Peristiwa-Peristiwa yang Terjadi Selama Isra Miraj

Admin Friday, November 11, 2016 Add Comment

Peristiwa-Peristiwa yang Terjadi Selama Isra Miraj

1. Melihat Sosok Asli Malikat Jibril
Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit.Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidrat al Muntaha.

“Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha.Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya.Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An Najm : 13 – 18).
Dikatakan bahwa Muhammad telah melihat wujud asli dari Malaikat Jibril yang memiliki sayap sebanyak 600 sayap. “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13)
image / islamidia.com
Asy-Syaibani berkata: Aku menanyai Zirr bin Hubaisy tentang firman Allah Azza wa Jalla, maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (an-Najm, 53: 9). Dia menjawab: "Telah mengabariku Ibnu Mas'ud bahwasanya Nabi telah melihat (bentuk asli) Jibril. Ia memiliki 600 sayap." (HRMuslim).
2. Sampai di Sidrat al Muntaha MenggunakanBuraq
Menurut berbagai riwayat, ketika itu Nabi menaiki Buraq.Ketika Nabi tiba di langit dunia, berkatalah Jibril kepada penjaga langit, “Bukalah.”Penjaga langit itu bertanya, “Siapakah ini?”Ia (Jibril) menjawab, “Ini Jibril.” Penjaga langit itu bertanya, “Apakah Anda bersama seseorang?”Ia menjawab, “Ya, aku bersama Muhammad saw.” Penjaga langit itu bertanya, “Apakah dia diutus?”Ia menjawab, “Ya, ketika penjaga langit itu membuka, kami menaiki langit dunia. Di sana dijumpainya Nabi Adam yang dikanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh.Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa dan Nabi Yahya.Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf.Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi saw bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, Nabi Musa di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnyaBayt al-Ma’mur, tempat 70.000 malaikat shalat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi.
Sidrat al Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha.Sidrah adalah pohon bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:
ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الأوْفَى )٤١ (وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى (٤٢(
Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42) 
Dengan demikian, secara bahasa Sidrat al Muntahā berarti pohon Bidara tempat berkesudahan.Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al Qur’an, yaitu pada ayat:...(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14)
Sidrat al Muntaha  digambarkan sebagai pohon bidara yang sangat besar, tumbuh mulai langit ke-6 hingga langit ke-7. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu, sebagaiman Hadis:Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabi mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". Hadits telah dikeluarkan dalam ash Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah.Hadits riwayat   Baihaqi.
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidrat al Muntahā sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud ra, adalah "permadani emas".Deskripsi tentang Sidrat al Muntahā dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut menurut sebagian ulama hanyalah berupa gambaran sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata.
3. Singgah di Baitul Ma’mur
Baitul ma’mur, tempat Allah SWT menurunkan Al Qur’an dengan sifat-Nya Al Aziz (keseluruhan secara lengkap, Allah sudah mengetahui segala kejadian) yang kemudian dilanjutkan sifat-Nya Ar Rahim, (melalui malaikat Jibril ke Rasulullah di bumi, dengan bertahap).Di sini Rasulullah diberikan 3 pilihan minuman yaitu susu, madu, dan khamr surga yang tidak memabukkan. Pilihan Rasulullah akan menjadi takdir bagi umat beliau. Beliau memilih susu, maka “Engkau memilih untukmu dan umatmu dalam keadaan fitrah”, yaitu umat Islam dapat kembali suci. Berbeda dengan umat terdahulu yang jika berdosa maka diberikan azab. 
Umat Islam dapat kembali suci di bulan Ramadhan, bulan pembakaran, yang dapat menggugurkan dosa, menjadi suci seperti baru dilahirkan.Pembakaran jiwa, agar menjadi lunak dan mudah dibentuk menjadi bentuk yang terbaik di sisi Allah, yaitu takwa. Doa minal aidin wal faizin, bukan dari rasulullah, bermakna “Semoga Allah menjadikan engkau kembali suci  dan menjadi pemenang”.
4. Melihat Allah
Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad SAW., pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah beliau melihatNya dengan mata kepala atau mata hati?Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa beliau pernah melihatNya dengan mata hati antara lain Baihaqi, Al Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al Albani berdasar riwayat Dari Abdullah bin Syaqiq, ia telah bersabda: Aku bertanya kepada Abu Dzar: "Seandainya aku melihat Rasulullah, pasti aku akan menanyainya." Lantas dia berkata: "Tentang sesuatu apa?" Aku akan menanyainya: "Apakah baginda melihat Tuhan baginda?" Abu Dzar berkata: "Aku telah menanyainya, kemudian beliau jawab: “Aku telah melihat cahaya”. (HR Muslim)
5. Menerima Perintah Shalat
Di Sidrat al Muntahā  ini Nabi MuhammadSAW.mendapatkan perintah salat 5 waktu. Perintah melaksanakan salat tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad SAW., sendiri, serta kasih dan sayang Allah, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja. Diantara hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud ;
Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: "Nabi kalian diperintah lima puluh kali salat (sehari semalam), kemudian beliau meminta keringanan Tuhan kalian agar menjadikannya lima kali salat." (HR Ibnu Majjah)
Dari Abdullah bin Mas'ud, ia telah berkata: "Ketika Rasulullah diisra’kan, beliau berakhir di Sidratul Muntaha (yang bermula) di langit keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa yang naik dari bumi, lalu diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir apa-apa yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di sana."
Ia berkata: "Kemudian Rasulullah diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup Surah al-Baqarah serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun". (HR Muslim).

Proses Terjadinya Isra’ Mi’raj

Admin Thursday, November 10, 2016 Add Comment
Isra’ Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah  hijrah ke Madinah. Menurut Abu A’la  Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut   Al Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, sebagian ulama menyebut terjadi pada tahun 12 kenabian.
Menurut banyak keterangan, diriwayatkan bahwa perjalanan Isra’ dimulai ketika suatu malam Nabi sedang tidur di Hijr (dekat ka’bah). Malaikat jibril membangunkan Nabi sampai tiga kali, ketika Nabi terbangun dari tidurnya melihat ada seekor hewan yang putih antara bagal dan himar, pada kedua pahanya ada dua buah sayap yang menambah cepat jalan kedua kakinya.

Perjalanan Isra’ Nabi Muhammad SAW dimulai dengan pesucian hati.Disebutkan dalam sebuah hadis sebelum dibawa Malaikat Jibril, Nabi dibaringkan lalu dibelah dadanya dan dibersihkan hatinya dengan air zam zam.Apakah hati Rosululloh kotor?Pernahkah Rosululloh berbuat dosa?Apakah Rosululloh punya penyakit dendam, iri, dengki atau berbagai penyakit hati lainnya?Dapat kita fahami dan kita ambil pengertian bahwa dicuci hati Nabi bukan dari kotoran dosa atau ma’siat.Yang dimaksud dicuci disini adalah dikikis habis dari sifat-sifat yang tercela yang ada pada hati manusia biasa.Karena sifat-sifat itu adalah penghalang dalam menghadapi masa-masa perjuangan seorang pemimpin apalagi seorang Rasul.

Perjalanan Isra’ Nabi Muhammad SAW dimulai dengan sholat sebagai rasa syukur di masjidil haram, dilanjutkan ke Thaibah (yatsrib/Madinah, daerah kemudian Nabi hijrah), Madyan (pohon Nabi Musa), Gunung tursina ( tempat Nabi Musa menerima wahyu langsung dari Allah) dan Baitullaham (betlehem/tempat kelahiran Nabi Isa as). 

Pada setiap tempat itu Nabi SAW melaksanakan sholat sunnah dua rakaat. Pada perjalanan ini, Nabi juga diperlihatkan gambaran-gambaran tentang umatnya pada masa yang akan datang, kemudian perjalanan diakhiri dengan melaksanakan sholat di Baitul Muqoddas (masjidil Aqsho).

Perjalanan Isra’ Nabi SAW diakhiri dengan sholat berjama’ah dengan ruh para Nabi (kecuali Isa bin Maryam as) di Baitulmuqoddas (Masjidil Aqsha). Setelah sholat berjama’ah dilanjutkan dengan pidato sambutan dari para Nabi secara bergantian dan Nabi Muhammad SAW mendapatkan giliran terakhir.Setelah Nabi selesai mengungkapkan syukur kepada Allah, datanglah bidadari dengan membawa baki berisi dua gelas minuman. Segelas berisi susu dan segelas lagi berisi arak. Nabi memilih susu, kemudian Nabi meminumnya. Ketika itu Malaikat Jibril berkata :”tepat sekali pilihanmu ya Muhammad, minuman itu cocok sekali bagi fitrah manusia, sejak ia lahir minum susu ibu, murni, asli dan bergizi. Seandainya engkau memilih arak maka umatmu banyak yang mendurhakaimu dan sedikit sekali yang mengikutimu”.

Setelah Nabi-nabi mengucapkan pidato sambutan, kemudian mereka meninggalkan Masjidil Aqsha.Nabi Muhammad bersama Jibril dan Mikail keluar meninggalkan masjid, di halaman masjid ada sebuah batu besar, diatas batu itulah diletakkan sebuah alat semisal tangga untuk naik ke langit.Tangga itu mempunyai anak tangga sepuluh buah.Ujung bawah tangga itu terletak diatas batu shakhroh atau batu besar. Ketika diinjak anak tangga yang pertama maka akan langsung mencapai langit pertama begitu seterusnya.

Dengan mengucap basmallah Nabi menaiki tangga itu bersama jibril maka dengan seketika itu telah berada dilangit pertama dimuka pintu gerbang langit pertama “Babul Hafzhah”, disitu berdiri malaikat pengawal langit pertama yang bernama Ismail yang mempunyai anak buah 70.000 Malaikat dan tiap-tiap Malaikat memiliki 70.000 Malaikat. Dilangit pertama Nabi berjumpa dengan dengan Nabi Idris as, langit kedua dengan Nabi Isa as dan Nabi Yahya as,  langit ketiga dengan Nabi Yusuf as, langit keempat dengan Nabi Idris as, langit kelima dengan Nabi Harun as, langit ke enam dengan Nabi Musa as dan langit ketujuh dengan Nabi Ibrahim as.

