARAT-SYARAT
HADHINAH DAN HADHIN
Ø Tidak terikat dengan sesuatu pekerjaan yang
menyebabkan ia tidak melakukan hadhanah dengan baik, seperti hadhinah terikat
dengan pekerjaan yang berjauhan sehingga
masa hadhanahnya dihabiskan untuk bekerja.
Ø Hendaknya mempunyai kemampuan untuk melakukan
hadhanah.
Ø Hadhinah hendaklah orang yang tidak membenci si
anak jika hadhinah orang yang membenci si anak di khawatirkan akan terjadinya
kesengsaraan terhadap si anak, dll.[9]
Jadi siapa yang berhak dalam hadhanah?
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari neraka yang bahan bakaranya adalah
manusia dan batu.[10]
Oleh karena itu hadhin terutama orang tuanya, berhak atas pendidikan
dan pemeliharaan anak, karena ia memerlukan ketaqwaan anak itu, sebagaimana
hadist Rosulullah :
Artinya : Rosulullah bersabda, apabila seorang manusia meninggal dunia
putuslah amalnya, kecuali tiga perkara : anak sholeh yang selalu mendoakannya,
shodakoh jari’ah serta ilmu yang bermanfaat.
Dari keterangan
diatas nyatalah haknya hadhin serta madhun. Tentu saja dalam
pelakasanaannyadiperlukan suatu kebijakan sehingga tidak memberatkan diantara
kedua belah pihak.
D. MASA HADHANAH
Didalam Al-qur’an
serta hadist secara tegas tidaklah terdapat tentang masa hadhanah, hanya saja
terdapat isyarat-isyarat yang menerangkan ayat tersebut. Oleh karena itu hanya
saja para ulama berijtihad sendiri-sendiri, seperti halnya mazhab Hanafi
berpendapat bahwa hadhanah anak laki-laki habis pada waktu dia tidak memerlukan
penjagaan serta dapat mengurus kepentingan pribadinya, sedangkan wanita habis
pada saat haid pertamanya. Sedangkan pendapat para mazhab Imam Syafi’i,
hadhanah itu berkhir ketika sianak telah mumayyiz atau berumur lima ataupun enam tahun,
dengan dasar :
Artinya : Rosulullah bersabda, anak ditetapkan pada bapak dan
ibunya sebagaimana belum mumayyiz, perempuan ditetapkan pada bapak dan ibunya.[11]
E. UPAH HADHANAH
Ibu tidak berhak
atas upah hadhanah seperti menyusui, selama ia masih menjadi istri dari anak
itu, atau masih dalam masa iddahnya. Karena dalam keadaan tersebut ia masih
dalam keadaan dinafkahi, firman Allah S.W.T. :
Artinya : Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anak selam dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuannya, dan kewajiban ayah memberikan nafkah lahir bathin
kepada ibu dengan cara yang makruf.
Adapun habis masa
iddahnya maka berhak atas upah hadhanah tersebut, Allah S.W.T. berfirman :
Artinya : Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sehingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu maka berikanlah
kepada mereka upahnya, dan musyawarahlah diantara kamu dengan baik, dan jika
kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan anak itu untuknya.
Tentang pemeliharaan yang belum mumayyiz, sedangkan keduanya
bercerai, kompilasi hukkum islam menjelaskan :
Pasal 105
v Pemeliharaan anak ytang belum mumayyiz atau belum
berumur 12 tahun maka hak ibunya.
v Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz
diserahkan kepada anaknya untuk memilih diantara bapaknya.
v Biaya pemeliharaan ditanggung bapaknya.[12]
Pasal 106
Ø Orang
tuanya berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa
atau dibawah pengampuan dan tidak diperbolahkan memindahkan kecuali karena
keperluan mendesak.\
Ø Orang tua bertanggung jawab atas kerugian
atasyang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari dari kewajiban
tersebut pada ayat (1)
BAB III
KESIMPULAN
Pemeliharan
anak dalam bahasa arab disebut hadhanah, namun hadhanah menurut bahasa berarti
“ meletakan sesuatu ditulang rusuk atau dipangkuan” karena ibu menyusukan
anaknya dipangkuannya, seakan-akan ibu melindungi dan memelihara anaknya,
sehingga hadhanah dijadikan istilah yang dimaksud.
Seorang anak dari permulaan hidupnya
sampai pada umur tertentu memerlukan orang lain untuk membantunya dalam
kehidupannya, baik seprti makan, minum dll. Oleh karena oitu orang yang
menjaganya perlu rasa kasih saying, kesabaran, serta mempunyai keinginan agar
anak itu baik dikemudian hari. Dan yang
memilki syarat-syarat tersebut wanita.
Oleh karena itu hadhin terutama
orang tuanya, berhak atas pendidikan dan pemeliharaan anak, karena ia perlu
ketqwaan anak itu.
Pasal 105
v Pemeliharaan anak ytang belum mumayyiz atau
belum berumur 12 tahun maka hak ibunya.
v Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz
diserahkan kepada anaknya untuk memilih diantara bapaknya.
v Biaya pemeliharaan ditanggung bapaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman Ghozali Abdul ,MA , Fiqih Munhakhat,
Jakarta ,
Kencana, 2008.
Rasyd Sulaiman, H, Fiqih
Islam, Bandung ,
Sinar baru Algensindo.1994.
Muhammad Ibrahim Al-Jamal, Jakarta , Pustaka Amani, 1999.
[2] H.Sulaiman Rasyd, Fiqih Munhakat, hal 426
[3] Abdurahman Ghodzali Fiqih munhakat, hal 177
[4] Abdurahman Ghodzali Fiqih munhakat, hal 178
[5] Ibrahim Muhammad al-Jamal, fiqih munhakat, hal 341
[6] H.Sulaiman Rasyd, Fiqih Islam, hal 472
[7] Abdurahman Ghodzali Fiqih
munhakat, hal 179
[8] H.Sulaiman Rasyd, Fiqih Islam, hal 427
[9] Abdurahman Ghodzali Fiqih munhakat, hal 182
[10] Abdurahman Ghodzali Fiqih munhakat, hal 184
[11] Abdurahman Ghodzali Fiqih munhakat, hal 186
[12] Abdurahman Ghodzali Fiqih munhakat, hal 189
loading...
Silahkan Tuliskan Komentar Anda disini. jika anda belum mempunyai Google Account atau Open ID, Anda bisa Menggunakan Name/Url (disarankan menggunakan opsi ini) atau Anonimous. Mohon berkomentar dengan bijak dan jangan spamSilahkan komentar