Kemudian dari langit ke tujuh Nabi di ajak ke Sidratul Muntaha.karena sampai batas inilah segala amal anak Adam di peroleh malaikat dari bumi.Sidratul muntaha adalah pohon bidara yang tidak berduri, memiliki daun seperti telinga gajah yang berbuah seperti bejana, sebuah pohon raksasa yang tumbuh dilangit ke tujuh, hanya Allah yang mengetahui besarnya pohon itu.

Dengan Isro’ dan Mi’rojnya Nabi Muhammad saw diberi kesempatan melihat keadaan surga dari dekat agar dapat di ceritakan kepada Umatnya sehingga mereka tambah beriman dan tambah keyakinannya. Kemudian Nabi diajak melihat keadaan neraka, menurut Nabi neraka adalah tempat penyiksaan.Di dalamnya ada gunung-gunung, ada sungai dan telaga dan jurang-jurang. Air sungai neraka selalu panas dan mendidih, airnya ada dari cairan timah panas, cairan tembaga merah membara, air nanah yang sangat busuk dan bau anyir  darah.

Disidrotul Muntaha terjadi dialog antara Nabi dengan Alloh, diantara dialognya adalah tentang sholat lima waktu yang beliau tawar sampai sembilan kali mulai dari 50 rokaat menjadi 5 rokaat. Allah bersabda: “Demikianlah ketetapan yang telah aku tetapkan. Maka barang siapa yang menunaikannya dengan percaya dan mengharap keridhaan Allah,maka  yang lima kali itu pahalanya seperti sholat lima puluh kali”.

Perjalanan Nabi Muhammad SAW. dari Makkah ke Bayt Al Maqdis, kemudian naik ke Sidrat Al Muntaha, bahkan melampauinya, serta kembalinya ke Makkah dalam waktu sangat singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah Al Qur’an disodorkan oleh Tuhan kepada umat manusia. Peristiwa ini membuktikan bahwa 'ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi, segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas waktu atau ruang.

Peristiwa Isra’ Mi’raj bermula ketika Malaikat Jibril AS mendapat perintah dari Allah untuk menjemput Nabi Muhammad SAW untuk menghadap Allah SWT.Jibril membangunkan Rasul dan membimbingnya keluar Masjidil Haram ternyata diluar masjid telah menunggu kendaraan bernama Buraq sebuah kendaraan yang kecepatannya lebih cepat dari kecepatan rambat cahaya dan setiap langkahnya sejauh mata memandang.

Sayyid Qutub dalam kitabnya yang terkenal, Fi Zhilal Al Qur’an menyatakan, ‘‘Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa adalah perjalanan yang murni pilihan daripada Zat Yang Maha Kasih dan Maha Lembut, yang menghubungkan akar kesejarahan agama-agama besar dari zaman Nabi Ibrahim dan Ismail hingga Nabi Muhammad SAW”.

Menurut Tafsir al-Qurtuby, lebih kurang ada 20 sahabat yang meriwayatkan tentang isra’, semua penulis kitab hadits mencantumkan tentang hadits isra’.Menurut dia, kebanyakan haditsnya mutawatir dan shahih, diantaranya yang diriwayatkan Anas Bin Malik.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم قَالَ أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ فَرَكِبْتُهُ فَسَارَ بِي حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَرَبَطْتُ الدَّابَّةَ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ فِيهَا الأَنْبِيَاءُ

Dari Anas bin Mâlik r.a, sesungguhnya Rasûlullâh saw  bersabda: "Aku diberi buraq; adalah seekor hewan yang berbulu putih; tingginya lebih dari keledai akan tetapi lebih pendek daripada bagal; bila ia terbang kaki depannya dapat mencapai batas pandangan matanya. Lalu aku menaikinya dan ia membawaku hingga sampai di Baitul Maqdis. Kemudian aku tambatkan ia pada tempat penambatan yang biasa dipakai oleh para nabi.

ثُمَّ دَخَلْتُ فَصَلَّيْتُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجْتُ فَجَاءَنِي جِبْرِيلُ عليه السلام بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ قَالَ جِبْرِيلُ أَصَبْتَ الْفِطْرَةَ ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ وَمَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ فَقِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِآدَمَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ . ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ وَمَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ فَقِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِابْنَيْ الْخَالَةِ يَحْيَى وَعِيسَى فَرَحَّبَا وَدَعَوَا لِي بِخَيْرٍ

Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kedua. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?'Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?'Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.'Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?'Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.'Maka pintu langit yang kedua dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang anak bibiku, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Isa.Lalu keduanya menyambut kedatanganku, dan keduanya mendoakan kebaikan buatku.

 ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ  فَقِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِيُوسُفَ عليه السلام وَإِذَا هُوَ قَدْ أُعْطِيَ شَطْرَ الْحُسْنِ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ

Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang ketiga, lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?'Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.'Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?'Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.'Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?'Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit ketiga bagi kami, tiba-tiba aku bertemu denganNabi Yusuf; dan ternyata ia telah dianugerahi separuh daripada semua keelokan. Nabi Yusuf menyambut kedatanganku, lalu ia mendoakan kebaikan bagiku.

 ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الرَّابِعَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ فَقِيلَ قَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ الْبَابُ فَإِذَا أَنَا بِإِدْرِيسَ فَرَحَّبَ بِي وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ{ وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا }

Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?'Malaikat Jibril menjawab.'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?'Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.'Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?'Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang keempat dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu denganNabi Idris, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Maka Allâh berfirman : maka Allâh telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi.

ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الْخَامِسَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ فَقِيلَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِهَارُونَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ

Kemudian malaikat Jibril membawaku ke langit yang kelima, lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kelima, maka ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?'Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.'Dan ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?'Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.'Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?'Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Lalu dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami; tiba-tiba aku bertemu denganNabi Harun, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku.

 ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ السَّادِسَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ فَقِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِمُوسَى عليه السلام فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ

Selanjutnya malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia mengetuk pintunnya, ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.'Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?'Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.'Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?'Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam buat kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, laluNabi Musa menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan bagiku.

 ثُمَّ عُرِجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِإِبْرَاهِيمَ  وَإِذَا هُوَ مُسْتَنِدٌ إِلَى الْبَيْتِ الْمَعْمُورِ وَإِذَا هُوَ يَدْخُلُهُ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ لا يَعُودُونَ إِلَيْهِ

Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, lalu ia mengetuk pintunya. Ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?'Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.'Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?'Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.'Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?'Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.'Maka dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim. Kedapatan ia bersandar pada Baitul Makmur. Ternyata Baitul Makmur itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, yang selanjutnya mereka tidak kembali lagi padanya.

 ثُمَّ ذَهَبَ بِي إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَإِذَا وَرَقُهَا كَآذَانِ الْفِيَلَةِ وَإِذَا ثَمَرُهَا كَالْقِلالِ فَلَمَّا غَشِيَهَا مِنْ أَمْرِ اللَّهِ مَا غَشِيَهَا تَغَيَّرَتْ فَمَا أَحَدٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَصِفَهَا مِنْ حُسْنِهَا قَالَ فَأَوْحَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيَّ مَا أَوْحَى وَفَرَضَ عَلَيَّ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَمْسِينَ صَلاةً

Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke Sidratul Muntaha, kedapatan daun-daunnya bagaikan telinga-telinga gajah dan buah-buahan bagaikan tempayan-tempayan yang besar.Ketika semuanya tertutup oleh nur Allâh, semuanya menjadi berubah.Maka kala itu tidak ada seorang makhluk Allâh pun yang dapat menggambarkan keindahannya. Rasûlullâhsaw  melanjutkan kisahnya, maka Allâh mewahyukan kepadaku secara langsung, dan Dia telah (mewajibkan) kepadaku lima puluh kali shalât untuk setiap hari.

 فَنَزَلْتُ حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مَا فَرَضَ رَبُّكَ عَلَى أُمَّتِكَ قَالَ قُلْتُ خَمْسِينَ صَلاةً فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ فَإِنَّ أُمَّتَكَ لا تُطِيقُ ذَلِكَ وَإِنِّي قَدْ بَلَوْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ

Setelah itu lalu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa (langit yang keenam).Maka Nabi Musa bertanya kepadaku, 'Apakah yang diwajibkan oleh Rabbmu atas umatmu?'Aku menjawab, 'Lima puluh kali shalât untuk setiap harinya.' Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah keringanan dari-Nya karena sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melaksanakannya; aku telah mencoba Bani Israel dan telah menguji mereka.'

 وَخَبَرْتُهُمْ قَالَ فَرَجَعْتُ إِلَى رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ فَقُلْتُ أَيْ رَبِّ خَفِّفْ عَنْ أُمَّتِي فَحَطَّ عَنِّي خَمْسًا فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مَا فَعَلْتَ قُلْتُ حَطَّ عَنِّي خَمْسًا قَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا تُطِيقُ ذَلِكَ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ

Rasûlullâh saw  melanjutkan kisahnya, maka aku kembali kepada Rabbku, lalu aku memohon, 'Wahai Rabbku, ringankanlah buat umatku.' Maka Allâh meringankan lima waktu kepadaku. Lalu aku kembali menemui Nabi Musa.Dan Nabi Musa bertanya, 'Apakah yang telah kamu lakukan?'Aku menjawab, 'Allâh telah meringankan lima waktu kepadaku.'Maka Nabi Musa bertanya, 'Sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melakukan hal tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan buat umatmu kepada-Nya.'

 قَالَ فَلَمْ أَزَلْ أَرْجِعُ بَيْنَ رَبِّي وَبَيْنَ مُوسَى وَيَحُطُّ عَنِّي خَمْسًا خَمْسًا حَتَّى قَالَ يَا مُحَمَّدُ هِيَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بِكُلِّ صَلَاةٍ عَشْرٌ فَتِلْكَ خَمْسُونَ صَلَاةً وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ حَسَنَةً فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ عَشْرًا وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ شَيْئًا فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً

Rasûlullâh melanjutkan kisahnya, maka aku masih tetap mondar-mandir antara Rabbku dan Nabi Musa, dan Dia meringankan kepadaku lima waktu demi lima waktu. Hingga akhirnya Allâh berfirman, 'Hai Muhammad, shalât lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada setiap shalât berpahala sepuluh shalât, maka itulah lima puluh kali shalât. Dan barang siapa yang berniat untuk melakukan kebaikan, kemudian ternyata ia tidak melakukannya dituliskan untuknya pahala satu kebaikan. Dan jika ternyata ia melakukannya, dituliskan baginya pahala sepuluh kali kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengerjakannya maka tidak dituliskan dosanya. Dan jika ia mengerjakannya maka dituliskan baginnya dosa satu keburukan.'

 فَنَزَلْتُ حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى مُوسَى فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لأُمَّتِكَ فَإِنَّ أُمَّتَكَ لا تُطِيقُ ذَاكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَقَدْ رَجَعْتُ إِلَى رَبِّي حَتَّى لَقَدْ اسْتَحَيْتُ. رواه الشيخان واللفظ لمسلم وروى الحاكم في المستدرك عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " رَأَيْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ "

Setelah itu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa, lalu aku ceritakan hal itu kepadanya. Maka ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya.' Maka aku menjawab, 'Aku telah mondar-mandir kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya.'"(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; dan lafal hadits ini berdasarkan Imam Muslim).

Perjalanan singkat yang penuh hikmah tersebut segera berakhir, Az-Zahri dan Urwah telah meriwayatkan, bahwa pada pagi hari  setelah Rasululloh SAW di Isra’ Mi’rajkan, ketika peristiwa itu diceritakan kepada orang-orang Quraisy, mereka banyak yang tidak mempercayainya, bahkan mereka mengadakan reaksi membuat fitnah yang keras. 

Dalam hal ini, mereka pergi menuju Abu Bakar As-sidik untuk memberitahu tentang apa yang dikisahkan oleh Muhammad dengan berkata : “Wahai Abu Bakar, teman anda Muhammad sudah gila, ia mengaku-aku telah pergi ke Baitul Muqaddas kemudian naik kelangit sampai ke Sidratul Muntaha dan kembali lagi sebelum waktu pagi, adakah anda mempercayainya?” Abu Bakar menjawab : “Kalau memang Muhammad berkata begitu, maka aku mempercayainya”. “Engkau percaya dengan dia?, tanya mereka. Abu Bakar dengan tegas menjawab : “Ya aku percaya, dan itu pasti benar”. Maka dari peristiwa inilah Abu Bakar disebut dengan sebutan “Ash Shiddiq”.

Tanggapa masyarakat tentang Isra’ Mi’raj beragam. Dalam mempercayai peristiwa Isra’ Mi’raj terdapat tiga kelompok yaitu ;

1. Kelompok yang membenarkan sepenuhnya peristiwa Isra’ Mi’raj yaitu sahabat-sahabat Nabi yang memang mendapat petunjuk dari Allah swt, sehingga prasangka baik dari hati mereka lebih kuat daripada kekuatan fikir yang cenderung ragu-ragu.

2. Kelompok yang ragu terhadap peristiwa Isra’ Mi’raj. Mereka berasal dari kalangan sahabat atau pengikut Islam yang setengah terisi keyakinannya, sehingga sikap ragu-ragu ini melahirkan kemurtadan

3. Kelompok yang terang-terangan menolak peistiwa Isra’ Mi’raj yaitu orang-orang yang pada dasarnya sudah tidak percaya pada ajaran Islam.

ISRA’ MI’RAJ: Pengertian dan Dalil

Admin Thursday, November 10, 2016 Add Comment

ISRA’ MI’RAJ: Pengertian dan Dalil

A. Pengertian Isra’ Mi’raj

1. Bahasa

Isra’ berarti perjalanan disebagian malam hari dalam tempo singkat. Dalam Isra, Nabi SAW., "diperjalankan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram di Makkah hingga Masjidil Aqsha di Palestina. Mi’raj adalah tangga alat naik.Dalam Mi'raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit menggunakan kendaraan Buraq sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi.Tujuan perjalanan tersebut untuk memperlihatkan sebagian dari tanda kekuasaaan dan kebesaran Allah SWT, di bumi dan di langit dan menerima perintah sebagai puncak peribadatan yakni shalat.
2. Istilah

Isra Mi’raj adalah peristiwa diperjalankannya Rasulullah Saw. dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha/ Bayt al Maqdis di palestina, kemudian naik ke Sidrat al Muntaha dan kembali lagi ke Masjidil Haram di Mekkah pada suatu malam dalam waktu singkat. Sebelum Nabi Muhammad saw diperjalankan malam hari itu, hatinya diisi iman dan hikmah, agar beliau tahan menghadapi segala macam cobaan dan tabah dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya. Peristiwa isra’ secara eksplisit dijelaskan Allah diantaranya dalam QS Al Isra (17) : 1 dan 78, sementara mi’raj disebut dalam QS. Al-Najm (53) : 7-18 dan QS. At Takwir (81) : 19-23. 

Beberapa ayat tersebut menggambarkan secara jelas bahwa isra’ dan mi’raj Rasulullah saw diabadikan dalam al-Qur’an, menunjukkan bahwa peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan wajib bagi kita untuk mempercayainya. Hal penting yang pasti disepakati bahwa isra’ dan mi’raj adalah benar terjadi dan merupakan mukjizat Rasul yang wajib umat Islam beriman kepadanya.

Jadi dapat disimpulkan Isra’ Mi’raj adalah perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsha dilanjutkan ke Sidratul Muntaha dan kembali lagi ke Masjidil Haram pada suatu malam dalam waktu yang singkat.

B. Dalil yang Berkaitan dengan Peristiwa Isra’ Mi’raj

1. QS. Al-Isra (17) : 1

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١)

“Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjdil Haram ke Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami, sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” ( QS. Al-Isra : 1 )

2. QS. An-Najm : 13-14

وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى (١٣)عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (١٤)

“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain (yaitu) di Sidratul Muntaha.” ( QS. An-Najm : 13-14)

3. QS. Al Najm (53) : 7-18

وَهُوَ بِالأفُقِ الأعْلَى (٧)ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى (٨)فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى (٩)فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى (١٠)مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى (١١)أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى (١٢)وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى (١٣)عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (١٤)عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (١٥)إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (١٦)مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (١٧)لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى (١٨)

7. sedang Dia berada di ufuk yang tinggi. 8. kemudian Dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. 9. Maka jadilah Dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). 10. lalu Dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. 11. hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. 12. Maka Apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? 13. dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, 14. (yaitu) di Sidratil Muntaha 15. di dekatnya ada syurga tempat tinggal, 16. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. 17. penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. 18. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.

3- Hadis

a. Qatadah: Telah mengisahi kami Anas bin Malik, dari Malik bin Sha’sha’ah ra, ia telah berkata: Telah bersabda Nabi : “Ketika aku di al-Bait (yaitu Baitullah atau Ka’bah) antara tidur dan jaga”, kemudian beliau menyebutkan tentang seorang lelaki di antara dua orang lelaki. “Lalu didatangkan kepadaku bejana dari emas yang dipenuhi dengan kebijaksanaan dan keimanan. Kemudian aku dibedah dari tenggorokan hingga perut bagian bawah. Lalu perutku dibasuh dengan Air Zam Zam, kemudian diisi dengan kebijaksanaan (hikmah) dan keimanan. Dan didatangkan kepadaku binatang putih yang lebih kecil dari kuda dan lebih besar dari baghal (peranakan kuda dan keledai), yaitu Buraq. (HR Bukhari).

b. Aisyah r.a. berkata, “Allah  memfardhukan shalat ketika difardhukan-Nya dua rakaat-dua rakaat, baik di rumah maupun dalam perjalanan. Selanjutnya, dua rakaat itu ditetapkan shalat dalam perjalanan dan shalat di rumah ditambah lagi (rakaatnya).” (Dalam satu riwayat: Kemudian Nabi Muhammad saw. hijrah, lalu difardhukan shalat itu menjadi empat rakaat dan dibiarkan shalat dalam bepergian sebagaimana semula. (HR. Bukhari)

c. Saat Nabi SAW diisrakan ke Masjid al-Aqsha, subuhnya orang-orang membicarakan hal itu. Maka sebagian orang murtad dari yang awalnya beriman dan membenarkan beliau. Mereka memberitahukan hal itu kepada Abu Bakar ra. Mereka bertanya: "Apa pendapatmu tentang sahabatmu yang mengaku bahwasanya dia diisrakan malam tadi ke Baitul Maqdis?" Dia (Abu Bakar) menjawab: "Apakah ia berkata demikian?" Mereka berkata: Ya. Dia menjawab: "Jika ia mengatakan itu, maka sungguh ia telah (berkata) jujur." Mereka berkata: "Apakah engkau membenarkannya bahwasanya dia pergi malam tadi ke Baitul Maqdis dan sudah pulang sebelum subuh?" Dia menjawab: "Ya, sungguh aku membenarkannya (bahkan) yang lebih jauh dari itu. Aku membenarkannya terhadap berita langit (yang datang) di waktu pagi maupun sore." Maka karena hal itulah, Abu Bakar diberi namaash-Shiddiq. (HR Hakim dari Aisyah ra).

Hikmah-hikmah Kisah dalam Al-Quran

Admin Wednesday, November 02, 2016 Add Comment
Kisah-kisah dalam Al Qur’an adalah sebenar-benarnya kisah. Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya: “Dan siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?” (Q.S. An Nisaa’: 87). Karena kisah-kisah tersebut pasti sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Dan kisah-kisah tersebut merupakan kisah-kisah terbaik. Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu,” (Q.S. Yusuf: 3). Karena kisah-kisah tersebut mengandung nilai balaghah dan makna yang sangat tinggi kesempurnaannya. Dan kisah-kisah dalam Al Qur’an merupakan kisah-kisah yang paling besar manfaatnya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Yusuf: 111). Yang demikian itu karena sangat kuatnya pengaruh yang muncul untuk memperbaiki hati, amal dan akhlak.
image / reproductionsart.com
Kisah-kisah dalam Al Qur’an terbagi menjadi tiga macam:
Pertama: Kisah-kisah para Nabi dan Rasul, dan apa saja yang terjadi antara mereka dengan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang kafir.

Kedua: Kisah-kisah sejumlah orang atau kelompok. Terdapat beberapa peristiwa yang mengandung pelajaran dari apa yang mereka alami. Allah Ta’ala menceritakan kisah mereka, seperti kisah Maryam, Luqman, seorang yang melewati sebuah kampung yang telah kosong dari penghuninya, Dzulqarnain, Qaaruun, pemuda Al-Kahfi, tentara gajah, orang-orang yang dilemparkan ke dalam parit api dan kisah-kisah lainnya.

Ketiga: Kisah-kisah yang terjadi pada zaman Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, misalnya kisah perang Badar, Uhud, Ahzab, Bani Quraizhah, Bani Nadhir, kisah Zaid bin Haritsah, Abu Lahab dan lain-lainnya.

Ada hikmah yang sangat banyak dan besar di balik kisah-kisah di dalam Al Qur’an tersebut, di antaranya:

Penjelasan tentang kebijaksanaan Allah Ta’ala yang terkandung dalam kisah-kisah tersebut. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: “Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran), itulah suatu hikmah yang sempurna maka peringatan-peringatan itu tidak berguna (bagi mereka).” (Q.S. Al Qamar: 4-5)
Penjelasan tentang kemahaadilan Allah yang menjatuhkan hukuman bagi orang-orang yang mendustakan. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala berkenaan dengan orang-orang yang mendustakan: “Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Rabb-mu datang.” (Q.S. Huud: 101)
Penjelasan tentang karunia Allah yang memberi balasan baik bagi orang-orang yang beriman. Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan sebelum fajar menyingsing, sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Q.S. Al Qamar: 34-35)
Hiburan bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atas penderitaan yang beliau alami karena gangguan orang-orang yang mendustakan beliau. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: “Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya); kepada mereka telah datang rasul-rasul-Nya dengan membawa mu’jizat yang nyata, zubur, dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. Kemudian Aku azab orang-orang yang kafir; maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Ku.” (Q.S. Faathir: 25-26)
Motivasi bagi kaum mukminin agar istiqamah di atas keimanan dan untuk meningkatkannya. Karena mereka mengetahui keselamatan orang-orang mukmin terdahulu dan kemenangan yang diraih oleh orang-orang yang diperintahkan untuk berjihad. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: “Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al Anbiyaa’: 88)
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (Q.S. Ar Ruum: 47)
Ancaman bagi orang-orang kafir supaya tidak melestarikan kekafirannya. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: “Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (Q.S. Muhammad: 10)
Bukti atas kebenaran risalah yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, karena hanya Allah sajalah yang mengetahui kisah umat-umat terdahulu tersebut. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: “Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini.” (Q.S. Huud: 49)
“Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah.” (Q.S. Ibrahim: 9)
Di antara kisah-kisah tersebut ada yang hanya disebutkan sekali saja, seperti kisah Luqman dan pemuda Al-Kahfi, dan ada yang disebutkan berulang kali, menurut keperluan dan mashlahatnya. Pengulangan itu tidaklah dalam bentuk yang sama. Namun berbeda-beda bentuknya, kadang panjang, kadang pendek, kadang lembut dan kadang keras, kadang disebutkan beberapa bagian dari kisah tersebut di satu tempat dan tidak disebutkan di tempat lainnya.

Hikmah pengulangan tersebut adalah sebagai berikut:

Penjelasan tentang urgensi kisah tersebut. Karena pengulangannya menunjukkan bahwa kisah tersebut penting.
Penegasan kisah tersebut, agar lebih meresap ke dalam hati manusia.
Melihat kondisi zaman dan keadaan manusia pada saat itu. Oleh sebab itu, kisah-kisah dalam surat Makkiyah biasanya lebih keras dan lebih ringkas. Sementara kisah-kisah dalam surat-surat Madaniyah sebaliknya, lebih lembut dan lebih panjang.
Keterangan tentang indahnya balaghah Al Qur’an yang mampu menghadirkan kisah tersebut dalam bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan keadaannya.
Menunjukkan kebenaran Al Qur’an dan menunjukkan bahwa Al Qur’an berasal dari sisi Allah Ta’ala, di mana kisah-kisah tersebut dihadirkan dalam bentuk yang berbeda-beda tanpa terdapat kontroversi di dalamnya.
Sumber: footnote Tafsir Juz ‘Amma (terjemahan) karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin -rahimahullah hal. 85-88

PANDANGAN ORIENTALIS TERHADAP HADIST

Admin Sunday, April 10, 2016 Add Comment

PANDANGAN ORIENTALIS TERHADAP HADIST

A.      Latar Belakang.

Dierah kemajuan teknologi akibat perkembangan globalisasi, saat ini informasi dan ilmu pengetahuan akan mudah masuk dan dicerna oleh masyrakat dan bangsa, sehingga dari efek perkembangan tersebut akan di jadikan sebagai wacana atau sistem yang mereka berlakukan. pendidikan saat ini di indonesia lebih condong pada hegemoni Barat, di mana konsep pendidikan bercorak ateistik, sekulartistik, matrealistis, rasionalistis, emperis dan skeptis.
Hingga pada kini, dari produk pendidikan yang akan dipersiapkan untuk melanjutkan tongkat estapet, malah merusak apa yang menjadi tujuan pendidikan pada umunya yakni menjadikan manusia yang berilmu serta beriman. karena hegemoni barat tersebut mengakibatkan dari faham ateistis sehingga konsep pendidikan di indonesia masih terjadi dikotomi ilmu pengetahuan, dengan faham matrealistik banyak anak-anak negeri ini putus dari sekolah karena mahalnya pendidikan, sehingga dari rangkaian tersebut melahirkan generasi yang individualistic, hal tersebut telah di hindari dan di tekan dalam rancangan regulative pendidikan nasional.

Pencapaian tujuan pendidikan ditentukan sebagaimana tercantum dalam UUD No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yaitu �berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab�.[1]



Konsep yang seperti hal tersebut harus segera diatasi demi cita-cita bangsa ini, dengan disesuaikan konsep dengan budaya indonesia religiutas islami. karena hal ini sejalan dengan pandangan seluruh ahli pendidikn yang mengatakan bahwa sistem serta tujuan pendidikan bagi suatu masyarakat atau negara tidak dapat diimpor ataupun diekspor kesuatau negara atau masyarakat.



Pendidikan akan kita ketahui penekanannya pada keseimbangan dan keseriusan perkembangan hidup manusia. Maka pendidikan diartikan sebagai usaha mengubah tingkahlaku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan pada alam sekitarnya melalui proses kependidikannya dan kehidupan pada alam sekitarnya melalui proses yang dilandasi dengan nilai-nilai kependidikan. [2]



Dalam upaya merealisasikan tujuan pendidikan tersebut; nampaknya belum optimal dan kurang berhasil, seperti di tegaskan dalam GBHN 1999 yaitu di bidang pendidikan masalah yang dihadapi adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pengembangan pribadi dan watak peserta didik, yang berakibat hilangnya kepribadian dan kesadaran akan makna dan hak kehidupan. [3]



Mata pelajaran yang berorientasi akhlak dan moralitas serta pendidikan agama kurang di berikan dalam bentuk latihan-latihan pengalaman untuk menjadi corak kehidupan sehari-hari. Karena masyarakat cenderung tidak memiliki kepekaan yang cukup untuk membangun toleransi, kebersamaan, khususnya dengan menyadari keberadaan masyarakat yang majemuk, bahkan kehidupan beragama belum memberikan jaminan akan peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat. Merebak penyakit social, korupsi dan sejenisnya, kriminalitas, pemakaian obat terlarang, perilaku formal kehidupan keagamaan dengan perilaku realitas nyta kehidupan keseharian.[4]



Sejalan dengan dengan itu, kini sudah waktunya agar konsep pendidikan di indonesia mengacu pada islam sebagai ajaran yang universal yang lebih mengarah pada ahlakulkarimah yang berilmu pengetahuan, sehingga menghasilkan berbagai keunggulan yang pada akhirnya memberikan solusi yang baik untuk negeri ini. terutamanya masalah pendidikan, terjadinya keterbelakanagan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, peradaban, kesehatan, disiplin dan sebagainya. penyebab utamanya adalah karena keterbelakangan dalam bidang pendidikan. atas dasr inila, maka sejak awal kehadirannya di muka bumi ini, islam selalu menempatkan pendidikan sebagai agenda utama dalam upaya memperbaiki keadaan masyrakat yang kacau balau .



Pembicaraan seputar Islam dan pendidikan tetap menarik, terutama dalam kaitannya dengan upaya membangun sumber daya manusia muslim.islam sebagai agama dan pandangan hidup yang diyakini mutlak kebenaranan akan memberikan arah dan landsan etis serta moral pendidikn. dalam kaitaannya ini Malik Fadjar mengatakan bahwa: hubungan antara islam dan pendidikan memiliki hubungan filosofis yang mendasar, baik secara ontologis, epistemologis maupun aksiologis.



Namun dalam kajian tersebut dalam pemikiran islam dalam upaya menghubungkan islam dengan masalah yang dijumpai masih menuai perbedaan pendapat dari para ahli. dalam hal ini, kalangan ummat islam sampai sekarang terdapat tiga aliran yang sering menimbulkan kontroversi. pertama, islam sebagai agama terakhir dan penyempurna, adalah agama yang ajarannya mencakup segala aspek kehidupan ummat manusia. kalangan ini biasanya mengemukakan pernyataan ini, bahwa islam mengatur permasalahan kecil, seperti bagaimana adab atau tata cara masuk kamar kecil sampai pada masalah- masalah kenegaraan, kemanusian, termasuk didalamnya bidang pendidikan. kelompok ini biasanya dijuluki kelompok universal bersikap lebih radikal, dan dalam memahami islam umumny lebih skriptualis.



Kelompok kedua yang berpendapat bahwa islam hanya mengatut hubungan antara manusia dengan tuhannya. mengajak.manusia kembali pada kehidupan mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur. adapun urusan-urusan kedunian, termasuk masalah pendidikan, manusia diberikan hak otonomi untuk mengatur berdasarkan kemampuan akal budi yang di berikan kepada manusia. kelompok ini berpendapat bahwa pendidikan islam itu tidak ada, melainkan yang ada adalah pendidikan islami.



Pendidikan menurut kelompok ini secara epistemologi berada dalam kawasan yang bebas nilai, tidak mempunyai konteks dengan islam. islam hanya menempati kawasan aksiologi, nilai-nilai etis dalam pemanfaatan, dan berada diluar struktur ilmu pendidikan. kelompok kedua ini, berpendirian bahwa islam adalah agama dalam pengertian barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan.



Kelompok ketiga berpendapat bahwa islam bukanlah sebuah sistem kehidupan yang praktis dan baku, melainkan sistem nilai dan norma yang secara dinamis harus dipahami dan diterjemahkan berdasarkan setting sosial yang dimensi ruang dan waktu tertentu. kelompok ini biasanya dipelopori oleh kalangan cendikiawan yang secara intelektual mampu menagkap ide moral.[5]



Ketiga pendapat tersebut sebenarnya tidak ada yang paling benar, sehingga yang satu menyalahkan yang lain. karena persoalan pemahaman sebenarnya bersifat relatif kebenarannya adapun kebenarannya yang absolut hanyalah islam itu sendiri, kontraversi yang sering timbul dalam pemahaman pendidikan islam sangat berdampak terhadap kesiapan kelembagaan pendidikan islam dalam merancang system pendidikan yang tepat untuk merespon perkembangan masyarakat keikinian. Sehingga lewat makalah ini penulis merasa berkompetisi untuk menyelam dan mengkaji alasan problematic yang mendasarinya serta berniat memberikan solusi atas permasalahan tersebut dengan mengangkat Topik Makalah Dengan judul �Lambatnya Perumusan Pendidikan Islam Dalam Merespon Kecenderungan Perubahan Masyarakat Kekinian�.

B.      Konsep Pendidikan Agama Islam

1.      Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pada saat ini dunia pendidikan memiliki banyak cabang, di antaranya pendidikan bahasa Inggris, pendidikan Kewarganegaraan, pendidikan Dasar Matematika, pendidikan Islam dan lain-lain. dalam bab ini yang akan dibahas adalah tentang pendidikan Islam. istilah pendidikan Islam berasal dari gabungan dua kata yaitu kata �pendidikan� dan �Islam�. dalam bahasa Arab, pendidikan Islam dikenal dengan At Tarbiyatul Al Islamiyah (��������� ���������). Adapun  dalam bahasa Inggris sering disebut Islamic Education.

Kata pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.[6]Sedangkan Islam yaitu agama universal yang Allah perintahkan kepada seluruh manusia dan imani Rosul-Rosulnya.[7]Jadi pendidikan Islam yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran tentang Agama Universal.



Pendidikan merupakan kata yang sudah sangat umum. Karena itu, boleh dikatakan bahwa setiap orang mengenal istilah pendidikan. Begitu juga Pendidikan Agama Islam ( PAI ). Masyarakat awam mempersepsikan pendidikan itu identik dengan sekolah, pemberian pelajaran, melatih anak dan sebagainya. Sebagian masyarakat lainnya memiliki persepsi bahwa pendidikan itu menyangkut berbagai aspek yang sangat luas,termasuk semua pengalaman yang diperoleh anak dalam pembetukan dan pematangan pribadinya, baik yang dilakukan oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Sedangkan Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai Islam dan berisikan ajaran Islam.



Pendidikan sebagai suatu bahasan ilmiah sulit untuk didefinisikan. Bahkan konferensi internasional pertama tentang pendidikan Muslim (1977) , seperti yang dikemukakan oleh Muhammad al-Naquib al-Attas, ternyata belum berhasil menyusun suatu definisi pendidikan yang dapat disepakati oleh para ahli pendidikan secara bulat .



Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa :"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".[8]



Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD dan MI adalah :



"Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman."



Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami ajaran Islam (knowing), terampil melakukan atau mempraktekkan ajaran Islam (doing), dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (being).



Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam, keterampilan mempraktekkannya, dan meningkatkan pengamalan ajaran Islam itu dalam kehidupan sehari-hari. Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan utama Pendidikan Agama Islam adalah keberagamaan, yaitu menjadi seorang Muslim dengan intensitas keberagamaan yang penuh kesungguhan dan didasari oleh keimanan yang kuat.



Upaya untuk mewujudkan sosok manusia seperti yang tertuang dalam definisi pendidikan di atas tidaklah terwujud secara tiba-tiba. Upaya itu harus melalui proses pendidikan dan kehidupan, khususnya pendidikan agama dan kehidupan beragama. Proses itu berlangsung seumur hidup, di lingkungan keluarga , sekolah dan lingkungan masyarakat. Salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan agama Islam saat ini, adalah bagaimana cara penyampaian materi pelajaran agama tersebut kepada peserta didik sehingga memperoleh hasil semaksimal mungkin.



Apabila kita perhatikan dalam proses perkembangan Pendidikan Agama Islam, salah satu kendala yang paling menonjol dalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah metodologi. Metode merupakan bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari semua komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, materi, evaluasi, situasi dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan Pendidikan Agama diperlukan suatu pengetahuan tentang metodologi Pendidikan Agama, dengan tujuan agar setiap pendidik agama dapat memperoleh pengertian dan kemampuan sebagai pendidik yang professional.



Guru-guru Pendidikan Agama Islam masih kurang mempergunakan beberapa metode secara terpadu. Kebanyakan guru lebih senang dan terbiasa menerapkan metode ceramah saja yang dalam penyampaiannya sering menjemukan peserta didik. Hal ini disebabkan guru-guru tersebut tidak menguasai atau enggan menggunakan metode yang tepat, sehingga pembelajaran agama tidak menyentuh aspek-aspek paedagogis dan psikologis.



Setiap guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai berbagai metode yang dapat digunakan dalam situasi tertentu secara tepat. Guru harus mampu menciptakan suatu situasi yang dapat memudahkan tercapainya tujuan pendidikan. Menciptakan situasi berarti memberikan motivasi agar dapat menarik minat siswa terhadap pendidikan agama yang disampaikan oleh guru. Karena yang harus mencapai tujuan itu siswa, maka ia harus berminat untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk menarik minat itulah seorang guru harus menguasai dan menerapkan metodologi pembelajaran yang sesuai.



Metodologi merupakan upaya sistematis untuk mencapai tujuan, oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Tujuan harus dirumuskan dengan sejelas-jelasnya sebelum seseorang menentukan dan memilih metode pembelajaran yang akan dipergunakan. Karena kekaburan dalam tujuan yang akan dicapai, menyebabkan kesulitan dalam memilih dan menentukan metode yang tepat.



Setiap mata pelajaran memiliki kekhususan-kekhususan tersendiri dalam bahan atau materi pelajaran, baik sifat maupun tujuan, sehingga metode yang digunakan pun berlainan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Misalnya dari segi tujuan dan sifat pelajaran tawhid yang membicarakan tentang masalah keimaman, tentu lebih bersifat filosofis, dari pada pelajaran fiqih, seperti tentang shalat umpamanya yang bersifat praktis dan menekankan pada aspek keterampilan. Oleh karena itu, cara penyajiannya atau metode yang dipakai harus berbeda.[9]



Selain dari kekhususan sifat dan tujuan materi pelajaran yang dapat membedakan dalam penggunaan metode, juga faktor tingkat usia, tingkat kemampuan berpikir, jenis lembaga pendidikan, perbedaan pribadi serta kemampuan guru , dan sarana atau fasilitas yang berbeda baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini semua sangat mempengaruhi guru dalam memilih metode yang tepat dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.



Seluruh umat manusia harus mengetahui tentang pendidikan Islam secara keseluruhan agar memantapkan keimanan dan ketaatan untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. apabila mereka tidak mengetahui tentang pendidikan Islam sama saja, mereka hanya Islam dalam KTP (Islam KTP). Pada hakikatnya, mereka mengakui bahwa mereka beragama Islam, tetapi mereka tidak mengetahui apa agama Islam itu.



Pendidikan Islam dapat dijumpai di berbagai lembaga-lembaga yang berbasis Islami mulai dari tingkat rendah sampai tingkat yang paling tinggi, seperti: MI, pondok pesantren, MTs, MA, IAIN, dan lain-lain. Namun pendidikan Islam juga bisa diperoleh di lembaga-lembaga umum misalnya : SD, SMP, SMA, SMK, dan lain-lain, sebagai salah satu mata pelajaran.



Pendidikan Islam dikaitkan dengan konsepsi kejadian manusia yang sejak awal kejadiannya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna yang dibekali potensi akal dan ilmu.[10]Hal ini merupakan sebuah bukti bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna harus bisa menjadi khalifah yang berilmu dan bertanggungjawab atas apa yang telah dipimpinnya.



2.      Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam



Setiap pengetahuan atau ilmu mempunyai dasar-dasarnya. Dasar pendidikan Islam adalah Al-Qur�an dan Al-Hadits (sunah Nabi). Di atas kedua pilar ini dibangun konsep dasar pendidikan Islam.[11]Menuntut ilmu adalah instruksi agama, karena ilmu merupakan salah satu bekal manusia di alam kubur agar tidak tersiksa di alam baqa�. Allah SWT. memerintahkan manusia untuk membaca sesuai firman-Nya :



�&t??%$# EO??$$I/ y7In/u? ?I%�!$# t,n=y{ CEE   t,n=y{ z`�|?SM}$# �`IB @,n=t? CEE   �&t??%$# y7?/u?ur ?Pt??.F{$# C?E   ?I%�!$# zO�=t? EOn=s)?9$$I/ C?E   zO�=t? z`�|?SM}$# $tB ?Os9 �Ls>��t? CIE  







Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.



Demikian juga dalam hadits Nabi perintah menuntut ilmu sebagai kewajiban yang harus dilakukan umat Islam, meskipun tempat menuntut ilmu di daerah non Muslim, seperti hadits Nabi:



���� ����� ��� ������.



Artinya: �Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina.�



Dari konsep tersebut sangat terlihat jelas bahwa islam sangatlah merespon masalah pendidikan, sementara  Tujuan dari Pendidikan Islam adalah sebagai berikut:



a.         Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan muka bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas memakmurkan dan mengolah bumi sesuai dengan aturan-aturan dan kehendak Tuhan.



b.        Mengarahkan manusia agar tugas kekhalifahannya di muka bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Tuhan SWT.



c.         Mengarahkan manusia agar berakhlak mulis, sehingga  ia tidak menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.



d.        Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya, sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan ketrampilan untuk mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahanya.



e.         Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat�.[12]



Pendidikan Islam berfungsi membina dan menyiapkan peserta didik yang berilmu, berteknologi, beriman, dan beramal sholeh. Untuk melahirkan manusia yang baik (ahsan) agar bisa menjalankan kekhalifahannya di muka bumi. Semua dilakukan hanya semata-mata untuk beribadah kepada Allah. hal ini diperkuat dengan firman Allah:



����� �������� �������� ��������� ���� �������������. (56)



Artinya: �Tidaklah kami menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah�.







C.       Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam.



Pendidikan agama islam adalah keseluruhan dari ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam hal tersebut dapat dipahami bahwa ruang lingkup pendidikan agama islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara:



1.        Hubungan Manusia dengan Allah SWT



2.        Hubungan Manusia dengan sesame Manusia



3.        Hubungan manusia dengan dirinya; dan



4.        hubungan manusia dengan mahkluk lain di lingkungannya



Ada ruang lingkup bahan Pelajaran Pendidikan agama islam meliputi tujuh unsure pokok, yaitu:



1.        Keimanan



2.        Ibadah



3.        Al-Qur�an



4.        Akhlak



5.        Muamalah



6.        Syariah, dan



7.        Tarikh.[13]



Pendidikan islam sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia pada aspek rohani dan jasmani dengan cara bertahap oleh karena itu suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan/pertumbuhan dapat tercapai melalui proses karena tidak ada satupun mahkluk ciptaan Tuhan diatas bumi ini dapat mencapai kesempurnaan/kematangan hidup tanpa berlangsung sebuah proses. Akan tetapi suatu proses yang diinginkan disebuah lembaga pendidikan adalah proses yang terarah dan bertujuan yaitu mengarahkan anak didik kepada titik optimal kemampuannya sehingga pendidikan sebagai suatu proses bukan suatu seni atau teknik.



Pendidikan islam akan kita ketahui penekanannya pada keseimbangan dan keseriusan perkembangan hidup manusia. Maka pendidikan islam menurut Prof. Dr Omar Muhammad Al-Touny Al-Syahbani[14]diartikan sebagai usaha mengubah tingkahlaku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan pada alam sekitarnya melalui proses kependidikannya dan kehidupan pada alam sekitarnya melalui proses kependidikan yang dilandasi dengan nilai-nilai islam



Pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan proses kependidikan manusia akan dapat dimanusiakan yang mampu menaati ajaran agama-Nya dengan menyerahkan diri secara total.



Pendidikan adalah tuntutan manusia sejak ia lahir hingga mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dan lingkungan masyarakatnya. Menurut Mortimer J Adler[15]mengartikan pendidikan adalah proses dengan mana semu kemampuan manusia bakat serta kemampuan lain yang diperolehnya dapat mempengaruhi untuk disempurnakan dengan kebiasaan yang baik



Sedangkan menurut Hernan H. Horne dalam J Adler menginginkan pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia dengan alam sekitarnya, sesama manusia dan kosmos yang berlaku di sekitarnya.[16]



Tapi pada kongres se-dunia pada tahun 1980. Dinyatakan bahwa pendidikan islam untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, aspiritukal, pikiran, kecerdasan, dan panca indra. Oleh karena itu pendidikan islam harus mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia, baik spiritual, imajinasi, jasmaniah, keilmiahan bahasa baik secara individu maupun kelompok serta mendorong aspek-aspek kearah kebaikan dan kearah pencapaian kesempurnaan hidup.



Jadi melatih dan mengembangkan (cater for) mengandung pengertian tentang usaha meningkatkan taraf kehidupan melelui seluruh aspek-aspek untuk mengarahkan proses pendidikan islam. Yang tidak mungkin dapat sampai ketujuan yang telah ditetapkan, tanpa melalui proses tahap demi tahap. Mengingat manusia dengan kelengkapan dasar dalam dirinya baru mencapai kematangan hidup, setelah berkembang mellui tingkat hidup kejiwaan dan kejasmanian dengan pengaruh atau bimbingan dari generasi yang diperoleh. [17]



Dalam kaitannya dengan esensi pendidikan islam yang dilandasi oleh filsafat pendidikan yang benar dan mengarahkan proses kependidikan islam menurut, Dr. Muhammad Fadel Al-Jawali guru besar pendidikan di unifersitas Tunisia, mengungkapkan cita-citanya bahwa pendidikan yang harus dilaksanakan oleh umat islam adalah pendidikan keberagaman yang berlandaskan keimanan yang berdiri diatas filsafat pendidikan yang bersifat menyeluruh. Beliau juga menambahkan iman yang benar menajadi dasar dari setiap usaha pendidikan yang benar, karena iman yang benar memimpin manusia kearah ahklak mulia. Ahlak mulia memimpin manusia kearah usaha mendalami harkat dan menuntut ilmu yang benar sedangkan ilmu yang benar memimpin manusia kearah amal saleh. [18]



Yang dipandang sebagai ilmu yang benar yang mampu menghasilkan amal saleh adalah luas cakupannya, yaitu ilmu yang dapat memberikan manfaat kepada kehidupan dunia yang serba modern dalam semua bidang baik yang bersifat teoritis maupun praktis, berupa sains dan teknologi modern.



Menurut Muhammad Fadil Al-Djawali, Pendidikan islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).



Dengan demikian pendidikan yang benar adalah yang memberikan kesempatan, keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan perkembangan dari diri anak didik. Demikian barulah fitrah untuk membentuk pribadi anak dan dalam waktu bersamaan factor dari luar akan mendidik dan mengarahkan kemampuan dasar. Oleh karena itu pendidikan secara operasional mengandung dua aspek yaitu aspek menjaga atau memperbaiki serta aspek menumbuhkan dan membina. [19]



Dalam merumuskan suatu kurikulum pendidikan islam tentunya melibatkan komponen utama yaitu target dan tujuan yang sangat jelas dan komprehensif, karena manfaat bagi peserta didik untuk dapat menentukan kandungan dan metode yang ingin dicapai pendidikan tersebut. Dalam proses pendidikan islam metode yang dianggap tepatguna dengan berdaya apabila ia mengandung nilai-nilai intrinsic dan ekstrinsic yang sejalan dengan materi pelajaran secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan islam, karena inti yang menjadi tujuan akhir dari pada pendidikan islam adalah menjadi peserta didik sebagai manusia yang paripurna atau insane kamil dalam bahasa Al-Qur�an.



H. M. Arifin   dal;am bukunya ilmu pendidikan agama islam menjelaskan yang dimaksud dengan pendidikan islam adalah menanamkan akhlak dan takwa serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur menurut ajaran islam. [20]



Sementara Menurut H. A. Rahman Getteng yang mengomentari pendidikan islam di Indonesia menjelaskan bahwa tujuan pendidikan islam di Indonesia adalah terbentuknya manusia muslim yang memiliki budi pekerti luhur dan berkepribadian pancasila. [21]



Sedangkan Syahminan Zaini merumuskan bahwa pendidikan islam ialah usaha mengembangkan fitra manusia dengan ajaran agama islam, agar terujud (tercapai) kehidupan manusia yang makmur dan bahagia.



Berbagai batasan mengenai pendidikan islam yang telah penulis ketengahkan di atas, pada intinya memiliki suatu kesamaan persepsi tentang tujuan diterapkannya pendidikan islam. Yakni pada intinya diharapakan manusia tersebut dapat terbentuk kepribadiannya menjadi manusia yang sempurna yang diistilahkan insan Kamil. Maka untuk membentuk sosok manusia sempurna tersebut tentunya bukan hal yang mudah dalam suatu proses pendidikan islam, apabila hal itu tidak memilki pilihan yang jelas dan tegas mengenai konsep pendidikan yang sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan islam. Orientasi pendidikan islam adalah memenuhi kebutuhan umat manusia yang menambahkan kemajuan yang dapat mensejahterahkan hidupnya masa kini, masa datang dan masa depannya di ahirat kelak. [22]



Istilah tarbiyah yang dijadikan konsep untuk memaksudkan pendidikan islam, telah umum dipakai atau digunakan menurut Al-Nahlawi dan Baidhawi bahwa istilah pendidikan tersebut memenuhi atau mencakup 4 (empat) unsure yaitu:



1.    Menjaga dan memlihara fitrah anak menjelang dewasa (balig)



2.    Mengembangkan seluruh potensi



3.    Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi menuju kesempurnaan



4.    Dilaksanakan secara bertahap. [23]



Menurut hasan Langgulung dalam bukunya pendidikan dan peradaban islam, menjelaskan bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di barat sangat menekankan pada aspek pengajaran dan latihan, dan sedikit sekali menekankan perhatian pada aspek bagaimana pendidikan tersebut dapat dibentuk sehingga mampu melahirkan sikap siterdidik agar mempuhnyai akhlak yang menjadi dasar dari setiap budaya. [24]



Pendidikan islam pada dasarnya adalah merupakan upaya pembinaan dan pengembangan potensi manusia agar tujuan kehadirannya didunia sebagai hamba dan sekaligus sebagai khalifa Allah.



Pendidikan islam merupakan tema yang sengaja diangkat untuk melihat dan meneliti tentang kelayakannya dalam penerapan proses keberhasilannya pada lembaga pendidikan umum dalam rangka pembinaan pengajaran serta pembentukan peserta didik (siswa) menuju manusia yang paripurna menurut kehendak agama islam. Menurut H. Zuhairini dalam Namsa[25]mendefinisikan pendidikan agama sabagai usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran islam. Sedangkan, pengajaran agama berarti pemberian pengetahuan agama kepada anak, supaya mempunyai ilmu pengetahuan agama.



Rumusan pengertian-pengertian pendidikan di atas kiranya dapat membantu pemahaman tentang pengertian pendidikan/pengajaran agama islam dengan tetap berpijak pada peradaban-peradaban dan persamaan-persamaan sehingga akan muncul kearufan dan kebijakan untuk menelaah dan menerjemahkan sesuai kondisi serta kebutuhan itu sendiri. Maka pendidikan agama islam adalah usaha sadar yang berlangsung dalam kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam membentuk kepribadian serta kebahangiaan dan kesejahteraan hidupnya.







D.      Lambatnya Rumusan Pendidikan Islam Terhadap Arus Perubahan Sosial



Kehadiran pendidikan Islam, baik ditinjau secara kelembagaan maupun nilai-nilai yang ingin dicapainya-masih sebatas memenuhi tuntutan bersifat formalitas dan bukan sebagai tuntutan yang bersifat substansial, yakni tuntutan untuk melahirkan manusia-manusia aktif penggerak sejarah. Walaupun dalam beberapa hal terdapat perubahan ke arah yang lebih bak, perubahan yang terjadi masih sangat lamban, sementara gerak perubahan masyarakat berjalan cepat, bahkan bisa dikatakan revolusioner, maka di sini pendidikan Islam terlihat selalu tertinggal dan arahnya semakin terbaca tidak jelas.[26]



Dalam perkembangannya pendidikan Islam telah melahirkan dua pola pemikiran yang kontradiktif. Keduanya mengambil bentuk yang berbeda, baik pada aspek materi, sistem pendekatan, atau dalam bentuk kelembagaan sekalipun, sebagai akumulasi dari respon sejarah pemikiran manusia dari masa ke masa terhadap adanya kebutuhan akan pendidikan.



Dua model bentuk yang dimaksud adalah pendidikan Islam yang bercorak tradisonalis dan pendidikan Islam yang bercorak modernis. Pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis dalam perkembangannya lebih menekankan pada aspek dokriner normatif yang cenderung eksklusif-literalis, apologetis. Sementara pendidikan Islam modernis, lama-kelamaan ditengarai mulai kehilangan ruh-ruh dasarnya dan tidak memiliki cirri khas keagamaan secara baik.



Dalam telaah sosiologis, pendidikan Islam sebagai sebuah pranata selalu mengalami interaksi dengan pranata sosial lainnya. Ketika berhubungan dengan nilai-nilai dan pranata sosial lain di luar dirinya, pendidikan islam menampilkan respon yang tidak sama. Nilai-nilai itu misalnya adalah modernisasi, perubahan pola kehidupan dari masyarakat agraris ke masysrakat industrial, atau bahkan post-industrial, dominasi ekonomi kapitalis yang dalam beberapa hal membentuk pola pikir masyarakat yang juga kapitalistik dan konsumtif. Berdasarkan penggambaran dua jenis pendidikan di atas, maka respon yang dilahirkan terhadap penetrasi nilai-nilai kontingen ini bisa diwujudkan ke dalam dua respon: asimilasi dan alienasi.



Respon yang bersifat asimilatif mengandalkan terjadinya persentuhan dan penerimaan yang lebih terbuka dari nilai-nilai dasar pendidikan Islam dengan nilai kontingen, baik yang tradisonal maupun modern. Karena sifatnya yang asimilatif, kategori respon ini agak mengkhawatirkan, karena bisa saja nilai-nilai baru yang berpenetrasi ke dalam masyarakat di mana pendidikan Islam itu berlangsung akan lebih dominan daripada nilai-nilai dasar Islamnya. Sebaliknya, respon yang bersifat alternatif akan menjadikan Islam sebagai sebuah entitas yang �terkurung� dalam satu �ruang asing� yang terpisah dari entitas dunia lain. Sistem pendidikan Islam yang memberikan wibawa terlampau besar kepada tradisi (terutama teks tradisional) dari guru, serta lebih membina hafalan daripada daya pemikiran kritis; walaupun sejak zaman reformasi Islam, lebih lagi pada dasawarsa terakhir, dunia Islam menyaksikan berbagai usaha melepaskannya, sikap tradisionalis tersebut sampai sekarang masih menguasai dunia pendidikan Muslim.[27]



Perubahan masyarakat yang terpenting pada awal abad ke-21 ini, ditandai dengan perkembangan teknologi komunikasi, transportasi, dan informasi yang sedemikian cepat. Dengan itu dunia menjadi �kecil� dan mudah dijangkau. Apa yang terjadi di belahan bumi paling ujung dapat segera diketahui oleh masyarakat yang berada di ujung lain.� Dalam konteks ekonomi politik, kenyataan tersebut bahkan dijadikan faktor penting untuk melihat kemungkinan memudarnya batas-batas teritorial negara-bangsa, yang oleh Kenichi Ohmae disebut the end of the nation state.



Dari sisi politik, dapat dikatakan bahwa masyarakat global dewasa ini sangat dekat dengan isu-isu popular, seperti keterbukaan, hak asasi manusia, dan demokratisasi. Demikian pula, dari sudut ekonomi, perdagangan, dan pasar internasional. Atau sebagaimana dikatakan oleh Ahmed dan Donnan. They locked together in what has been referred to as the economic world system.



Adapun jika melihat diskursus diatas, maka respon lembaga pendidikan Islam dewasa ini dapat dikatakan terbagi kepada 2 (dua) bagian, dimana kedua respon ini memiliki daya positif yang perlu kita kaji secara seksama.



Pertama, lembaga pendidikan Islam yang tetap berpegang teguh pada tradisi ilmiah konvensional. Lembaga pendidikan Islam yang memiliki corak seperti ini masih dapat kita temukan pada pondok-pondok pesantren salaf, dimana mereka tetap mempertahankan metode pengajian dan pembelajaran yang dilaksanakan sama dengan (tanpa perubahan) dengan system yang telah ada semenjak lembaga pendidikan tersebut didirikan. Karena asumsi mereka perubahan yang ada, terutama perubahan yang terjadi dari sisi ekonomi, globalisasi dikhawatirkan dapat merusak tatanan pendidikan keislaman dan akhlak peserta didik.



Kedua, lembaga pendidikan Islam yang terbuka dan senantiasa menyesuaikan perkembangan zaman. Lembaga seperti ini dapat ditemukan pada pondok pesantren modern serta lembaga pendidikan Islam yang telah menyelenggarakan Madrasah. Dimana mereka tidak hanya mengajarkan tentang kurikulum keagamaan sebagai pondasi pembinaan keimanan dan akhlak peserta didik, tetapi lembaga pendidikan Islam jenis ini pun menerapkan system tekhnologi dan informasi untuk menerjemahkan ilmu kepada peserta didiknya.



Namun bagaimanapun, berpedoman ruang lingkup pendidikan Islam yang ingin dicapai, maka kurikulum pendidikan Islam itu berorientasi kepada tiga hal, yaitu:



1.    Tercapainya tujuan hablum minallah (hubungan dengan Allah)



2.    Tercapainya tujuan hablum minannas (hubungan dengan manusia)



3.    Tercapainya tujuan hablum minal�alam (hubungan dengan alam).[28]







F.      Respon Perubahan Sosial Terhadap Lembaga Pendidikan Islam



Permasalahan pokok pendidikan Islam di Indonesia itu melahirkan beberapa problema lainnya seperti struktural, kulktural dan sumber daya manusia. Pertama, secara struktural lembaga-lembaga pendidikan Islam negeri berada langsung di bawah kontrol dan kendali Departemen Agama, termasuk pembiayaan dan pendanaan. Problema yang timbul adalah alokasi dana yang dikelola oleh Departemen Agama sangat terbatas. Dampaknya kekurangan fasilitas, peralatan dan juga terbatasnya upaya pengembangan dan kegiatan non fisik. Idealnya pendanaan pendidikan ini tidak melihat kepada struktural, tetapi melihat kepada cost per siswa atau mahasiswa.



Berkenaan dengan masalah struktural ini juga lembaga pendidikan Islam dihadapkan pula dengan persoalan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Bagaimana kebijakan Departemen Agama tentang hal ini. Di satu sisi masalah pendidikan termasuk salah satu dari bagian yang pengelolaannya di serahkan ke daerah, sedangkan masalah agama tetap berada pengelolaannya di pusat. Sehubungan dengan itu perlu dikaji secara cermat dan arif yang melahirkan kebijakan yang tetap mempertahankan eksistensi lembaga pendidikan Islam dan juga perlakuan yang adil dan merata dari segi pendalaman.



Kedua kultural, lembaga pendidikan Islam, terutama pesantren dan madrasah banyak yang menganggapnya sebagai lembaga pendidikan �kelas dua�. Sehingga persepsi ini mempengaruhi masyarakat muslim untuk memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan tersebut. Pandangan yang menganggap lembaga pendidikan Islam tersebut sebagai lembaga pendidikan �kelas dua� dapat dilihat dari outputnya, gurunya, sarana dan fasilitas yang terbatas. Dampaknya adalah jarangnya masyarakat muslim yang terdidik dan berpenghasilan yang baik, serta yang memiliki kedudukan/jabatan, memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan Islam seperti di atas.



Ketiganya sumber daya manusia, para pengelola dan pelaksana pendidikan di lembaga pendidikan Islam yang terdiri dari guru dan tenaga administrasi perlu ditingkatkan. Tenaga guru dari segi jumlah dan profesional masih kurang. Guru bidang studi umum (Matematika, IPA, Biologi, Kimia dan lain-lain) masih belum mencukupi. Hal ini sangat berdampak terhadap output-nya.[29]



Hakikat yang sesungguhnya dari pendidikan Islam itu, adalah pendidikan yang memperhatikan pengembangan seluruh aspek manusia dalam suatu kesatuan yang utuh tanpa kompartementalisasi, tanpa terjadi dikhotomi. Pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum, seperti yang pernah dilakukan oleh sebagian umat Islam, tentulah tidak sesuai dengan konsep pendidikan. Pemisahan yang seperti itu, dijadikan landasan pemikiran oleh Konferensi Dunia tentang pendidikan Islam untuk diraih.[30]











F.      Kesimpulan.



pengertian pendidikan islam sebagai uapya menggembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan. Sebenaranya pendidikan dan pendidikan islam tidak jauh berbeda, dilihat dari pengertiannya. Beda dengan pendidikan yang ada di barat, dimana  Pengertian Pendidikan Barat. Seperti yang ditulis sebelumnya bahwa tujuan pendidikan itu tidak bisa lepas dari tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Dengan begitu tujuan pendidikan harus berpangkal pada tujuan hidup. Di Barat, pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis dimana apa yang menjadi tujuan pendidikan secara tidak langsung merupakan tujuan hidup  berbenturan dengan kepentingan-kepentingan lain . Di sinilah perbedaan pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan hidup. Hal ini tercermin dalam firman Allah SWT yang menggambarkan orang-orang Dahriyyun (Naturalist), Mereka berkata tidak ada hidup kecuali hidup kita di dunia ini. Kita mati kita hidup, tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa. Sedangkan mereka dalam hal ini tidak tahu apa-apa. Mereka hanyalah menyangka-nyangka.



Pada tataran filosofis dan praksis pendidikan Islam di Indonesia tak luput dari bermacam persoalan baik yang bersifat akut maupun faktual. Persoalan akut seperti diskursus yang tak kunjnung usai antara ilmu agama dan ilmu umum. Sementara problema faktual lebih terkait pada masalah-masalah teknis implementatif pelaksanaan pendidikan Islam. Peta pendidikan Islam meliputi pertama: pendidikaan keagamaan yakni diniyah, pesantren; kedua: matakuliah/ pelajaran Agama Islam di IAIN/Perguruan Tinggi & TK//SD/SMP/A; serta ketiga: pendidikan umum bercirikan Islam seperti TKI/RA/BA, SDI/MI/MTs, SMUI/MA/K dan PTAI.



Berbagai persoalan dan hambatan mencuat dalam penyelenggaraan pendidikan Islam tak dapat dielakkan sebagai ekses dari implementasi kebijakan pendidikan nasional yang di disain pemerintah. Persoalan di hulu yang berkaitan filosofis pendidikan Islam telah menimbulkan diskursus, demikian pula di hilir pada tataran implementatif pendidikan Islam masih jauh dari kesempurnaan spirit ajaran Islam. Senyata dan sejatinya nilai-nilai Islam sangat universal dan pengejawantahan nilai-nilai Islam akan membawa manfaat bagi semua (rahmatan lil alamin).



Apabila dipandang dari era modern ini. Perumusan pendidikan islam harus modern, yaitu; pendidikan islam sebisa  menyentuh setiap aspek kehidupan peserta didik, pendidikan merupakan proses belajar yang terus menerus, pendidikan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan pengalaman, baik di dalam maupun di luar situasi sekolah, pendidikan dipersyarati oleh kemampuan dan minat peserta didik, juga tepat tidaknya situasi belajar dan efektif tidaknya cara mengajar.







G.      Implikasi



Tidak banyak berbeda dengan praktek pendidikan lain pada umumnya, pendidikan Islam juga terkena demam pendidikan sebagai pabrik tenaga kerja. Bahkan dalam kasus tertentu lembaga pendidikan Islam kalah jauh dalam menciptakan tenaga kerja andal terutama di bidang teknologi. Pada dasarnya dunia pendidikan Islam tidak seharusnya menolak terhadap praktek pendidikan tekno-okonomis oriented. Selama memperhatikan dimensi-dimensi intelektual, kultural, nilai-nilai transendental, keterampilan fisik, dan kepribadian, maka orientasi tersebut justru amat diperlukan. Hal ini menandakan bahwa seharusnya praktek pendidikan harus mampu mengintegrasikan kebutuhan pragmatis dan obyektif dengan kebutuhan idealisme. Pendidikan bukan sekedar industri tenaga kerja atau intelektual, tetapi sekaligus menumbuhkembangkan industri ukhrawi dan duniawi; sekuler sekaligus transenden. Lembaga pendidikan Islam seharusnya mengintegrasikan dimensi kecerdasan, moralitas, dan profesionalitas dan menjadikannya sebagai orientasi dalam pelaksanaan pendidikan.











[1] Sekretariat MPR/DPR RI, GBHN, (Jakarta: Sekretariat MPR-RI, 1999-2004), hal. 60



[2] H. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet  I; Jakarta: PT  Bumi  Aksara  2003),  hal. 12



[3] Sekertaris MPR/DPR RI, 1999. GBHN 1999-2004, Jakarta : Sekretariat MPR-RI, hal. 60



[4] George J. Mouly, tth. Psychology for effective Teaching, New York: Holt Rincheat and Winston, hal. 278



[5] H. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan.., Op.Cit, hal. 77



[6] http://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan, di akses pada tanggal 12 Oktober 2014



[7] http://islam.murni.wordpress.com/2009/10/31/definisi Islam/, di akses pada tanggal 12 Oktober 2014  



[8] Sekretariat MPR/DPR RI, GBHN, (Jakarta: Sekretariat MPR-RI, 1999-2004), hal. 60



[9] http://illsionst.blogspot.com/2011/06/pendidikan-islam-di-era-globalisasi.html , di akses pada tanggal 12 Oktober 2014



[10] Ahmad Arifin, (ed). Politik Pendidikan Islam: Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan Islam di Tengah Arus Globalisasi. (Cet.II; Yogyakarta: Teras, 2009). hal. 1



[11] Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia. (Cet.I; Jakarta: Rineka Cipta. 2009), hal. 7



[12] Ahmad Arifin, (ed). Politik Pendidikan Islam: Menelusuri Ideologi dan ...., Op.Cit, hal. 36.



[13] H.M. Arifin., Opcit., hal. 24



[14] Ibid,  hal. 12



[15] Mortimer, j. Adler, 50 pemikir paling berpengaruh terhadap dunia pendidikan modern



[16] Ibid.  hal.  13



[17] Filsafat pendidikan islam, Muzayyin Arifin Hasil kongres se-Dunia tentang pendidikan islam dan kurikulum pendidikan islam tahun 1980., hal. 15



[18] Muhammad Fadiil Al-Jawali, Filsafat Islam.  (Cet  II; Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998),  hal. 17



[19] Ibid,., h 17



[20] H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Op. Cit.., hal. 21



[21] H.A. Rahman Getteng, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan,  (Cet II, Jakarta: Bumi Aksara Bandung 2006), hal. 56



[22] Yunus Namsa, Metodologi Pendidikan Islam, (Cet.I; PT Surya Sarana Utama divisi Grafika, 2003). hal. 39



[23] Al-Nahlawi dan Badawi, Filsafat Islam.  (Cet. II., Bandung: Mizan 2001), hal. 21



[24] Hasan Langgulung, pendidikan Dan Peradaban Islam., (Cet. I, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003), hal. 54



[25] Yunus Namsa, Op. Cit. ��hal. 7



[26] Hasan Langgulung, pendidikan Dan.., Op.Cit, hal. 71



[27] Al-Nahlawi dan Badawi, Filsafat Islam, Op.Cit. hal. 55



[28] Ahmad Arifin, (ed). Politik Pendidikan Islam: Menelusuri Ideologi dan ...., Op.Cit, hal. 44



[29] Ibid, hal. 50-51



[30] Hasan Langgulung, pendidikan Dan.., Op.Cit, hal. 121